You are on page 1of 35

MAKALAH

FARMASETIKA DASAR

“INJEKSI”

OLEH :

AISYAH HAMBALI (O1A114004)

LM.HIDAYAT HAOFU (O1A114020)

MUH.ISRAWAN AZIS (O1A114028)

NUR RESKY PERMATASARI (O1A114036)

RISNAWATI (O1A114042)

FAKULTAS FARMASI

JURUSAN FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis telah menyelesaikan makalah ini
dengan baik.Makalah ini berjudul “INJEKSI”. Makalah ini dimaksudkan untuk
memberikan penjelasan tentang sediaan injeksi dan untuk pemenuhan tugas
Farmasetika Dasar.

Ucapan terima kasih disampaikan untuk semua pihak yang sudah membantu penulis
membuat makalah ini.Permohonan maaf sebesar-besarnya juga penulis sampaikan
kepada pembaca yang budiman, jika sajian makalah ini kurang berkenan dalam hati
sanubari. Seperti pepatah yang mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, penulis
menyadari akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang dan sebagai bahan
koreksi penulis dalam menyusus makalah

Kendari, 25 November 2014

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................. 4


B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan ……………………………………………………………..5
D. Manfaat ............................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 6

BAB III PENUTUP ...........................................................................................

A. Kesimpulan ..................................................................................... 34

B. Saran ............................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan


untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan
badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau
memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Salah satu bentuk sediaan obat adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril
berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Tujuannya agar
kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima
pengobatan melalui mulut. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan
atau mensuspensikan sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan
mengisikan sejumlah obat kedalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan
atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen
tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang
memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan
parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan
juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan


masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apa Pengertian Injeksi ?

2. Pembagian-pembagian Injeksi ?

2. Apa Komposisi Injeksi ?

3. Bagaimana Cara Pembuatan Injeksi ?

4. Apa Keuntungan Dan Kerugian Injeksi ?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui Definisi Injeksi


2. Untuk mengetahui Pembagian-pembagian Dari Injeksi
3. Mengerti dan mengetahui Komposisi Dari Injeksi
4. Mengetahui Cara Pembuatan Injeksi
5. Untuk mengetahui Kntungan Dan Kerugian Injeksi

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang disimpulkan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sumber informasi bagi sebagian orang yang belum mengetahui apa
itu sediaan injeksi.
2. Sebagai sumber informasi yang berkaitan erat dengan Injeksi dan aplikasinya.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi pembuatan makalah.
4. Sebagai sarana belajar bagi mahasiswa.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan
terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)

Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi


yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat
dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan
karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah
kapiler.(FI.IV.1995)

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.

Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan


menjadi 5 jenis yang berbeda :

1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain yang


digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................
Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :
 Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection
 Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
 Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air
2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung
dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah
penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai
dengan nama (steril)
Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan
ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan
yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin
Sulfat (steril)
3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan
yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan
pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama (Steril untuk Suspensi)
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan
ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi
yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G
(steril untuk suspensi)
4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak
disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan
nama (Suspensi Steril)
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan
dalam pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5. Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau
bahan tambahan lain, ditandai dengan nama (Untuk Injeksi)
Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya
merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya
: Inj. Penicilline Oil untuk injeksi
2.2 Macam-Macam Injeksi

1. Parenteral Volume Kecil

a. Injeksi Intraderma atau Intrakutan

Istilah intraderma (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan
"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika
sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah
betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan
dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya
terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat
yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
Umumnya larutan atau suspensi dalam air, digunakan untuk diagnose,
volume lebih kurang 100 ml sampai 200 ml.

b. Injeksi Intramuskulus

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat.


Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal
daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan. Injeksi
Intramuskulus merupakan larutan atau suspense dalam air atau dalam
minyak, volume sedapat mungkin tidak lebih dari 4ml. penyuntikan volume
besar dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.

c. Injeksi Intravenus

Istilah intravenus (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada
absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek
yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap. Injeksi Intravenus ini
pada umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan noniritan yang
dapat bercampur dengan air, volumenya 1ml sampai 10ml. Injeksi
intravenus yang diberikan dalam volume besar umumnya lebih dari 10ml,
disebut Infusi. Emulsi minyak-air dapat diberikan intravenus jika dilakukan
pemeriksaan yang teliti terhadap ukuran butiran minyak. Sediaan berupa
emulsi air-minyak, tidak boleh disuntikkan dengan cara ini. Jika volume
dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravenus tidak boleh mengandung
bakterisida dan jika lebih dari 10 ml, harus bebas pitrogen.

d. Injeksi Subkutan atau Hipoderma

Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit.


Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset
lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau
IM. Umumnya larutan isotonus dengan kekuatan sedemikianrupa hingga
volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Dapat ditambahkan
vasokonstriktor seperti epinetrina untuk melokalisir efek obat. Jika tidak
mungkin disuntikkan infuse volume injeksi 31 sampai 41 sehari masih
dapat disuntikkan secara subkutan dengan penambahan hialuronidase
kedalam injeksi atau jika sebelumnya disuntik hialuronidase.

e. Injeksi intra-arterial

Disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena


ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.

f. Injeksi Intrakardial

Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan


terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g. Injeksi Intraserebral

Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal


sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.

h. Injeksi Intraspinal

Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat


dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti
leukemia.

i. Injeksi Intraperitoneal dan intrapleural

Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies.


Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.

j. Injeksi Intra-artikular

Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat


antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.

k. Injeksi Intrasisternal dan peridual

Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.


Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis
untuk injeksi.

l. Injeksi Intrakutan (i.c)

Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah


stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5
ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
m. Injeksi Intratekal atau Injeksi Subaraknoid, Injeksi Introsisterna dan Injeksi
Peridum

Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi


lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan
serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan
volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume
1-2 ml biasa digunakan. Larutan umumnya tidak boleh lebih dari 20 ml.
Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk
bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien. Jenis
injeksi ini tidak boleh mengandung bakterisida dan diracikdalam wadah
dosis tunggal.

2. Parenteral Volume Besar

Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan
yang secara normal digunakan.

a. Injeksi Intravena

Keuntungan rute ini adalah (1) jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih
banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui
SC, (2) cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat; (3) efek
sistemik dapat segera dicapai; (4) level darah dari obat yang terus-menerus
disiapkan, dan (5) kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk
pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.

Kerugiannya adalah meliputi : (1) gangguan kardiovaskuler dan


pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti
pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar; (2) perkembangan
potensial trombophlebitis; (3) kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik, dan (4) pembatasan cairan
berair.

b. Injeksi Subkutan

Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif


ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara
relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat.
Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri
dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya
dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

2.3 Susunan Isi ( Komposisi ) Injeksi

1. Bahan obat / zat berkhasiat


2. Zat pembawa / zat pelarut
3. Bahan pembantu / zat tambahan
4. Wadah dan tutup

1. Bahan obat / zat berkhasiat


a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing
dalam Farmakope.
b) Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin
kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

2. Zat pembawa / zat pelarut


Dibedakan menjadi 2 bagian :
a) Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula
digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus,
Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air,
menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus
memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat
ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain,
Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air
untuk injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling
kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang
dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan
selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan.
Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan
dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk
injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah
hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi ,
harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.
b) Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection)
misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.
Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
(1) Bahan obatnya sukar larut dalam air
(2) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3) Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
(1) Harus jernih pada suhu 100 .
(2) Tidak berbau asing / tengik
(3) Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4) Bilangan iodium 79 - 128
(5) Bilangan penyabunan 185 - 200
(6) Harus bebas minyak mineral
(7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa
padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau
asing atau tengik
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara
i.v, hanya boleh secara i.m.

3. Bahan pembantu / zat tambahan


Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a) Untuk mendapatkan pH yang optimal
b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c) Untuk mendapatkan larutan isoioni
d) Sebagai zat bakterisida
e) Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f) Sebagai stabilisator.

Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan


efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam
jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon
pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan
akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk
injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku
sebagai berikut :
 Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01
 Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
 Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium
Sulfit, bisulfit atau metabisulfit, tidak lebih dari 0,2 %

2.3 Cara Pembuatan Obat Suntik.

 Persiapan pembuatan obat suntik :


1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau
dilakukan sterilisasi akhir ( nasteril ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel,
pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api
spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong
yang dapat disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet,
didihkan selama 30 menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk
pembuatan besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus
direncanakan.
2. Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan
penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i
yang sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.
3. Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke
dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring
biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.
4. Pengisian ke dalam wadah
Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
Jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume,
diisi melalui corong.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan
ditutup dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada
penutupan zat organik tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah
sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a. Memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b. Menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat
dengan pembawa berair.
5. Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal :
Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda :
Ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet
tertarik ke dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.
6. Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan
persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari larutan obat
suntiknya.
7. Uji sterilitas pada teknik aseptic
Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu
diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
Ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti
cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika
terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada
waktu pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.

 Pembuatan larutan injeksi :


Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptic
2. Cara non-aseptik ( Nasteril )

1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan
rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk
pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri.
Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur secara
aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan
dikemas secara aseptik.
2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).
Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
Bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan
dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat
yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam
keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya
disterilkan dengan cara yang cocok
 Pemeriksaan

Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :

1. Pemeriksaan kebocoran.

2. Pemeriksaan sterilitas.

3. Pemeriksaan pirogenitas

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..

5. Pemeriksaan keseragaman bobot.

6. Pemeriksaan keseragaman volume.

Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.

1. Pemeriksaan kebocoran

Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :

a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.

(i) Ampul :

disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah

bawah. Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah

selesai sterilisasi .

(ii) Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru,
karena larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi

berwarna

Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor,
isinya akan terisap keluar.

2. Pemeriksaan sterilitas

Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup
dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum
dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :

a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.

b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.

Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :

a. Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:

 Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan


Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
 Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan
pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai
pembanding digunakan Bacteriodes vulgatus atau Clostridium sporogenus.

b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan
asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik.

3. Pemeriksaan Pirogen

Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas. Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai mikroorganisme)
berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat
badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan.
(reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi
yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.

Cara menghilangkan pirogen

1. Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.) dipanaskan pada
suhu 2500 selama 30 menit

2. Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:

a. Dilakukan oksidasi :

 Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam


 1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4 0,1 N dan 5 ml
larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan
Air untuk injeksi.

b. Dilakukan dengan cara absorpsi :


Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3 Panaskan dalam
Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 600 selama 5 – 10 menit (
literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring
rangkap 2 atau dengan filter asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :

1. Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera
digunakan setelah disuling.

2. Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik

3. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin

Sumber pirogen :

1. Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.

2. Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.

Uji pirogenitas :

Dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan


penyunikan i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara
detailnya lihat FI.ed.II )

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna


Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari
samping. Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna
akan kelihatan pada latar belakang hitam.

5. Pemeriksaan keseragaman bobot

Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada
suhu 1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah
dengan air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai bobot
tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu

Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu wadah
yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.

Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.


Bobot yang tertera pada Batas penyimpangan (
etiket %)

Tidak lebih dari 120 mg 10,0


Antara 120 mg dan 300 7,5
mg 5,0
300 mg atau lebih
6. Pemeriksaan keseragaman volume

Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini.

Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan

cairan encer cairan kental

0,5 ml 0,10 ml ( 20 % ) 0,12 ml ( 24 % )

1,0 ml 0,10 ml ( 10 % ) 0,15 ml ( 15 % )

2,1 ml 0,15 ml ( 7,5 % 0,25 ml ( 12,5 % )


)
5,0 ml 0,50 ml ( 10 % )
0,30 ml ( 6 % )
10,0 ml 0,70 ml ( 7 % )
0,50 ml ( 5 % )
20,0 ml 0,90 ml ( 4,5 % )
0,60 ml ( 3 % )
30,0 ml 1,20 ml ( 4 % )
0,80 ml ( 2,6 %
50,0 ml atau lebih 3,00 ml ( 6 % )
)

2,00 ml ( 4 % )
 Syarat - Syarat Obat Suntik

Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair :

1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut dan
bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi
manusia.

2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk
suspensi.

3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.

4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose
darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa
dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.

5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik
dalam bentuk vegetatif maupun spora.

6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali
penyuntikan.

7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.

 Penandaan menurut FI.ed.IV

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.;
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100
ml atau kurang.

Penandaan : Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase
atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif,
cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa, nama pabrik pembuat dan
atau pengimpor serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan identitasnya. Wadah
injeksi yang akan digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih
dari 1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus intravena., untuk
injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera kesetaraan bobot terhadap U.I dan
tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan ditandai untuk menyatakan khasiatnya.

Pengemasan; Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal atau pemakaian


peridural dikemas hanya dalam wadah dosis tunggal.

 Cotoh Formulasi Sediaan Injeksi

a. Formulasi Injeksi Diazepam

1. Sediaan Parenteral Volume Kecil

a. Data Zat Aktif

1. Diazepam

Nama Zat Aktif Diazepam


Daftar Obat
Diatsepaami; Diazépam; Diazepám; Diazepamas;
Sinonim
Diazepamum;
LA-III; NSC-77518; Ro-5-2807; Wy-3467. 7-Chloro-
1,3-dihydro-

1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one.
Berat Molekul 284,74
Agak sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol,
Kelarutan
mudah larut dalam kloroform
Serbuk hablur, putih/ hampir putih, tidak berbau/
Pemerian hampir tidak berbau, mula-mula tidak mempunyai rasa
kemudian pahit
pH 6,2-7
pH
Injeksi diazepam= 6,2-6,9
Titik Lebur 130-1340C
Oral DM = 40 mg/h
Dosis
Injeksi = 2-10 mg (IM dan IV)
Khasiat Sedatifum
Mengantuk, berkunang-kunang, ataksia, kelelahan,
Efek Samping erubsi pada kulit, edema, mual dan konstipasi, sakit
kepala, amnesia, hipotensi
Larutan steril dari diazepam dalam API atau pelarut
Sterilisasi
lain yang cocok.sterilkan dengan cara filtrasi.
Penderita hipersensitif, bayi di bawah 6 bulan, wanita
Kontraindikasi hamil dan menyusui, depresi pernapasan, glaukoma,
gangguan pulmonary akut, keadaan phobia.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
b. Data Zat Tambahan

1. Propilenglikol

Dihidroksipropan, metil etilen glikol, propan 1,2


Sinonim
diol
Berat Molekul 76,09
Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, ethanol,
Kelarutan gliserin dan air. Larut dalam eter. Dan tidak dapat
bercampur dengan minyak mineral.
Sebagai pelarut, humektan, disinfektan dan anti
Fungsi
mikroba.
OTT Dengan bahan pengoksidasi kuat seperti potasium
permangat
Sterilisasi Autoklaf
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya

2. Ethanol 96%

Sinonim Alkohol
Berat Molekul 46,7
Kelarutan Dapat bercampur dengan kloroform,eter, gliserin dan
air.
Fungsi Sebagai pelarut, disinfektan dan anti mikroba
OTT Bereaksi dengan bahan pengoksidasi kuat dan
warnanya akan keruh jika bercampur dengan alkali.
Sterilisasi Aseptis
Pemerian Larutan jernih tidak berwarna,mengalir dan cairan
folatil, bau yang khas.

c. Formula Standar dari Fornas

Formularium Nasional

Injeksi Diazepam

Komposisi:

Tiap ml mengandung :

Diazepam 5 mg

Aqua pro injections 1 ml

Penyimpanan: Dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda, terlindung dari cahaya

Dosis: 2-10 mg (im dan iv) jika perlu diulang 2-4 jam

Catatan:

1. Air untuk injeksi dapat diganti dengan propilenglikol


2. disterilkan cara sterilisasi A atau C
d. Tak Tersatukan Zat Aktif (OTT) -

e. Usul Penyempurnaan Sediaan

Zat aktif diazepam dilarutkan dalam pelarut campur untuk meningkatkan daya
kelarutan diazepam dan menstabilkan sediaan.

d. Alat dan Cara Sterilisai

No Nama alat Jumlah Cara sterilisasi Waktu


1 Erlenmeyer 1 Oven 170◦ C 30 menit
2 Gelas ukur 1 Autoklaf 115-116◦C 30 menit
3 Beaker glass 1 Oven 170◦ C 30 menit
4 Spatula 1 Oven 170◦ C 30 menit
5 Batang pengaduk 1 Oven 170◦ C 30 menit
6 Kaca arloji 1 Oven 170◦ C 30 menit
7 Cawan penguap 2 Oven 170◦ C 30 menit
8 Pinset 1 Oven 170◦ C 30 menit
9 Jarum suntik 1 Autoklaf 115-116◦C 30 menit
10 Vial 2 Oven 170◦ C 30 menit
e. Formula Akhir

R/ Diazepam 10 mg
Propilenglikol 12 %
Etanol 96% 5%

NaOH qs

HCl qs
API ad 2 ml

f. Perhitungan Bahan

 Perhitungan Kd
Kd total
72 = (%alkohol x Kd alkohol) + (% propilenglikol x Kd Propilenglikol) +
(%api x Kd air )
72 = ( 5/100 x 25.7) + ( x/100 x 33) + (100-5-x/100 x 80)
72 = (128,5 /100) + ( 33x/100) + (7600-80x/100)
72 = (7728,5 – 47x/100)
X = 528,5/47
= 11,24 % = 12 %
 Propilenglikol yang dibutuhkan untuk 1 ampul
P = m/v à v= m/p = 0,24 g /1,038 g/ml = 0,23 ml
 Etanol yang dibutuhkan untuk 1 ampul
P = m/v à v= m/p = 0,1 g /0,83 g/ml = 0,12 ml
 Pengkajian Formulasi
Volume yang akan dibuat
( n+2 ) x V + 6 ml
= ( 3+2 ) x 2,15 + 6 ml
= 16,75 ml ≈ 25 ml
 Diazepam yang dibutuhkan
10 mg/2 ml x 25 ml = 125 mg = 1,25 g
 Propilenglikol yang dibutuhkan
0,23 ml/2 x 25 ml = 2,875 mlà Etanol yang dibutuhkan
0,12 ml/2 ml x 25 ml = 1,5 ml

g. Langkah Pembuatan

a. Penyiapan Aqua Pro Injeksi (API)


1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menyiapkan aqua bebas CO2 dan O2 dengan memanaskan aqua destilata
selama 30 menit terhitung sejak mendidih lalu dialiri gas nitrogen.
Sedangkan untuk pembebasan oksigen, pemanasan ditambah 10 menit lagi
sejak mendidih.

b. Pembuatan sediaan injeksi diazepam


1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Membungkus semua alat ke dalam kertas perkamen untuk dilakukan
proses sterilisasi awal (aseptis). Sterilisasi bahan pelarut campur.
3. Setelah semua alat dibungkus rapi, kemudian dimasukkan ke dalam alat
sterilisasi, oven dan autoklaf selama 30 menit
4. Setelah proses sterilisasi selesai, selanjutnya semua alat dan bahan yang
telah disterilisasi dibawa ke dalam white area untuk dibuka dan
melakukan proses penimbangan di grey area
5. Menimbang semua bahan-bahan yang dibutuhkan
6. Membuat pelarut campur, yang terdiri dari campuran propilenglikol,
etanol 96% dan API
7. Melarutkan zat aktif dengan pelarut campur sedikit demi sedikit ad larut
8. Setelah larut, campuran zat aktif dengan pelarut dicek pH, apakah telah
memenuhi syarat pH injeksi diazepam antara 6 – 6,9
9. Setelah nilai pH memenuhi standar, selanjutnya menambahkan sisa
pelarut campur ke dalam campuran zat aktif
10. Memasukkannya ke dalam vial dengan menggunakan spuit dan
Selanjutnya diberikan etiket.

2.5. Keuntngan dan Kerugian Sediaan Injeksi

1. Keuntungan Sediaan Injeksi


a. Dapat dicapai efek fisiologis segera, untuk kondisi penyakit tertentu
(jantung berhenti)
b. Baik untuk penderita yang tidak memungkinkan mengkonsumsi oral (sakit
jiwa atau tidak sadar)
c. Pemberian parenteral memberikan kemungkinan bagi dokter untuk
mengontrol obat, karena pasien harus kembali melakukan pengobatan
d. Pengobatan parenteral merupakan salah satu cara untuk mengoreksi
gangguan serius cairan dan keseimbangan elektrolit.
e. Bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis.
f. Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang
jika ke cairan lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
g. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
h. Dapat digunakan sebagai depo terapi
2. Kerugian Sediaan Injeksi
a. Pemberian sediaan parenteral harus dilakukan oleh personel yang terlatih
dan membutuhkan waktu pemberian yang lebih lama
b. Pemberian obat secara parenteral sangat berkaitan dengan ketentuan
prosedur aseptik dengan rasa nyeri pada lokasi penyuntikan yang tidak
selalu dapat dihindari
c. Bila obat telah diberikan secara parenteral, sukar sekali untuk
menghilangkan/merubah efek fisiologisnya karena obat telah berada dalam
sirkulasi sistemik
d. Harganya relatif lebih mahal, karena persyaratan manufaktur dan
pengemasan
e. Persyaratan sediaan parenteral tentang sterilitas, bebas dari partikulat,
bebas dari pirogen, dan stabilitas sediaan parenteral harus disadari oleh
semua personel yang terlibat. .
f. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan
efek fisiologisnya..
g. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien,
terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian
i.v.
h. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur
dosis.
i. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab
udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya
dapat berupa reaksi infeksi pada bagian yang diinjeksikan.
BAB III

PENUTUP

4.1 Simpulan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,
yang disuntikkan dengan cara menusuk jaringan ke dalam otot atau melalui
kulit. Pemberian injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan
dengan menggunakan teknik steril.

Dan obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi
pasien, diantaranya : Injeksi Subkutan (SC), Injeksi Intramuskular (IM),
Injeksi Intradermal (ID), Injeksi Intravena (IV).

4.2 Saran
Diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam makalah ini dan kita
selaku mahasiswa harus lebih memahami tentang sediaan injeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuni.2002.Ilmu Resep. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran

Anonim.1979.Farmakope Indoesia Edi III. Departemen Keseatan RI. Jakarta.12.

Anonim.1979.Farmakope Indoesia Edi IV. Departemen Keseatan RI. Jakarta.12.

http://majakoesoemasari.blogspot.com/2011/08/injeksi-intravena.html

http://www.google.com/http://altruisticobserver.wordpress.com/2011/12/24/tempat-
injeksi-subkutan-intramuskular/

(http://kamuskesehatan.com/arti/heparin/)

(http://www.ahlinyalambung.com)

(http://www.farmasiku.com)

https://ahdaini.wordpress.com/2012/04/08/preformulasi-injeksi-diazepam/

You might also like