You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOSPADIA

Praktik Klinik Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
Addinatul Muqtadiroh – 1614301029

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES TANJUNG KARANG
TAHUN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUANHIPOSPADIA

A. Definisi
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di bawah” dan
“spadon“ yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan
bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis
dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif
Mansjoer, 2000 : 374).
Hipospadia adalah kelainan congenital berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa
terletak pada glandular hingga perineal. (Purnomo, B, Basuki,2003).
B. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone Hormone yang dimaksud di sini
adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa
juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Mekanisme genetik yang tepat mungkin rumit
dan variabel. Penelitian lain adalah turunan autosomal resesif dengan manifestasi
tidak lengkap. Kelainan kromosom ditemukan secara sporadis pada pasien dengan
hipospadia.
3. Prematuritas Peningkatan insiden hipospadia ditemukan di antara bayi yang
lahir dari ibu dengan terapi estrogen selama kehamilan. Prematuritas juga lebih
sering dikaitkan dengan hipospadia.
4. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
.
C. Manifestasi Klinis
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian
bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian
punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan
membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
10. Pancaran air kencing pada saat BAK tidak lurus, biasanya kebawah, menyebar,
mengalir melalui batang penis, sehingga anak akan jongkok pada saat BAK.
11. Pada Hipospadia grandular/ koronal anak dapat BAK dengan berdiri dengan
mengangkat penis keatas.
12. Pada Hipospadia peniscrotal/ perineal anak berkemih dengan jongkok. Penis
akan melengkung kebawah pada saat ereksi.
D. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior (60-70%) Terletak di anterior yang terdiri dari tipe
glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis.
Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle (10-15%) Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal
penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan
skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau
glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan
bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada
maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada
dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe Posterior (20%) Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe
ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan
semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di distal, dimana
meatus terletak di ujung batang penis atau pada glans penis. Sisanya yang 10%
terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis, skrotum, atau perineum.
Kebanyakan komplikasinya kecil, fistula, skin tag, divertikulum, stenosis meatal
atau aliran kencing yang menyebar. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan mudah
melalui prosedur minor.

E. Patofisiologi dan Pathwat


F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan
pemeriksaan berikut untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan pada ginjal
sebagai komplikasi maupun kelainan bawaan yang menyertai hipospadia:
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP

G. Penatalaksanaan Klinik
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik
Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2
tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal
dan kulit penis.
b) Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih)
sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra
terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang
ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan
setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah
matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar
dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit
bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke
bawah. Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan
hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan
berbarengan dengan operasi hipospadi.
H. Pengkajian
A. Pengkajian
1. Identitas
Usia : ditemukan saat lahir
Jenis kelamin : hipospadia merupakan anomaly uretra yang paling sering terjadi
pada laki-laki dengan angka kemunculan 1:250 dari kelahiran
hidup. (Brough, 2007: 130)
2. Keluhan Utama
3. Lubang penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar
penis, penis melengkung kebawah, penis tampak seperti berkerudung karena
adanya kelainan pada kulit dengan penis, jika berkemih anak harus
duduk.(Muslihatum, 2010:163)
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang

Pada umumnya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing


yang tidak pada tempatnya sejak lahir dan tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Biasanya pasien dengan hipospadia ditemukan adanya penis yang melengkung
kebawah adanya lubang kencing tidak pada tempatnya sejak lahir

Riwayat Kongenital
1) Penyebab yang jelas belum diketahui.
2) Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik.
3) Lingkungan polutan teratogenik. (Muscari, 2005:357)
5. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran: Hipospadia terjadi karena adanya hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke-10 sampai minggu ke-14.
(Markum, 1991: 257
6. Activity Daily Life
1) Nutrisi : Tidak ada gangguan
2) Eliminasi : anak laki-laki dengan hipospadia akan mengalami kesukaran
dalam mengarahkan aliran urinnya, bergantung pada keparahan anomali,
penderita mungkin perlu mengeluarkan urin dalam posisi duduk. Konstriksi
lubang abnormal menyebabkan obstruksi urin parsial dan disertai oleh
peningkatan insiden ISK. (Brough, 2007: 130)
3) Hygiene Personal : Dibantu oleh perawat dan keluarga 4. Istirahat dan
Tidur: Tidak ada gangguan
7. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler: Tidak ditemukan kelainan
b. Sistem neurologi: Tidak ditemukan kelainan
c. Sistem pernapasan: Tidak ditemukan kelainan
d. Sistem integument: Tidak ditemukan kelainan
e. Sistem muskuloskletaL: Tidak ditemukan kelainan
f. Sistem Perkemihan:
- Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran
pada ginjal.
- Kaji fungsi perkemihan
- Dysuria setelah operasi
g. Sistem Reproduksi
- Adanya lekukan pada ujung penis
- Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
- Terbukanya uretra pada ventral
- Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan,
drinage. (Nursalam, 2008: 164)
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
- Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses
pembedahan (uretroplasti).
POST OPERASI
- Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
- Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan
kateter.
- Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak
setelah pembedahan.
- Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

9. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


PRE OPERASI
Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan
(uretroplasti)
Tujuan: anak dan orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh
ungkapan pemahaman tentang prosedur bedah
Intervensi:
1. Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan
pasca operasi yang diharapkan. Gunakan gambar dan boneka ketika
menjelaskan prosedur kepada anak. Jelaskan bahwa pembedahan dilakukan
dengan cara memperbaiki letak muara uretra. Jelaskan juga kateter urine
menetap akan dipasang, dan bahwa anak perlu direstrein untuk mencegah
supaya anak tidak berusaha melepas kateter. Beri tahu mereka bahwa anak
mungkin dipulangkan dengan keadaan terpasang kateter.
R: menjelaskan rencana pembedahan dan pasca operasi membantu
meredakan rasa cemas dan takut, dengan membiarkan anak dan orang tua
mengantisipasi dan mempersiapkan peristiwa yang akan terjadi. Simulasi
dengan mempergunakan gambar dan boneka untuk menjelaskan prosedur
dapat membuat anak memahami konsep yang rumit.
2. Beri anak kesempatan untuk mengekspresikan rasa takut dan fantasinya
dengan menggunakan boneka dan wayang.
R: mengekspresikan rasa takut memungkinkan anak menghilangkan rasa
takutnya, dan memberi anda kesempatan untuk mengkaji tingkat kognitif dan
kemampuan untuk memahami kondisi, serta perlunya pembedahan.
(Speer,2007:168)
POST OPERASI
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan: anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang ditandai oleh
menangis,gelisah, dan ekspresi nyeri berkurang.
Intervensi:
1. Kolaborasi dalam pemberian analgesic sesuai program
R: pemberian obat analgesik untuk meredahkan nyeri
2. Pastikan kateter anak dipasang dengan benar,serta bebas dari simpul
R: penempatan kateter yang tidak tepat dapat menyebabkan nyeri akibat
drainase yang tidak adekuat,atau gesekan akibat tekanan pada balon yang
digembungkan. (Speer,2007:169)

Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter


Tujuan: anak tidak mengalami infeksi yang ditandai oleh hasil urinalisis normal
dan suhu tubuh kurang dari 37,80c
Intervensi:
1. Pertahankan kantong drainase kateter dibawah garis kandung kemih dan
pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut.
R: mempertahankan kantong drainase tetap pada posisi ini mencegah infeksi
dengan mencegah urine yang tidak steril mengalir balik ke dalam kandung
kemih
2. Gunakan tekni aseptic ketika mengosongkan kantong kateter
R: teknik aseptic mencegah kontaminan masuk kedalam traktus urinarius.
3. Pantau urine anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi. Juga
periksa balutan bedah setiap 4 jam, untuk mengkaji bila tercium bau busuk
atau drainase purulen; laporkan tanda-tanda tersebut kepada dokter dengan
segera
R: tanda ini dapat mengindikasikan infeksi
4. Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangya 60 ml/jam
R: peningkatan asupan cairan dapat mengencerkan urine dan mendorong
untuk berkemih
5. Beri obat antibiotic profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah
infeksi. Pantau anak untuk efek terapeutik dan efek samping
R: pemantauan yang demikian membantu menentukan kemanjuran obat
antibiotic dan toleransi anak terhadap obat tersebut. (Speer,2007:169)

Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah
pembedahan
Tujuan: orang tua akan mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh
pengungkapan perasaan mereka tentang kelainan anak.
Intervensi:
1. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran
mereka tentang ketidaksempurnaan fisik anak. Fokuskan pada pertanyaan
tentang seksualitas dan reproduksi.
R: membiarkan orang tua mengekspresikan perasaan serta kekhawatiran
mereka, dapat memberikan perasaan didukung dan dimengerti sehingga
mengurangi rasa cemas mereka. Mereka cenderung merasa sangat khawatir
terhadap efek kelainan, pada aspek seksualitas dan reproduksi.
2. Bantu orang tua melalui proses berduka yang normal
R: proses berduka memungkin orang tua dapat melalui kecemasan dan
perasaan distress mereka.
3. Rujuk orang tua kepada kelompok pendukung yang tepat, jika diperlukan
R: kelompok pendukung dapat membantu orang tua mengatasi
ketidaksempurnaan fisik anak.
4. Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple,
dan jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
R: perbaikan yang sudah dilakukan melaui pembedahan perlu berlangsung
secara bertahap. Dengan mendiskusikan hal ini dengan orang tua dan
member kesempatan mengekspresiakan perasan mereka dapat mengurangi
kecemasan. (Speer,2007:170)

Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah Tujaun: orang tua


mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan di rumah, dan
mendemonstrasikan prosedur perawatan dirumah
Intervensi:
1. Ajarkan orang tua tanda serta gejala infeksi saluran kemih atau infeksi pada
area insisi, termasuk peningkatan suhu, urine keruh, dan drainase purulen dari
insisi
R: mengetahui tanda dan gejala infeksi mendorong orang tua mencari
pertolongan medis ketika membutuhkannya
2. Ajarkan orang tua cara merawat kateter dan penis, termasuk membersihkan
daerah sekeliling kateter, mengosongkan kantong drainase dan memfiksasi
kateter; jelaskan pentingnya memantau warna serta kejernihan urine
R: informasi semacam ini dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
penatalaksanaan keperawatan di rumah dan membantu mencegah kateter
lepas serta infeksi
3. Anjurkan orang tua untuk mencegah anak untuk tidak mengambil posisi
mengangkang, saat mengendarai sepeda atau menunggang kuda
R: posisi mengangkang dapat menyebabkan kateter terlepas dan merusak
area operasi
4. Apabila dibutuhkan, ajarkan orang tua tentang tujuan dan penggunaan obat
antibiotik serta obat-obatan, untuk spasme kandung kemih (meperidin
hidroklorida [Demerol], asetaminofen[Tylenol]); jelaskan juga perincian tentang
pemberian, dosis dan efek samping
R: obat analgesic dapat mengendalikan rasa nyeri. Spasme kandung kemih
dapat terjadi akibat iritasi kandung kemih. Dengan mengetahui efek samping
mendorong orang tua mencari pertolongan medis ketika membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta. DPP PPNI
De Jong Wim, Samsuhidajat R. BukuAjarIlmuBedah. Ed.2. PenerbitBukuKedokteran
ECG. Jakarta.
Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media
Aesculapius.

You might also like