You are on page 1of 11

ANALISIS EKONOMI POLITIK

Politik ekonomi Indonesia masih rapuh. Itu sebabnya kebijakan-kebijakan


ekonomi yang diambil masih tidak konsisten. Selama ini yang dijalankan
adalah ekonomi politik sebagai bentuk intervensi pemerintah menjaga
stabilitas ekonomi, memacu pertumbuhan tapi tetap terjadi kesenjangan-
kesenjangan. Angka-angka kemiskinan tidak pernah dapat dituntaskan,
bahkan kian terjadi kedalaman dan keluasan kemiskinan.

DR H Ajiep Padindang, SE,MM memaparkan hal itu ketika tampil sebagai


pembicara utama dari empat pembicara yang ditampilkan dalam acara Diskusi
bertema Politik Ekonomi dan Ekonomi Politik 2018 yang diselenggarakan oleh
Ikatan Alumni (IKA) Komisariat Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Indonesia
(UMI) di Warkop Kawang, apartemen Vide View Panakkukang, kota Makassar,
Jumat, 5 Januari 2018, sore.

Menurut Ketua Komite IV di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang membidangi


APBN, pajak dan pungutan lain, perimbangan keuangan pusat dan daerah,
lembaga keuangan dan perbankan, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah,
dan statistik, pengembangan sistem perekonomian nasional saat ini membutuhkan
payung hukum berupa 'Undang-undang Sistem Perekonomian Indonesia' agar ada
patron apakah kita menganut sistem ekonomi liberal atau ekonomi sosialis.

''Memang sudah banyak dibuat undang-undang berkaitan perkonomian , seperti


Undang-undang Koperasi, Undang-undang Perdagangan, Undang-undang
Persaingan Usaha dan lain-lain tapi itu semua sifatnya parsial, tidak
konperehensip sebagai payung hukum perekonomian yang digunakan
memproteksi agar aturan-aturan cabang-cabang ekonomi yang dibuat semua
berkeadilan, ada patokan yang jelas menunjang peningkatan kesejahteraan
masyarakat,'' katanya.

Sebenarnya, menurut Ajiep Padindang, sernator asal Sulawesi Selatan yang nama
kelahirannya Andi Jamaluddin Padindang tersebut, pembuatan Undang-undang
Sistem Perekonomian Nasional merupakan amanat konstitusi yaitu untuk
mengatur perekenomian Indonesia.

''Pihak DPD sudah membuat menyusun draf undang-undang tersebut, sudah tiga
kali mengusulkan untuk dibahas ke pihak DPR tapi selalu ditolak tidak
dimasukkan dalam Prolegnas.

Entah apa sebabnya, padahal ini sangat urgen, agar pengelolaan perekonomian
Negara kita yang makmur potensi ini benar-benar pengelolaannya berdampak
menyejahterakan rakyatnya. Agar potensi kemakmuran yang dimiliki Negara
tidak dinikmati oleh segelintir orang saja atau dikuasai pihak asing,'' katanya.
Tanpa ada payung hukum perekonomian nasional Indonesia contohnya, dengan
penggunaan kekuasaan, dengan alasan untuk menjaga stabilitas ekonomi atas
ancaman stabilitas politik diimplementasikan dengan intervensi pasar, maka
korbanlah produksi gula, garam dan sejumlah produksi pangan rakyat dengan
melakukan impor.

Belakangan dibentuk holding BUMN-BUMN menjadi anak-anak perusahaan


swasta yang bebas melakukan kerjasama penjualan saham termasuk ke pihak
asing, sehingga hasilnya nantinya dipastikan akan jauh dari kepentingan
memajukan kesejahteraan rakyat.

''Itulah salah satu contoh rapuhnya sistem perekonomian kita karena politik
ekonomi yang masih lemah, tanpa ada proteksi-proteksi karena kita belum punya
payung hukum dalam bentuk Undang-undang Sistem Perekonomian Indonesia,''
tandas Ajiep Padindang.

Para pembicara serta peserta diskusi IKA Komisariat Fakultas Ekonomi UMI
sepakat untuk meningkatkan pembahasan tentang Ekonomi Politik dan Politik
Ekonomi dalam forum lebih luas, khususnya membahas secara akademik
pentingnya payung hukum pengelolaan perekonomian dalam bentuk Undang-
undang Sistem Perekonomian Indonesia.

Rumah

Gedung
ANALISIS

1. A. Latar Belakang
“ Persoalan yang sering dialami oleh para pemimpin dan pengambil keputusan di
negara-negara berkembang adalah penerapan politik ekonomi dan kebijakan
yang meniru mentah-mentah sistem ekonomi sosialisme dan kapitalisme. Padahal
masing-masing sistem politik ekonomi tersebut terus berkembang, berubah dan
selalu melakukan penyesuaian-penyesuaian yang signifikan yang sesuai dengan
zaman. Aspek dinamis dari suatu sistem ini diabaikan oleh kebanyakan
perancangan pembangunan sehingga banyak terjadi kegagalan untuk
menerapkan model tiruan dinegara berkembang ” (Didik J Rachbin : 2004).

Usaha untuk menerapkan sistem ekonomi secara mentah-mentah akan banyak


menimbulkan kendala dan tidak akan berjalan dengan baik. Seperti negaranegara
berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin menerapkan sistem kapitalis
namun pada realitanya gagal dalam penerapannya, begitu juga penerapan sistem
ekonomi sosialis diterapkan namun belum menghasilkan perubahan ekonomi yang
drastis. Gambaran seperti ini tercermin pada tahun 1970-an sampai 1980-an yang
mejadikan negara-negara berkembang semakin terpuruk.

B. Rumusan Masalah

1. Konsep politik ekonomi seperti apa yang diterapkan oleh


pemerintah Indonesia ?
2. Bagaiman sistem ekonomi yang relevan dan seharusnya diterapkan
dalam perekonomian Indonesia saat ini?

C. Kerangka Teori

1. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Analisis adalah


penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu
sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang
tepat dan pemahaman arti keseluruhan
2. 2. Ekonomi politik merupakan suatu unsur atau elemen yang menjadi
alat dari ekonomi dan rasionalisasi kekuatan politik dalam melaksanakan
rencana-rencana aplikasi itu sendiri untuk mencapai sasaran yang
dikehendaki.[1]

D. Pembahasan
Konsep Ekonomi Politik Indonesia

Ekonomi politik Indonesia pada rezim Orde Lama, Indonesia masih dalam masa
labil dimana pada waktu itu kemerdekaan baru diikrarkan, jadi stabilitas ekonomi
masih tidak efektif. Pada masa Orde Baru dipimpin oleh rezim Soeharto yang
sistem perekonomiannya menerapkan sistem kapitalis. Dan kemudian
pemerintahan masa transisi sampai saat ini mengadopsi dualisme sistem di atas
yang merupakan sintesis antagonis kapitalisme versus sosialisme, namun terbukti
sampai sekarang perekonomian indonesia masih jauh dari harapan.

1. a. Orde Lama
“ Indonesia di masa orde lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak konflik
politiknya daripada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum
borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok – kelompok nasionalis
lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya inflasi
yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697%
antara tahun 1965 – 1966. Pada tahun 1948 Bank Dunia memberikan pinjaman
pertamanya kepada negara di luar Eropa. Saat itu banyak negara yang sedang
berkembang sudah sibuk dalam beberapa bentuk perencanaan ekonomi
terpusat. Pada tahun 1950-an, gelombang antusiasme mencapai puncaknya
dalam rangka perencanaan yang komprehensif. Sedangkan yang terjadi di
indonesia tanggal 17 Agustus 1945 bangsa indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Pemimpin yang ada saat itu terdiri dari kaum elit yang
berpendidikan barat dan orang – orang militer yang dilatih jepang. Secara
ekonomi, belanda masih menguasai perusahaan – perusahaan di sektor
perkebunan dan menguasai perdagangan internasional {Konferensi Meja Bundar
(KMB), 1949}. Periode 1945 – 1949 adalah periode indonesia berjuang untuk
status negara merdeka dan diakui oleh dunia yang ditandai dengan pengakuan
Belanda di KMB dengan syarat perusahaan Belanda di Indonesia tidak
dinasionalisasikan”. (Tambunan,Tulus:2009).

Selanjutnya, Soekarno mulai menggeser dominasi politisi menengah keatas dan


mengembalikan otoritas presiden yang dikuasasi perdana menteri dan DPR
sebelumnya. Sehingga pada waktu itu birokrasi negara secara penuh dikuasai
Indonesia. Setelah itu baru upaya penasionalisasian perusahaan-perusahaan
digalakkan. Perekonomiaan pada saat itu dilandaskan atas kemandirian negara
tanpa ada intervensi asing, hal ini ditandakan dengan penolakan terhadap ULN
(Utang Luar Negri) dan keluar dari PBB. Dan kemudian berdampak pada sektor
pertanian dan perindustrian dikarenakan infrastruktur secara fisik maupun non
fisik buruk, juga ditandai dengan managemen makro yang tidak tepat yaitu
peredaran uang dimasyarakat sangat tinggi untuk pembiayaan perang, konflik
politik dan lainnya sehingga terjadi hiperinflasi. Jadi periode orde lama yang
dipimpin Soekarno lebih kuat nasionalismenya, sentralisasi, komando dan
kepemilikan kolektif bisa disimpulkan berarti prosesnya menjauhi kutub “laissez-
faire” dan mendekati kutub “dirigisme/hegemoni”.

1. b. Orde Baru
“ Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan orde baru.
Pada masa ini pemerintah lebih focus pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan social di tanah air. Pemerintah
orde baru menjalin kembali hubungan dengan pihak Barat. Indonesia juga
kembali menjadi anggota PBB, dan lembaga- lembaga duniaya seperti Bank
Dunia, IMF,dll. Sebelum rencana pembangunan REPELITA dimulai, terlebih
dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilisasi ekonomi, social, politik, serta
rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama
adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi deficit keuangan
pemerintah dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, terutama ekspor.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa orde
baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses
industrialisasi dalam skala besar yang pada saat itu dianggap sebagaisatu-
satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-
masalah ekonom, seperti kesempatan kerja dan deficit neraca pembayaran.”[2]
Akan tetapi, pada tingkat mikro hasilnya tidak terlalu memukau seperti pada
tingkat makro. Kebijakan-kebijakan ekonomi selama masa orde baru memang
telah menghasilkan suatu proses transformasi ekonomi yang pesat dan laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi dibarengi dengan biaya ekonomi yang
tinggi dari hasil pinjaman-pinjaman luar negri dan bantuan IMF yang terlalu
tinggi dengan bunga yang besar sehingga menimbulkan fundamental ekonomi
yang rapuh. Ini semua akhirnya mengakibatkan Indonesia dilanda suatu krisis
ekonomi yang besar.

Masa Transisi Sampai Sekarang

Tahun 1998 adalah tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia


sebagai akibat krisis moneter di ASIA yang dampaknya sangat terasa di
indonesia.

1. Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp.
10.000,- bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah
terhadap dolar). Pada waktu itu uang yang dipinjam harus dikembalikan
dalam bentuk dolar sehingga Indonesia harus mengembalikan lima kali
lipatnya dan mengakibatkan membengkaknya hutang negara. Ditambah
juga hutang swasta yang dibebankan pada negara sebagai syarat
peminjaman ke International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang
indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah
hutang komersial swasta).
2. 2. Saat nilai tukar rupiah semakin merosot dan tidak terbendung lagi,
maka pemerintah memutuskan untuk meminta bantuan keuangan dari IMF.
Pada Akhir bulan Oktober 1997, IMF mengumumkan paket bantuan
keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 milyar AS. Dengan
ekspektasi nilai rupiah akan menguat dan stabil. Akan tetapi kenyataannya
menunjukkan bahwa nilai rupiah terus melemah hingga mencapai Rp
15.000 per dolar AS. Hal ini menyebabkan menurunnya kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negri sehingga kesepakatan tersebut ditegaskan
dalam nota kesepakatan (Letter of Intent/LoI) yang terdiri atas 50 butir
kebijaksanaan yang mencakup ekonomi makro (fiscal&moneter).
3. Krisis rupiah menyebabkan krisis politik
Krisis rupiah yang dialami Indonesia berpengaruh terhadap munculnya krisi
politik di Indonesia. Ditandai dengan beberapa tragedy, yaitu :

1. Penembakan tentara terhadap empat mahasiswa Universitas Trisakti


tanggal 13 Mei 1998 (Tragedi Trisakti)
2. Kota Jakarta pada 14 dan 15 Mei dilanda kerusuhan yang paling besar dan
paling sadis yang pernah dialami Indonesia.
3. Kemudian minggu terakhir bulan Mei 1998, DPR diduduki ribuan
mahasiswa dari puluhan perguruan tinggi dari dalam dan luar Jakarta.
Pembangunan ekonomi periode orde reformasi (1998 – 2004) berjalan tak jelas
arahnya. masa tahun 1998 – 2004 adalah masa transisi dari orde baru ke orde
reformasi yang ditandai dengan silih bergantinya presiden RI dalam waktu relatif
singkat. Dari B.J. Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), Abdurrahman
Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001) kemudian Megawati (23 Juli 2001 – 20
Oktober 2004). Pembangunan ekonominya berjalan terseok – terseok, disambut
dengan gegap gempita euforia politik rakyat indonesia yang selama masa orde
baru dikekang kemudian menjadi bebas lepas di masa orde reformasi. Dalam
masa ini, indonesia masih mencari jati dirinya kembali dengan mencoba
menerapkan sistem demokrasi yang ternyata sangat mahal biayanya. Praktis,
dana pembangunan banyak teralokasikan untuk pembiayaan pesta demokrasi
tersebut, mulai dari pemilihan presiden (PILPRES, periode 2004 – 2009)
langsung oleh rakyat, yang menghasilkan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)
sebagai Presiden RI, hingga berbagai pemilihan kepala daerah (PILKADA) yang
masih berlangsung silih berganti hingga saat ini di berbagai daerah di wilayah
nusantara ini.[3]
Kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dan terkendali setelah dua tahun masa
pemerintahan SBY. Sedikit demi sedikit dana subsidi MIGAS ditarik oleh
pemerintah mulai dari Bensin, Solar kemudian Minyak Tanah yang selama ini
membebani pemerintah. Pemerintah cenderung menyerahkan harga barang pada
mekanisme pasar. Secara ekonomi memang menunjukkan kondisi membaik,
namun rakyat Indonesia masih banyak yang miskin, pengangguran belum bisa
diatasi pemerintah, nilai rupiah masih sekitar 9.000-an per 1 US$, kemampuan
daya beli masyarakat Indonesia masih rendah, korupsi masih tinggi tercatat
Indonesia termasuk dalam peringkat kelima negara terkorup di dunia dan
sebagainya.

Secara politis, kondisi indonesia memasuki periode orde reformasi semakin


membaik. Demokrasi bisa berjalan baik, seluruh rakyat Indonesia mendapatkan
haknya untuk memilih dan dipilih dengan bebas tanpa tekanan dari siapapun
serta dijamin keamanannya di masa reformasi ini. Setiap warga negara bebas
berbicara dan menyampaikan pendapatnya baik melalui media massa maupun
aksi – aksi demonstrasi dengan dibingkai aturan hukum yang berlaku. Semua itu
tidak didapat di rezim Orde Baru. Proses otonomi daerah (desentralisasi
kekuasaan) sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, sudah dilaksanakan dengan proses pemilihan
kepala daerah melalui PILKADA, praktek nepotisme sedikit demi sedikit
berkurang sehingga aktor ekonominya berusaha secara kompetitif. Jadi periode
Orde Reformasi lebih kuat transaksi informasi alokasi sumber daya diserahkan
pada pasar, aktor ekonominya kompetitif (berusaha menghapuskan nepotisme),
desentralisasi, internasionalis, melalui insentif ekonomi dan kepemilikan individu
dijamin, sehingga bisa disimpulkan berarti prosesnya menjauhi kutub “
Dirigisme/hegemoni” dan mendekati kutub “ Laissez-Faire”[4].

Identifikasi dan Alternatif

Politik ekonomi adalah tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
kemakmuran masyarakat. Titik berat politik ekonomi bukan pada aspek ekonomi,
tetapi pada aspek dan proses politik. Dengan demikian, politik ekonomi adalah
proses politik untuk kepentingan rakyat banyak, politik indonesia saat ini tidak
mengikuti proses politik terbuka dan demokratis, karena hanya ditentukan oleh
segelintir teknokrat ekonom sehingga mengikuti paham kelompok kecil ini.
Politik negara dan ideologi kemasyaraktan tidak bekerja dan tidak diberi
kesempatan mempengaruhi politik ekonomi yang telah dilaksanakan.

Politik ekonomi Indonesia dalam kenyataannya tidak ditentukan oleh ideologi dan
paham kemasyarakatan, tetapi sangat dipengaruhi secara langsung oleh segelintir
orang, yang disebut teknokrat. Golongan kecil elit ini diberikan kekuasaan besar
oleh presiden untuk menentukan politik ekonomi, yang berbasis paham liberal.

Kapitalisme merujuk pada sejumlah prinsip struktural yang mendasari praktik


akumulasi modal dalam konteks pasar produksi dan tenaga kerja yang kompetitif.
Sedang negara-bangsa menunjuk pada prinsip struktural yang mengoordinasi
praktik kontrol atas informasi, supervisi sosial dan pemata-mataan. Lalu
militerisme menyangkut prinsip struktural yang mendasari praktik pengontrolan
atas alat-alat kekerasan dalam konteks industrialisasi perang. Akhirnya
industrialisme menyangkut prinsip struktural yang mendasari praktik-praktik
yang bertujuan untuk mengubah alam atau pembangunan lingkungan non alami.
Keempatnya merupakan tulang punggung yang menghamba pada modernitas dan
darinya proses transformasi sosial masyarakat bekerja ( J Didik Rachbini : 2004).

Pengembangan ekonomi kemudian semakin jauh dari kepentingan masyarakat


luas. Itu terjadi karena proses politik untuk mewujudkan kebijakan ekonomi tidak
berjalan normal sehingga jauh dari kepentingan masyarakat luas.

Jika diangkat dalam kerangka teoritis, maka bentuk-bentuk pemikiran kapitalisme


dan pemikiran sosialisme merupakan sistem yang antagonis satu sama lain. Kini
sosialisme berusaha untuk memperbaiki sistem produksi dan distribusi, bahkan
dengan mengadopsi lansung berbagai elemen kapitalisme. Tetapi masih ada
bentuk yang ekstrim dengan tetap mempertahankan corak sosialisme utopis atau
sistem ekonomi komunisme, seperti terlihat pada Cuba dan Korea Utara.
Namun pada dasawarsa 1990-an sistem sosialisme yang kaku mulai berjatuhan
satu persatu, mulai dari Uni Soviet, negara-negara Eropa Timur, Asia dan
beberapa lainnya, termasuk Afrika. Fakta ini membuktikan bahwa sistem itu
tidak bisa bertahan karena kegagalannya dalam mengadopsi ekonomi pasar
sebagai subtansi penting bagi kesinambungan sistem ekonomi. Tetapi proses
transformasi sistem ttersebut menuju ekonomi pasar berjalan sangat lambat dsan
bahkan tidak sedikit yang mengalami kegagalan. Ini merupakan kegagalan kedua
setelah negara-negara tersebut tersiksa berada dalam sistem sosialisme yang
kaku.[5]
Dalam kenyataan, sistem kapitalisme dan sosialisme bersintesa secara aktif dalam
dua arah ang saling menguatkan. Proses sintesa dari keduanya terus berlangsung
sehingga elemn-elemen kapitalismee pun sudah berbeda ciri dariciri aslinya sejak
dua abad lalu. Sistem kapitalisme sendiri selalu memperbaiki diri dengan
mengadopsi elemen yang positif dari sosialisme. Proses ini sebenarnya baik bagi
sistem kapitalisme sendiri sehingga mengeliminir banyak kelemahan internalnya
sendiri.

Usaha negara sedang berkembang dalam mengambil jalan kapitalisme murni


sering menghadapi kegagalan fatal. Di negara-negara tersebut muncul penyakit
kesenjangan ekonomi, kemiskinan lapisan bawah, kemakmuran berlimpah
segelintir elit, dan kegagalan ekonomi rakyat karena persainga ekonomi tercemar
oleh perburuan rente, proteksi dan monopoli. Fakta seperti ini cukup menonjol
terjadi di Indonesia karena institusi non-ekonomi yang mendukung pasar dan
persaingan tersebut tidak berfungsi. Pasar dan pengusaha kemudian bertemu
dengan kekuasaan sehingga persaingan berubah menjadi pemburuan rente
ekonomi. Dalam sistem kapitalisme ala negara berkembang , penyakit ekonomi
berupa kemiskinan di lapisan bawah justru muncul ketika ekonomi bertumbuh
dengan pesat.[6]
Secara normatif-legal, ekonomi politik yang ingin dikembangkan Indonesia
adalah sosialisme religius, yang dirumuskan oleh Hatta dalam UUD 1945. Warna
pemikiran ekonomi politik seperti ini wajar karena secara langsung merupakan
respon dari para pendiri negara kita (founding fathers) yang mengalami langsung
betapa beratnya dampak kolonialisme. Pada saat yang sama, kapitalisme pada
waktu itumenjadikan kolonialisasi sebagai instrumen utama.

Tetapi perjalanan ekonomi indonesia sama sekali tidak berpijak pada basis
normatif-legal dari perundang-undangan di atas sehingga dasar-dasar falsafah
yang liberal-pragmatis cenderung lebih kuat pengaruhnya dalam level
implementasinya.

Apakah yang dimaksud dengan ekonomi kerakyatan? Berpedoman kepada


penggunaan istilah kerakyatan dalam sila ke-empat Pancasila, maka makna istilah
tersebut dapat dipastikan mengandung unsur demokrasi di dalamnya. Bila kata
kerakyatan dalam ekonomi rakyat itu dicari maknanya sesuai dengan
kedudukannya sebagai kata sifat, maka kata lain dari ekonomi kerakyatan
sesungguhnya adalah ekonomi yang demokratis atau demokrasi ekonomi.
Mengamalkan Pancasila sebagai ideologibangsa berarti setiap sila harus dapat kita
amalkan, yaitu sila pertama dan kedua sebagai landasan moralnya, sila ketiga dan
keempat sebagai cara/metode kerjanya, dan sila kelima sebagai tujuan akhir dari
pengamalannya (Mubyantoro : 1998 hal 16).

Penjabaran lebih lanjut ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi itu dapat
ditemukan dalam penjelasan-penjelasan pasal 33 UUD 1945. Salah satu
penggalan kalimat dalam penjelasan pasal 33 berbunyi sebagai berikut: “Dalam
pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan dan bukan kemakmuran
perseorangan”. Berdasarkan penggalan kalimat tersebut maka makna ekonomi
kerakyatan atau demokrasi ekonomi dapat dipahami dengan mudah. Ekonomi
kerakyatan adalah suatu situasi perekonomian dimana berbagai kegiatan ekonomi
diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi semua anggota masyarakat,
sementara penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ekonomi itu pun berada dibawah
pengendalian atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Bila dikatakan
dengan bunyi pasal 33 ayat 1 UUD 1945 tadi, maka situasi perekonomian seperti
itulah yang disebut sebagai perekonomian usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.

Dalam GBHN 1993 meskipun istilah sektor informal masih ditemukan di empat
tempat, tetapi diperkirakan akan tidak ada lagi dimasa mendatang, karena istilah-
istilah ekonomi rakyat adalah lebih tepat dan sudah merupakan istilah atau konsep
baku dalam UUD 1945 yang selanjutnya mendapat penekanan 25 kali dalam
GBHN 1993 antara lain sebagai berikut (Mubyantoro.1998) :

1. Pengembangan ekonomi diarahkan pada terwujudnya perekonomian nasional


yang mandiri berdasarkan demokrasi ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran
dari seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata. Dengan demikian pertumbuhan
ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta
mengatasi ketimpangan ekonomi dan kemajuan sosial. Dalam rangka ini perhatian
khusus perlu diberikan pada usaha untuk membina dan melindungi usaha kecil
dan tradisional serta dengan ekonomi lemah pada umumnya. (arah PJP II).

2. Pembangunan telah berhasil meningkatkan pendapatan nasional dan


kesejahteraan rakyat pada umumnya, walaupun masih ada ketimpangan ekonomi
dan kesenjangan sosial yang menuntut adanya usaha pencegahan agar tidak
berkembang ke arah keangkuhan dan kecemburuan sosial. Selain itu dilakukan
upaya-upaya untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi dalam
bentuk monopoli, oligopoli, monopsoni, dan praktek-praktek lainnya yang
merugikan masyarakat (kondisi umum Repelita VI).
1. Usaha informal dan tradisional sebagai bagian dari ekonomi rakyat yang
tumbuh dan berkembang dari masyarakat, serta merupakan kegiatan
ekonomi nyata yang makin luas, perlu terus dibina agar tumbuh menjadi
kekuatan ekonomi yang tangguh dari usaha nasional serta mampu berperan
dalam menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha
(kebijaksanaan sektoral Repelita VI).

Dari kutipan GBHN 1993 ini, jelas bahwa rakyat Indonesia meyakini perlunya
“koreksi total” terhadap aneka rupa ketidakmerataan sebagai dampak
pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I)
“rakyat banyak”, yang dalam proses pertumbuhan ekonomi tinggi belum ikut
menikmati hasil-hasilnya, harus benar-benar ditingkatkan pendapatan dan daya
belinya. Peningkatan taraf hidup rakyat banyak itulah maka sesungguhnya dari
pemerataan pembangunan.

1. E. Kesimpulan
Penerapan ekonomi politik pada suatu negara harus ditelaah lebih komperhensip
dan diprediksi jangka pendak dan panjangnya, karena ekonomi mempunyai
pengaruh yang signifikan bagi perkembangan suatu negara. Yang terjadi mala
akan semakin kompleks ketika sistem ekonomi politik tidak tepat diterapkan
dalam lingkungan negara multikultural yang berbasis pada kerakyatan seperti
Indonesia ini, jadi saran saya adalah “aati kull dzi haqqin haqqohu” proporsional
terhadap keadaan yang ada di Indonesia ini, ekonomi kerakyatan adalah
keselarasan antara ideologi negara dan kehidupan berBhineka tunggal ika. Itulah
yang menjadi impian rakyat indonesia, dari rakyat untuk rakyat.

Daftar Pustaka

J, Rachbini, Didik.2004. Ekonomi Politik kebijakan dan strategi pembangunan.


Jakarta : Granit.
Mubyantoro.1998.Reformasi Sistem Ekonomi. Yogyakarta : Aditya Media.
Rachmat Hidayat, MPA. Istilah dan pengertian ekonomi politik 1dan 2,Fisip
Universitas Jember,Pdf diunduh pada tanggal 16 Mei 2013 pukul 19:55.

Tambunan,Tulus.2009. Perekonomian Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia.


http://www.pmkri.or.id/kebijakan-ekonomi-politik-di-indonesia-153.php

[1] Rachmat Hidayat, MPA. Istilah dan pengertian ekonomi politik 1dan 2,Fisip
Universitas Jember,Pdf diunduh pada tanggal 16 Mei 2013 pukul 19:55
[2] ibid
[3] http://www.pmkri.or.id/kebijakan-ekonomi-politik-di-indonesia-153.php
[4] ibid
[5] ibid
[6] ibid

You might also like