You are on page 1of 3

PATEK (Yaws, Frambusia tropika)

8 11 2009

1. Identifikasi
Penyakit frambusia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang),
nonvenereal treponematosis, lesinya berupa lesi kulit primer dan sekunder yang sangat
menular dan lesi yang tidak menular adalah lesi tersier (lanjut) yang destruktif. Lesi awal
yang tipikal (patek induk) yaitu berupa papilloma yang timbul pada wajah dan ekstremitas
(biasanya pada kaki) muncul dalam beberapa minggu atau bulan, biasanya tidak nyeri
kecuali jika ada infeksi sekunder. Proliferasinya lambat dan dapat membentuk lesi
frambusia (raspberry) atau lesi dengan ulcus (ulceropapilloma). Diseminasi sekunder
atau papilloma satelit timbul sebelum atau segera setelah lesi awal sembuh, lesi ini timbul
dan tumbuh bergerombol serta sering disertai dengan periostitis pada tulang panjar (saber
shin) dan jari (polidaktilitis) dan gejala konstitusional yang ringan. Papilloma dan
hyperkeratosis pada telapak tangan dan kaki dapat timbul baik pada stadium awal atau
lanjut : lesi tersebut menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan biasanya menimbulkan
disabilitas. Lesi akan sembuh spontan tetapi dapat timbul kembali pada tempat lain selama
fase awal dan lanjut.
Stadium akhir memiliki ciri-ciri berupa lesi destruktif pada kulit dan tulang, terjadi pada
10 – 20% dari penderita yang tidak mendapatkan pengobatan, biasanya muncul setelah 5
tahun atau lebih setelah terinfeksi. Penularan secara kongenital tidak ada dan infeksi
jarang sekali terjadi dan jika sampai terjadi maka infeksi biasanya berakibat fatal dan
menimbulkan kecacatan. Tidak seperti pada infeksi oleh sifilis, frambusia tidak
menyerang otak, mata, aorta atau alat-alat pada abdomen.
Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan dengan mikroskop lapangan gelap atau
pemeriksaan mikroskopik langsung FA dari eksudat yang berasal dari lesi primer atau
sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya VDRL (Venereal Disease
Research Laboratory), RPR (Rapid Plasma Reagin) reaktif pada stadium awal penyakit
menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian, walaupun tanpa terapi yang
spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini memberikan hasil yang terus reaktif pada titer
rendah seumur hidup. Test serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (Fluorescent
Trepanomal Antibody – Absorbed), MHA-TP (Microhemagglutination assay for antibody
to T. pallidum) biasanya tetap reaktif seumur hidup.
573
2 Penyebab penyakit: Treponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta
3 Distribusi penyakit
Terutama menyerang anak-anak yang tinggal didaerah tropis di pedesaan yang panas,
lembab, lebih sering ditemukan pada laki-laki. Prevalensi frambusia secara global
menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan dengan penisilin secara masal
pada tahun 1950-an dan 1960-an, namun penyakit frambusia muncul lagi di sebagian
besar daerah katulistiwa dan afrika barat dengan penyebaran fokus-fokus infeksi tetap di
daerah Amerika latin, kepulauan Karibia, India, Asia Tenggara dan Kepulauan Pasifik
Selatan.
4. Reservoir: Manusia dan mungkin primata kelas tinggi
5. Cara penularan: Prinsipnya berdasarkan kontak langsung dengan eksudat pada lesi awal
dari kulit orang yang terkena infeksi. Penularan tidak langsung melalui kontaminasi akibat
menggaruk, barang-barang yang kontak dengan kulit dan mungkin juga melalui lalat yang
hinggap pada luka terbuka, namun hal ini belum pasti. Suhu juga mempengaruhi
morfologi, distribusi dan tingkat infeksi dari lesi awal.
6. Masa inkubasi: Dari 2 hingga 3 minggu
7. Masa penularan: Masa penularan bervariasi dan dapat memanjang yang muncul secara
intermiten selama beberapa tahun barupa lesi basah. Bakteri penyebab infeksi biasanya
sudah tidak ditemukan pada lesi destruktif stadium akhir.
8. Kerentanan dan kekebalan: Tidak ada bukti adanya kekebalan alamiah atau adanya
kekebalan pada ras tertentu. Infeksi menyebabkan timbulnya kekebalan terhadap reinfeksi
dan dapat melindungi orang tersebut terhadap infeksi dari kuman golongan treponema lain
yang patogen.
9. Cara – cara pemberantasan
A. Upaya pencegahan: Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan teknik yang
ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari penyakit tersebut
sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit treponematosisi satu sama
lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis dan faktor linkungan saja.
Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini dapat dipergunakan untuk
manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan treponematosis non venereal
lainnya.
1) Lakukanlah upaya promosi kesehatan umum, berikan pendidikan kesehatan
kepada masyarakat tentang treponematosis, jelaskan kepada masyarakat untuk
memahami pentingnya menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi-sanitasi yang
baik, termasuk penggunaan air dan sabun yang cukup dan pentingnya untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam jangka waktu panjang untuk
mengurangi angka kejadian.
2) Mengorganisir masyarakat dengan cara yang tepat untuk ikut serta dalam upaya
pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal yang spesifik diwilayah tersebut;
574
periksalah seluruh anggota masyarakat dan obati penderita dengan gejala aktif atau
laten. Pengobatan kontak yang asimtomatis perlu dilakukan dan pengobatan
terhadap seluruh populasi perlu dilakukan jika prevalensi penderita dengan gejala
aktif lebih dari 10%. Survei klinis secara rutin dan surveilans yang
berkesinambungan merupakan kunci sukses upaya pemberantasan.
3) Survey serologis untuk penderita laten perlu dilakukan terutama pada anak-anak
untuk mencegah terjadinya relaps dan timbulnya lesi infektif yang menyebabkan
penularan penyakit pada komunitas tetap berlangsung.
4) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mamadai untuk dapat melakukan
diagnosa dini dan pengobatan dini sebagai bagian dari rencana kampanye
pemberantasan di masyarakat (lihat butir 9A2 di atas). Hendaknya fasilitas
diagnosa dan pengobatan dini terhadap frambusia ini merupakan bagian yang
terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan setempat yang permanen.
5) Lakukan penanganan terhadap penderita cacat dan penderita dengan gejala lanjut.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya
1) Laporan kepada instansi kesehatan yang berwenang: Di daerah endemis tertentu
dibeberapa negara tidak sebagai penyakit yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat
laporan tentang penularan penyakit) membedakan treponematosis venereal & non
venereal dengan memberikan laporan yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal
yang penting untuk dilakukkan dalam upaya evaluasi terhadap kampanye
pemberantasan di masyarakat dan penting untuk konsolidasi penanggulangan pada
periode selanjutnya.
2) Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan luka dan hindari kontaminasi
lingkungan sampai luka sembuh.
3) Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
4) Karantina: Tidak perlu
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak dengan
penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan gejala aktif
diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan prevalensi rendah, obati
semua penderita dengan gejala aktif dan semua anak-anak serta setiap orang yang
kontak dengan sumber infeksi.
7) Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala aktif
dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin G
(Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10 tahun.
C. Upaya penanggulangan wabah: Lakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat
di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah: 1)
pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk dengan survei lapangan; 2)
pengobatan terhadap kasus aktif yang diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya prevalensi frambusia aktif; 3) lakukan
survei berkala dengan tenggang waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian integral dari
pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan disuatu negara.
575
D. Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana tetapi potensi
ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.
E. Tindakan Internasional: Untuk melindungi suatu negara dari risiko timbulnya
reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan (lihat
sifilis bagian I, 9E). Manfaatkan Pusat Kerjasama WHO.

You might also like