Professional Documents
Culture Documents
i
Prakata
Standar ini bertujuan untuk memberikan pedoman baku dalam perancangan Terminal
untuk Kepentingan Sendiri untuk Barang Berbahaya (TUKS B2). Standar ini ditujukan
bagi perencana pelabuhan, untuk menjadi acuan yang seragam dalam perencanaan
TUKS B2.
Standar ini mengacu pada beberapa naskah standar yang berlaku secara luas, seperti
British Standard dan OCDI. Standar ini juga mengacu pada naskah akademik yang
relevan dengan perencanaan TUKS B2, sehingga diharapkan muatan yang terkandung
dalam standar ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
ii
Terminal untuk kepentingan sendiri untuk barang berbahaya
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan persyaratan fasilitas pada Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
(selanjutnya disingkat TUKS) yang menangani barang berbahaya (selanjutnya disingkat
B2). B2 yang dimaksud adalah semua jenis zat, bahan dan barang yang terdaftar dalam
IMDG Code. Standar ini tidak mengatur penanganan B2 (pengemasan, pelabelan dan
pengangkutan) yang telah tercakup di dalam IMDG Code.
2 Acuan normatif
The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, Technical Standard and
Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan, Tokyo, 2002.
3.1
pelabuhan
tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu
sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan
sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar
muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi Commented [DA1]: Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 1 Ayat 4.
1 dari 25
3.2
terminal
fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau
tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau
tempat bongkar muat barang Commented [DA2]: Sumber: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhan., Pasal 1 butir 19
3.3
terminal untuk kepentingan sendiri
terminal yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan
Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani
kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya Commented [DA3]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Pasal 1 butir 4.
3.4
kolam sandar
perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan untuk
kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga. Commented [DA4]: Sumber: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan, Pasal 1 butir 23.
3.5
kolam pelabuhan
perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan
olah gerak kapal. Commented [DA5]: Sumber: Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan, Pasal 1 butir 24.
3.6
daerah lingkungan kerja
wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan
secara langsung untuk kegiatan pelabuhan. Commented [DA6]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 5.
3.7
daerah lingkungan kepentingan
perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan
untuk menjamin keselamatan pelayaran. Commented [DA7]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 6.
3.8
kegiatan tertentu
kegiatan untuk menunjang kegiatan usaha pokok yang tidak terlayani oleh
pelabuhanterdekat dengan kegiatan usahanya karena sifat barang atau kegiatannya
memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan. Commented [DA8]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 7.
3.9
kepentingan sendiri
terbatas pada kegiatan lalu lintas kapal atau turun nook penumpang atau bongkar muat
barang berupa bahan baku, hasH produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya. Commented [DA9]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 8.
3.10
bahan baku
adalah bahan yang langsung digunakan sebagai bahan dasar untuk menghasHkan
suatu produksi sesuai dengan jenis usaha pokoknya. Commented [DA10]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 9.
3.11
hasil produksi
barang yang merupakan hasil langsung dari proses produksi sesuao dengan jenis usaha
pokoknya. Commented [DA11]: Sumber: PM 51 Tahun 2011, Terminal Khusus dan TuKS, Pasal 1 butir 10
2 dari 25
3.12
barang berbahaya (disingkat B2)
1. zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang
dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak
langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik, teratogenik,
mutagenik, korosif, dan iritasi. Commented [DA12]: Sumber: Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23/M-DAG/PER/9/2011
2. semua zat, bahan dan barang yang tercakup dalam IMDG Code.
Commented [DA13]: Dangerous goods mean the substances, materials and articles covered by the IMDG Code.
4 Hubungan TUKS dan pelabuhan Sumber: IMDG Code Chapter VII Part A Regulation 1 Paragraf 2, IMO, 2012.
TUKS merupakan salah satu terminal dalam suatu kawasan pelabuhan yang digunakan
untuk menunjang kegiatan tertentu dan berada di dalam daerah lingkungan kerja dan
daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang mewadahinya.
Terkait dengan sifatnya yang digunakan untuk kepentingan sendiri untuk menunjang
kegiatan tertentu, sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang mengelola terminal, maka
pada prinsipnya kapasitas terminal tidak terkait dengan hierarkhi pelabuhannya.
Kapasitas terminal ditentukan hanya oleh rencana bisnis perusahaan yang mengelola
terminal bersangkutan.
5.1 Umum
International Maritime Dangerous Goods (IMDG) Code adalah suatu pengkodean yang
diberlakukan oleh International Maritime Organization (IMO) yang digunakan untuk
mengangkut muatan B2 (selanjutnya disebut B2) dalam bentuk dikemas (dangerous
goods in packaged form). IMDG Code dikembangkan sebagai kode internasional yang
seragam untuk pengangkutan B2 melalui laut, yang mencakup pengemasan,
pengangkutan dan penyimpanan wadah B2 dengan menitikberatkan pemisahan antara
zat yang saling tidak cocok (incompatible substance).
Dengan demikian, maka setiap TUKS yang mengangkut B2 yang diatur dalam IMDG
Code harus memenuhi seluruh ketentuan yang bersesuaian di dalamnya.
5.2 Klasifikasi B2
4. Kelas 4:
3 dari 25
b. Kelas 4.2 – bahan yang berpotensi untuk terbakar sendiri (substances
liable to spontaneous combustion)
c. Kelas 4.3 – bahan yang apabila terkena air dapat menimbulkan gas
mudah terbakar (substances which, in contact with water, emit flammable
gases)
5. Kelas 5:
6. Kelas 6:
6 Persyaratan lokasi
Lokasi TUKS ditentukan oleh pengelola pelabuhan sesuai dengan rencana pengelolaan
terminal dalam pelabuhan bersangkutan. Dari sisi penempatannya, terminal B2 perlu
dipilih pada terminal yang posisinya terpisah dari kegiatan bongkar muat general cargo
dan terminal penumpang.
Terminal ini harus memiliki akses langsung ke jalan utama pelabuhan atau jalan rel agar
dampak akibat pengangkutan terhadap fasilitas jalan pelabuhan dan kegiatan lainnya
dapat ditekan seminimal mungkin. Commented [DA15]: Sumber: The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, Technical Standard and Commentaries for
Port and Harbour Facilities in Japan, Tokyo, 2002.
Secara geografis, lokasi TUKS B2 harus memenuhi persyaratan sebagai berkut:
1. Luas tanah termasuk untuk gudang dan fasilitas lainnya sekurang-kurangnya 1 (satu)
hektar;
3. Lokasi harus cukup jauh dari fasilitas umum dan ekosistem tertentu. Jarak terdekat
yang diperkenankan adalah:
a. 150 meter dari jalan utama atau jalan tol; 50 meter dari jalan lainnya;
b. 300 meter dari fasilitas umum seperti daerah pemukiman, perdagangan, rumah
sakit, pelayanan kesehatan atau kegiatan sosial, hotel, restoran, fasilitas
keagamaan, fasilitas pendidikan, dll.
c. 300 meter dari perairan seperti garis pasang tertinggi laut, badan sungai, daerah
pasang surut, kolam, danau, rawa, mata air, sumur penduduk, dll.
4 dari 25
d. 300 meter dari daerah yang dilindungi seperti cagar alam, hutan lindung,
kawasan suaka, dll. Commented [DA16]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-
01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah
7 Fasilitas dalam TUKS Bahan Berbahaya dan Beracun.
TUKS berfungsi untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, oleh karena itu sebagian fasilitas di
perairan dan daratan yang digunakan untuk operasi lalu lintas kapal dan barang
disediakan oleh Penyelenggara Pelabuhan.
Kelengkapan dalam TUKS mencakup fasilitas pokok dan fasilitas penunjang yang
terletak di wilayah perairan dan daratan sebagai berikut.
1. Dermaga;
2. Lapangan penumpukan;
3. Gudang;
4. Peralatan bongkar muat;
5. Fasilitas penampungan limbah;
6. Fasilitas pemadam kebakaran;
7. Fasilitas tanggap darurat.
1. Ruangan kantor;
2. Instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
3. Jaringan jalan; dan
4. Jaringan air limbah, drainase dan sampah;
8 Fasilitas pokok
8.1 Dermaga
Jenis dermaga dibedakan menurut orientasinya terhadap garis pantai dan menurut jenis
strukturnya. Menurut orientasinya, dermaga dibedakan menjadi tipe wharf, pier dan jetty.
Menurut jenis strukturnya, dermaga dibendakan menjadi dermaga dengan struktur
terbuka dan tertutup. Beberapa jenis dermaga ditunjukkan pada Gambar 1.
Wharf dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada dibelakangnya. Berbeda
dengan wharf yang digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan
pada satu sisi atau dua sisinya; sehingga dapat digunakan untuk merapat lebih banyak
kapal. Jetty digunakan untuk merapat kapal tanker atau kapal pengangkut gas alam,
yang mempunyai ukuran sangat besar. Sisi muka jetty ini biasanya sejajar dengan pantai
dan dihubungkan dengan daratan oleh jembatan yang membentuk sudut tegak lurus
dengan jetty (Triatmodjo, 2009). Sketsa dermaga tipe wharf, pier dan jetty ditunjukkan
pada Gambar 2.
5 dari 25
Struktur
Dermaga
Dinding Penahan
Blok Beton Kaison Sel Turap Baja
Tanah
Jetty
Pier
Quay/Wharf
Wilayah daratan
6 dari 25
Muka air laut
Kapal
Wharf
Kapal
Pengerukan
Turap
Dasar pelabuhan
Jetty
Kapal
Tiang pancang
Sketsa definisi ukuran dermaga yang dihitung berdasarkan ukuran kapal rencana
ditunjukkan pada Gambar 3.
7 dari 25
Panjang dermaga
0,1 LOAmax LOAmax 0,1 LOAmax
Apron
beam/breadth
Apron
freeboard
draft Muka
dermaga
UKC
Apabila kapal rencana tidak diketahui, maka ukuran tipikal dermaga dapat mengacu
pada Tabel 1 untuk kapal general cargo, Tabel 2 untuk kapal petikemas dan Tabel 3
untuk kapal curah cair. Panjang dermaga dibulatkan ke atas dengan ketelitian 5 meter.
Kedalaman kolam dermaga dibulatkan ke atas dengan ketelitian 0,5 meter, dan dihitung
terhadap elevasi LLWL.
Perhitungan yang lebih teliti dengan mengacu pada ukuran kapal rencana disajikan pada
sub bab berikutnya.
8 dari 25
Tabel 2 Ukuran minimum dermaga petikemas
Kedalaman kolam
DWT Panjang dermaga Lebar apron
dermaga
(t) (m) (m) (m)
7,000 150 8.0 20
10,000 170 9.0 20
15,000 200 10.0 20
20,000 225 11.0 20
25,000 245 12.0 20
30,000 265 12.5 20
40,000 295 13.5 20
50,000 320 14.5 20
60,000 345 15.5 20
Tabel 3 Dimensi minimum jetty curah cair berdasarkan ukuran kapal tipikal
jarak antar breasting
Kedalaman kolam
DWT dolphin
dermaga
minimum maksimum
(t) (m) (m) (m)
1,000 4.5 18.5 23.5
2,000 5.5 23.0 29.0
3,000 6.5 26.5 33.0
5,000 7.5 31.0 39.0
7,000 8.0 34.5 43.5
10,000 9.0 38.5 48.5
15,000 10.0 43.5 55.5
20,000 11.0 47.5 60.5
30,000 12.0 54.0 69.5
50,000 14.0 63.5 82.0
70,000 15.5 70.5 91.0
100,000 17.0 79.0 102.0
150,000 19.5 89.5 116.0
200,000 21.0 98.5 127.5
300,000 23.5 111.5 145.5
d = draftmax + UKC
= draftmax + 10% x draftmax
= 1,1 × draftmax
Keterangan
d adalah kedalaman kolam dermaga, dihitung terhadap elevasi muka air terendah
(Lowest Low Water Level, LLWL)
draftmax adalah draf kapal terbesar dalam kondisi sarat (fully loaded)
UKC adalah under keel clearance, ruang bebas di bawah lunas, besarnya 10% draftmax
9 dari 25
Untuk dermaga yang digunakan oleh kapal dalam kondisi cuaca buruk (badai), margin
untuk gerakan kapal oleh angin dan gelombang harus ditambahkan ke ruang bebas
lunas.
A D C C D B
Keterangan:
A adalah tali haluan (bow line)
B adalah tali buritan (stern line)
C adalah tali pengikat (spring lines)
D adalah tali penahan (breast lines)
Lp = 1,2 × Loa
Keterangan
Lp adalah panjang dermaga
Loa adalah panjang kapal terbesar yang dilayani. Commented [DA19]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Apabila dermaga digunakan oleh lebih dari satu tambatan kapal, di antara dua kapal
yang berjajar diberi jarak sebesar 10% kali panjang kapal terbesar yang menggunakan
pelabuhan. Secara matematis, panjang dermaga untuk beberapa tambatan dinyatakan
dalam persamaan berikut:
Keterangan
Lp adalah panjang dermaga
n adalah jumlah tambatan
Loa adalah panjang kapal terbesar yang dilayani
10 dari 25
8.1.2.5 Elevasi dermaga
Lebar apron harus dirancang sedemikian rupa sesuai dengan ukuran dan penggunaan
dermaga, dan struktur gudang di belakang dermaga dan penggunaannya.
Fender pada prinsipnya adalah medium yang memisahkan antara kapal dengan
dermaga. Medium ini berfungsi untuk menyerap sebagian energi kinetik dari kapal
sehingga mengurangi risiko rusaknya badan kapal dan badan dermaga (PIANC, 2002).
Perencanaan fender, baik dari tipe dan sistem pemasangannya, harus dilakukan secara
berkesinambungan dengan perencanaan struktur dermaga. Fender harus dirancang
sedemikian sehingga:
Tipe fender yang digunakan dan penempatannya pada sisi depan dermaga harus dapat
melindungi dan menyerap energi benturan dari semua jenis dan ukuran kapal untuk
Commented [DA22]:
Sumber: MARCOM WG 33, 2002. Guidelines for the design of fender systems. Brussel: PIANC.
11 dari 25
berbagai elevasi muka air laut. Gambar 6 menunjukkan posisi penempatan fender
terhadap beberapa ukuran kapal.
Pada gambar Gambar 6(a) fender dapat melindungi dermaga benturan kapal besar,
tetapi untuk ukuran kapal yang lebih kecil fender tersebut tidak berfungsi dengan baik.
Untuk dapat melindungi dermaga terhadap benturan kapal dari berbagai ukuran maka
digunakan fender yang lebih panjang dengan penempatan seperti terlihat dalam gambar
Gambar 6(b) dan (c).
Fender Fender
Kapal terbesar
Kapal terbesar
terkecil
terkecil
Kapal
Kapal
Fender
Kapal terbesar
terkecil
Kapal
Gambar 6 – Posisi kapal terhadap fender Commented [DA23]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Dalam arah horisontal jarak antara fender harus ditentukan sedemikian rupa sehingga
dapat menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Gambar 7
adalah posisi kapal yang membentur fender pada waktu bergerak merapat ke dermaga.
Kapal
Fender
12 dari 25
Gambar 7 – Posisi kapal pada waktu membentur fender Commented [DA24]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan jarak maksimum antara fender:
L 2 r 2 (r h) 2
Keterangan:
L adalah jarak maksimum antar fender (m)
r adalah jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m)
h adalah tinggi fender Commented [DA25]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
Gambar 8 – Variabel dalam penentuan jarak maksimum antar fender Commented [DA26]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
OCDI (1991) memberikan jarak interval antara fender sebagai fungsi kedalaman air Commented [DA27]: Sumber: Triatmodjo, B., 2009. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.
seperti diberikan dalam tabel berikut ini:
Tiang penambat yang digunakan dalam cuaca buruk (badai) harus dipasang pada kedua Commented [DA28]: Sumber: OCDI, 2002. Technical Standards and Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan. Tokyo:
ujung dermaga sejauh mungkin di belakang garis depan dermaga. Bollard harus OCDI.
dipasang di dekat garis depan dermaga, agar dapat digunakan untuk menambatkan
13 dari 25
kapal pada kondisi cuaca biasa dan untuk menyandarkan kapal. Untuk menentukan
jarak dan jumlah minimum bollard per tambatan, tabel di bawah ini dapat digunakan
sebagai acuan:
Kapasitas bollard harus dihitung berdasarkan ukuran kapal yang akan ditambatkan.
Kapasitas minimum bollard ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kapasitas minimum bollard Commented [DA29]: BS 6349-4, Maritime structures – Part 4: Code of practice for design of fendering and mooring systems.
Satuan dalam ton
Displasemen kapal Kapasitas bollard
20.000 – 50.000 80
50.000 – 100.000 100
100.000 – 200.000 150
> 200.000 200
Beban yang bekerja pada struktur dermaga merupakan kombinasi dari beban struktur itu
sendiri, peralatan mekanikal dan beban operasional yang berada di atas struktur, dan
beban lingkungan. Beban-beban bekerja yang disebutkan di atas bekerja pada arah
lateral dan vertikal pada struktur.
1. Pelat;
2. Balok;
3. Kepala tiang;
4. Tiang pancang;
5. Bollard (titik tambat);
6. Fender (bantalan sandar);
14 dari 25
7. Kerb (curb, pembatas pergerakan kendaraan di dermaga);
8. Bangunan lain yang dipasang atau diletakkan pada dermaga, misalnya pipa air,
pipa bahan bakar, fasilitas penerangan, tangga akses, dan lain-lain).
Beban operasional merupakan beban hidup yang besarnya tergantung pada pemakaian
dermaga, yang meliputi:
1. Beban yang bekerja pada lantai dermaga:
a. aktivitas pejalan kaki,
b. kendaraan,
c. alat berat untuk muat-bongkar.
2. Beban dari operasi kapal
a. Sandar,
b. Tambat.
8.1.4.3 Beban lingkungan
2. Untuk dermaga baja dan beton, perhitungan kekuatan makro struktur harus
dilaksanakan menggunakan perangkat lunak yang diakui luas dalam praktek jasa
konstruksi.
Gambar tipikal dermaga mengacu pada Standar Dermaga 2010 yang diterbitkan oleh
Kementerian Perhubungan. Gambar rencana aktual dapat berbeda dari gambar tipikal
karena kekhusan kondisi setempat atau ditetapkan lain oleh otoritas yang berwenang.
15 dari 25
1. Arus peti kemas
2. Waktu transit rata-rata yang dibutuhkan peti kemas di terminal
3. Kebutuhan luas per TEU
4. Tinggi penumpukan peti kemas (metode penanganan peti kemas)
5. Faktor keamanan kapasitas cadangan (reserve capacity safety factor)
8.3 Gudang
1. Kerangka bangunan gudang harus kokoh guna menjaga mutu barang dan
keselamatan manusia
2. Atap gudang terbuat dari bahan yang cukup kuat dan tidak bocor.
3. Atap berwarna terang sehingga hemat energi, logam decking atap di cat putih
sehingga meningkatkan reflektivitas permukaan langit – langit, efisiensi pencahayaan
serta meningkatkan kenyamanan pekerja. Atap gudang diupayakan memakai atap
fiberglass untuk menambah penerangan di dalam gudang
5. Lantai gudang terbuat dari beton atau bahan lain yang kuat untuk menahan berat
barang yang disimpan sesuai dengan kapasitas maksimal gudang dan bebas dari
resapan air tanah
6. Pintu harus terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan dilengkapi dengan kunci
yang kuat, harus dapat memuat forklift dan palet guna menjamin kelancaran
pemasukan dan pengeluaran barang
7. Perlu ada sirkulasi udara/ventilasi pada desain gudang. Syarat suhu dan kelembaban
berbeda – beda sesuai dengan barang yang disimpan. Kelembaban yang terlalu
tinggi akan menimbulkan jamur, korosi
8. Efisiensi dan fleskibilitas ruang sebagai alur lalu lintas forklift maupun manusia harus
diperhatikan. Jarak antara rak satu dengan yang rak lain minimal 4 meter untuk lalu
lintas forklift serta manusia dan barang.
1
UNCTAD, 1985
16 dari 25
b. Instalasi air dan listrik dengan pasokan terjamin sehingga menunjang operasional
gudang;
m. Lampu darurat pada lorong gudang dan pada jalan keluar masuk gudang.
a. Forklift
c. Palet yang kuat untuk menopang tumpukan barang sehingga mutu barang yang
disimpan terjaga
i. Alat – alat perlindungan kesehatan bagi para pegawai dan buruh yang bekerja
harus tersedia terutama pekerja yang menghandling barang – barang yang
mengganggu dan berbahaya
17 dari 25
8.3.2 Persyaratan gudang B2 mudah terbakar
2. Dinding bangunan terbuat dari tembok tahan api yang dapat berupa:
3. Rangka pendukung atap terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar. Atap tanpa
plafon, terbuat dari bahan yang ringan dan mudah hancur jika terbakar, sehingga jika
terjadi kebakaran dalam tempat pengumpulan, asap dan panas menjadi mudah
untuk keluar;
4. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam
ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan.
6. Lantai gudang harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai
bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan
maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan kemiringan lantai diatur sedemikian rupa
sehingga air hujan dapat mengalir ke arah menjauhi gudang;
7. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) B2 mudah terbakar,
sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku. Commented [DA30]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-
01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah
8.3.3 Persyaratan gudang B2 mudah meledak Bahan Berbahaya dan Beracun.
1. Gudang harus memiliki lantai, dinding dan atap yang kuat terhadap ledakan.
Konstruksi lantai dan dinding harus lebih kuat dari konstruksi atap sehingga jika
terjadi ledakan yang kuat, maka ledakan akan mengarah ke atas (tidak ke samping);
2. Ruang pengumpulan dilengkapi dengan pencatat suhu dan pengatur suhu dan atau
desain bangunan dirancang sedemikian rupa sehingga suhu dalam ruang
pengumpulan tidak akan melampaui suhu aman/normal penyimpanan;
3. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam
ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan;
5. Lantai gudang harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai
bagian dalam dibuat melandai turun ke arah bak penampungan dengan kemiringan
18 dari 25
maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian
rupa sehingga air hujan dapat mengalir menjauhi gudang;
6. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) B2 mudah meledak,
sesuai dengan peraturan penandaan yang berlaku. Commented [DA31]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-
01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah
8.3.4 Persyaratan gudang B2 bersifat korosif atau reaktif atau beracun Bahan Berbahaya dan Beracun.
1. Konstruksi dinding harus dibuat mudah untuk dilepas sehingga penanganan limbah
dalam keadaan darurat lebih mudah untuk dilakukan;
2. Untuk bangunan pengumpulan limbah korosif dan reaktif, maka konstruksi bangunan
(atap, lantai dan dinding) harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dan api/panas;
3. Sistem ventilasi udara dirancang untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam
ruang pengumpulan, serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah
masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang pengumpulan;
5. Lantai bangunan pengumpulan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak
retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur
sedemikian rupa sehingga air hujan dapat mengalir kearah menjauhi gudang;
6. Pada bagian luar bangunan harus dipasang tanda (simbol) B2 sesuai dengan
peraturan penandaan yang berlaku. Commented [DA32]: Sumber: Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-
01/Bapedal/09/1995 Tanggal 5 September 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah
8.4 Peralatan bongkar muat (lifting gear) Bahan Berbahaya dan Beracun.
Peralatan bongkar muat yang digunakan dalam perencanaan harus disesuaikan dengan
jenis kapal dan kapasitas kargo yang akan dilayani. Peralatan bongkar muat yang biasa
digunakan untuk bongkar muat antara lain:
1. Kran dermaga
2. Derek kapal
3. Kran apung
8.4.1 Kran dermaga
Shore crane, general cargo crane, harbor crane atau kran dermaga adalah peralatan
bongkar muat yang ditempatkan di atas lantai dermaga. Shore crane memiliki lengan
yang cukup panjang dan dapat berputar serta bergerak vertikal dengan sudut tertentu.
Shore crane dapat bergerak sepanjang sisi dermaga dengan bertumpu di atas rel atau
pada roda karet. Kapasitas shore crane yang digunakan pada pelabuhan utama
bervariasi mulai dari 10 hingga 20 ton. Jangkauan lengan shore crane harus dapat diatur
sedemikian rupa sehingga dapat mengangkat dan meletakan barang pada berbagai
posisi di permukaan apron. Radius kerja antara 20 – 30 meter.
Derek kapal adalah peralatan bongkar muat yang dipasang di atas kapal dan biasanya
merupakan bagian dari kapal itu sendiri. Untuk keperluan bongkar muat peti kemas,
19 dari 25
derek kapal yang digunakan harus berkapasitas di atas 20 ton sehingga hanya bisa
disediakan oleh kapal-kapal pengangkut peti kemas yang berbobot besar.
Floating crane atau kran terapung pada umumnya memiliki sumber daya sendiri (self
propelled) untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, namun ada juga tepi
yang ditarik dengan tug boat. Karena terapung floating crane tidak membebani dermaga
meskipun mengangkat beban yang berat.Jangkauan lengan floating crane tidak dapat
diatur seperti pada shore crane. Floating crane diperlukan untuk bongkar muat barang
satuan berbobot besar seperti mobil truk, mesin generator, gerbong kereta api,
lokomotif.Kapasitas muat floating crane pada pelabuhan utama minimal 25 ton.
TUKS B2 harus dilengkapi dengan wadah penyimpanan sementara limbah dari kapal
yang berlabuh dan dari kegiatan di dalam TUKS B2. Limbah ini selanjutnya diserahkan
ke reception facility di pelabuhan untuk dikelola lebih lanjut.
Sistem yang padu antara peralatan pemadam kebakaran (PMK) dibutuhkan pada
seluruh titik yang berbahaya. Syarat utama untuk tujuan ini adalah pasokan cairan
pemadam yang memadai:
9 Fasilitas penunjang
Ruang kantor perlu disediakan bagi untuk keperluan administrasi pengelola terminal dan
juga untuk keperluan pemerintahan. Ruang kantor dapat ditempatkan pada areal
perkantoran bersama sesuai ketentuan pelabuhan.
Instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi diperlukan pada terminal untuk menunjang
operasi terminal baik untuk keperluan kegiatan loading/unloading maupun untuk
kebutuhan perkantoran dan fasilitas lainnya. Pengadaannya diupayakan oleh pengelola
terminal bekerja sama dengan penyedia jasa setempat untuk air bersih dan
telekomunikasi.
20 dari 25
9.3 Jaringan jalan
Jalan dibuat dengan dimensi dan perkerasan yang sesuai untuk bagian terminal yang
dilayani, jenis kendaraan dan intensitas kendaraan yang melaluinya. Untuk lalu lintas 2
arah, Lebar jalan 8 meter digunakan untuk daerah bongkar muat, sedangkan lebar 6
meter digunakan pada daerah perkantoran khusus untuk lalu lintas kendaraan kecil.
Perkerasan ringan dengan campuran aspal dan agregat digunakan untuk daerah
perkantoran sementara perkerasan yang tebal dengan lapisan macadam digunakan
untuk bagian bongkar muat.
2. Jenis alat yang digunakan dapat berupa walk through metal detector, hand held
metal detector serta baggage x-ray machine. Minimal tersedia masing-masing satu
unit dan minimal 3 orang petugas untuk pengoperasian satu pintu dengan ketiga item
tersebut
5. Tersedianya alat pemadam kebakaran yang memadai serta alat bantu kebakaran
lainnya seperti kapak, galah, karung (yang bisa dibasahkan)
7. Terdapat smoke detector dan heat detector di setiap ruang di dalam gudang
Gudang harus dilengkapi dengan rambu petunjuk untuk mengarahkan dan memberi
informasi umum bagi pengguna gudang. Pedoman mengenai rambu/marka diatur dalam
standar mengenai rambu. Rambu petunjuk dalam gudang meliputi :
21 dari 25
4. Rambu jalan darurat
5. Terdapat rambu tanda batas pejalan kaki dan kendaraan sehingga mengurangi
gangguan transportasi dalam gudang
Di sekeliling lahan TUKS B2 harus dipasang pagar pembatas dengan ketinggian dan
konstruksi yang kokoh dan aman dari akses pihak yang tidak berkepentingan.
Setidaknya harus disediakan 2 (dua) pintu gerbang yang terpisah cukup jauh satu sama
lain untuk memungkinkan akses keluar masuk TUKS apabila timbul halangan pada salah
satu gerbang.
22 dari 25
Lampiran A
(Normatif)
Tabel Standar Minimum TUKS
23 dari 25
Lampiran B
(informatif)
Grafik Perencanaan Luas Lapangan Penumpukan Peti Kemas sesuai UNCTAD (1985)
24 dari 25
Lampiran B
Bibliografi
Latin American Trade & Transportation Study (LATTS), Port Terminal Planning Modules,
Appendix IV, 2001.
The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, Technical Standard and
Commentaries for Port and Harbour Facilities in Japan, Tokyo, 2002.
Tsinker, Gregory P., Handbook of Port and Harbor Engineering : Geotechnical and
Structural Aspects, New York, 1996.
25 dari 25