You are on page 1of 19

Opini

CATATAN AKHIR TAHUN DI BIDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL:


PERKEMBANGAN, PRESTASI DAN PEKERJAAN RUMAH YANG TERSISA
Henny Marlyna, S.H., M.H., MLI.

I. PENDAHULUAN
Sudah empat tahun perubahan undang-undang di bidang HKI telah kita lalui.
Saat ini Indonesia telah memiliki semua undang-undang di bidang HKI sebagaimana
yang diamanatkan oleh perjanjian internasional yang telah Indonesia ikuti. Begitu
banyak upaya yang telah dilaksanakan untuk menyesuaikan aturan hukum bidang
HKI sehingga dapat sejalan dengan aturan yang diikuti oleh dunia internasional.
Tidak terhitung pula upaya untuk mensosialisasikan undang-undang HKI yang baru.
Seminar-seminar, maupun rangkaian kegiatan lainnya telah diselenggarakan guna
mendekatkan HKI kepada masyarakat. HKI kini menjadi sesuatu yang tidak asing
lagi bagi telinga kita. Adalah suatu kenyataan bahwa HKI sangat melekat pada
kehidupan kita sehari-hari. Setiap hal yang melekat pada tubuh manusia tidak
terlepas dari masalah HKI. Akan tetapi apakah sosialisasi yang telah dilakukan telah
menjangkau semua lapisan masyarakat hal ini merupakan sesuatu yang masih
diragukan.
Masalah penegakan hukum di bidang HKI adalah suatu hal yang selalu
dipertanyakan banyak pihak terutama para investor asing. Berbagai pelatihan baik di
dalam maupun di luar negeri tidak henti-hentinya diselenggarakan untuk semakin
mendidik setiap komponen penegakan hukum di Indonesia untuk dapat lebih
memahami persoalan HKI yang tidak mudah ini, namun tetap saja semua itu masih
dirasakan tidak cukup dan kembali aparat penegak hukum dipertanyakan
profesionalitasnya untuk menegakkan hukum di bidang HKI ini.

www.pemantauperadilan.com 1
Opini

II. KEDUDUKAN INDONESIA DI MATA INTERNASIONAL


Pada tahun 2004 ini pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali memasukkan
Indonesia dalam daftar prioritas negara yang perlu diawasi (priority watch list),
berkaitan dengan masih maraknya pembajakan produk dari berbagai sektor industri
di negara ini.[1] Dalam laporan Special 301 Tahun 2004, Indonesia kembali
dimasukkan dalam kategori Priority Watch List bersama dengan 14 negara lainnya
seperti Argentina, Brazil, Egypt, India, Filipina, Korea, Taiwan, Rusia dan bahkan
Uni Eropa. Keadaan ini tidak berubah sejak tahun 2001. Meskipun pada tahun 2003
Indonesia dinilai telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki sistem HKI-
nya, akan tetapi Indonesia tetap dinilai tidak konsisten dalam hal penegakan hukum
melawan masalah pembajakan dan pemalsuan. Selain itu masih banyaknya produksi,
distribusi serta ekspor produk-produk yang menggunakan cakram optik bajakan
serta permasalahan dalam sistem peradilan di Indonesia menempatkan Indonesia
bertahan dalam posisi ini.
Pada tahun 2003, terutama setelah berlakunya Undang-undang Hak Cipta
yang baru yaitu UU No. 19 Tahun 2002 pada bulan Juli 2003, Ditjen HKI memang
telah melayangkan surat peringatan atau somasi kepada seluruh mal/plaza di wilayah
Jabotabek. Somasi tersebut dinilai telah berhasil menurunnya jumlah penjualan
barang bajakan di mal/plaza di wilayah Jabotabek. Akan tetapi keadaan ini hanya
bertahan selama kurang lebih satu bulan, karena sampai dengan saat ini kita masih
dengan mudah menjumpai dijualnya CD musik maupun VCD atau DVD film
bajakan dengan mudah di tempat-tempat tersebut.
Prestasi lainnya yang telah dilakukan oleh pemerintah beserta aparat
penegak hukum adalah dilakukannya sejumlah razia terhadap outlet-outlet yang
menjual barang-barang bajakan berupa cakram optik. Akan tetapi dikarenakan tidak
dilakukan secara menyeluruh maka Indonesia masih dianggap kurang serius dalam
hal penegakan hukum dan penyelesaian hukum di bidang HKI ini. Produk-produk
bajakan tersebut hingga kini masih mendominasi pasar di Indonesia. Setiap

www.pemantauperadilan.com 2
Opini

tahunnya diperkirakan sekitar 108,5 juta cakram optik bajakan yang diproduksi di
Indonesia dan jumlah ini setiap tahunnya akan terus meningkat.
Selain itu sejumlah perusahaan Amerika juga melaporkan adanya
pelanggaran terhadap merek dagang mereka atas beragam produk yang mereka
hasilkan termasuk di antaranya produk-produk yang berkaitan dengan teknologi
informasi, pakaian dan minuman ringan. Industri farmasi juga memperkirakan
sebanyak produk obat-obatan yang melanggar HKI menguasai sekitar 30-40 % pasar
obat-obatan di Indonesia. Selain itu terdapat permasalahan serius mengenai impor
produk-produk farmasi bajakan dari negara-negara lain.
IIPA mengestimasikan bahwa kerugian akibat pembajakan di Indonesia pada
tahun 2003 di bidang film mencapai 29 juta dolar AS dengan peringkat mencapai 92
% sedangkan di bidang industri rekaman dan musik mencapai nilai 44,5 juta dolar
AS dengan peringkatnya mencapai 87%.[2]
Sampai dengan saat ini Indonesia juga masih sangat dikenal sebagai sarang
pembajak. Pada tahun 2003 dari hasil riset tentang pembajakan perangkat lunak di
dunia yang dilakukan oleh International Data Corporation (IDC) untuk Business
Software Alliance (BSA), Indonesia menduduki peringkat ke empat sebagai negara
dengan tingkat pembajakan perangkat lunak tertinggi di dunia setelah Vietnam,
China dan Ukraina. Meskipun Indonesia telah dianggap berhasil mengurangi tingkat
pembajakan perangkat lunak dari 89 % menjadi 88 %, terutama sejak
diberlakukannya UU Hak Cipta yang baru, akan tetapi tetap saja tingkat pembajakan
tersebut masih sangat tinggi. Hal ini berarti 88 % dari program komputer yang
dipergunakan di Indonesia adalah bajakan.[3]
Pembajakan kedua perangkat lunak ini dapat terlihat dari kondisi pasar saat
ini yang hampir seluruhnya didominasi produk media optikal bajakan seperti audio
CD, VCD, dan CD-ROM, baik dalam aplikasi perangkat lunak bisnis maupun
perangkat lunak hibur

www.pemantauperadilan.com 3
Opini

Di tahun 2004 ini sepertinya tidak banyak prestasi di bidang HKI yang dapat
mendongkrak posisi Indonesia di mata dunia internatisional ini. Sepertinya
Indonesia akan tetap bertahan sebagai negara yang bagi Amerika Serikat masih
sangat perlu untuk diawasi. Dari sejumlah tindakan-tindakan yang disarankan
diambil oleh Indonesia di tahun 2004, tidak banyak yang dapat direalisasikan. Dalam
Executive Summary dari International Intellectual Property Alliance 2004 Special
301 Report, Indonesia dianjurkan untuk mengambil sejumlah tindakan di tahun
2004 yaitu:

Mensahkan peraturan-peraturan mengenai Sarana Produksi Berteknologi Tinggi


untuk Cakram Optik (Optical Disc);
Memperkuat kerja Tim Koordinasi Penanggulangan Pelanggaran HKI sebagaimana
yang telah terbentuk melalui SK Menkeh dan HAM RI No. M-72.PR.09.02 dengan
menyediakan sumber-sumber daya serta kemauan politik yang perlu untuk
mengatasi masalah pembajakan;
- Mengambil tindakan-tindakan penegakan hukum yang berkesinambungan
terhadap fasilitas-fasilitas produksi barang-barang bajakan termasuk
perlengkapan produksi cakram optic, tempat-tempat foto copy, saluran-saluran
distribusi dan toko-toko retail;
- Menerapkan ketentuan pidana secara efektif terhadap perusahaan-perusahaan
yang menggunakan program-program komputer bajakan serta memperkenalkan
program-program computer manajemen asset pada kantor-kantor pemerintahan
dan perusahaan swasta; meningkatkan kualitas pelatihan bagi jaksa dan hakim
yang menangani perkara HKI serta mengeluarkan pedoman mengenai besarnya
pemberian hukuman bagi pelanggar HKI;
- Memberikan kesempatan bagi produser asing di bidang audio visual ntuk dapat
secara langsung melakukan importasi maupun distribusi produk-produk mereka
serta mengurangi batasan-batasan masuknya investasi asing dalam bidang media;

www.pemantauperadilan.com 4
Opini

meratifikasi dan mengimplementasikan 1996 WIPO Performance and


Phonograms Treat serta memberikan produser-produser rekaman hak eksklusif
untuk mengawasi diseminasi produk-produk mereka yang dilakukan secara
online;
- Memperpanjang jangka waktu perlindungan Hak Cipta sejalan dengan
perkembangan dunia internasional;
- Mengimplementasikan Undang-undang Hak Cipta denga ketentuan-ketentuan
yang mendetail mengenai sarana kontrol teknologi agar sejalan dengan
ketentuan-ketentuan dalam WCT dan WPPT.[4]

Pemerintah Indonesia hendaknya perlu mengupayakan perbaikan-perbaikan


di bidang perlindungan dan penegakan hukum HKI ini oleh karena sebagai negara
dalam katogori Priority Watch List, Indonesia terancam sanksi-sanksi ekonomi
yang dapat berupa pembatasan ekspor, pengurangan kuota perdagangan bahkan
sampat dengan embargo ekonomi.

III. PENEGAKAN HKI


Pada tahun 2004 ini Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah awal
yang tegas dalam menekan pembajakan di Indonesia. Pada tahun ini Ditjen HKI
kembali melayangkan somasi atau surat peringatan tahap ke-2 bagi seluruh mal atau
plaza se-Jabotabek.[5] Selain itu juga dilakukan pemasangan banner anti pembajakan
di mal atau plaza[6] akan tetapi belum semua mal atau plaza di Jabotabek yang
terjangkau dalam aksi ini.
Pada tanggal 28 September 2004 polisi juga telah melakukan razia terhadap
perusahaan pengguna program komputer tak berlisensi. Hasilnya, polisi berhasil
menyita lebih dari 90 komputer dengan lebih dari 300 peranti lunak milik
perusahaan anggota BSA, termasuk Microsoft dan Autodesk, yang diduga sebagai
bajakan. [7] Selain itu, surat pun telah dikirim kepada kalangan bisnis tentang

www.pemantauperadilan.com 5
Opini

pentingnya kepatuhan terhadap HKI serta resiko yang harus ditanggung perusahaan
apabila mereka memilih untuk menjalankan bisnis dengan menggunakan peranti
lunak bajakan ataupun tak berlisensi.
Untuk mendukung upaya penegakan hukum HKI ini, pada bulan Maret
2004. Tim Koordinasi Telematika Indonesia bekerja sama dengan Ditjen HKI,
Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi, ASPILUKI (Asosiasi Peranti Lunak
telematika Indoensia) dan BSA (Business Software Alliance) mengadakan seminar
tentang pentingnya peran pemerintah untuk menjadi teladan dalam hal
pemanfaatan piranti lunak.[8] Sebagaimana yang telah diketahui kompter-komputer
yang ada di kantor-kantor pemerintahan umumnya menggunakan program
komputer bajakan. Akan tetapi kegiatan ini tidak terlalu membuahkan hasil yang
maksimal karena sampai dengan saat ini masih sangat minim sekali komputer-
komputer yang ada di kantor-kantor pemerintahan baik di pusat maupun di daerah
yang menggunakan program komputer yang berlisensi.
Selain itu pihak kepolisian juga dinilai masih kurang serius dalam menangani
kasus-kasus pelanggaran HKI di Indonesia. Keluhan banyak berdatangan dari
pemilik atau pemegang HKI karena sedikitnya jumlah kasus pelanggaran pidana di
bidang HKI yang dilimpahkan ke pihak kejaksaan. Kebanyakan aduan merekan
hanya terhenti di kepolisian dengan alasan yang beragam. Salah satunya adalah
kekhawatiran akan terulangnya kejadian di Glodok sewaktu kepolisian melakukan
razia terhadap barang-barang pelanggaran HKI yang diperjualbelikan di pasar
tersebut.
Pengadilan juga masih dianggap belum efektif mendukung penegakan HKI
ini. Permasalahan sumber daya manusia yang ada di Pengadilan Niaga akibat
terjadinya mutasi hakim, sehingga tidak semua hakim di Pengadilan Niaga
memahami permasalahan HKI. Selain itu tidak fokusnya hakim yang ada di
Pengadilan Niaga karena harus juga menangani permasalahan lainnya baik pidana
maupun perdata menyebabkan hakim-hakim yang menangani kasus-kasus HKI

www.pemantauperadilan.com 6
Opini

tidak fokus untuk mendalami permasalahan HKI ini yang terus berkembang dari
hari ke hari.

IV. RENCANA PENERAPAN CUKAI TERHADAP INDUSTRI REKAMAN


Di tahun 2004 ini diwarnai dengan gagasan untuk menberlakukan pita cukai
terhadap semua produk musik dan film yang direkam pada media rekam magnetik
maupun optic seperti kaset, CD (Compact Disc), Video Compact Disc (VCD), Digital
Video Disc (DVD), dan Laser Disc (LD) di Indonesia yang dimaksudkan untuk
mengurangi tingkat pembajakan yang terjadi di Tanah Air di samping secara tidak
langsung dapat memberikan penambahan pemasukan untuk kas negara. Berdasarkan
survei Badan Analisis Fiskal (BAF) Depkeu, potensi penerimaan dari pengenaan tarif
cukai pada produk kaset, CD, VCD, DVD, dan LD pada tahun pertama akan
mencapai Rp98,41 milyar, dengan asumsi harga Rp750 per produk dan tarif cukai 30
persen. Sementara itu, jika dikenakan tarif cukai 40 persen, penerimaan yang
diperoleh akan mencapai angka Rp122,35 milyar.[9]
Pro dan kontra mewarnai perdebatan di banyak kalangan yang terlibat
dalam industri rekaman ini. Kesepakatan Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan
Komisi IX DPR dalam Rapat Kerja pada tanggal 14 Juli 2004 untuk mengenakan
cukai pada semua produk rekaman akan dimulai Januari 2005 ini disambut gembira
kalangan industri rekaman dalam negeri yang yakin bahwa kebijakan ini bisa
menekan tingkat pembajakan yang terjadi di industri rekaman.[10] Dunia rekaman
Indoensia yang 90 persen-nya masih dikuasai oleh pembajakan[11] merupakan
kenyataan pahit yang harus diderita oleh industri rekaman Indonesia. Atas
pembajakan tersebut Negara juga menjadi pihak yang dirugikan. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Dunia Musik Rekaman Indonesia
(Yadumuri) bersama YAPPMI (Yayasan Artis Penyanyi Produser dan Musisi
Indonesia) pada tahun 2000 diketahui bahwa setiap tahunnya negara dirugikan

www.pemantauperadilan.com 7
Opini

sekitar Rp 5 triliun oleh pembajakan produk rekaman akibat tidak dapat


dipungutnya berbagai macam pajak atas barang bajakan tersebut.[12]
Asosiasi Artis, Produser Rekaman Indonesia (ASAPRI), Yayasan Dunia
Musik Rekaman Indonesia (Yadumuri), serta Yayasan Artis Penyanyi dan Produser
Musik Indonesia (YAPPMI) turut mendukung ide penerapan cukai ini yang
menganggap cukai dapat menjadi salah satu instrumen keuangan yang bisa menjadi
aspek pengawasan terhadap produk-produk resmi dari pembajakan. Cukai dianggap
dapat menjamin akurasi dari omzet peredaran produk musik akan lebih
mendapatkan kepastian sehingga menguntungkan para seniman maupun para
produser. Selain itu pengenaan cukai pada produk rekaman justru bisa lebih
memudahkan upaya penyitaan terhadap berbagai produk ilegal yang secara kasat
mata tidak memiliki pita cukainya.[13]
Di lain pihak sejumlah pemusik dan penyanyi menyuarakan sikap
penentangan terhadap usulan pemerintah ini. Mereka menilai langkah yang diambil
pihak pemerintah tidaklah logis bahkan cenderung tidak menunjukkan
keberpihakan kepada kalangan seniman di dunia musik. Selain itu sejumlah asosiasi
yang berhubungan dengan industri rekaman seperti ASIRI (Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia), AIVI (Asosiasi Industri Video Indonesia), AMRI (Asosisasi
Industri Media Rekaman Indonesia), APMINDO (Asosiasi Penerbit Musik
Indonesia), ASIREVI (Asosiasi Industri Rekaman Video Indonesia), dan ASPRINDO
(Asosiasi Produser Rekaman Indonesia) juga menolak rencana pemberlakukan cukai
tersebut. Menurut mereka, pemberlakuan cukai sebagai langkah mengurangi kasus
pembajakan tak akan efektif, dikarenakan pemberlakuan cukan tidak dapat
menjamin dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pembajakan di negeri
ini.[14]
Satu hal yang paling dikhawatirkan jika usulan ini diberlakukan adalah
bahwa pemberlakuan cukai pada produk rekaman hanya akan menambah panjang
rantai produksi, sementara barang-barang bajakan justru beredar sangat cepat.

www.pemantauperadilan.com 8
Opini

Implikasi logis lainnya adalah akan terjadinya peningkatan beban produksi, yang
justru akan mempengaruhi harga eceran menjadi lebih mahal dari sebelumnya. Jika
kelak, harga dipatok Rp20.000/keping, maka harga ke masyarakat akan naik antara
Rp 6.000 hingga Rp12.000 per kepingnya. Implikasinya maka penjualan barang-
barang yang legal justru akan turun drastis dan masyarakat akan mencari barang-
barang bajakan yang jauh lebih murah tentunya.
Terlepas dari adanya pro kontra terhadap kebijakan ini, satu hal yang
menjadi keinginan bersama adalah untuk mengurangi adanya pembajakan dan
untuk itu berbagai cara perlu dikaji untuk dapat menanggulangi permasalahan yang
tidak mudah ini. Akan tetapi pemerintah hendaknya lebih bijaksana karena apabila
pemberlakuan cukai ini dirasa tidak dapat mengurangi jumlah pembajakan karena
tidak adanya jaminan akan hal itu, maka kebijakan ini sebaiknya jangan diterapkan
dan untuk itu perlu dikaji lebih lanjut langkah-langkah efektif lainnya. Apabila
pemberlakuan cukai pada industri rekaman hanya akan menambah lesunya industri
musik di Indonesia dikarenakan hanya akan meningkatkan harga dari kaset, CD,
VCD maupun DVD yang asli sehingga makin membuka jurang yang lebih banyak
dibandingkan dengan harga barang yang bajakan maka pemberlakuan kebijakan ini
hanya akan menyebabkan semakin maraknya pembajakan di Indonesia. Karena
bagaimanapun juga saat ini masyarakat Indonesia masih cenderung untuk membeli
barang bajakan yang harganya makin lama semakin murah dengan kualitas yang
semakin membaik.
Satu hal yang pasti adalah penegakan hukum yang kontinu dan konsisten
harus telah dilakukan untuk memberantas pembajakan. Di lain pihak apabila cukai
tidak jadi diberlakukan terhadap industri rekaman, negara tetap akan mendapatkan
pemasukan dari Pajak Pertambahan Nilai seperti yang terjadi selama ini.

www.pemantauperadilan.com 9
Opini

V. PERATURAN PELAKSANA DI BIDANG HKI: PEKERJAAN RUMAH YANG


BELUM TUNTAS
Sejak tahun 2000 Indonesia telah melengkapi serta merevisi undang-undang
di bidang HKI guna memenuhi kewajiban Indonesa pada Persetujuan TRIPs sebagai
salah satu annex dari persetujuan pembentukan WTO yang telah diratifikasi
Indoensia pada tahun 1994. Saat ini lengkap sudah paket UU di bidang HKI dengan
lahirnya Undang-undang tentang Rahasia Dagang (UU No. 30 Tahun 2000),
Undang-undang tentang Desain Industri (UU No. 31 Tahun 2000), Undang-undang
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32 Tahun 2000), Undang-
undang tentang Paten (UU No. 14 Tahun 2001), Undang-undang tentang Merek (UU
No. 15 Tahun 2001) dan yang terakhir Undang-undang tentang Hak Cipta (UU No.
19 Tahun 2002).
Sebagaimana undang-undang lainnya di Indonesia, paket undang-undang
HKI juga menamanatkan sejumlah peraturan pelaksananya. Namun sayangnya
hingga saat ini lengkapnya undang-undang di bidang HKI tidak dibarengi dengan
kelengkapan peraturan pelaksanaannya. Dari enam undang-undang yang ada di
bidang HKI terdapat 32 hal yang harus diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah atau Keputusan Presiden. Akan tetapi sampai dengan saat ini hanya 2
(dua) Peraturan Pemerintah yang baru sebagai peraturan pelaksanaan terhadap paket
undang-undang di bidang HKI yang telah disahkan yaitu Peraturan Pemerintah No.
50 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 26 Tahun 1999 tentang Tarif
atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen
Kehakiman dan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi
Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disk) yang disahkan pada tanggal
5 Oktober 2004. Padahal berdasarkan pasal 28 ayat (2) Keppres No. 188 Tahun 1998
tentang Tata Cara Mempersiapan Rancangan Undang-Undang, peraturan
pemerintah dan peraturan pelaksana lainnya sebagaimana yang diamanatkan dalam
suatu undang-undang seharusnya sudah disahkan dalam waktu satu tahun setelah

www.pemantauperadilan.com 10
Opini

undang-undangnya disahkan. Delapan hal yang diamanatkan untuk diatur lebih


lanjut tersebut yang telah sampai sekarang masih menggunakan peraturan pelaksana
yang telah ada yang masih berlaku selama belum diganti dengan yang baru.
Kebutuhan akan adanya peraturan-peraturan pelaksana ini sangat mendesak
mengingat banyak hal yang diatur di dalam undang-undang HKI yang tidak dapat
dilaksanakan dikarenakan pengaturannya di dalam undang-undang belum jelas,
sehingga tanpa adanya peraturan pelaksananya maka ketentuan-ketentuan tersebut
belum dapat dilaksanakan. Pengesahan sejumlah peraturan pelaksana sebagaimana
yang diamanatkan paket undang-undang HKi ini penting juga artinya untuk
memperlihatkan konsistensi pemerintah untuk membenahi sistem HKI dan
penegakan hukumnya di Indonesia.
Beberapa hal yang mendesak untuk segera disahkan peraturan pelaksananya
adalah peraturan pemerintah tentang perjanjian lisensi, lisensi wajib untuk paten,
pelaksanaan paten oleh pemerintah dan tentang konsultan HKI. PP tentang
perjanjian lisensi ini penting untuk segera disahkan dikarenakan sudah banyaknya
praktek pemberian lisensi dan tidak adanya aturan tentang pelaksanaan pencatatan
perjanjian lisensi ini dapat merugikan rakyat Indonesia karena tidak dapat
mengetahui dengan pasti kepada siapa saja suatu HKI telah dilisensikan. Ketiadaan
pencatatan suatu perjanjian lisensi mempunyai konsekuensi hukum bahwa
perjanjian lisensi tersebut tidak berlaku bagi pihak ketiga. PP tentang lisensi wajib
dan pelaksanaan paten oleh pemerintah sangat diperlukan khususnya yang berkaitan
dengan hak paten di bidang farmasi. Misalnya apabila terjadi suatu epidemi maka
permintaan akan obat yang murah akan meningkat. Tanpa adanya aturan tersebut
maka pemerintah tidak dapat mewajibkan pemegang paten untuk memberikan
lisensi wajib kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhan akan obat tersebut.
Saat ini ada sekitar 15 RPP yang sedang dibahas dan ditargetkan selesai
pembahasannya pada akhir tahun 2004 ini. Salah satu RPP yang dibahas tersebut
adalah tentang konsultan HKI. Konsultan paten terdaftar yang ada sampai dengan

www.pemantauperadilan.com 11
Opini

saat ini yang hanya ada 43 orang konsultan terdaftar jumlahnya dirasakan tidak
memadai, terlebih karena semuanya terkonsentrasi hanya di Jakarta. Oleh karena
itu, seiring dengan meningkatnya kesadaran HKI, meningkatnya jumlah aplikasi
HKI dari seluruh Indonesia serta semakin beragamnya konsepsi HKI, maka jumlah
konsultan HKI harus ditingkatkan sehingga dan keberadaannya harus menyebar di
seluruh Indonesia. Dengan demikian diharapkan jumlah aplikasi HKI semakin
meningkat dengan semakin banyaknya konsultan HKI yang siap membantu
pendaftaran HKI.

VI. PERATURAN PELAKSANA TENTANG CAKRAM OPTIK


Salah satu prestasi di bidang HKI di tahun 2004 ini adalah disahkannya PP
No. 29 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah tentang Sarana Produksi
Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc). PP ini lahir akibat desakan
dari berbagai pihak diharapakan dapat menanggulangi masalah pembajakan yang
menggunakan media cakram optic yang semakin marak. Maraknya pembajakan
menggunakan media cakram optik ini antara lain disebabkan mudahnya
memperoleh mesin pencetak serta bahan baku (polycarbonate) untuk membuat
cakram optik karena tidak adanya pengawasan terhadap impor terhadap keduanya
ke Indonesia. Tidak adanya peraturan yang membatasi hal tersebut menyebabkan
semakin sulitnya mengatasi masalah pembajakan terutama karena industri cakram
optik bajakan yang sangat tertutup dan tanpa identitas yang jelas.
Dalam PP ini diatur bahwa setiap sarana produksi cakram optik isi wajib
memiliki kode produksi yang telah diakreditasi dan diterima secara intemasional
yang terdiri dari (1) kode stamper (stamper code) harus tertera dan terbaca jelas pada
setiap stampe; dan (2) kode cetakan (mould code) harus terukir (engraved) pada
setiap cetakan (mould) baik yang terpasang maupun yang tidak terpasang pada mesin
dan peralatan.[15] Kode Produksi tersebut harus tertera pada cakram optik isi. Begitu

www.pemantauperadilan.com 12
Opini

pula untuk setiap cakram optik Isi yang diimpor, diharuskan memiliki kode produksi
dari negara asal yang terdiri dari kode stamper dan kode cetakan.[16]
Dengan berlakunya PP ini maka kini tidak semua perusahaan dapat
memproduksi cakram optic dikarenakan setiap perusahaan cakram optik wajib
memasang papan nama yang memuat dengan jelas nama, alamat, nomor telpon dan
nomor izin usaha.[17] Pengadaan mesin dan peralatan produksi serta bahan baku juga
dibatasi karena harus mendapat persetujuan dari Menteri.[18]
PP ini juga mengatur bahwa impor mesin dan peralatan produksi, Impor
bahan baku untuk memproduksi cakram optik dan impor cakram optik kosong
hanya dapat diimpor oleh Importir Terdaftar (IT) yang memiliki Angka Pengenal
Importir Terdaftar.[19] Bahkan importir cakram optik isi wajib memiliki Angka
Pengenal Importir Cakram Optik dan memiliki lisensi dari pemegang hak cipta.[20]
Pengaturan tentang impor mesin, peralatan mesin, bahan baku dan cakram optik ini
diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
645/MPP/Kep/10/2004. Selain itu perusahaan cakram optik yang memiliki mesin dan
peralatan juga wajib melakukan pendaftaran/registrasi kepada Menteri perdagangan
serta melaporkan pengalihan mesin dan peralatan produksi yang dimilikinya.[21]
Kewajiban perusahaan cakram optik tidak hanya berhenti di situ saja.
Mereka juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan kegiatan produksinya secara
berkala kepada Menteri Perdagangan mengenai setiap pembelian dan penggunaan
bahan baku; penyewaan dan pengalihan mesin; contoh barang dari setiap cakram
optik yang diproduksi; jumlah produk yang dihasilkan, pesanan produksi yang
diterima dari pelanggan dan pemusnahan produk gagal; dan jumlah produk yang
diserahkan kepada pelanggan untuk diedarkan di dalam negeri dan diekspor serta
persediaan yang masih ada. Untuk itu instansi terkait dapat melakukan pengawasan
sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.[22] Ketentuan mengenai pelaporan dan
pengawasan perusahaan industri cakram optik ini diatur lebih lanjut dalam
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.648/MPP/Kep/l0/2004.

www.pemantauperadilan.com 13
Opini

Dengan berlakunya PP ini maka setiap pelaku usaha yang melakukan


pembajakan hak cipta dengan menggunakan cakram optik selain dapat terkena
sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat (9) juga teracam dapat dikenakan sanksi administrasi
berupa pencabutan atau pembekuan izin usaha cakram optik yang dimiliki pelaku
usaha; dan/atau pemberitaan melalui media massa mengenai pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha.[23]

VII. PROSPEK HKI INDONESIA


Permasalahan HKI di Indonesia memang tergolong kompleks yang tidak
dapat diselesaikan hanya dengan membalikkan telapak tangan. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah untuk menyesuaikan sistem HKI agar sejalan dengan
ketentuan internasional yang telah disepakati. Perlahan tapi pasti perubahan menuju
keadaan yang lebih baik yang menghargai karya intelektual orang lain akan
berusaha untuk dicapai.
Cukup banyak prestasi yang telah dicapai oleh pemerintah Indonesia dalam
rangka “membumikan” HKI di Indonesia yang masih terkenal sebagai sarang
pembajak. Hal ini memang bukan hal yang mudah. Kegiatan-kegiatan sosialisasi HKI
masih tetap perlu untuk dilakukan. Begitu pula usaha untuk melengkapi semua
produk hukum di bidang HKI sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang
yang telah ada. Lengkapnya aturan main disertai dengan upaya penegakan hukum-
nya diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai tempat yang kondusif bagi
investasi asing dan memperbaiki citra Indonesis di dunia internasional.
Yang tidak kalah pentingnya juga adalah bagaimana menumbuhkan
kreatifitas dan inovasi masyarakat Indonesia serta memanfaatkan sistem HKI yang
telah ada demi kemajuan bangsa sendiri sehingga HKI tidak menjadi bentuk
imperialisme baru yang hanya memberikan manfaat bagi pihak asing.

www.pemantauperadilan.com 14
Opini

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Keputusan Menteri Perindustrian dan


Perdagangan Tentang Ketentuan Impor Mesin, Peralatan Mesin, Bahan Baku
dan Cakram Optik No. 645/MPP/Kep/10/2004.

________. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Tentang Pelaporan


dan Pengawasan Perusahaan Industri Cakram Optik
No.648/MPP/Kep/l0/2004

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Media HKI Vol. I/No.1/Februari


2004.

________. Media HKI Vol. II/No.1/April 2004

________. Media HKI Vol. III/No.1/Juni 2004

________. Media HKI Vol. IV/No.1/Agustus 2004

IIPA. Executive Summary International Intellectual Property Alliance 2004 Special


301 Report: Indonesia, hal. 130,
http://www.iipa.com/rbc/2004/2004spec301INDONESIA/pdf

Indonesia. Undang-undang Tentang Rahasia Dagang. UU No. 30 Tahun 2000, LN


No. 242 Tahun 2000, TLN No. 4044.

________. Undang-undang Tentang Desain Industri. UU No. 31 Tahun 2000, LN No.


243 Tahun 2000, TLN No. 4045.

www.pemantauperadilan.com 15
Opini

________. Undang-undang Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UU No. 32


Tahun 2000, LN No. 244 Tahun 2000, TLN No. 4046.

________. Undang-undang Tentang Paten. UU No. 14 Tahun 2001, LN No. 109


Tahun 2001, TLN No. 4130.

________. Undang-undang Tentang Merek. UU No. 31 Tahun 2000, LN No. 110


Tahun 2001, TLN No. 4131.

________. Undang-undang Tentang Hak Cipta. UU No. 19 Tahun 2002, LN No. 85


Tahun 2002, TLN No. 4220.

________. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua atas
PP No. 26 Tahun 1999 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang berlaku pada Departemen Kehakiman, LN No. 74 Tahun 2001,
TLN No. 4104.

________. Peraturan Pemerintah Tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi


untuk Cakram Optik (Optical Disc), PP No. 29 Tahun 2004, LN No. 108
Tahun 2004, TLN No. 4425.

USTS. 2004 Special 301 Report,


http://www.ustr.gov/assets/Document_Library/Reports_
Publications/2004/2004_Special_301/assets_upload_file93_5996.pdf

www.pemantauperadilan.com 16
Opini

Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia,


http://www.bsa.org/indonesia/press/newsreleases/Intelektual-Di-
Indonesia.cfm

Sejumlah Artis Musik Tanda Tangani Petisi Tolak Cukai,


http://www.kompas.com/gayahidup/news/0408/02/213433.htm

Kalangan Industri Musik Sambut Penerapan Cukai Produk Rekaman,


http://www.hukmas.depkeu.go.id/HukmasNews/cukai15704.htm

Organisasi Musik Dukung Penerapan Cukai,


http://www.kompas.com/gayahidup/news/0407/14/170937.htm

[1] Setiap tahun United States Trade Representative (USTR) membuat tinjauan
terhadap semua partner dagang Amerika, lalu menjatuhkan penilaian dan sanksi jika
ada negara yang dianggap lemah dalam melindungi hak atas kekayaan intelektual
produk-produknya. Lihat 2004 Special 301 Report,
http://www.ustr.gov/assets/Document_Library/Reports_Publications/2004/
2004_Special_301/assets_upload_file93_5996.pdf

[2] Lihat Executive Summary International Intellectual Property Alliance


2004 Special 301 Report: Indonesia, hal. 130,
http://www.iipa.com/rbc/2004/2004spec301INDONESIA/pdf

www.pemantauperadilan.com 17
Opini

[3] BSA Perkirakan Tingkat Pembajakan Perangkat Lunak di Indonesia Turun


5%, http://www.bsa.org/indonesia/press/newsreleases/Intelektual-Di-Indonesia.cfm

[4] Executive Summary International Intellectual Property Alliance 2004


Special 301 Report: Indonesia, op. cit, hal. 129.

[5] Sekilas Lintas, Media HKI Vol. I/No.1/Februari 2004 hal 26.

[6] Ibid.

[7] Penegakan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Di Indonesia,


http://www.bsa.org/indonesia/press/newsreleases/Intelektual-Di-Indonesia.cfm

[8] Sekilas Lintas, Media HKI Vol. II/No.1/April 2004, hal 32.
[9] Sejumlah Artis Musik Tanda Tangani Petisi Tolak Cukai,
http://www.kompas.com/gayahidup/news/0408/02/213433.htm

[10] Kalangan Industri Musik Sambut Penerapan Cukai Produk Rekaman,


http://www.hukmas.depkeu.go.id/HukmasNews/cukai15704.htm

[11] Ibid.

[12] Ibid.

[13] Organisasi Musik Dukung Penerapan Cukai,


http://www.kompas.com/gayahidup/news/0407/14/170937.htm

[14] Sejumlah Artis Musik Tanda Tangani Petisi Tolak Cukai, op. cit.

www.pemantauperadilan.com 18
Opini

[15] Pasal 4 PP No. 29 Tahun 2004 tentang Peraturan Pemerintah tentang


Sarana Produksi Berteknologi Tinggi untuk Cakram Optik (Optical Disc).

[16] Pasal 5 PP No. 29 Tahun 2004

[17] Pasal 8 PP No. 29 Tahun 2004

[18] Pasal 9 PP No. 29 Tahun 2004

[19] Pasal 11 PP No. 29 Tahun 2004

[20] Ibid.
.
[21] Pasal 12 PP No. 29 Tahun 2004

[22] Pasal 16 PP No. 29 Tahun 2004

[23] Pasal 18 PP No. 29 Tahun 2004

www.pemantauperadilan.com 19

You might also like