You are on page 1of 6

Kasus : Diagnosa kombinasi untuk D14.3 dan J90 adalah C78.

2
Penjelasan : - C78.2 bukan kode gabung antara kode benign neoplasm of bronchus
lug (D14.3) dan pleural effusion,not elsewhere classified (J90).
- C78.2 dikoding jika efusi pleura menunjukkan keganasan yang tegak
secara medis. Perhatikan juga diagnosa utama atau sekunder lain
apakah sudah pernah ditegakkan primary cancer. Jika tidak ada
riwayat primary cancer, namun ditemukan keganasan pada cairan
pleura maka dikoding C38.
- Hanya jika hasil pemeriksaan cairan pleura terbukti keganasan. Jika
tidak terbukti keganasan maka tetap dikode sebagai J90

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Kasus : Diagnosa utama Hipertensi dengan Gagal Ginjal disertai atau tidak
disertai gagal jantung. Diagnosa sekunder : Udem Paru
Penjelasan : - Sesuai kaidah koding, Hipertensi dengan gagal ginjal yang
disertai gagal jantung,maka udem paru tidak dikoding terpisah
dan dikode I13.2
- Jika diagnosa utama hipertensi dengan gagal ginjal maka dikode
I12.0 dan Udem Paru ( J81) dikode tersendiri. Walaupun secara
klinis, udem paru merupakan bagian dari tanda dan gejala dari
acute on chronic renal failure (overload Syndrome).
Perhatian Khusus : Kriteria Pulmonay Oedema = gejala klinik sesak, takikardi,
ronkhi. Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang
terekam dalam resume medis dan ada terapi diuretik dan
oksigen yang diberikan

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Kasus :Cardiac Arrest, Unspecified ( I46.9)

Perhatian : 1. Cardiac Arrest dapat terjadi pada semua kasus (tidak


Khusus hanya penyakit jantung) & ada bukti penatalaksanaan Cardiac
Arrest yaitu CPR.
2. Cardiac Arrest tidak dapat digunakan pada pasien DOA
3. Koding Ina CBG’s adalah kode morbiditas

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017


Kasus : Cerebral Infraction ( I63)
Perhatian Khusus : - Hasil Imaging ( contoh CT Scan ) diperhatikan untuk penegakan
tambahan jenis stroke hemorrhagic atau non hemorrhagic.
- Kode I64 digunakan hanya untuk kasus stroke yang tidak
spesifik apakah infark atau perdarahan. Pastikan pemeriksaan
penunjang, klinis dan scoring.
- Perhatikan kode sequele ( I69) dimana “ sequelae adalah suatu
gejala “”late effect”” atau gejala yang menyerupai atau gejala
yang menetap satu tahun atau lebih seteleh onset serangan.
- I63 : Jika Hasil Pemeriksaan CT Scan (+) infark.
- I60 : Jika perdarahan subarachnoid
- I61 : jika perdarahan Intracerebral
- I62 : Jika perdarahan lain di otak

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Kasus : Pneumonia ( J18)


Perhatian Khusus : - Kode kombinasi diagnosa Pneumonia dengan PPOK : J44.0
- Kode Pneumonia dengan organisme penyebab spesifik ada pada
J12 – J17
- Pneumonia dapat didiagnosa sesuai dengan KMK RI
No.HK.02.02/MENKES/514/2015 yaitu Jika pada foto thoraks
terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2
atau lebih gejala dibawah ini :
1. Batuk-batuk bertambah
2. Perubahan karakteristik dahak / purulen
3. Suhu Tubuh >38°C (aksila) / riwayat demam
4. Pemeriksaan fisik : ditemukan tanda-tanda konsolidasi,
suara napas bronkhial dan ronkhi
5. Leukosit > 10.000 atau < 4500

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Kasus : Diagnosa Gastritis ( K29)

Perhatian : Penegakan diagnosa gastritis setelah konfirmasi hasil


pemeriksaan penunjang Endoskopi

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017


Kasus :Diagnosa Dyspepsia (K30)

Perhatian :1. Penegakan diagnosa dyspepsia bisa dengan gajala klinis. Sebelum
ada pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, diagnosa yang
tegak adalah Dyspesia (K30).
2. Jika dilakukan pemeriksaan penunjang maka diagnosa
disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang.
3. Indikasi untuk dilakukan endoskopi apada kasus dyspepsia
dengan alarm symptom seperti : berat badan menurun, tidak bisa
menelan, demam, perdarahan atau ketersediaan sarana dan
prasarana.

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Kasus : Respiratory Arrest ( R09.2)

Perhatian : Respiratory Arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosa sekunder


bila memenuhi seluruh kriteria berikut ini :
1. Terdapat usaha resusitasi dan atau pemakaian alat bantu
napas
2. Bila terkait dengan diagnosa primer
3. Merupakan perjalanan penyakit primer

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Kasus : Diagnosa Sekunder shock kardiogenik pada Kasus Meninggal


Perhatian : Kondisi syok Kardiogenik dapat menjadi dianosis sekunder terutama
pada pasien penyakit jantung dengan bukti tertulisnya kriteria kliniks
dalam rekam medis berupa :
1. Penurunan Tekanan darah
a. TD < 90 mmHg tanpa inotropik, atau
b. TD < 80 mmHg dengan inotropik
2. Penurunan Ejection Fraction ( EF < 50%)

Berita Acara Kesepakatan bersama JP.02.03/3/1906/2017

Diagnosis utama adalah diagnosis yang ditegakkan oleh dokter pada akhir episode
perawatan yang menyebabkan pasien mendapatkan perawatan atau pemeriksaan lebih
lanjut. Jika terdapat lebih dari satu diagnosis, maka dipilih yang menggunakan sumber
daya paling banyak. Jika tidak terdapat diagnosis yang dapat ditegakkan pada akhir
episode perawatan, maka gejala utama, hasil pemeriksaan penunjang yang tidak normal
atau masalah lainnya dipilih menjadi diagnosis utama.

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s


 Diagnosis Sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis utama pada
saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode perawatan. Diagnosis
sekunder merupakan komorbiditas dan/atau komplikasi.
 Komorbiditas adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau kondisi
yang sudah ada sebelum pasien masuk rawat dan membutuhkan pelayanan
kesehatan setelah masuk maupun selama rawat.
 Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam masa perawatan dan
memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode pelayanan, baik yang
disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien.

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s

Ketentuan tambahan terkait dengan episode rawat jalan yaitu :


1. Pada pemeriksaan penunjang yang tidak dapat dilakukan pada hari yang sama yaitu
pemeriksaan penunjang yang sesuai indikasi medis memerlukan persiapan khusus dan
atau kendala kapasitas pelayanan penunjang maka tidak dihitung sebagai episode
baru.
2. Pasien yang mendapatkan pemeriksaan penunjang dan hasil pemeriksaan tersebut
tidak dapat diselesaikan pada hari yang sama akan mendapatkan pelayanan konsultasi
dokter lanjutan dan merupakan episode baru.

Pasien A berkunjung ke dokter pada tanggal 1 Januari 2016 dan dilakukan pemeriksaan
penunjang kemudian konsultasi ke dokter kembali pada hari yang sama, maka
rangkaian tersebut adalah satu episode.

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s


Pasien B datang ke rumah sakit tanggal 1 Januari 2016 karena pemeriksaan penunjang tidak
dapat dilakukan pada hari yang sama, sehingga pemeriksaan penunjang dilakukan pada tanggal
2 januari 2016. Pada tanggal 3 januari 2016 pasien datang kembali untuk konsultasi ke dokter
dengan membawa hasil pemeriksaan penunjangnya. Maka episode pelayanan pasien B adalah 2
episode yaitu sebagai berikut :
(1) Episode pertama tanggal 1 januari 2016 dan 2 januari 2016 terdiri dari konsultasi dokter
dan pemeriksaan penunjang
(2) Episode kedua tanggal 3 januari 2016 untuk konsultasi dokter

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s

Pasien C (pasien lama) datang ke rumah sakit pada tanggal 9 Februari 2016 untuk
dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada tanggal 10 Februari 2016 pasien datang kembali
Untuk konsultasi ke dokter. Maka episode pelayanan pasien C adalah satu episode yaitu
tanggal 10 Februari 2016 yang terdiri dari pemeriksaan penunjang dan konsultasi dokter

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s


Ketentuan tambahan terkait dengan episode rawat inap yaitu :
a. Pelayanan rawat inap yang menjadi kelanjutan dari proses perawatan di rawat jalan atau
gawat darurat, maka pelayanan tersebut sudah termasuk dalam satu episode rawat inap.
b. Pelayanan IGD lebih dari 6 jam, telah mendapatkan pelayanan rawat inap dan secara
administrasi telah menjadi pasien rawat inap termasuk satu episode rawat inap.
c. Dalam hal pasien telah mendapatkan pelayanan rawat inap yang lama perawatan kurang
dari 6 jam dan pasien meninggal termasuk satu episode rawat inap.
d. Untuk pasien mendapatkan pelayanan rawat inap kurang dari 6 jam yang selanjutnya
dirujuk, maka ditetapkan sebagai episode rawat jalan

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s

Dalam hal pasien dirawat inap dan mendapat rencana operasi :


1. Pasien batal operasi atas alasan medis dan harus dilakukan rawat inap atas kondisi
tersebut maka ditagihkan sebagai rawat inap dengan diagnosis yang menyebabkan batal
operasi
2. Pasien batal operasi atas alasan medis namun dapat dilakukan terapi rawat jalan atau
pulang maka dapat ditagihkan sebagai rawat inap dengan kode diagnosis Z53.0
3. Pasien batal operasi atas alasan kurangnya persiapan operasi oleh FKRTL maka tidak
dapat ditagihkan.

PMK 76 Tahun 2016 Tentang Pedoman INA CBG’s

You might also like