You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM

“Pemeriksaan Parasitologi Feses Makroskopis dan Mikroskopis”

Disusun oleh :

Nama : Restu Rahmadanti Ayuningtiyas


NIM : 016.06.0012
Kelompok : III
Modul : DIGESTIVE II
Dosen : Rusmiatik, S.Si., M. Biomed
dr. Fahriana Azmi, S. Ked
Diani Sri Hidayat, M. Si

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang kedokteran
hewan dan manusia, namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia yang
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi dengan sarana dan prasarana telah menambah
banyaknya daerah kumuh di perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan
tanah menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vector dan
sumber infeksi termasuk oleh penyakit parasitic.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi prevalensinya terutama pada
penduduk di daerah tropic seperti Indonesia, dan merupakan masalah yang cukup besar bagi
bidang kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan Indonesia berada dalam kondisi geografis
dengan temperature ddan kelembapan yang sesuai, sehingga kehidupan cacing ditunjang oleh
proses daur hidup dan cara penularannya.
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbs dari makanan yang kita makan yang
nantinya akan dikeluarkan melalui anus dari saluran cerna. Jumlah normal produksinya yaitu
100-200 gram/hari. Yang terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa,
bakteri dan bahan patologis lainnya. Jenis makanan serta gerak peristaltic mempengaruhi
bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3 kali per hari
sampai 3 kali per minggu.
Pemeriksaan feses merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama
dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini
telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus
pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain.
Pemeriksaan feses dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing ataupun
larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing
parasit usus pada orang yang diperiksa fesesnya.
1.2.Tujuan
Untuk mengidentifikasi adanya telur cacing dan protozoa pada feses.
1.3.Manfaat
Mahasiswa dapat menngidentifikasi adanya telur cacing dan protozoa pada feses.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis feses meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lender, dan parasit
a. Jumlah
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100-250 gram per hari. Banyaknya tinja
dipengaruhi oleh jenis makanan bila banyak makan sayur jumlah feses akan meningkat.
b. Konsistensi
Feses normal mempunyai konsistensi agak lunak dan berbentuk. Pada diare maka konsistensi
menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya feses yang keras atau sering didapatkan
konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan feses yang lunak dan bercampur gas.
c. Warna
Feses normal berwarna kuning coklat dan warna ini dapat berubah menjadi lebih tua dengan
terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna feses dipengaruhi oleh berbagai jenis
makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning dapat
disebabkan karena susu, jagung, lemak, dan obat-obatan. Feses yang berwarna hijau dapat
disebabkan oleh sayuran yang mengandung klorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh
biliverdin dan porphyrin dalam mekonium. Kelabu mungkin disebabkan karena tidak adanya
urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, feses tersebut disebut
akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pancreas seperti pada steathoroe
yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah
pemberian garam barium setalh pemeriksaan radiologic. Feses yang berwarna merah mudah dapat
disebabkan oleh adanya perdarahan segar dibagian distal, mungkin pula dapat disebabkan oleh
makanan. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran
pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi, dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan
karena urobilinogen yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat
disebabkan oleh obat yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.
d. Bau
Indol,skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada feses. Bau busuk didapatkan jika dalam
usus terjadi pembusuukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi feses
menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Feses yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh
peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi feses pada keadaan ini menjadi asam.
e. Darah
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda, coklat, atau hitam. Darah itu mungkin
terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran
pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebabkan karena
melena seperti pada ulkus lambung atau varices dalam esophagus. Sedangkan pada perdarahan
dibagian distal saluran pencernaan darah terdapat dibagian luar feses yang berwarna merah muda
yang dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rectum.
f. Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit lendir pada feses. Terdapatnya lendir yang banyak berarti
ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat dibagian luar feses,
lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan
feses mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bias
didapatkan lendir saja tanpa feses.
g. Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, anylostoma dan lain-lain yang mungkin didapatkan dalam
tinja.
2. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Pemeriksaan mikroskopis meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit, eritrosit,
sel epitel, Kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah
pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing
a. Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan
bentuk trofozoit.
b. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricodes, Necator Americans,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stereoralis dan sebagainya.
c. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada
disentri basiler, colitis ulserosa dan peradangan didapatkna peningkatan jumlah
leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada
penderita dengan alergi saluran pencernaan.
d. Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rectum atau anus. Sedangkan
bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam feses
selalu berarti abnormal.
e. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari
dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang
terlihat karena sel ini biasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau
ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.
f. Kristal
Kristal dalam feses tidak banyak artinya. Dalam feses normal mungkin terlihat Kristal
tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat
didapatkan setelah memakan bayam atau strawberry, sedangkan Kristal asam lemak
didapatkan setelah banyak asam lemak.
g. Sisa makanan
Hamper selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan
tertentu jumlahnya akan meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan
abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian
lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastic dan lain-lain.
BAB III

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Jumat, 6 July 2018
Tempat : Laboratorium terpadu 1 Universitas Islam Al-Azhar
B. Alat dan Bahan
 Alat
 Objek glass
 Cover glass
 Lidi
 Mikroskop
 Pot sampel
 Selotip
 Kertas minyak
 Kawat saring
 Kertas karton
 Bahan
 Feses
 Eosin 2 %
 Larutan Kato (malachite green 3%, gliserin, aquadest)
 Tissue
C. Cara Kerja
Sediaan langsung (eosin 2%)
 Teteskan 1-2 tetes eosin 2 % pada objek glass
 Ambil sedikit feses dengan menggunakan lidi
 Letakkan pada objek glass yang sudah ditetesi eosin 2% kemudian
dicampur
 Tutup dengan cover glass
 Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x
Teknik Kato
 Rendam selotip pada larutan kato selama kurang lebih 24 jam sebelum
dipakai
 Letakkan kertas minyak diatas meja kerja
 Ambil kurang lebih seruas jari tangan feses menggunakan lidi kemudian
ditaruh diatas kertas minyak
 Letakkan kawat saring diatas feses lalu ditekan dengan 2 batang lidi
sehingga feses naik keatas melebihi kawat saring
 Pindahkan feses yang sudah ada diatas kawat saring sebesar biji kacang
merah (20-50 mg) keatas objek glass
 Tutup dengan selotip yang sudah direndam dengan larutan kato, usahakan
perekat selotip menghadap ke feses diatas objek glass
 Ratakan feses ke seluruh penjuru dibawah selotip dengan objek glass
lainnya hingga cukup tipis
 Biarkan selama 20-30 menit diatas tissue
 Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
No. Jenis Telur Cacing Gambar
1. Ascaris lumbricoides

Sediaan langsung (eosin 2%)


2. Trichuris trichura

Teknik Kato
Pembahasan
Pada praktikum parasitologi dengan menggunakan feses, dapat dilakukan
pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis. Tetapi pada praktikum kali ini
dilakukan metode sediaan langsung dan metode Kato Katz. Ini di lakukan untuk
mengetahui langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan feses mikroskopis
dan makroskopis (protozoa, parasit, cacing). Selain itu untuk mengidentifikasi
adanya telur cacing, parasit dan protozoa di dalam sampel feses tersebut.
Metode sediaan langsung digunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan
baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi ringan sulit. Cara pemeriksaan ini
menggunakan larutan Eosin 2 % pada feses. Penggunaan Eosin 2 % bertujuan
untuk membedakan telur-telur cacing dengan kotoran disekitarnya. Hasil yang
ditemukan adalah telur cacing Ascaris lumbricoides . Telur cacing yang sudah
dibuahi memiliki ciri-ciri: oval, berdinding tebal, berwarna kekuning-kuningan
diliputi lapisan albuminoid yang tidak rata, isinya embrio yang belum masak.
Sedangkan telur yang belum dibuahi memiliki ciri-ciri: lonjong, lebih panjang,
dinding biasanya lebih tipis berisi granula. Sehingga dapat di diagnosis bahwa
pasien dengan sampel feses positif mengidap penyakit cacingan.
Sedangkan untuk pemeriksaan metode Kato katz adalah suatu
pemeriksaan sediaan tinja ditutup dan diratakan di bawah ”cellophane tape” yang
telah direndam dalam larutan malactite green. Metode kato katz adalah salah satu
metode pemeriksaan kecacingan secara kuantitatif. Dari hasil perhitungan secara
kuantitatif telur cacing dapat ditentukan klasifikasi intensitas infeksi (ringan,
sedang, atau berat) menurut jenis cacing yang menginfeksi dalam satuan EPG
(Eggs Per Gram), sehingga dapat menggambarkan keadaan infeksi kecacingan.
Pemeriksaan kuantitatif kecacingan menggunakan metode Kato Katz, lapangan
pandang yang dihasilkan berwarna hijau malachite sehingga pemeriksaan ini lebih
efisien untuk pemeriksaan dengan jumlah sampel yang banyak dan
mempermudah dalam perhitungan telur cacing.Pada hasil pengamatan di yang
telah dilakukan pada sampel tidak ditemukan adanya telur cacing, hal ini
disebabkan karena preparat masih dalam keadaan basah sehingga sulit untuk
menemukan atau mengidentifikasi telur cacing pada preparat tersebut.
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan
Jadi untuk pratikum parasitologi feses pemeriksaan mikroskopis dan
makroskopis yang telah dilakukan dengan 2 metode yaitu dengan metode sediaan
langsung dan metode Kato Katz. Didapatkan bahwa telur cacing Ascaris
lumbricoides ditemukan pada hasil pengamatan dengan metode sediaan langsung
menggunakan Larutan Eosin 2%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien dengan
sampel feses positif mengidap penyakit cacingan.
Sebenarnya pemeriksaan feses diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis pasien yang terinfeksi cacing. Pemeriksaan pada feses terdiri atas dua
macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan makroskopis dan pemeriksaan
mikroskopis. Pada pemeriksaan makroskopik didapatkan volume feses normal,
warna feses hitam kecoklatan karena telah mengonsumsi makan mengandung
besi, konsistensi lunak dan berbentuk (formed), dan bau yang tidak terlalu busuk
dan tidak terlalu asam. Pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan telur,
larva, dan cacing dewasa dalam feses. Jadi, kemungkinan besar pasien tidak
terinfeksi cacing namun harus diperhatikan juga faktor yang dapat menyebabkan
false negative. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil antara lain :
pasien, proses pengambilan dan penyimpanan feses, serta kesalahan dari peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Parasitologi, 2014. Petunjuk Praktikum Parasitologi, Pemeriksaan Tinja Untuk


Telur Cacing, Larva, dan Protozoa. Mataram: Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
2. Gandahusada Srisasi, dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.
3. Onggowaluyo Jangkung Samidjo. 2001. Parasitologi Medik 1 Helmintologi. Jakarta :EGC.
4. Staf Pengajar Departemen Parasitologi, 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedookteran. Edisi
keempat. Jakarta: FKUI
5. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2. Jakarta: EGC.
6. Widmann Frances K, M.D. 1995. Tinjauan Klinik Atas Hasil Pemeriksaan Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Egc

You might also like