You are on page 1of 11

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan...................................................................................................... i
Daftar isi........................................................................................................................ii
I. Pendahuluan..................................................................................................... 1
II. Insiden dan Epidemiologi................................................................................. 2
III. Etiologi............................................................................................................. 2
IV. Patogenesis....................................................................................................... 3
V. Gambaran Klinis............................................................................................... 5
VI. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................6
VII. Diagnosis...........................................................................................................8
VIII. Diagnosa Banding............................................................................................10
IX. Penatalaksanaan...............................................................................................12
X. Komplikasi.......................................................................................................14
XI. Prognosis..........................................................................................................14

Daftar pustaka..............................................................................................................15

0
KRONIK LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

PENDAHULUAN
Chronic Discoid Lupus Erythematosus (CDLE) merupakan bentuk lupus
eritematus yang ditandai lesi kronis pada kulit tanpa manifestasi sistemik. Lesi kulit
berupa plak kemerahan sampai keunguan yang biasanya menyebabkan sikatriks
permanen. Gambaran klinis CDLE diawali dengan makula,papula atau plak merah
keunguan, kemudian berkembang menjadi plak eritema berbentuk koin, berbatas
tegas, dilapisi skuama yang meluas sampai orifisium folikel rambut yang dilatasi. Lesi
DLE biasanya berkembang menjadi eritema dan hiperpigmentasi pada bagian perifer,
meninggalkan sikatriks sentral yang atrofi, teleangiektasis dan hipopigmentasi.Lesi
CDLE paling banyak terjadi di wajah, kulitkepala, telinga, area V pada leher dan lengan
bagian ekstensor.
LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat
mengancam jiwa adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan
dihubungkan oleh temuan klinis dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas. [1]
Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan
oleh tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi
Gilliam yang pertama kali dibuat pada tahun 1977: [3]

Lupus eritematosus kutaneus akut (LEKA)


Lupus eritematosus kutaneus subakut (LEKS)
Lupus eritematosus kutaneus kronik (LEKK)
Lupus eritematosus diskoid (LED)
Varian verukous/hipertrofik
Varian telangiektoid

1
Lupus eritematosus profundus
Lupus eritematosus Chilblain
Lupus eritematosus kutaneus intermitten
Lupus eritematosus tumidus
Lupus eritmatosus bullosa
Lesi kulit bullosa spesifik LE
Lesi kulit bullosa nonspesifik LE
Kelainan kulit bullosa primer yang dihubungkan dengan LE

Tabel 1. Klasifikasi LE Kutaneus Dusseldorf[1]


EPIDEMIOLOGI
Lima persen pasien mengalami lesi berupa LED lokal yang kemudian dapat
berkembang menjadi Lupus Eritematosus Sistemik (LES). CDLE banyak terjadi pada
pasien berusia antara 20–40 tahun dengan perbandingan wanita:laki-laki = 3:2 atau 3:1.
Kasus LED adalah 50-85% dari keseluruhan kasus lupus eritematosus kutaneus. LED
lebih sering menyerang ras afrika amerika dan lebih jarang pada ras kaukasia dan asia.
LED dapat timbul di berbagai umur tetapi terutama pada umur 20-45 tahun, dengan
rata-rata umur 38 tahun. LED juga berkisar antara 15-30% dari populasi kasus LES. 5
% dari kasus LED dapat mengarah ke LES.
ETIOLOGI
Penyebab dan patogenesis CDLE belum diketahui secara jelas. Patogenesis
CDLE berkaitan dengan patogenesis SLE. Terdapat interaksi antara faktor host
(kerentanan genetik, hormonal dll) dan faktor lingkungan (radiasi ultraviolet, virus,
obat-obatan) yang menyebabkan hilangnya self tolerance dan menyebabkan
autoimunitas. Hal ini diikuti aktivasi dan ekspansi sistem imun kemudian berakhir
dengan kerusakan imunologi pada organ dan gambaran klinis penyakit.
PATOGENESIS
GEJALA KLINIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS

2
DIAGNOSIS BANDING
TATA LAKSANA
A. PENCEGAHAN
Adapun tujuan dari terapi LED adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien, mengontrol lesi yang telah ada, mengurangi bekas lesi, dan untuk
mencegah perkembangan lesi lebih lanjut. Pengobatan dimulai dengan
menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar
matahari dan semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun
cara yang digunakan untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang
tertutup, topi yang lebar. Selain itu pasien disarankan untuk menghindari
penggunaan obat obatan fotosensitif seperti Hidroclorothiazid, tetrasklin,
griseofulvin, dan piroxicam.

B. PENGOBATAN TOPIKAL
1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap
air [SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parsol dan mikronized
titanium dioksida.
2. Glukokortikoid lokal. Walaupun penggunaan potensi medium dari preparat ini
seperti triamcinolon acetonide 0,1% pada area sensitif wajah, obat topikal
superpoten kelas satu seperti clobetasol proprionat atau betametason
diproprionat memberikan hasil yang memuaskan pada kulit. Penggunan 2 kali
sehari selama 2 minggu diikuti dengan 2 minggu periode istirahat dapat
meminimalkan komplikasi seperti atropi dan telengiektasis. Salep lebih efektif
daripada krim pada lesi hiperkeratosis.
3. Glukokortikoid intralesi. Penggunaan intalesi glukokortikoid seperti suspensi
triamsinolon asetonida 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi
tinggi dibolehkan pada kulit yang kurang sensitif. Hal ini diindikasikan pada
lesi hiperkeratosis atau pada lesi yang tidak merespon pada penggunaan

3
kortikosteroid lokal, namun pasien dengan lesi yang terlalu banyak perlu
berhati-hati dengan penggunaan terapi ini.
C. PENGOBATAN SISTEMIK
Anti malaria adalah obat pilihan yang efektif untuk LED. Klorokuin [CQ]
Hidroklorokuin [HCQ], dan kuinakrin adalah tiga obat yang sering digunakan.
Adapun mekanisme dari obat ini adalah

 Menginterfensi proses antigen dalam makrofage dan sel presenting antigen


lainnya
 Mengurangi formasi dari peptida – Major Histocompatibility Complex [MHC]
kompleks protein sehingga menurunkan stimulasi dari autoreaktif CD4+ sel T
dan menurunkan pelepasan sitokin.
 Memperkenalkan apoptosis pada limfosit, dan
 Menurunkan kadar IL-6, IL-1α, dan TNF-α..

Pada beberapa pasien, hidoklorokuin dimulai dengan dosis 200 mg per hari
untuk menilai toleransi saluran cerna terhadap dosis obat yang diberikan. Apabila
pasien tidak mengalami diare atau gangguan saluran cerna dosis ditingkatkan dua
kali lipat menjadi dua kali 200 mg per hari. Dosis maksimal hidroklorokui kurang
dari 6,5 mg/kgBB/hari. Pemberian hidroklorokuin selama 3-4minggu pertama
kemudian dosis dikurangi perlahan-lahan selama 3-4 minggu kemudian dengan
pemberian 1 kali sehari. Sedangkan Kuinakrin dapat diberikan jika tidak ada respon
terhadap klorokuin dan hidroklorokuin. Efek samping dari klorokuin adalah
retinopati pada mata, sakit kepala mengantuk dan gangguan sistem saluran cerna.
Farmakoterapi bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan untuk
mencegah komplikasi. Hidroksikloroquin dan kloroquin telah memperlihatkan hasil
yang bermanfaat dalam mengobati LED. Terapi alternative, laporan anekdot, dan
percobaan kecil berpendapat bahwa obat-obat berikut mungkin berguna pada
beberapa pasien: dapson, auranofin, quinakrine, thalidomid, isotretinoin, acitretin,

4
azathioprin, mikofenolat mofetil, fenitoin, interferon, dan antibodi monoklonal
simerik. Kategori Obat: Obat Anti Malaria – mungkin memiliki bagian
imunomodulator. Hidroksikloroquin merupakan obat pilihan utama [drug of choice]
bila obat sistemik dibutuhkan untuk LED. Kloroquin adalah obat pilihan kedua.
Nama Obat Hidroksikloroquin [Plaquenil] – Untuk pengobatan LED dan
LES. Menghambat kemotaksis eosinofil, gerakan netrofil, dan
merusak reaksi komplemen antigen antibodi.
Hidroksikloroquin sulfat 200 mg sama dengan 155 mg
hidroksikloroquin basa dan 250 mg kloroquin fosfat.
Dosis Dewasa 200-400 mg/hr PO; tidak melebihi 6.5 mg/kgBB/hr; 310 mg
PO 4x/hr atau 2x/hr selama beberapa minggu tergantung
respon; 155-310 mg/hr untuk terapi jangka panjang.
Dosis Anak 6.5 mg/kgBB/hr PO; 3-5 mg basa/kgBB/hr PO 4x/hr atau
2x/hr; tidak melebihi 7 mg/kg/hr.
Kontraindikasi Hipersensitifitas; psoriasis; gangguan retina dan lapangan
pandang akibat 4-aminoquinolon.
Interaksi Obat Jumlah penisillamin dapat meningkat; level serum meningkat
bersama simetidin; magnesium trisilikat dapat menurunkan
absorbsi.
Kehamilan Keamanan penggunaan selama kehamilan tidak dijelaskan.
Perhatian Melewati plasenta dan dapat menyebabkan toksisitas pada
ocular, SSP, dan ototoksik pada fetus; jangan gunakan selama
menyusui; batasi penggunaan pada anak pada dosis yang aman
untuk mencegah kemungkinan yang fatal; toksisitas ocular
dapat disebabkan oleh hidroksikloroquin dan kloroquin tapi
tidak oleh quinakrin; lakukan pemeriksaan oftalmologi yang
teratur selama terapi.

5
Nama Obat Kloroquin [Aralen] – Menghambat kemotaksis eosinofil,
gerakan netrofil, dan merusak reaksi komplemen antigen
antibodi.
Dosis Dewasa 250-500 mg PO 4x/hr
Dosis Anak 10 mg/kgBB PO 1 jam pertama, kemudian 5 mg/kgBB 6 jam
berikutnya, diikuti dengan 5 mg/kgBB pada hari kedua dan
ketiga.
Kontraindikasi Hipersensitifitas; psoriasis; gangguan retina dan lapangan
pandang akibat 4-aminoquinolon.
Interaksi Obat Simetidin dapat meningkatkan level serum dari kloroquin
[kemungkinan 4-aminoquinolon yang lain]; magnesium
trisilikat dapat menurunkan absorbsi dari 4-aminoquinolon.
Kehamilan Keamanan penggunaan selama kehamilan tidak dijelaskan.
Perhatian Perhatian pada penyakit hati, defisiensi G-6-PD, psoriasis,
porfiria; tidak dianjurkan terapi jangka panjang pada anak-
anak; lakukan pemeriksaan oftalmologi yang teratur; lakukan
tes untuk kelemahan otot.

Thalomide [50 – 300mg/hari] sangat efektif pada LED yang refrakter terhadap
pengobatan lainnya. Beberapa studi melaporkan keberhasilan antara 85-100%,
dengan banyak laporan pasien yang menyatakan sembuh sempurna. Adapun efek
sampingnya ialah efek teratogenik, sehingga sebaiknya tidak digunakan pada wanita
hamil. Selain itu neuropati sensorik dapat terjadi pada sekitar 25% dari padien yang
mengkonsumsi obat ini. Obat lain yang dapat digunakan yaitu preparat emas
[auranofin, mycochrysine] dan clofazimin [lampren] walaupun hasilnya bervariasi
pada tiap kasus.
Glukokortikoid sistemik sebaiknya tidak digunakan pada kasus dengan lesi
yang sedikit, namun pada beberapa kasus khususnya pada kasus berat dan
simtomatik metilprednisolon intravena dapat digunakan. Imunosupresif lain seperti

6
azatioprin [imuran] 1,5 -2 mg/kg/hari oral dapat bertindak sebagai glukokortikoid-
sparing kasus berat lupus eritematosus kulit. Mikofenolat mofetil [25-45 mg/kg/hari
oral] maerupakan analog purin yang serupa dengan azatioprin. Metotreksat [7,5-
25mg/kg oral sekali seminggu] efektif untuk kasus berat yang refrakter.
D. TERAPI BEDAH DAN KOSMETIK
LED dapat membuat alopesia permanen, atropi kulit, dan perubahan pigmen.
Intervensi bedah seperti transplantasi rambut dan dermabrasi membawa resiko
karena LED dapat dipicu oleh trauma termasuk opersi. Pemulihan dari skar atropi
dengan Erbium : YAG atau laser karbon dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi
lesi atropi menggunakan kolagen atau sejenisnya sebaiknya dihindari.
Pengobatan alternatif adalah diet yang sehat, mengurangi konsumsi daging
merah, dan banyak menkonsumsi ikan yang mengandung asam lemak esensial
omega-3, misalnya makarel, sarden, dan salmon. Suplemen makanan [Vit B,C, E
dan selenium] dipercaya dapat mengurangi lesi LED.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada LED berupa skar atau atropi, tetapi dapat
dicegah dengan pengobatan dini. Perubahan lain yang terjadi termasuk hiperkeratosis
dan penyumbatan folikuler. Gejala sistemik yang serius jarang terjadi, tetapi apabila
itu terjadi gejala sisa [sequele] seumur hidup.

PROGNOSIS
Sekitar 10 % pasien yang menderita LED akan berkembang menjadi LES.
Beberapa pasien dapat merasakan nyeri yang berlanjut disekitar lesi atau merasakan
ketidaknyamanan akibat skar dan atrofi yang timbul. Kemungkinan eksaserbasi dapat
muncul terutama pada musim semi dan musim panas. Dengan demikian, prognosis
LED umumnya baik. Walaupun lesi kulit dapat menetap beberapa tahun dan kosmetik
kelihatan tidak baik tetapi hal tersebut tidak mengganggu aktivitas dan gaya hidup
pasien.

7
8
DAFTAR PUSTAKA

Brown RG, Savin John, Milner Janeen. In Clinical Practice: Dermatology. Churcill
Livingstone: Elsevier Limited;2004.p31-2.

Brown RG, Burns T. Lecture Notes Dermatology edisi ke-8. Jakarta: Erlangga;2005.
p. 171-4,156,153-4,78-81.

Callen JP. Lupus erythematosus, discoid [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [24
screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com

Carson R, DeWitt RC. Discoid lupus erythematosus [online]. 2002. [cited 2007
October 03]; [4 screens]. Available from: URL: http://www.healthatoz.com.

Christian. Discoid lupus erythematosus [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [3
screens]. Available from: URL: http://www.arthritis_symptom.com.

Cotsner MI, Sontheimer RD. Lupus erythematosus. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff
K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill; 2003. p.1683-84.

Discoid lupus erythematosus. [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [2 screens].
Available from: http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases

Discoid lupus erythematosus [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [3 screens].
Available from: URL: http://www.skinsite.com

Discoid lupus erythematosus [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [3 screens].
Available from: URL: http://www.carepathonline.com.

Discoid lupus erythematosus. [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [2 screens].
Available from: URL:http://www.bad.org.uk/public/leaflets/discoid.asp

Discoid lupus erythematosus. [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [2 screens].
Available from: http://medlib.med.utah.edu

Gallagher TC, Shin TH. Discoid Lupus Erythematosus. Dermatology Online Jurnal.
[online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [3 screens]. Available from: URL:
http://dermatology.cdlib.org

9
Habif TP, Campbell JL, Chapman MS. Connective tissue disease. In: Skin disease
disease and treatment. 2nd ed. New York: Elsevier Mosby; 2005.p.342-4

Habif TP. Connective Tissue Diseases. In Clinical Dermatology: A Color Guide to


Diagnosis and Therapy. 4th ed. Philadelphia, Pennsylvania:
Mosby,Inc;2004.p.592-605

Heath Michelle, Raugi Gregory J. Evidenced based Evaluation of Immunomodulatory


Therapy for the Cutaneous Manifestation of Lupus. In: James William D.
Advances in Dermatology. Vol.20. Philadelphia: Mosby,Inc;2004.p.257-78.

Hypertrophic Discoid lupus erythematosus [online]. 2007. [cited 2007 October 03]; [4
screens]. Available from: URL: http://www.findarticles.com

Odom RB, James WD, Berger TG. Andrews’ Diseases of the Skin 9th ed. Philadelphia,
Pennsylvania: W.B. Saunders Company;2004.p.172-186

Psoriasis [online]. 2004. [cited 2008 January 8]; [3 screens]. Available from: URL:
http://www.medicastore.com.

Rothfield NF. Lupus Erythematosus. In: Fitzpatrick TB, et All. Dermatologt in General
Medicine. New York: McGraw-Hill Book Company;1979.p.1273-80.

Rowell NR, Goodfield MJD. The ‘Connective Tissue Diseases’. In:


Rook/Wilkinson/Ebling. Textbook of Dermatology. Vol 3, 6th ed. Philadelphia:
Blackell Science ltd;1998.p.2437-42.

10

You might also like