You are on page 1of 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Perusahaan didirikan bertujuan untuk memperoleh pendapatan dan

keuntungan, memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham (pemilik

perusahaan) dengan tuntutan agar memanfaatkan sumber daya yang terbatas dan

beroperasi pada tingkatan produktivitas yang optimal. Usaha yang dilakukan

perusahaan demi kesejahteraan pemegang saham cenderung dilakukan dengan

berbagai cara, baik dalam batasan wajar maupun yang berindikasi kecurangan.

Salah satu yang menjadi perhatian perusahaan dalam meningkatkan keuntungan

yakni mengurangi biaya atau beban perusahaan. Beban atau biaya adalah

pengurang pendapatan yang akan mengurangi jumlah keuntungan atau laba dalam

suatu perusahaan, salah satu beban yang banyak dihindari perusahaan yakni beban

pajak (Suandy, 2013).

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang berasal dari

rakyat (Nurfadilah, dkk. 2016). Pajak yang dipungut oleh Negara difungsikan

sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah

dan difungsikan sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan di

bidang sosial dan ekonomi serta digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat (Damayanti dan Susanto, 2015). Dalam konteks perpajakan, perusahaan

adalah wajib pajak yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya, hal ini menunjukan besarnya peran pajak untuk menunjang

13
2

kesejahteraan dan kemajuan negara (Deiya dan Bambang, 2016). Besarnya

peranan pajak untuk membiayai pembangunan nasional agar menciptakan

kesejahteraan dan kemajuan negara tidak sesuai dengan kenyataan. Tabel 1.1

berikut ini menunjukkan pencapaian penerimaan pajak Negara Indonesia selama

tahun 2011 sampai dengan 2017 :

Tabel 1.1
Penerimaan Pajak 2011-2017
(dalam triliun rupiah)
Anggaran Realisasi Penerimaan Persentasi Realisasi
Tahun
Penerimaan Pajak Pajak Penerimaan Pajak
2011 850 874 102,78%
2012 1033 980 94,96%
2013 1148 1077 93,81%
2014 1280 1147 89,57%
2015 1489 1253 84,15%
2016 1547 1284 83,08%
2017 1283 1151 89,74%
Sumber: data diolah, Diretorat Jendral Pajak 2017

Pada tabel 1.1, penerimaan negara yang berasal dari sektor pajak pada Tahun

2011 mencapai 102,78% melebihi target anggaran, namun pada Tahun 2012

sampai 2016 penerimaan pajak tidak mencapai target. Realisasi penerimaan

negara dari sektor pajak yang meliputi semua jenis pajak pada Tahun 2012

sebesar 94,96%, lebih rendah 7,82% daripada tahun sebelumnya, kemudian

mengalami penurunan sebesar 1,15% pada Tahun 2013 menjadi 93,81%,

sedangkan Tahun 2014 realisasi penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar

4,24% dari Tahun 2013 menjadi 89,57%, Tahun 2015 sebesar 84,15%, lebih

rendah 1,18% dari jumlah penurunan Tahun 2014 dan Tahun 2016 realisasi

penerimaan pajak mengalami penurunan 1,12% dari Tahun 2015 sebesar 83,08%

dan pada Tahun 2017 anggaran penerimaan pajak diturunkan dibanding tahun
3

2016 dengan realisasi penerimaan pajak sebesar 89,74%. Ini menunjukkan dari

Tahun 2011 hingga Tahun 2016 persentasi penerimaan pajak negara terus

mengalami penurunan karena tidak mencapai target anggaran dan pada Tahun

2017 mengalami peningkatan sebesar 6,6% dibanding tahun sebelumnya,

meskipun secara fisik jumlah penerimaan pajak meningkat dari tahun ke tahun.

Penerimaan pajak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yakni

upaya efisiensi beban pajak oleh wajib pajak. Perusahaan memiliki ruang besar

untuk melakukan efisiensi pajak. Sebagian besar perusahaan cenderung

mengindentikan pajak sebagai biaya, sehingga perusahaan akan meminimalkan

biaya pajak agar laba perusahaan menjadi optimal. Persaingan dunia usaha juga

semakin ketat, menyebabkan perusahaan melakukan upaya agar memenangkan

persaingan dengan melakukan efisiensi diberbagai bidang, salah satunya bidang

perpajakan (Suarningrat dan Setiawan, 2013).

Perusahaan memandang pajak sebagai biaya yang akan mengurangi

penghasilan sehingga akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna

mengoptimalkan laba (Suandy, 2013). Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan

daya saing maka manajer wajib menekan biaya seoptimal mungkin. Demikian

pula dengan kewajiban membayar pajak, karena biaya pajak akan menurunkan

laba setelah pajak (after tax profit), tingkat pengembalian (rate of return), dan

arus kas (cash flows) (Suandy, 2013).

Beban pajak dapat dikurangi dengan dua cara tax evasion (penggelapan

pajak) dan tax avoidance (penghindaran pajak) (Sari,dkk. 2016). Tax avoidance

dilakukan dengan metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan


4

kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan

peraturan perpajakan itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang

(Pohan, 2013). Penghindaran pembayaran pajak memang tidak melanggar hukum,

tetapi secara sengaja menyembunyikan dana untuk menghindari pajak adalah

suatu pelanggaran (British Broadcasting Company, 2015)

Perusahaan yang berperilaku tax avoidance dianggap tidak bertanggung

jawab secara sosial. Menurut World Bank Group tanggung jawab sosial

perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) disebut sebagai komitmen

bisnis berkelanjutan yang berkontribusi bagi ekonomi dan berpengaruh pada

lingkungan sekitar dan masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas sarana dan

keberlangsungan hidup masyarakat. Dari definisi tersebut dapat disebutkan bahwa

pajak dan Corporate Social Responsibility sama-sama ditujukan untuk

kesejahteraan umum. Namun bedanya adalah pajak dikelola oleh pemerintah

pusat maupun daerah yang kemudian didistribusikan kepada masyarakat umum

sedangkan biaya pelaksanaan Corporate Social Responsibility dikelola

perusahaan untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat umum (Hidayati

dan Fidiana, 2017).

Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Indonesia diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan Perseroan Terbatas, namun peraturan ini hanya mewajibkan

perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam, sehingga perusahaan yang

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya hanya sebagai formalitas


5

(Tiarawati, 2015). Pelaksanaan Corporate Social Responsibility juga diatur dalam

PSAK No. 1 P.12 Revisi Tahun 2013 yang berbunyi:

“Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan


mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan
penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok
pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan
tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.”

Pada PSAK 1 tersebut penyajian laporan lingkungan bersifat sukarela, berbeda

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 yang mewajibkan penyajian

laporan lingkungan walaupun dalam hal ini objek yang dituju dua peraturan

tersebut sama yakni perusahaan yang berkaitan dengan sumber daya alam.

Perbedaan ini menyebabkan pelaksanaan Corporate Social Responsibility di

Indonesia belum optimal, selain karena inkonsistensi peraturan yang ada di

Indonesia, juga disebabkan karena mayoritas perusahaan di Indonesia belum

sepenuhnya percaya dengan adanya kegiatan tanggung jawab sosial dan

lingkungan perusahaan yang dapat membantu dan menjamin bahwa kegiatan

tersebut saling menguntungkan bagi perusahaan dan masyarakat lokal. Dalam hal

pengungkapannya, perusahaan merasa terbebani oleh dua beban yang berbeda

yaitu beban Corporate Social Responsibility dan beban pajak (Setiadji, 2010).

Beban pajak yang ditanggung perusahaan mengenai perlakuan Pajak

Penghasilan atas pengeluaran yang dikeluarkan dalam rangka Corporate Social

Responsibility diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008. Pada dasarnya kedua beban

tersebut dapat digunakan untuk mensejahterakan masyarakat, namun agar

perusahaan tidak terbebani dengan dua beban tersebut maka perusahaan mencari

cara untuk meminimalkan pajak melalui aktifitas corporate social responsibility.


6

Dalam hal meminimalkan beban pajak melalui aktifitas corporate social

responsibility, perusahaan menggunakan strategi khusus pada Pajak Penghasilan

(PPh) sehingga biaya yang dikeluarkan untuk program corporate social

responsibility dapat dibebankan sebagai biaya yang dapat mengurangi laba kena

pajak (Tiarawati, 2015). Dapat disimpulkan bahwa pengungkapan Corporate

Social Responsibility dalam laporan tahunan perusahaan bisa menjadi salah satu

cara perusahaan untuk melakukan tax avoidance.

Penelitian yang dilakukan Deiya dan Bambang (2016) dan Prasista dan

Setiawan (2016) membuktikan corporate social responsibility berpengaruh

terhadap tax avoidance sedangkan penelitian yang dilakukan Winarsih, dkk

(2013) membuktikan corporate social responsibility tidak berpengaruh terhadap

tax avoidance. Deiya dan Bambang (2016) manyatakan hubungan antara

corporate social responsibility dengan tax avoidance menunjukan bahwa

perusahaan yang sadar sosial tidak akan melakukan tindakan menurunkan beban

pajak. Hal ini terjadi karena perusahaan menyadari bahwa prinsip tanggung jawab

sosial yang dijalankannya tidak sesuai dengan tindakan perusahaan dalam

menurunkan beban pajak.

Peningkatan transparansi terhadap pemegang saham dalam hal pajak

semakin dituntut oleh otoritas publik. Asumsinya bahwa dampak dari perilaku tax

avoidance dari suatu perusahaan membuat pemegang saham sadar agar tidak ingin

perusahaan mereka turut agresif dalam hal pajak dan segera mencegah tindakan

tersebut jika mereka tahu sebelumnya karena pengawasan dari otoritas publik

(Annisa dan Kurniasih, 2012). Oleh karena tuntutan otoritas publik terhadap
7

transparansi dalam pelaporan, membuat pemegang saham berpikir bahwa kualitas

audit dalam suatu perusahaan merupakan hal yang vital. Kualitas audit merupakan

kemampuan untuk menemukan dan melaporkan ketidakwajaran maupun

kecurangan dalam laporan keuangan auditan. Indikator yang tepat untuk

mengukur kualitas audit belum ada kesepakatan hingga saat ini. Namun penelitian

yang dilakukan oleh Aditama (2017) menggunakan dicretionary accruals untuk

mengukur kualitas audit suatu perusahaan.

Telah terbuti dari penelitian Deiya dan Bambang (2016), dan Khairunisa, dkk

(2017) kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance. Kualitas audit yang

diproksikan dengan dicretionary accruals dan telah digunakan beberapa peneliti

sebelumnya (Myers et al., 2003; Manry et al., 2008; dan Giri, 2010). Aditama

(2017) menjelaskan tingginya tingkat akrual berhubungan positif dengan

kegagalan audit serta kurangnya konservatisme auditor. Tingkat akrual yang

rendah diasosiaskan dengan tingginya tingkat konservatisme yang dimiliki

seorang auditor sehingga dipandang dapat meningkatan kualitas audit.

Variabel lain yang juga mempengaruhi tax avoidance adalah leverage.

Leverage merupakan rasio yang menunjukkan besarnya komposisi utang suatu

perusahaan. Pada umumnya perusahaan menggunakan utang kepada pihak ketiga

dalam menjalankan aktivitas operasi perusahaan. Penambahan sejumlah utang

suatu perusahaan akan menimbulkan beban bunga yang menjadi pengurang beban

pajak perusahaan (Nurfadilah, 2016). Hal ini berkaitan dengan Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 46/PJ.4/1995. Penelitian yang dilakukan oleh

Dewinta dan Setiawan (2016) dan Kuriah dan Asyik (2016) menunjukan bahwa
8

leverage berpengaruh terhadap tax avoidance, berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Nurfadilah, dkk (2016) yang menyatakan leverage tidak

berpengaruh terhadap tax avoidance.

Variabel lain yang mempengaruhi tax avoidance adalah ukuran

perusahaan. Penelitian yang dilakukan Rinaldi dan Charoline (2015), Sari, dkk

(2016) menunjukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap tax

avoidance, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rusyidi (2013) dan

Khairunisa, dkk (2017) menunjukkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh

terhadap tax avoidance. Menurut Rusyidi (2013) bahwa semakin besar perusahaan

maka efektif tax rate (ETR) semakin kecil, data tersebut menunjukkan semakin

meningkatnya tindakan tax avoidance. Dapat disimpulkan bahwa ukuran sebuah

perusahaan akan menentukan prilaku perpajakannya. Perusahaan besar akan

menjadi sorotan pemerintah, sehingga akan menimbulkan kecenderungan bagi

para manajer perusahaan untuk berlaku agresif atau patuh. Semakin besar ukuran

perusahaan, maka perusahaan akan lebih mempertimbangkan risiko dalam hal

mengelola beban pajaknya.

Penelitian ini merujuk pada penelitian Khairunisa, dkk (2017) yang

meneliti tentang pengaruh kualitas audit, corporate social responsibility, dan

ukuran perusahaan terhadap tax avoidance. Hasil penelitian Khairunisa, dkk

(2017) menunjukkan bahwa kualitas audit dan corporate social responsibility

berpengaruh terhadap tax avoidance, sedangkan ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap tax avoidance. Ada tiga perbedaan penelitian ini dengan

penelitian Khairunisa, dkk (2017). Pertama, penelitian Khairunisa, dkk (2017)


9

menemukan bahwa variabel kualitas audit dan corporate social responsibility

berpengaruh terhadap tax avoidance, sedangkan ukuran perusahaan tidak

memiliki pengaruh terhadap tax avoidance. Penelitian ini memiliki koefisien

determinasi yang cukup tinggi, namun masih dapat ditingkatkan lagi. Oleh karena

itu, peneliti menambahkan satu variabel independen, yaitu leverage karena

peningkatan leverage akan memberikan keuntungan bagi perusahaan berupa tax

shield sesuai trade off theory dimana tax shield secara tidak langsung adalah salah

satu tindakan tax avoidance melalui struktur modal perusahaan. Peneliti

mengharapkan dengan adanya penambahan satu variabel independen akan

meningkatkan koefisien determinasi terhadap variabel dependen.

Kedua, penelitian Khairunisa, dkk (2017) menggunakan periode penelitian

2011 – 2015 (lima tahun), sedangkan penelitian ini memperpanjang periode

penelitian mulai 2011–2016 (enam tahun). Hal ini bertujuan agar data sampel

penelitian lebih banyak sehingga hasil penelitian diharapkan lebih baik dan

akurat. Selain itu, data yang digunakan lebih baru sehingga lebih menggambarkan

aktivitas dan kondisi perusahaan terkini.

Ketiga, Khairunisa, dkk (2017) menggunakan perusahaan manufaktur

sektor makanan dan minuman, sedangkan penelitian ini menggunakan seluruh

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Alasan pemilihan seluruh

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena tanggung jawab sosial

perusahaan tidak terbatas pada Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012

dimana setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial

dan lingkungan. Kewajiban ini berlaku bagi perseroan yang menjalankan bidang
10

usahanya berkaitan dengan sumberdaya alam. Peraturan Pemerintah Nomor 47

Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

(selanjutnya disebut PP Corporate Social Responsibilty). Dalam UU PT,

pengaturan mengenai Corporate Social Responsibilty terdapat dalam Pasal 74.

Pasal 74 menegaskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang

dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung

Jawab Sosial dan Lingkungan, yang mana kewajiban tersebut dianggarkan dan

diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan

memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Namun, melalui penelitian pada seluruh

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia ini, dapat diperoleh informasi

sejauh mana perusahaan merasa terlibat dan bertanggung jawab pada sosial dan

lingkungan.

Dengan adanya perbedaan hasil penelitian - penelitian sebelumnya, maka

penelitian ini berjudul: “Pengaruh Corporate Social Responsibility, Kualitas

Audit, Leverage, dan Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance (Studi

Empiris pada Perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia Tahun

2011– 2017)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat dituliskan

perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah corporate social responsibility, kualitas audit, leverage, dan

ukuran perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap tax

avoidance?
11

2. Apakah corporate social responsibility berpengaruh terhadap tax

avoidance?

3. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance?

4. Apakah leverage berpengaruh terhadap tax avoidance?

5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance?

1.3. Tujuan Penelitian

Bertolak pada latar belakang permasalahan diatas maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh corporate social

responsibility, kualitas audit, leverage, dan ukuran perusahaan

berpengaruh secara simultan terhadap tax avoidance.

2. Untuk memberikan bukti empiris seberapa besar pengaruh corporate

social responsibility berpengaruh terhadap tax avoidance.

3. Untuk memberikan bukti empiris seberapa besar pengaruh kualitas

audit berpengaruh terhadap tax avoidance.

4. Untuk memberikan bukti empiris seberapa besar pengaruh leverage

berpengaruh terhadap tax avoidance.

5. Untuk memberikan bukti empiris seberapa besar pengaruh ukuran

perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi Perusahaan
12

Diharapkan dapat memberi pemahaman tentang tata kelola perusahaan yang

baik agar diterapkan dengan tujuan menghindari praktik tax avoidance.

2. Bagi Pemerintah

Diharapkan menjadi salah satu bahan pertimbangan pemerintah dalam

mendeteksi dan meminimalisir praktik tax avoidance.

3. Bagi Peneliti

Diharapkan berguna dalam pengembangan teori dan pengetahuan di bidang

akuntansi, dan menjadi referensi tambahan pada penelitian selanjutnya.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori agensi menjelaskan bahwa organisasi merupakan jaringan hubungan

kontraktual antara manajer (agent) dengan pemegang saham, kreditur, dan pihak

lainnya (principal). Dalam teori ini, agen diasumsikan sebagai individu yang

rasional, memiliki kepentingan pribadi dan berusaha memaksimalkan kepentingan

pribadinya. Manajer sebagai agen bertanggung jawab untuk mengoptimalkan

keuntungan para pemilik, namun di sisi lain manajer juga memiliki kepentingan

memaksimalkan kesejahteraan mereka sehingga ada kemungkinan besar agen

tidak selalu bertindak demi kepentingan pribadi (Rinaldi dan Charoline, 2015).

Keputusan manajer melakukan aktivitas tax avoidance merupakan salah

satu masalah keagenan. Keputusan manajer untuk melakukan tax avoidance

mungkin dilakukan untuk kepentingan pribadi manajer (misalnya kepentingan

terhadap laba tinggi). Namun demikian, bisa saja keputusan ini bukan keputusan

yang paling sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Manajer mungkin saja

hanya mengambil keputusan tax avoidance berdasarkan kepentingan jangka

pendek. Di sisi lain pemegang saham akan memandang dari sudut pandang

kepentingan jangka panjang. Dari sinilah muncul masalah keagenan di mana

kepentingan manajer berbeda dengan kepentingan pemegang saham (Purwanto,

2016). Hal tersebut menimbulkan asimetris informasi antara pemegang saham

dengan manajer perusahaan.


14

2.1.2 Trade-off Theory

Trade-off Theory mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan

merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang

dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut

(Jogiyanto, 2003). Esensi trade off theory dalam struktur modal adalah

menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat

penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih

diperkenankan. Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih

besar, maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan.

Teori ini menjelaskan sebuah perusahaan yang struktur modalnya tanpa

menggunakan hutang dan yang keseluruhan menggunakan hutang. Perusahaan

tanpa menggunakan hutang dalam modalnya akan membayar pajak yang lebih

besar daripada perusahaan yang menggunakan hutang. Hal tersebut akan

mempengaruhi nilai perusahaan. Nilai perusahaan dengan menggunakan hutang

akan lebih besar dibanding perusahaan tanpa menyertakan hutang dalam

modalnya. Perusahaan dengan modal keseluruhan hutang dikatakan buruk karena

dalam setiap hutang terdapat bunga hutang yang dibayarnya. Dengan keseluruhan

hutang dalam modal perusahaan, dalam setiap keuntungan perusahaan tersebut

akan menggunakan labanya untuk membayar bunga. Tentu keadaan tersebut tidak

menguntungkan bagi sebuah perusahaan. Perusahaan dapat melakukan

perhitungan mengenai struktur modal optimal dengan mempertimbangkan

peningkatan nilai perusahaan dan biaya yang akan muncul.


15

Trade-off theory pada struktur modal dapat menjelaskan perbedaan

struktur modal yang ditargetkan perusahaan. Teori ini menyatakan, kemampuan

perusahaan untuk membayar bunga menunjukkan kapasitas hutang yang lebih

besar. Brigham dan Houston (2010) menjelaskan mengenai ringkasan teori

pertukaran (trade-off theory) yakni adanya fakta bahwa bunga yang dibayar

sebagai beban pengurangan pajak membuat hutang menjadi lebih murah

dibandingkan dengan saham biasa atau saham preferen. Secara tidak langsung,

perusahaan membayar sebagian biaya hutang atau dengan kata lain hutang

memberikan manfaat perlindungan pajak.

2.1.3 Teori Stakeholder

Stakeholder merupakan semua pihak yang keberadaannya sangat

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu perusahaan, seperti : karyawan,

masyarakat, perusahaan pesaing dan pemerintahan. Hidayati dan Fidiana (2017)

berpendapat bahwa kelompok tersebut menjadi pertimbangan paling penting

untuk perusahaan mengungkapkan informasinya. Perusahaan merupakan entitas

yang beroperasi bukan hanya untuk kepentingan perusahaan itu sendiri melainkan

juga harus memberikan manfaat kepada stakeholder-nya. Oleh sebab itu,

dukungan dari stakeholder sangat mempengaruhi keberadaan suatu perusahaan.

Menurut teori stakeholder, perusahaan melakukan Corporate Social Responsibilty

untuk memenuhi ekspektasi dari stakeholder perusahaan seperti karyawan,

supplier, customer, dan masyarakat. Dengan demikian perusahaan sudah

seharusnya memberikan kontribusi kepada para stakeholdernya melalui aktivitas

Corporate Social Responsibilty. Untuk mendapatkan legitimasi dari


16

stakeholdernya, aktivitas Corporate Social Responsibilty perusahaan yang

dilakukan sepanjang tahun pada umumnya akan dilaporkan dan diungkapkan

dalam laporan tahunan, laporan keberlanjutan, atau pada situs perusahaan.

Perusahaan melakukan aktvitas Corporate Social Responsibilty yang memiliki

nilai tambah, seperti pegawai, pemasok, pelanggan dan masyarakat sekitar.

Ghozali (2016) dalam stakeholder theory, perusahaan tidak hanya melakukan

kegiatan usaha untuk kepentingan perusahaan sendiri, tetapi juga harus

bermanfaat bagi para stakeholder yang ada di perusahaan.

Corporate social responsibility merupakan salah satu kegiatan yang harus

dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang menginginkan agar kegiatan usaha yang

dilaksanakan dapat berjalan lancar dan berkisanambungan. Landasan yang

mendasari tanggung jawab sosial adalah bagaimana perusahaan memberi

perhatian kepada lingkungan, terhadap dampak yang akan terjadi akibat aktivitas

operasional perusahaan. Corporate Social Responsibilty merupakan proses

pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi

organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap

masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa CSR

merupakan komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk berperilaku etis dan

berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, sekaligus

meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan

masyarakat luas (Kuriah dan Asyik, 2016).

Corporate Sosial Responsibility adalah sebuah pendekatan dimana

perusahaan mengintegrasikan kepudulian sosial dalam operasi bisnis mereka dan


17

dalam interaksi mereka dengan stakeholders berdasarkan prinsip kesukarelaan dan

kemitraan. Dalam hal ini, Corporate Social Responsibilty merupakan bentuk

timbal balik terhadap masyarakat sekitar terhadap aktifitas operasi perusahaan

agar mendapatkan respons baik dari masyarakat. Implementasi Corporate Social

Responsibilty merupakan wujud komitmen yang dibentuk perusahaan untuk

memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas kehidupan (Susiloadi, 2008).

Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibilty

merupakan faktor kunci dalam keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan.

Tax Avoidance perusahaan di sisi lain dapat dianggap sebagai aktivitas

yang tidak bertanggung jawab secara sosial (Lanis dan Richardson, 2012).

Corporate Sosial Responsibility adalah suatu bentuk kepedulian sosial sebuah

perusahan untuk melayani kepentingan organisasi eksternal dan publik. Corporate

Sosial Responsibility juga dapat diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk

mempertanggungjawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi serta

lingkungan. Perusahaan yang mempunyai peringkat yang rendah dalam Corporate

Sosial Responsibility dianggap sebagai perusahaan yang tidak bertanggung jawab

secara sosial sehingga dapat melakukan strategi pajak yang lebih agresif

dibandingkan perusahaan yang sadar sosial, jika suatu perusahaan diidentifikasi

sebagai perusahaan yang agresif terhadap pajak, perusahaan dapat menanggung

biaya reputasi sosial dan politik akibat dicap sebagai warga korporasi yang buruk.

Lanis dan Richardson (2012) menyatakan bahwa Corporate Sosial Responsibility

dianggap sebagai faktor kunci dalam keberhasilan dan kelangsungan hidup


18

perusahaan, tetapi tingkat keterlibatan perusahaan dalam pengungkapkan

Corporate Sosial Responsibility adalah tidak wajib.

Corporate Sosial Responsibility yang meningkatkan membuat perusahaan

lebih menarik bagi konsumen karena itu Corporate Sosial Responsibility harus

dilakukan oleh semua perusahaan. Teori stakeholder merupakan hasil dari

perubahan filosofi pengelolaan organisasi entitas bisnis yang didasarkan pada

teori keagenan (agency theory) yaitu tanggung jawab perusahaan yang hanya

berorientasi kepada pengelola (agent) dan pemilik (principle), pada pandangan

manajemen modern yang didasarkan pada teori stakeholder. Teori stakeholder

menjelaskan terdapatnya perluasan tanggung jawab perusahaan dengan dasar

pemikiran bahwa pencapaian tujuan perusahaan berhubungan erat dengan pola

(setting) lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Kholis dan Maksum,

2003). Stakeholder mengacu pada setiap individu atau kelompok yang

mempertahankan andil atau kepentingannya di sebuah organisasi sama seperti

cara shareholder yang memiliki saham atau obligasi di organisasi tersebut (Fassin,

2008).

2.1.4 Teori Legitimasi

Lako (2011:5) mengatakan bahwa dalam perspektif teori legitimasi,

perusahaan dan komunitas sekitarnya memiliki relasi sosial yang erat karena

keduanya terikat dalam suatu “social contract”. Teori kontrak sosial (social

contract) menyatakan bahwa keberadaan perusahaan dalam suatu area karena

didukung secara politis dan dijamin oleh regulasi pemerintah yang juga

merupakan representasi dari masyarakat. Perusahaan harus membuat masyarakat


19

yakin bahwa aktivitas yang dilaksanakan oleh organisasi sudah sesuai dengan

aturan dan kaidah yang dipercayai oleh masyarakat, sehingga membuat

perusahaan memperhatikan analisis perilaku dengan memperhatikan lingkungan

sosial. Barkemeyer (2007) menjelaskan pengungkapan tanggungjawab sosial

dalam konteks teori legitimasi dan ketika masyarakat menerima informasi tersebut

maka akan meningkatkan nilai perusahaan.

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial

Responsibility merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk

mengkomunikasikan perusahaan dengan stakeholder dan disarankan bahwa

Corporate Sosial Responsibility merupakan jalan masuk dimana beberapa

organisasi menggunakannya untuk memperoleh keuntungan atau memperbaiki

legitimasi. Perusahaan melakukan aktivitas Corporate Sosial Responsibility untuk

mendapatkan legitimasi dari masyarakat untuk keberlanjutan usahanya. Menurut

teori stakeholder, perusahaan melakukan Corporate Sosial Responsibility untuk

memenuhi ekspektasi dari stakeholder perusahaan seperti karyawan, supplier,

customer, dan masyarakat. Dengan demikian perusahaan sudah seharusnya

memberikan kontribusi kepada para stakeholdernya melalui aktivitas-aktivitas

Corporate Sosial Responsibility.

2.1.5 Pajak

Pengertian pajak menurut Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009,

pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan


20

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Rochmat Soemitro

mendefinisikan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar

pengeluaran umum (Mardiasmo, 2013).

Wajib pajak di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yakni wajib pajak

orang pribadi dan wajib pajak badan. Bagi wajib pajak, pajak merupakan

perwujudan pengabdian dan peran untuk berkontribusi dalam peningkatan

pembangunan nasional. Fenomena mengenai pemungutan pajak menjadi

fenomena penting yang menjadi fokus pemerintah dan harus dikelola dengan baik.

Pelaksanaan pemungutan pajak oleh pemerintah, tidak selalu mendapat sambutan

baik dari perusahaan. Perusahaan berusaha untuk membayar pajak serendah

mungkin karena pajak akan mengurangi pendapatan atau laba bersih, sedangkan

bagi pemerintah menginginkan pajak setinggi mungkin guna untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan (Darmawan dan Sukartha, 2014).

Menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak, jenis pajak terbagi atas:

1. Pajak pph atau pajak penghasilan

2. Pajak bumi dan banguana atau PBB

3. BM atau bea materai

4. Pajak pertambahan nilai atau PPN dan pajak atas penjualan barang mewah

atau PPNBM

5. Bea perolehan hak tanah atau bangunan atau BPHTB

(sumber data dari web direktorat jendral pajak)


21

2.1.6 Tax Avoidance

Tax avoidance (penghindaran pajak) adalah suatu strategi pajak yang

agresif dilakukan oleh perusahaan dalam rangka meminimalkan beban pajak.

Dewi dan Sari (2015) berpendapat tax avoidance merupakan upaya penghindaran

pajak dengan memenuhi ketentuan perpajakan dan menggunakan strategi di

bidang perpajakan dengan memanfaatkan grey area pada peraturan perpajakan.

Menurut Pagone (2010) dalam bukunya (tax avoidance in australia) penghindaran

(avoidance) terutama melibatkan komersialisasi dan pemanfaatan secara efektif

kebijakan pajak yang legitimate dan defiasi teknis dan ambiguitas dalam

peraturan.perundang-undangan.

Pagone (2010) menyebutkan bahwa tax avoidance mempunyai beberapa

karakteristik, antara lain: Transaksinya seringkali semu, transaksi yang

dilaksanakan tidak mempunyai makna secara ekonomis yang berarti, tidak

terdapatnya unsur risiko dan adanya usaha-usaha untuk mengeksploitasi celah-

celah dalam peraturan perpajakan. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan 3

cara, yakni, pertama menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu

yang bisa dikenai pajak. Kedua pindah lokasi adalah memindahkan lokasi usaha

atau domisili yang tarif pajaknya tinggi ke lokasi yang tariff pajaknya renda.

Ketiga penghindaran pajak secara yuridis. Perbuatan ini dilakukan dengan cara

sedemikian rupa sehingga perbuatan – perbuatan yang dilakukan tidak terkena

pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan

undang-undang ( loophles ).
22

Ada berbagai macam proksi pengukuran agresivitas pajak, antara lain

Effective Tax Rates (ETR), Book Tax Differences, Discretionary Permanent BTDs

(DTAX), Unrecognize Tax benefit, Tax Shelter Activity, dan Marginal tax rate.

Penelitian yang dilakukan Hidayati dan Fidiana (2017), Rinaldi dan Charoline

(2015) serta Sari, dkk (2016) menggunakan ETR untuk mengukur agresivitas

penghindaran pajak. Alasan lain penggunaan ETR sebagai proksi untuk mengukur

tax avoidance karena penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh

Slemrod (2004) menggunakan ETR untuk mengukur tax avoidance. Proksi ETR

paling banyak digunakan dalam literatur, dan nilai yang rendah dari ETR dapat

menjadi indikator adanya tax avoidance. Secara keseluruhan, perusahaan-

perusahaan yang menghindari pajak perusahaan dengan mengurangi penghasilan

kena pajak mereka dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan dan memiliki

nilai ETR yang lebih rendah. Maka dari itu, ETR dapat digunakan untuk

mengukur tax avoidance.

2.1.7 Leverage

Leverage merupakan rasio yang menandakan besarnya modal eksternal

yang digunakan perusahaan untuk melakukan aktivitas operasi. Hasil perhitungan

rasio leverage menandakan seberapa besar aset yang dimiliki perusahaan berasal

dari modal pinjaman perusahaan tersebut. Apabila perusahaan memiliki sumber

dana pinjaman tinggi, maka perusahaan akan membayar beban bunga tinggi

kepada kreditur. Beban bunga akan mengurangi laba, sehingga dengan

berkurangnya laba maka mengurangi beban pajak dalam satu periode berjalan.
23

Perusahaan dapat menggunakan tingkat leverage untuk mengurangi laba dan akan

berpengaruh terhadap berkurangnya beban pajak (Brigham & Houston, 2010).

Leverage dapat didefinisikan sebagai rasio yang digunakan untuk

mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang (Kasmir, 2015).

Tingkat leverage perusahaan dapat menggambarkan risiko keuangan perusahaan.

Hal ini disebabkan karena leverage merupakan alat untuk mengukur seberapa

besar perusahaan bergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung

pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang

mempunyai tingkat leverage rendah, berarti perusahaan tersebut lebih banyak

membiayai asetnya dengan modal sendiri. Pada umumnya, perusahaan dengan

rasio leverage yang lebih tinggi akan berusaha menyampaikan lebih banyak

informasi sebagai instrumen untuk mengurangi monitoring costs bagi investor.

Teori Akuntansi Positif dengan hipotesis debt covenant menjelaskan

semakin tingginya hubungan perusahaan dengan pihak ketiga (kreditur) maka

perusahaan akan lebih menjaga laba periode berjalan dengan tujuan untuk

menjaga stabilitas kinerja perusahaan yang dijelaskan melalui laba karena

semakin tingginya kepentingan perusahaan dengan kreditur maka kreditur akan

lebih mengawasi perusahaan dengan alasan kelangsungan pinjaman modal

eksternal. Sehingga perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi tidak akan

agresif dalam hal perpajakan karena diharapkan mampu menjaga stabilitas laba

periode berjalan, salah satunya dengan mengalokasikan laba periode mendatang

ke laba periode berjalan.


24

Perusahaan terindikasi melakukan tax avoidance dapat dilihat dari

kebijakan pendanaan yang diambil. Salah satu kebijakan pendanaan yakni

kebijakan leverage, adalah kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban

jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi

(Harahap, 2010). DER merupakan indikator dari leverage. Rasio ini dihitung

dengan cara membandingkan antar seluruh utang, termasuk utang lancar dengan

seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan

peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Penambahan jumlah hutang akan

menyebabkan adanya beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan. Beban

bunga yang timbul atas hutang tersebut akan menjadi pengurang laba bersih

perusahaan yang nantinya akan mengurangi pembayaran pajak sehingga

tercapainya keuntungan yang maksimal, maka semakin tinggi tarif bunga maka

akan semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan

hutang tersebut sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat

1a dan pasal 18 ayat 3 (Darmawan dan Sukartha, 2014).

2.2 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait variabel Corporate social

responsibility, kualitas audit, leverage, dan ukuran perusahaanterhadap

penghindaran pajak seperti penelitian yang dilakukan oleh Hidayati dan Fidiana

(2017) yang menyatakan bahwa Corporate social responsibility berpengaruh

terhadap tax avoidance. Penelitian selanjutnya dijelaskan oleh Deiya dan

Bambang (2016) dimana corporate social responsibility berpengaruh signifikan

sedangkan kualitas audit berpengaruh positif signifikan terhadap tax avoidance.


25

Penelitian yang dilakukan Khairunisa, dkk (2017) menyatakan corporate

social responsibility dan kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance,

sedangkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal

berbeda ditunjukan pada penelitian Sari, dkk (2016) bahwa kualitas audit tidak

berpengaruh terhadap tax avoidance dan ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap tax avoidance. Hal berbeda di tunjukan pada penelitian Kuriah

dan Asyik (2016) menjelaskan bahwa leverage berpengaruh terhadap tax

avoidance. Penelitian terdahulu yang dipaparkan diatas dapat diringkas sebagai

berikut:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
Tahun
1. Winarsih, Rina, Pengaruh Good Independen : Good Pengungkapan
dkk, (2013) Corporate Corporate Governance Corporate Social
Governance dan dan Corporate Social Responsibility tidak
Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap
Responsibility Dependen : Tindakan agresivitas pajak
Terhadap Pajak Agresif
Tindakan Pajak Alat Uji : Analisis
Agresif regresi linear berganda,
Uji asumsi klasik.
2. Fitri Damayanti Pengaruh komite Independen: komite Kualitas audit tidak
& audit, kualitas audit, kualitas audit, berpengaruh terhadap
Tridahus audit, kepemilikan kepemilikan tax avoidance
Susanto (2015) institusional, institusional, risiko
risiko perusahaan perusahaan dan ROA
dan return on Dependen: Tax
assets terhadap avoidance
tax avoidance Alat Uji: Regresi linier
berganda
3. I Gede Hendy Pengaruh Independen : corporate Leverage tidak
Dermawan dan I penerapan governance, leverage, berpengaruh terhadap
made Sukartha corporate return of assets, dan penghindaran pajak.
(2014) governance, ukuran perusahaan
leverage, return of Dependen :
assets, dan ukuran Penghindaran pajak
perusahaan pada Alat Uji : Analisis
penghindaran regresi linear berganda,
pajak. Uji asumsi klasik.
26

No Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Tahun
4. Jessica dan Pengaruh Independen : Pengungkapan
Agus Arianto Pengungkapan Pengungkapan Corporate Social
Toly (2014) Corporate Social Corporate Social Responsibility tidak
Responsibilty Responsibilty berpengaruh terhadap
Terhadap Dependen : Agresivitas agresivitas pajak.
Agresivitas Pajak. Pajak
Alat Uji : Analisis
regresi linear berganda,
Uji asumsi klasik.

5. Rinaldi dan Pengaruh Independen: Ukuran perusahaan


Charoliene Profitabilitas, Profitabilitas, Ukuran berpengaruh terhadap
(2015) Ukuran Perusahaan Dan tax avoidance.
Perusahaan Dan Kompensasi Rugi
Kompensasi Rugi Fiskal
Fiskal Terhadap Dependen: Tax
Tax Avoidance Avoidance
Alat Uji: Regresi linier
berganda.

6. Ida Bagus, Putu Pengaruh Independen : likuiditas, Leverage tidak


Fajar likuiditas, leverage, Intensitas berpengaruh pada
Adisamartha dan leverage, persediaan dan tingkat agresivitas
Naniek Noviari Intensitas intensitas aset tetap wajib pajak badan.
(2015) persediaan dan Dependen : Agresivitas
intensitas aset pajak
tetap pada tingkat Alat ukur: Regresi
agresivitas pajak. linier berganda.

7. Ni Putu Deiya Pengaruh Independen: Pengaruh Corporate social


dan Bambang corporate social corporate social responsibility
(2016) responsibility, responsibility, kualitas berpengaruh terhadap
kualitas audit dan audit dan kepemilikan agresivitas pajak.
kepemilikan institusional Kualitas audit
institusional pada Dependen: Agresivitas berpengaruh terhadap
agresivitas pajak. pajak agresivitas pajak.
Alat Uji: Regresi linier
berganda.

8. Agus Purwanto Pengaruh Independen : likuiditas, Leverage berengaruh


(2016) likuiditas, leverage, manajemen terhadap agresifitas
leverage, laba, dan kompensasi pajak.
manajemen laba, rugi fiskal
dan kompensasi Dependen : Agresivitas
rugi fiskal pajak
terhadap Alat Uji : Regresi
agresivitas pajak. Linear berganda dan
Uji koefisien
determinasi
27

No Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Tahun
9. Ida Ayu Rosa Pengaruh ukuran Independen: ukuran Leverage berpengaruh
Dewinta dan perusahaan, umur perusahaan, umur terhadap tax
Putu Ery perusahaan, perusahaan, avoidance.
Setiawan (2016) prifitabilitas, prifitabilitas, leverage,
leverage, dan dan pertumbuhan
pertumbuhan penjualan
penjualan Dependen: tax
terhadap tax avoidace
avoidance. Alat Uji: Regresi linear
berganda.

10. Nila Sari, Pengaruh Independen : Kualitas audit tidak


Nawang konservatisme konservatisme berpengaruh terhadap
Kalbuana. akuntansi, kualitas akuntansi, kualitas penghindaran pajak.
SE.,M.Ak dan audit, ukuran audit, ukuran Ukuran perusahaan
Agus Jumadi perusahaan perusahaan berpengaruh terhadap
(2016) terhadap Dependen : penghindaran pajak.
penghindaran penghindaran pajak
pajak. Alat Uji : Regresi
Linear berganda.
11. Nurfadilah, Pengaruh Independen: leverage, Leverage dan ukuran
Henny Mulyati, leverage, ukuran ukuran perusahaan dan perusahaan tidak
SE.M.Com, perusahaan dan kualitas audit berpengaruh terhadap
Merry kualitas audit, Dependen: penghindaran pajak,
Purnamasari dan terhadap Penghindaran pajak sedangkan kualitas
Hastri Niar penghindaran audit berpengaruh
(2016) pajak. Alat Uji: Regresi linier signifikan terhadap
berganda. penghindaran pajak.
12. Hanik Lailatul Pengaruh Independen: Leverage dan
Kuriah dan Nur karakteristik Profitabilitas, corporate social
Fadjrih Asyik perusahaan dan Leverage, Corporate responsbility
(2016) Corporate social social responsibility berpengaruh terhadap
responsibility Dependen: Agresivitas agresivitas pajak.
terhadap Pajak
agresivitas pajak.
Alat Uji: Regresi
Linear berganda.
13. Putu Meita Pengaruh Independen: Corporate social
Prasista dan Ery profitabilitas, dan profitablitas, dan responsibility
Setiawan (2016) pengungkapan pengungkapan berpengaruh terhadap
corporate social corporate social agresifitas pajak.
responsibility responsibility
terhadap
agresivitas pajak. Dependen: agresivitas
pajak

Alat Uji: Uji


normalitas, uji
multikolinearitas, uji
autokolerasi, analisis
regresi linear berganda.
28

No Peneliti dan Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Tahun
14. Nurul Hidayati Pengaruh Independen : Corporate corporate social
dan Fidiana corporate social social responsibility responsibility
(2017) responsibility dan dan good corporate berpengaruh terhadap
good corporate governance penghindaran pajak.
governance Dependen :
terhadap Penghindaran pajak
penghindaran Alat Uji : Regresi
pajak. Linear berganda.
15. Kartika Pengaruh kualitas Independen : Corporate Kualitas audit dan
Khairunisa, Dini audit, corporate social responsibility corporate social
Wahjoe dan social kualitas audit, dan responsibility
Wiwin Aminah responsibility dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap
ukuran Dependen : Tax tax avoidance,
perusahaan avoidance sedangkan
terhadap tax Alat Uji : Regresi ukuran perusahaan
avoidance. Linear berganda. tidak berpengaruh
terhadap tax
avoidance.
Sumber: diolah oleh peneliti

2.3 Kerangka Pemikiran

2.3.1 Pengaruh Corporate Social Responsbility terhadap Tax Avoidance

Tanggung jawab sosial atau Corporate sosial responsibility adalah suatu

bentuk kepedulian sosial sebuah perusahan untuk melayani kepentingan

organisasi eksternal dan publik. Corporate social responsibility yang selanjutnya

disebut CSR juga dapat diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk

mempertanggungjawabkan dampak operasi dalam dimensi sosial, ekonomi serta

lingkungan (Mardikanto, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati dan Fidiana (2017) menemukan

bahwa Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap tax avoidance. Hal

ini dikarenakan beberapa item CSR yang dilakukan oleh perusahaan merupakan

pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya (deductible expenses),

contohnya program beasiswa, program kesehatan untuk masyarakat, pelestarian


29

lingkungan, dukungan terhadap UMKM, dan lain-lain. Jadi tidak dapat dipungkiri

bahwa banyak perusahaan melakukan CSR yang dapat dibebankan sebagai biaya

untuk mengurangi penghasilan bruto. Selain itu, perusahaan yang melakukan

tanggung jawab sosial semata-mata hanya menggunakan tindakan yang socially

responsible untuk dapat memperoleh image yang positif agar perusahaan dapat

menutupi tindakan mereka yang socially irresponsible seperti penghindaran pajak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deiya dan

Bambang (2016) yang menyatakan bahwa semakin tinggi pengungkapan CSR

maka semakin meningkat pula penghindaran pajak suatu perusahaan. Hal ini

dikarenakan beberapa item CSR yang dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak.

Watson (2011) menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai peringkat

yang rendah dalam CSR dianggap sebagai perusahaan yang tidak bertanggung

jawab secara sosial sehingga dapat melakukan strategi pajak yang lebih agresif

dibandingkan perusahaan yang sadar sosial. Hanlon dan Slemrod (2009)

menambahkan, jika suatu perusahaan diidentifikasi sebagai perusahaan yang

agresif terhadap pajak, perusahaan dapat menanggung biaya reputasi sosial dan

politik akibat dicap sebagai warga korporasi yang buruk. Lanis dan Richardson

(2012) menyatakan bahwa CSR dianggap sebagai faktor kunci dalam keberhasilan

dan kelangsungan hidup perusahaan, tetapi tingkat keterlibatan perusahaan dalam

pengungkapkan CSR adalah tidak wajib.

2.3.2 Pengaruh Kualitas Audit terhadap Tax Avoidance

Kualitas audit adalah segala kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor

mengaudit laporan keuangan klien dan menemukan pelanggaran atau kesalahan


30

yang terjadi dan melaporkannya dalam laporan keuangan auditan. Penelitian yang

dilakukan Deiya dan Bambang (2016) menunjukan kualitas audit mempunyai

pengaruh terhadap ETR perusahaan. Perusahaan dengan discretionary accuals

abnormal dianggap tidak memiliki kualitas yang baik maka auditor harus

memastikan bahwa laporan keuangan bebas dari kecurangan. Tugas auditor saat

ini, menurut mereka, beralih kepada aspek legal (dalam hal ini adalah GAAP),

salah satu ukuran kecurangan di dalam akuntansi adalah besaran akrual

diskresioner.

Nurfadilah, dkk (2017) juga menunjukan hasil penelitian yang sama,

bahwa kualitas Audit berpengaruh terhadap tax avoidance. Nurfadilah, dkk (2017)

menyatakan bahwa variasi variabel kualitas audit secara parsial mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap penghindaran pajak. Perbedaan hasil penelitian

ditunjukan pada penelitian Aditama (2017) bahwa kualitas audit tidak

berpengaruh terhadap penghindaran pajak, karena penghindaran pajak bukan

merupakan pelanggaran tapi tindakan penekanan pajak dengan mencari celah

undang-undang namun tetap tidak melanggar undang-undang.

2.3.3 Pengaruh Leverage terhadap Tax Avoidance

Leverage atau solvabilitas merupakan suatu ukuran seberapa besar aset

yang dimiliki perusahaan dibiayai oleh utang. Leverage menunjukkan penggunaan

utang untuk membiayai investasi (Harahap, 2010). Penelitian yang dilakukan

Annisa (2017) dan Dewinta dan Setiawan (2016) menunjukan leverage

berpengaruh terhadap tax avoidance. Annisa (2017) menyatakan perusahaan yang

memiliki kewajiban pajak tinggi akan memilih untuk berutang agar mengurangi
31

pajak. Perusahaan yang memiliki nilai rasio leverage yang tinggi menunjukkan

semakin tinggi jumlah pendanaan dari utang pihak ketiga yang digunakan

perusahaan akan semakin tinggi pula biaya bunga yang timbul dari utang tersebut.

Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya laba

yang dapat mengurangi beban pajak perusahaan. Penelitian lain dari Nurfadilah,

dkk (2017) menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap tax

avoidance. (mengapa)

2.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance

Secara umum ukuran perusahaan (organization size) dapat diartikan

sebagai suatu perbandingan besar atau kecilnya suatu objek. Ukuran perusahaan

merupakan suatu pengklasifikasian sebuah perusahaan berdasarkan jumlah aset

yang dimilikinya. Aset dinilai memiliki tingkat kestabilan yang cukup

berkesinambungan (Rinaldi dan Charoline, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rinaldi dan Caroline (2015)

dan Sari, dkk (2016) menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap

tax avoidance. Sari dkk (2016) menyatakan perusahaan besar cenderung memiliki

aset yang besar juga memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Dengan

besarnya aset perusahaan, maka dapat dilakukan manajemen pajak yang

maksimal. Pihak manajemen akan memanfaatkan beban penyusutan dan

amortisasi dari total aset yang dimiliki perusahaan sebagai strategi pengurang laba

kena pajak hal tersebut sesuai dengan undang-undang perpajakan dimana beban

penyusutan dan amortisasi dapat digunakan sebagai pengurang laba kena pajak,

sehingga pajak terutang akan semakin kecil. Hasil penelitian Rinaldi dan
32

Charoline (2015) menunjukkan bahwa besarnya aset perusahaan akan

menimbulkan beban-beban yang semakin meningkat yang menunjukkan prilaku

tax avoidance. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusydi (2013)

bahwa perilaku perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk semakin melakukan

tax avoidance tidak dipengaruhi besar kecilnya perusahaan. Pemikiran bahwa

pajak merupakan beban, saat ini masih menjadi fokus pemikiran pengusaha di

Indonesia, salah satu yang dapat di jelaskan dalam penelitian ini adalah tindakan

tax avoidance menjadi suatu strategi bagi semua perusahaan di Indonesia.

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

Perusahaan
Perusahaan yangyang
terdaftar di BEI
terdaftar di BEI

Teori Teori Teori Trade off


Stakeholder Legitimasi Agency Theory

Kualitas Audit Ukuran Perusahaan


Corporate Social Kualitas Leverage Ukuran
Responsibility Audit Perusahaan

KAP DER SIZE


Corporate social
CSRDI KAP DER SIZE
responsibility

Tax Avoidance
ETR)
33

2.4 Model Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, dapat digambarkan

model penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.2
Model Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen

Corporat
Corporate
Social Social
Responsibility
Responsibility (CSRDI)
(CSDRI)
(X1) (X1)
H1 H
1
KualitasKualitas
Audit Audit
(X2) (X2) H2 Tax Avoidance
Tax Avoidance
H2 (ETR)
(ETR)
Leverage (DER) H3
H3 (Y) (Y)
(X3)
H4
H4
Leverage (DER)
Ukuran Perusahaan (SIZE)
(X4)
(X3) e

Keterangan:
: Simultan
: Parsial
34

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan model penelitian di atas, maka hipotesis yang dirumuskan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Corporate social responsibility, kualitas audit, leverage, dan ukuran

perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap Tax Avoidance.

H2: Corporate social responsibility berpengaruh terhadap Tax Avoidance.

H3: Kualitas Audit berpengaruh terhadap Tax Avoidance.

H4: Leverage berpengaruh terhadap Tax Avoidance.

H5: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Tax Avoidance.


35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian

eksplanatoris (explanatory research). Cakupan eksplanasi penelitian ini termasuk

penelitian kausalitas. Kuncoro (2013) menyatakan bahwa jenis penelitian

eksplanatoris merupakan penelitian yang dilakukan dengan maksud penjelasan

(explanatory), sedangkan penelitian kausalitas adalah penelitian yang ingin

mencari penjelasan dalam bentuk hubungan sebab akibat.

Objek yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu Penghindaran Pajak

yang merupakan variabel dependen dan corporate social responsbility, leverage,

kualitas audit dan ukuran perusahaan merupakan variabel independen. Subjek

Penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun

2011 - 2017.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah data

yang bersumber dari catatan yang ada pada perusahaan dan dari sumber lainnya

(Kuncoro,2013). Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan tahunan,

laporan keberlanjutan dan ringkasan kinerja perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia selama tahun 2011 - 2017 yang di akses dari www.idx.co.id dan

website masing-masing perusahaan. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah

data keuangan serta angka-angka yang diperlukan untuk menghitung Effective Tax

Rates (ETR), Corporate Social Responsibility Index (CSRDI), kualitas audit, Debt
36

To Equity Ratio (DER) dan size sedangkan data kualitatif adalah daftar

perusahaan yang terdaftar di BEI selama tahun 2011 - 2017.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Kuncoro, 2013). Populasi penelitian ini

adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Teknik penarikan

sampel penelitian menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih

atas dasar kesesuaian karakteristik sampel dengan kriteria pemilihan sampel yang

ditentukan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Kuncoro, 2013). Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah

perusahaan yang tercatat di BEI dengan kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan yang terdaftar di BEI dari Tahun 2011 - 2017.

2. Perusahaan menerbitkan laporan tahunan berturut-turut untuk tahun pelaporan

dari Tahun 2011 - 2017.

3. Perusahaan menerbitkan laporan keberlanjutan berturut-turut untuk tahun

pelaporan dari Tahun 2011 - 2017

4. Perusahaan yang tidak memiliki kompensasi rugi fiskal, agar tidak

menyebabkan distorsi dalam pengukuran penghindaran pajak (Darmawan dan

Sukartha, 2014). Perusahaan yang memiliki kompensasi rugi fiskal tidak di

masukkan dalam sampel untuk menghindari kesalahan pengukuran

penghindaran pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang


37

Pajak Penghasilan di atur kerugian fiskal tersebut dikompensasikan dengan

penghasilan neto fiskal atau laba neto fiskal dimulai tahun pajak

berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut berturut-turut sampai

dengan 5 (lima) tahun. (www.dirjenpajak.go.id)

Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebanyak 575

perusahaan per 2017. Dari 575 perusahaan sampel yang memenuhi kriteria

perusahaanyang diambil menjadi sampel penelitianadalah 25 perusahaan. Berikut

disajikan proses purposive sampling dalam penelitian ini :

Tabel 3.1
Proses Purposive Sampling Penelitian
No Purposive Sampling Jumlah
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari Tahun
1. 575
2011-2016
Dikurangi perusahaan yang tidak menerbitkan laporan
2. 0
tahunan berturut-turut untuk tahun pelaporan dari 2011 – 2016
Dikurangi perusahaan yang tidak menerbitkan laporan
3. keberlanjutan berturut-turut untuk tahun pelaporan dari 2011 – (542)
2016
4. Dikurangi perusahaan yang memiliki kompensasi rugi fiskal (17)
Jumlah 16
Pengamatan data selama 6 tahun (2011 - 2017) 112
Sumber: Data diolah penulis

Berdasarkan data kualifikasi di atas, maka terdapat 16 perusahaan yang

dijadikan sampel dalam penelitian ini seperti yang ditampilkan pada tabel 3.2

berikut:
38

Tabel 3.2
Sampel Penelitian
NO Nama Perusahaan Kode
1. Astra Agro Lestari Tbk AALI
2. Adhi Karya (Persero) Tbk ADHI
3. PT Adaro Energi Tbk ADRO
4. Astra International. Tbk ASII
5. PT Vale Indonesia Tbk INCO
6. PT. Indah Kiat Pulp & Paper. Tbk INKP
7. Indocement Tunggal Prakasa Tbk INTP
8. PT Indo Tambang Raya Megah Tbk ITMG
9. PT. Jasa Marga (Persero) Tbk JSMR
10. Multi Bintang Indonesia. Tbk MLBI
11. PT. Perusahaan Gas Negara. Tbk PGAS
12. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk PTBA
13. PP (Persero) Tbk PTPP
14. Semen Indonesia (Persero) Tbk SMGR
15. Total Bangun Persada. Tbk TOTL
16. Unilever Indonesia. Tbk UNVR
Sumber : www.idx.co.id

3.4. Definisi Operasional Variabel

3.4.1. Variabel Independen

a. Corporate social responsibility


Corporate Social Responsibility (CSR) adalah variabel independen yang

dipakai dalam penelitian ini. Kategori pengungkapan sosial yang digunakan

menggunakan CSRDI berdasarkan pada kriteria Global Reporting Index yang

terdiri dari tiga aspek utama yaitu aspek economic, environmental, dan social.

Penelitian ini menggunakan GRI 4.0 Penghitungan CSRDI dilakukan dengan

memberi skor 1 Jika perusahaan mengungkapkan item sesuai kriteria dan

memberi skor 0 jika perusahaan tidak diungkapkan (Lanis dan Richardson, 2011).

𝑛
𝐶𝑆𝑅𝐷𝐼
𝐶𝑆𝑅𝐷𝐼
= = 𝑥 100%
𝑥 100%
84 𝑎𝑡𝑎𝑢
91 91
39

b. Kualitas Audit

Kualitas audit diukur dengan discretionary accruasl. Discretionary

accruals diambil sebagai proksi untuk kualitas audit karena dapat mengukur

kualitas informasi akuntansi (Fitriany, dkk, 2015).

Discretionary accrual (DA) merupakan tingkat akrual yang tidak normal

yang berasal dari kebijakan manajemen untuk melakukan rekayasa terhadap laba

sesuai dengan yang mereka inginkan. Dalam penelitian ini, discretionary accruals

sebagai proksi atas manajemen laba diukur dengan menggunakan Modified Jones

Model, karena model ini mempunyai standar error dari εit (error term) hasil

regresi estimasi nilai total aktual yang paling kecil dibandingkan model-model

yang lainnya. (Wahyuningsih, 2007 dalam Yuda dkk, 2016).

Discretionary accruals menghitung perbedaan antara total accruals dan

non discretionary accruals. Total accruals dapat dihitung melalui cash flow

statement approach:

TAt = N.It - CFOt

dimana :

TAt =total accruals di tahun t


N.It = net income di tahun t
CFOt = cash flows dari aktivitas operasi di tahun t
Total akrual kemudian dirumuskan oleh Jones (1991) yang dimodifikasi

oleh Dechow et al (1995) sebagai berikut :

TAit/Ait-1 = α1(1/Ait-1) + α2(ΔREVit/Ait-1) + α3(PPEit/Ait-1) + εit

dimana :
40

TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t


ΔREVit = Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1
PPEit = Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i tahun t-i
εit = Error term perusahaan i tahun t
Penelitian ini menggunakan cash flow statement approach untuk

mengitung total accruals. Setelah menghitung total accruals, selanjutnya adalah

menghitung non discretionary accruals dengan menggunakan rumus berikut :

NDAt = α1 ( 1 / At-1) + α2 [(∆REVt - ∆RECt) / At-1] + α3 (PPEt / At-1)

dimana :
NDAt = non discretionary accruals

At-1 = total assets pada akhir tahun t-1

∆REVt = revenue di tahun t dikurangi revenue di tahun t-1

∆RECt = net receivables di tahun t dikurangi receivable di tahun t-1

PPEt = gross property plant and equipment pada akhir tahun t

α1, α2, α3 = parameter-parameter spesifik perusahaan

ℰ = residual, yang menggambarkan porsi discretionary spesifik


perusahaan dari total accruals.

Discretionary accruals dihitung dengan mengambil perbedaaan antara

total accruals dan non discretionary accruals.

DAt = TAt - NDAt

dimana :
DAt = komponen discretionary accruals
TAt = total accruals di tahun t
NDAt = non discretionary accruals
41

c. Leverage
Leverage merupakan rasio yang menggambarkan hubungan antara utang

perusahaan terhadap modal maupun aset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh

perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan

yang digambarkan oleh modal (equity). Dalam penelitian ini, indikator yang

digunakan untuk mengukur tingkat leverage adalah Debt To Equity Ratio (DER).

Rasio ini menggambarkan perbandingan kewajiban dan ekuitas dalam pendanaan

perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut

untuk memenuhi seluruh kewajibannya (Annisa, 2016).

Adapun pengukurannya dengan menggunakan rumus:

DER = Total Kewajiban X 100%

Ekuitas Pemegang Saham

d. Ukuran perusahaan

Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat

ukuran perusahaan adalah total aset karena ukuran perusahaan diproksi dengan Ln

total asset. Penggunaan natural log (Ln) dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

mengurangi fluktuasi data yang berlebihan tanpa mengubah proporsi dari nilai

asal yang sebenarnya.

SIZE = Ln (total asset)

3.4.2. Variabel Dependen

a. Tax Avoidance
42

Variabel dependen adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel

independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tax avoidance. Tax

avoidanceadalah keinginan perusahaan untuk meminimalkan beban pajak yang

dibayar dengan cara yang legal, ilegal, maupun kedua-duanya. Tax avoidancebisa

diukur dalam beberapa proksi pengukuran. Adapun yang menjadi proksi utama

dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Annisa (2016) yakni Effective Tax

rates (ETR) yang dihitung dari:

ETR = Beban Pajak Penghasilan .

Laba Sebelum Pajak Penghasilan

Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini dapat diringkas dan

disajikan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3
Tabel Definisi Operasional Variabel Dan Pengukurannya
Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala

Dependen Penghindaran pajak merupakan


Tax Avoidance salah satu upaya meminimalisasi
(Y) beban pajak yang sering
Rasio
dilakukanoleh perusahaan, ETR = Beban Pajak Penghasilan
(Annisa:2016)
karena masih berada dalam Pendapatan sebelum pajak
bingkai peraturan perpajakan penghasilan
yang berlaku (Annisa: 2016)
Independen Kategori pengungkapan sosial
CSR (X1) yang digunakan dalam CSRDI = n x 100%
(Totok penelitian ini menggunakan GRI 91 Rasio
versi 4.0
Mardikanto,
2014)
Kualitas Audit Kualitas audit adalah segala
(X2) kemungkinan yang dapat terjadi
saat auditor mengaudit laporan
(Fitri dan keuangan klien dan menemukan DAt = TAt - NDAt Rasio
Tridahus, 2015) pelanggaran atau kesalahan yang
terjadi dan melaporkannya
dalam laporan keuangan auditan
(Fitri dan Tridahus, 2015)
43

Variabel Definisi Operasional Pengukuran Skala

Leveragemerupakan jumlah
utang yang digunakan untuk
Leverage (X3) membiayai/membeli aset-aset
perusahaan. Dalam penelitian ini
(Annisa, 2016) leveragediukur menggunakan DER = Total Kewajiban X 100%
Debt to Equity Ratio, Ekuitas Pemegang Saham Rasio
menunjukkan suatu upaya untuk
memperlihatkan proporsi relatif
dari klaim pemberi pinjaman
terhadap hak-hak kepemilikan
dan digunakan sebagai ukuran
peranan kewajiban (utang).
(Annisa, 2016)
Ukuran Ukuran perusahaan dapat dilihat
perusahaan (X4) dari total aset yang dimiliki
perusahaan. Nilai aset dipakai
(Reinaldi dan sebagai ukuran perusahaan
Charoline, SIZE = Ln (total asset)
karena perusahaan yang besar
2015) selalu diidentikkan dengan nilai Rasio
aset yang besar pula, sehingga
dapat mempengaruhi suatu
keputusan terhadap perusahaan
dikarenakan perusahaan bernilai
miliyaran rupiah (Reinaldi dan
Charoline, 2015)

3.5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif. Bila serangkaian observasi atau pengukuran data dalam angka-angka,

maka pengumpulan angka-angka hasil observasi atau pengukuran sedemikian itu

dinamakan data kuantitatif (Dajan, 2008). Analisis kuantitatif dapat dipergunakan

untuk membantu memecahkan masalah dengan alat bantu yang berhubungan

dengan statistik dan matematika sehingga keputusan yang dihasilkan dapat

dipertanggungjawabkan maka dapat disimpulkan bahwa analisis kuantitatif adalah


44

analisis data yang menggunakan angka-angka dan perhitungan statistik untuk

menguji suatu hipotesis dengan bantuan alat analisis.

Untuk mempermudah dalam menganalisis data, digunakan SPSS versi

22.0 (Statistical Package for Social Science), yaitu software yang berfungsi untuk

menganalisis data dan melakukan perhitungan statistik baik parametrik maupun

non parametrik dengan basis Windows (Ghozali, 2016). Metode analisis statistika

yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik,

dan analisis regresi berganda.

3.5.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis dan menyajikan

datakuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui gambaran perusahaan yang

dijadikansampel penelitian. Dengan menggunakan statistik deskriptif maka dapat

diketahui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,

sum, range,kurtosis dan skewness (Ghozali, 2016).

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mean, standar

deviasi, maksimum, dan minimum. Mean digunakan untuk mengetahui rata-rata

data yang bersangkutan. Standar deviasi digunakan untuk mengetahui seberapa

besar data yang bersangkutan bervariasi dari rata-rata. Maksimum digunakan

untuk mengetahui jumlah terbesar data yang bersangkutan. Minimum digunakan

untuk mengetahui jumlah terkecil data yang bersangkutan.

3.5.2. Uji Asumsi Klasik

3.5.2.1. Uji Normalitas Data


45

Menurut Ghozali (2016), uji normalitas data dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui apakah sampel yang diambil telah memenuhi kriteria

sebaran atau distribusi normal. Uji normalitas data dilakukan dengan

menggunakan kolmogorov-smirnov goodness of fit test. Dengan uji ini dapat

diketahui distribusi nilai-nilai sampel teramati terdistribusi normal. Kriteria yang

digunakan dengan dua arah (two tailed test), yaitu dengan membandingkan

probabilitas (p value) yang diperoleh dengan tarif signifikansinya adalah 0,05.

Jika pvalue> 0,05, maka data tersebut berdistribusi normal dan sebaliknya.

Menurut Ghozali (2016), apabila terjadi gejala normalitas pada model regresi

dapat dihilangkan dengan transformasi data.

3.5.2.2. Uji Multikolinieritas

Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel

independen yang satu dengan variabel independen yang lain. Pada model regresi

yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara variabel independen. Uji

Multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan melihat VIF

(Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance. Jika VIF > 10 dan nilai tolerance

< 0,10 maka terjadi gejala Multikolinieritas (Ghozali, 2016).

3.5.2.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regesi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.


46

Model regresi yang baik adalah yang berjenis homoskedastisitas atau tidak terjadi

heteroskedastisitas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Uji Scatter Plot

Dasar analisisnya adalah jika gambar menunjukkan titik-titik yang

menandakan komponen-komponenvariabel-variabel menyebar secara acak pada

bidang scattermaka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas(Ghozali,

2016).

2. Uji Glejser

Uji ini digunakan untuk memberikan angka-angka yang lebih detail untuk

menguatkan apakah data yang akandiolah terjadi gangguan heteroskedastisitas

atau tidak. Ada tidaknya gangguan heteroskedastisitas dapat dilihat dari

nilaisignifikansi variabel bebas terhadap variabel terikat. Apabila hasil dari uji

Park kurang dari atau sama dengan 0,05 makadisimpulkan data mengalami

gangguan heteroskedastisitasdan sebaliknya (Ghozali, 2016).

3.5.2.4. Uji Autokorelasi

Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki autokorelasi, jika

terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak

dipakai prediksi.Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier

antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu

periode t-1 (sebelumnya).Dengan demikian dapat dikatakan bahwa uji asumsi

klasik autokorelasi dilakukan untuk data time series atau data yang mempunyai

seri waktu, misalnya data dari tahun 2000 s/d 2012 (Sunyoto, 2013).
47

Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi

dengan uji Durbin-Waston (DW) dengan ketentuan sebagai berikut :

 Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 (DW<-2)

 Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 atau -2 <

DW < +2

 Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW diatas +2 atau DW > +2

3.6. Pengujian Hipotesis

3.6.1. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression)

Metode statistik untuk menguji hubungan antara satu variabel terikat

(metrik) dan satu atau lebih variabel bebas (metrik) adalah regresi. Regresi

berganda (multiple regression) untuk menguji pengaruh lebih dari satu variabel

bebas terhadap satu variabel terikat (metrik) (Ghozali, 2016). Untuk menguji

hipotesis, digunakan model berikut :

𝑌 = 𝛼 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥3 + 𝛽4 𝑥4 + 𝑒
Keterangan:
Y : Effective Tax rates
⍺ : Konstanta
𝜷 : Koefisien regresi variabel independen
X1 : Corporate Social Responcibility
X2 : Kualitas Audit
X3 : Leverage
X4 :Ukuran Perusahaan
e :residual of error

3.6.2. Uji Simultan (Uji F)

Untuk menjawab rumusan masalah nomor 1 digunakan uji signifikasi

simultan (uji F). Uji statistik F digunakan untuk menjawab pengaruh semua

variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model secara bersama-
48

sama terhadap variabel dependen/terikat. Hipotesis nol (Ho) yang hendak diuji

adalah apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau hipotesis

alternatifnya (𝐻𝑎 ) tidak semua parameter secara simultan sama dengan nol.

Merumuskan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (𝐻𝑎 ):

a. Menentukan formulasi hipotesis

Ho : b1 = 0 artinya, semua variabel bebas (X) secara simultan tidak

mempengaruhi variabel terikat (Y)

Ha : b1 > 0 artinya, semua variabel bebas (X) secara simultan mempengaruhi

variabel terikat (Y)

b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05)

c. Menentukan signifikansi

Nilai signifikansi (P value) ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai

signifikansi (P value) > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak.

Kriteria pengujian:

Ho diterima bila Fhitung< F tabel

Ho ditolak bila Fhitung F tabel

Ho akan diterima (Hi ditolak) pada tingkat kepercayaan tertentu jika Fhitung

lebih kecil dari Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel-variabel bebas

yang diuji tidak mempengaruhi variabel tidak bebas. Dengan kata lain variabel-

variabel bebas tidak signifikan scara statistik. Ho akan ditolak (Hi diterima) pada

tingkat kepercayaan tertentu jika Fhitung lebih besar dari Ftabel sehingga variabel

bebas ke-i yang diuji mempengaruhi variabel tidak bebas. Dengan demikian
49

variabel-variabel bebas yang diuji mempengaruhi variabel tidak bebas sehingga

dapat dikatakan bahwa variabel-variabel tersebut signifikan secara statisik.

3.6.3. Uji Parsial (Uji t)

Untuk menjawab rumusan masalah nomor 2 sampai 5 digunakan uji

signifikansi parameter individual (Uji t).Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan

seberapa jauh pengaruh suatu variabel independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2016).

Adapun prosedur pengujiannya adalah setelah melakukan perhitungan

terhadap t hitung, kemudian membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. Kriteria

pengambilan keputusan, seperti berikut :

a. Apabila t hitung > t tabel dan tingkat signifikansi (α = 5%) < 0,05 maka Ho

yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel independen secara

parsial terhadap variabel dependen ditolak. Ini berarti secara parsial variabel

independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Apabila t hitung < t tabel dan tingkat signifikansi ( α ) > 0,05 , maka Ho

diterima, yang berarti secara parsial variabel independen tidak berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependen.

Ho akan diterima (Hi ditolak) pada tingkat kepercayaan tertentu jika t hitung

lebih kecil dari ttabel. Dengan demikian variabel bebas ke-i yang diuji tidak

mempengaruhi variabel tidak bebas. Dengan kata lain variabel bebas ke-i tidak

signifikan secara statistik. Sebaliknya Ho akan ditolak (Hi diterima) pada tingkat

kepercayaan tertentu jika thitung lebih besar dari ttabel sehingga variabel bebas ke-i

yang diuji mempengaruhi variabel tidak bebas.


50

3.6.4. Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien deerminasi (R2) digunakan unuk mengetahui seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi dependen (Ghozali, 2016).

Menurut Ghozali (2016) kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi

(R2) adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam

model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak

peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap dependen.

Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted

R2 Square pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik.

Nilai Adjusted R2 Square dapat naik atau turun apabila satu variabel

independen ditambahkan kedalam model. Adjusted R2 berkisar antara nol sampai

1 (0 ≤ adjusted R2 ≤ 1). Hal ini berarti bila digunakan adjusted R2 = 0

menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel

dependen, bila adjusted R2 semakin besar mendekati 1, menunjukkan semakin

kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan bila

adjusted R2 semakin kecil mendekati 0, maka dapat dikatakan semakin kecilnya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016).

Kriteria penafsiran koefisien korelasi menurut Ghozali (2016) sebagai berikut :

Tabel 3.4
Kriteria Penafsiran Indeks Korelasi
No. Indeks Korelasi Keeratan
1 0,00-0,20 Sangat lemah
2 0,21-0,40 Lemah
3 0,41-0,70 Kuat
4 0,71-0.90 Sangat kuat
5 0,91-0,99 Sangat kuat sekali
6 1 Sempurna
Sumber : Ghozali, 2016
51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis regresi

linear berganda. Analisis tersebut memanfaatkan software SPSS versi 22 for

windows. Data yang digunakan untuk analisis statistik deskriptif dan analisis

regresi linear berganda adalah nilai masing-masing indikator di setiap variabel

yang bersumber dari hasil perhitungan formulasi dari indikator bersangkutan.

4.1.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran

mengenai variabel – variabel penelitian. Hasil analisis deskriptif dengan

menggunakan bantuan Software SPSS versi 22 for windows adalah sebagai

berikut.

Tabel 4.1
Hasil Analisis Deskriptif Statistik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
X1 112 ,65 ,91 ,7681 ,04448
X2 112 ,00 ,47 ,0844 ,09285
X3 112 ,13 5,67 1,4453 1,29197
X4 112 13,96 19,50 16,9164 1,22333
Y 112 -,55 3,93 ,3685 ,58739
Valid N (listwise) 112
Sumber: diolah oleh Peneliti

Keterangan:
Y : Effective Tax rates
X1 : Corporate Social Responcibility
X2 : Kualitas Audit
X3 : Leverage
X4 :Ukuran Perusahaan
e :residual of error
52

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah data penelitian (n) berjumlah

112 data. Variabel corporate social responsibility (X1) memiliki nilai minimum

sebesar 0,65 dan nilai maksimum sebesar 0,91. Nilai rata-rata corporate social

responsibility (CSRDI) sebesar 0,7618 dengan nilai standar deviasi sebesar

0,04448. Variabel kualitas audit (X2) memiliki nilai minimum sebesar 0,00 dan

nilai maksimum sebesar 0,47. Nilai rata-rata kualitas audit (KA) sebesar 0,0844

dengan nilai standar deviasi sebesar 0,09285. Variabel leverage (X3) memiliki

nilai minimum sebesar 0,13 dan nilai maksimum sebesar 5,67. Nilai rata-rata

leverage (DER) sebesar 1,4453 dengan nilai standar deviasi sebesar 1,29197.

Variabel ukuran perusahaan (X4) memilik nilai minimum sebesar 13,96 dan nilai

maksimum sebesar 19,50. Nilai rata-rata variabel ukuran perusahaan (SIZE)

sebesar 16,9164 dengan standar deviasi sebesar 1,22333. Variabel tax avoidance

(ETR) memiliki nilai minimum sebesar -0,55 dan nilai maksimum sebesar 3,93.

Nilai rata-rata ETR sebesar 0,3685 dengan nilai standar deviasi sebesar 0,58739

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, nilai standar deviasi seluruh variabel lebih

kecil dibandingkan nilai rata-ratanya, kecuali variabel kualitas audit (X2) dan tax

avoidance (Y). Ini mengandung arti bahwa variasi data variabel-variabel dalam

penelitian adalah rendah dan data bersifat homogen sehingga baik untuk mewakili

populasi (Aczel, 2008).

4.2. Uji Asumsi Klasik

4.2.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model regresi yang
53

baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali,

2016). Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji grafik yaitu

normal p-plot. Berikut merupakan hasil pengujian normalitas menggunakan

bantuan program SPSS versi 22.

Gambar 4.1
Normal P-Plot

Gambar 4.1 di atas menunjukkan data tersebar di sekitar garis diagonal dan

mengikuti sepanjang garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data

berdistribusi normal.

4.2.2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen (Ghozali, 2016).

Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi variabel terikat dan
54

diregresi terhadap variabel bebas lainnya. Multikolinearitas terjadi apabila antar

variabel bebas terdapat hubungan yang signifikan. Jadi Nilai tolerance yang

rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerence) dan menunjukan

kolinieritas yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance >

0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10. Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi korelasi antar variabel bebas (independen). Berikut merupakan hasil

pengujian multikolinearitas.

Tabel 4.2
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1(Constant)
X1 ,677 1,477
X2 ,259 3,857
X3 ,901 1,110
X4 ,281 3,558
Sumber: diolah oleh Peneliti
Keterangan:
X1 : Corporate Social Responcibility
X2 : Kualitas Audit
X3 : Leverage
X4 : Ukuran Perusahaan
Hasil perhitungan nilai tolerance menunjukan semua variabel bebas

memiliki nilai tolerance lebih 0,10. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation

Factor (VIF) juga menunjukan semua variabel bebas memiliki nilai VIF < 10.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas

dalam model regresi.

4.2.3. Uji Heteroskedastisitas


55

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variance dari residu satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji scatter plot

dan uji Glejser. Dengan asumsi jika variabel independen signifikan secara statistic

mempengaruhi variabel dependen (absolute) maka ada indikasi terjadi

heteroskedastisitas dan sebaliknya. Dari hasil pengolahan SPSS diperoleh sebagai

berikut:

Gambar 4.2 Scatter Plot

Berdasarkan uji heterokedastisitas dengan scatter plot seperti yang

disajikan pada gambar 4.2 di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak

serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi.


56

4.2.4. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada

korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan

pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2016). Berikut merupakan hasil pengujian

autokorelasi. Uji autokorelasi untuk penelitian ini menggunakan Durbin Watson

test¸ dimana dikatakan tidak terjadi autokorelasi jika nilai durbin watson lebih

besar dari -2 dan lebih kecil dari +2 (-2 < DW < +2). Dari hasil pengolahan

diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 4.3
Hasil Pengujian Autokorelasi
Durbin-
Model Watson
1 ,863
Sumber: diolah oleh Peneliti

Tabel 4.3 di atas menunjukkan nilai DW sebesar 0,863. Nilai DW lebih

besar dari nilai -2 dan lebih kecil dari nilai +2 (-2 < DW < +2), sehingga dapat

disimpulkan tidak terjadi autokorelasi.

4.3. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat

bagaimana pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Dengan menggunakan bantuan

program SPSS versi 22.0 didapatkan hasil sebagai berikut.


57

Tabel 4.4
Analisis Regresi Berganda
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta T Sig.
1 (Constant) -14,959 2,112 -7,084 ,000
X1 10,212 1,674 ,378 6,102 ,000
X2 -8,744 1,364 -,642 -6,413 ,000
X3 -,138 ,052 -,142 -2,639 ,010
X4 ,390 ,094 ,398 4,141 ,000
Sumber: diolah oleh Peneliti

Keterangan:
X1 : Corporate Social Responcibility
X2 : Kualitas Audit
X3 : Leverage
X4 : Ukuran Perusahaan

Tabel 4.4 di atas menunjukkan persamaan regresi berganda yang diperoleh

adalah sebagai berikut:

Y = –14,959 + 10,212 X1 – 8,744 X2 – 0,138 X3 + 0,390 X4 + e

Keterangan:
Y : Tax Avoidance
⍺ : Konstanta
𝜷 : Koefisien regresi variabel independen
X1 : Corporate Social Responcibility
X2 : Kualitas Audit
X3 : Leverage
X4 : Ukuran Perusahaan
e : Residual error

Persamaan regresi linier berganda di atas dapat diartikan bahwa:

1. Konstanta sebesar –14,959 menyatakan bahwa tanpa ada pengaruh dari

keempat variabel independen, maka variabel tax avoidanace (Y) pada

perusahaan pertambangan sebesar –14,959 satuan.


58

2. Koefisien regresi variabel corporate social responcibility (CSRDI) bernilai

10,212 (positif). Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan corporate

social responcibility (X1) sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan tax

avoidance (Y) sebesar 10,212 satuan tanpa dipengaruhi faktor lainnya.

3. Koefisien regresi variabel kualitas audit (X2) bernilai 8,744 (negatif). Hal ini

berarti bahwa setiap terjadi peningkatan kualitas audit sebesar satu satuan,

maka akan menurunkan tax avoidance (Y) sebesar 8,744 satuan tanpa

dipengaruhi faktor lainnya.

4. Koefisien regresi variabel leverage (X3) bernilai -0,138 (negatif). Hal ini

berarti bahwa setiap terjadi peningkatan leverage sebesar satu satuan, maka

akan menurunkan tax avoidance (Y) sebesar 0,138 satuan tanpa dipengaruhi

faktor lainnya.

5. Koefisien regresi variabel ukuran perusahaan (X4) bernilai 0,390 (positif). Hal

ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan ukuran perusahaan sebesar satu

satuan, maka akan menaikkan tax avoidance (Y) sebesar 0,390 satuan tanpa

dipengaruhi faktor lainnya.

4.4. Pengujian Hipotesis

4.4.1. Uji F (Simultan)

Hasil uji F pengaruh variabel corporate social responsibility, leverage,

kualitas audit dan ukuran perusahaan secara simultan terhadap variabel kinerja

perusahaan disajikan pada tabel di bawah ini.


59

Tabel 4.5
Hasil Uji F (Simultan)
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 109,081 4 27,270 70,167 ,000b
Residual 40,419 104 ,389
Total 149,500 108
Sumber: diolah oleh Peneliti
Hasil Uji F di atas menunjukkan bahwa nilai Fhitung > Ftabel dimana

70,167 > 2,46 (df = 109 - 5 = 104; k = 5 – 1 = 4) dan nilai signifikansi pengujian

di atas sebesar 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hal ini membuktikan bahwa variabel

corporate social responsibility, leverage, kualitas audit dan ukuran perusahaan

secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance (H1 diterima).

4.4.2. Uji t (Parsial)

Hasil uji t atau uji parsial pengaruh variabel profitabilitas, leverage dan

corporate social responsibility secara simultan berpengaruh terhadap agresivitas

pajak (ETR) disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6
Hasil Uji t (Parsial)
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -14,959 2,112 -7,084 ,000
X1 10,212 1,674 ,378 6,102 ,000
X2 -8,744 1,364 -,642 -6,413 ,000
X3 -,138 ,052 -,142 -2,639 ,010
X4 ,390 ,094 ,398 4,141 ,000
Sumber: diolah oleh Peneliti
Keterangan:
X1 : Corporate Social Responcibility
X2 : Kualitas Audit
X3 : Leverage
X4 : Ukuran Perusahaan
60

Tabel 4.6 di atas nilai t-hitung variabel corporate social responsibility (X1)

terhadap tax avoidance (Y) sebesar 6,102 lebih besar dari t-tabel 1,98238 (df =

112 – 5 = 107; α = 5%) dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini

menjelaskan bahwa corporate social responsibility berpengaruh terhadap tax

avoidance (H2 diterima).

Nilai t-hitung variabel kualitas audit (X2) terhadap tax avoidance (Y)

sebesar -6,413 lebih kecil dari -t-tabel -1,98238 (df = 112 – 5 = 107; α = 5%) dan

nilai signifikansi 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini menjelaskan bahwa kualitas

audit berpengaruh terhadap tax avoidance (H3 diterima).

Nilai t-hitung variabel leverage (X3) terhadap tax avoidance (Y) sebesar -

2,369 lebih kecil dari -t-tabel -1,98238 (df = 112 – 5 = 107; α = 5%) dan nilai

signifikansi 0,010 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini menjelaskan bahwa leverage

berpengaruh terhadap tax avoidance (H4 diterima).

Nilai t-hitung variabel ukuran perusahaan (X4) terhadap tax avoidance (Y)

sebesar 4,141 lebih besar dari t-tabel 1,98238 (df = 112 – 5 = 107; α = 5%) dan

nilai signifikansi 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini menjelaskan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance (H5 diterima).

Hasil pengujian hipotesis dengan uji F dan uji t di atas, dapat diringkas

seperti pada tabel 4.7 di bawah ini.


61

Tabel 4.7
Kesimpulan Hipotesis
Perbandingan
Variabel Bebas Kesimpulan
Fhitung Ftabel thitung ttabel

H1: Fhitung > Ftabel


Corporate social yang
responsibility, menyatakan
kualitas audit, 70,167 2,46 – – bahwa H1
leverage dan ukuran diterima
perusahaan
terhadap tax
avoidance
H2: thitung < ttabel
yang
Corporate social
– – 6,102 1,98238 menyatakan
responsibility
bahwa H2
terhadap tax
diterima
avoidance

H3: thitung > ttabel


yang
Kualitas audit – – 6,413 1,98238 menyatakan
terhadap tax
bahwa H3
avoidance
diterima

H4 : thitung < ttabel


yang
Leverage terhadap – – -2,369 1,98238 menyatakan
tax avoidance bahwa H4
diterima
H5 : thitung < ttabel
yang
Ukuran perusahaan – – 4,141 1,98238 menyatakan
terhadap tax
bahwa H5
avoidance
diterima
Sumber: diolah oleh Peneliti
62

4.4.3. Koefisien Determinasi

Uji determinasi adalah uji yang digunakan untuk mengetahui besaran

dalam persen pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel

dependen (Ghozali, 2016). Dari uji determinasi dihasilkan nilai adjusted R2

sebagaimana dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.8
Tabel Uji Determinasi
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square Square the Estimate Watson
a
1 ,854 ,730 ,719 ,62341 ,863
Sumber: diolah oleh Peneliti

Tabel 4.8 di atas menunjukkan hasil uji determinasi bahwa nilai adjusted R

square sebesar 0,719 yang mengandung arti bahwa 71,9% besarnya tax avoidance

bisa dijelaskan oleh variabel corporate social responsibility, kualitas audit,

leverage, dan ukuran perusahaan sedangkan sisanya 28,1% lainnya dijelaskan

oleh variabel lain di luar model.

4.5 Pembahasan

Penelitian ini menguji pengaruh corporate social responsibility, kualitas

audit, leverage, dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2017.

Penelitian ini menguji lima hipotesis. Hipotesis pertama dalam penelitian

ini adalah pengaruh corporate social responsibility, kualitas audit, leverage, dan

ukuran perusahaan secara simultan terhadap tax avoidance. Hipotesis kedua

hingga kelima pengaruh corporate social responsibility, kualitas audit, leverage,

dan ukuran perusahaan secara parsial terhadap tax avoidance.


63

1. Pengaruh corporate social responsibility, kualitas audit, leverage, dan

ukuran perusahaan secara simultan terhadap tax avoidance.

Hasil Uji F di atas menunjukkan bahwa nilai Fhitung > Ftabel dimana

70,167 > 2,46 (df = 109 - 5 = 104; k = 5 – 1 = 4) dan nilai signifikansi pengujian

di atas sebesar 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hal ini membuktikan bahwa variabel

corporate social responsibility, leverage, kualitas audit dan ukuran perusahaan

secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance sehingga H1 dalam penelitian

ini diterima.

Hasil dari persentase pengaruh variabel independen secara simultan

terhadap tax avoidance menunjukkan hasil uji determinasi bahwa nilai adjusted R

square sebesar 0,791 yang mengandung arti bahwa 71,9% besarnya tax avoidance

bisa dijelaskan oleh variabel corporate social responsibility, kualitas audit,

leverage, dan ukuran perusahaan sedangkan sisanya 28,1% lainnya dijelaskan

oleh variabel lain di luar model.

2. Pengaruh corporate social responsibility terhadap tax avoidance

Hasil pengujian menunjukkan nilai t-hitung variabel corporate social

responsibility (X1) terhadap tax avoidance (Y) sebesar 6,102 lebih besar dari t-

tabel 1,98238 (df = 112 – 5 = 107; α = 5%) dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 (α

= 5%). Hasil ini menjelaskan bahwa corporate social responsibility berpengaruh

terhadap tax avoidance yang dapat diartikan apabila terjadi peningkatan atau

penurunan nilai pengungkapan corporate social responsibility juga akan

mempengaruhi peningkatan atau penurunan perusahaan dalam tax avoidance.

Koefisien regresi variabel corporate social responcibility (CSRDI) bernilai


64

10,212 (positif). Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan corporate social

responcibility sebesar satu satuan, maka akan meningkatkan tax avoidance

sebesar 10,212 satuan tanpa dipengaruhi faktor lainnya. Hal ini berarti perusahaan

dengan peringkat yang tinggi dalam hal pengungkapan CSR dianggap melakukan

strategi pajak yang lebih agresif dibandingkan dengan perusahaan dengan

peringkat rendah dalam hal pengungkapan CSR. Perusahaan yang bertindak tax

avoidance akan menaikkan nilai rupiah pada pelaporan CSR sehingga dimata

umum perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya

dengan baik namun pada kenyataannya perusahaan tersebut meningkatkan nilai

rupiah pada pelaporan CSR karena ingin mengurangi beban pajak.

CSR bagi perusahaan adalah pengeluaran, begitu pula dengan pajak yang

harus mereka bayarkan. Sederhananya, membayar pajak sekaligus mengeluarkan

anggaran untuk kegiatan CSR berarti pengeluaran ganda bagi perusahaan,

sehingga perusahaan akan berupaya mengurangi salah satu dari dua pengeluaran

tersebut baik pengurangan anggaran CSR maupun meminimalkan jumlah beban

pajak. Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang pengurangan beban pajak

apabila perusahaan sudah melaksanakan CSR masih berupa Rancangan Peraturan

Pemerintah yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 36 Tahun 2008

tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 7 Tahun 1983 tentang

Pajak Penghasilan.

Hasil ini didukung oleh penelitian Deiya dan Bambang (2016) dan Nurul

dan Hidayati (2017), Nurul dan Hidayati (2017) menyatakan bahwa corporate

social responsibility berpengaruh terhadap tax avoidance dimana semakin tinggi


65

tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, semakin rendah tingkat agresivitas

pajaknya. Semakin besar kegiatan corporate social responsibility yang dilakukan

oleh perusahaan, maka akan semakin meningkat tindakan penghindaran pajak

yang dilakukan perusahaan dikarenakan beberapa item corporate social

responsibility yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Semakin tinggi

tingkat pengungkapan CSR suatu perusahaan, semakin rendah tingkat agresivitas

pajaknya. Perusahaan dengan agresivitas pajak yang rendah akan mengungkapkan

CSR yang lebih luas sehingga memiliki ETR yang lebih rendah. Salah satu bentuk

kewajiban sosial perusahaan adalah membayar pajak. Perusahaan telah turut serta

berkontribusi dalam melakukan pembangunan nasional dengan membayar pajak.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Jessica dan Toly (2014)

yang menemukan bahwa corporate social responsibility tidak berpengaruh

terhadap tax avoidance. Hasil penelitian Jessica dan Toly (2014) tersebut

didasarkan pada pemikiran bahwa apabila nilai pengungkapan corporate social

responsibility besar maka belum tentu perusahaan akan semakin tidak agresif.

3. Pengaruh kualitas audit terhadap tax avoidance.

Hasil pengujian menununjukkan nilai t-hitung variabel kualitas audit (X2)

terhadap tax avoidance (Y) sebesar -6,413 lebih kecil dari -t-tabel -1,98238 (df =

112 – 5 = 107; α = 5%) dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini

menjelaskan bahwa kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance. Penelitian

ini mengukur kualitas audit menggunakan Discresionary Accrual. Nilai

Discresionary Accrual yang tinggi mengindikasikan adanya kecurangan akuntansi

atau manajemen laba. Koefisien regresi variabel kualitas audit bernilai 8,744
66

(negatif). Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan kualitas audit sebesar

satu satuan, maka akan menurunkan tax avoidance sebesar 8,744 satuan tanpa

dipengaruhi faktor lainnya.

Kualitas audit yang baik tentu akan dapat mendeteksi adanya tindakan

pelanggaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan. Kualitas audit dalam

penelitian ini dilihat dari nilai discretionary accrual pada perusahaan, perusahaan

dengan nilai discretionary accrual yang tinggi menandakan perusahaan tersebut

melakukan manajemen laba. Perusahaan melakukan manajemen laba karena

berbagai alasan seperti manajemen laba dengan meningkatkan laba karena ingin

menarik minat investor atau bertujuan agar perusahaan dinilai bagus oleh kreditur,

dalam hal yang berkaitan dengan beban pajak maka perusahaan akan melakukan

penurunan laba dengan tujuan agar beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan

juga kecil karena pajak penghasilan dinilai berdasarkan jumlah laba perusahaan.

Maka dari itu, perusahaan dengan kualitas audit yang baik atau dengan nilai

discretionary accrual yang rendah menandakan perusahaan kecil kemungkinan

melakukan tax avoidance sedangkan perusahaan dengan nilai discretionary

accrual yang tinggi makan dinilai sebagai perusahaan yang melakukan tax

avoidance.

Data penelitian menunjukkan bahwa nilai discretionary accrual pada

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki rata – rata 0,0844.

Hal ini menunjukkan bahwa masih adanya kecenderungan perusahaan dalam

melakukan tindakan manajemen laba yang diindikasikan dengan rendahnya

kualitas audit. Ketika ada manipulasi laba dalam perusahaan tentu hal ini akan
67

berdampak pada tax avoidance perusahaan. Oleh karena itu, kualitas audit

berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Deiya dan Bambang (2016)

dan Nurfadilah, dkk (2016) yang menyatakan kualitas audit berpengaruh terhadap

tax avoidance yang artinya apabila nilai kualitas audit semakin besar maka tingkat

tax avoidance akan semakin kecil. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian Khairunisa, dkk (2017). Khairunisa, dkk (2017) menyatakan bahwa

auditor yang berkualitas tidak menghendaki manajemen perusahaan kliennya

melakukan tindakan tax avoidance yang dapat mengurangi pendapatan Negara,

jika nantinya ketahuan oleh aparat pajak maka auditor juga akan menerima risiko

khususnya risiko reputasi karena meskipun dilakukan secara legal akan tetapi

tetap saja mendapat sorotan kurang baik dari otoritas pajak karena dianggap

memiliki konotasi negatif.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Vidiyanti (2017) yang menemukan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh

terhadap tax avoidance. Hasil penelitian Vidiyanti (2017) didasarkan bahwa audit

yang dilakukan oleh KAP lebih tertuju pada audit laporan keuangan. Dimana

audit laporan keuangan tersebut bertujuan untuk menentukan apakah laporan

keuangan yang disajikan oleh perusahaan

4. Pengaruh leverage terhadap tax avoidance.

Hasil pengujian menunjukkan nilai t-hitung variabel leverage (X3)

terhadap tax avoidance (Y) sebesar -2,369 lebih kecil dari -t-tabel -1,98238 (df =

112 – 5 = 107; α = 5%) dan nilai signifikansi 0,010 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini
68

menjelaskan bahwa leverage berpengaruh terhadap tax avoidance. Koefisien

regresi variabel leverage bernilai -0,138 (negatif). Hal ini berarti bahwa setiap

terjadi peningkatan leverage sebesar satu satuan, maka akan menurunkan tax

avoidance sebesar 0,138 satuan tanpa dipengaruhi faktor lainnya.

Data penelitian menunjukkan bahwa rata – rata tingkat leverage

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menjadi sampel

penelitian memiliki rasio DER sebesar 1,4453. Nilai ini menunjukkan bahwa

penggunaan hutang lebih besar dari penggunaan modal sendiri dimana untuk

setiap Rp 1 rupiah modal sendiri, ada Rp 1,4453 hutang. Hal ini membuktikan

bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menjadi sampel

penelitian cenderung untuk menerapkan Trade off Theory dalam mendanai

perusahaan. Hal ini disebabkan penggunaan hutang menimbulkan beban bunga

yang dapat dijadikan pengurang pajak sehingga perusahaan mendapatkan

keuntungan dari penambahan hutang berupa tax shield. Oleh karena itu, leverage

berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Kuriah

dan Asyik (2016), Dewinta dan Setiawan (2016) dan Purwanto (2016) yang

menyatakan leverage berpengaruh terhadap tax avoidance. Menurut Kuriah dan

Asyik (2016) selama periode pengamatan, perusahaan sampel memanfaatkan

utang untuk meminimalkan beban pajak perusahaan bahkan cenderung mengarah

agresif terhadap pajak perusahaan. Keputusan perusahaan melakukan utang

didasarkan pada keinginan untuk mengurangi beban pajak perusahaan. Pengaruh

leverage terhadap tax avoidance, dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang


69

memiliki hutang tinggi akan mendapatkan insentif pajak berupa potongan atas

bunga pinjaman tersebut. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No.36 tahun

2008 menyebutkan bahwa bunga utang adalah beban yang dapat dikurangkan

untuk tujuan perhitungan pajak, sehingga perusahaan yang memiliki beban pajak

tinggi dapat melakukan penghematan pajak dengan cara menambah utang

perusahaan. Dengan menambah utang guna memperoleh insentif pajak yang besar

maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut agresif terhadap pajak. Hasil

penelitian ini membuktikan kebenaran trade-off theory bahwa bunga yang dibayar

sebagai beban pengurangan pajak membuat hutang menjadi lebih murah

dibandingkan dengan saham biasa atau saham preferen. Secara tidak langsung,

perusahaan membayar sebagian biaya hutang atau dengan kata lain hutang

memberikan manfaat perlindungan pajak.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Darmawan dan Sukartha (2014) yang menemukan bahwa leverage tidak

berpengaruh terhadap tax avoidance. Hasil penelitian Darmawan dan Sukartha

(2014) tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa Keputusan pendanaan

perusahaan dapat menjadi gambaran penghindaran pajak terkait dengan tarif pajak

efektif, hal tersebut dikarenakan ada peraturan perpajakan terkait kebijakan

struktur pendanaan perusahaan Keputusan pendanaan yang dimaksud adalah

perusahaan lebih menggunakan pendanaan internal atau eksternal.Utang yang

mengakibatkan munculnya beban bunga dapat menjadi pengurang laba kena

pajak, sedangkan dividen yang berasal dari laba ditahan tidak dapat menjadi

pengurang laba kena pajak.Perusahaan sampel memiliki utang yang sebagian


70

besar berasal dari pinjaman modal kepada pemegang saham atau pihak yang

berelasi, sehingga pada beban bunga yang ditimbulkan tidak dapat digunakan

sebagai pengurang laba kena pajak perusahaan. Beban bunga yang dapat

digunakan sebagai pengurang laba kena pajak adalah beban bunga yang muncul

akibat adanya pinjaman kepada pihak ketiga/ kreditur yang tidak memiliki

hubungan dengan perusahaan, hal ini diatur dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 6

ayat 1a dan pasal 18 ayat 3.

5. Pengaruh ukuran perusahaan terhadap tax avoidance

Hasil pengujian menunjukkan nilai t-hitung variabel ukuran perusahaan

(X4) terhadap tax avoidance (Y) sebesar 4,141 lebih besar dari t-tabel 1,98238 (df

= 112 – 5 = 107; α = 5%) dan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 (α = 5%). Hasil ini

menjelaskan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance.

Koefisien regresi variabel ukuran perusahaan bernilai 0,390 (positif). Hal ini

berarti bahwa setiap terjadi peningkatan ukuran perusahaan sebesar satu satuan,

maka akan menaikkan tax avoidance sebesar 0,390 satuan tanpa dipengaruhi

faktor lainnya.

Ukuran perusahaan diukur dengan total aset yang dimiliki perusahaan

tersebut. Perusahaan yang memiliki aset besar lebih berpotensi untuk mempunyai

laba yang besar pula karena skala usaha dari perusahaan tersebut lebih luas

dibanding perusahaan skala kecil. Oleh karena itu, perusahaan besar akan

cenderung meminimalkan beban pajak penghasilan, sehingga perusahaan dengan

total aset yang besar cenderung lebih agresif dalam melakukan tax avoidance,

sebaliknya perusahaan berukuran kecil menghasilkan laba yang lebih kecil


71

daripada laba yang dihasilkan oleh perusahaan berukuran besar, maka perusahaan

berukuran kecil cenderung tidak meminimalkan beban pajak karena laba yang

dihasilkan sudah kecil pada dasarnya.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Sari, dkk

(2016) dan Rinaldi dan Caroline (2015). Rinald dan Caroline (2015) menyatakan

perusahaan dengan ukuran besar akan lebih stabil dan lebih mampu dalam

menghasilkan laba dan membayar kewajibannya dibanding perusahaan dengan

total aktiva yang kecil. Sari, dkk (2016) menyatakan besarnya aset perusahaan

akan menimbulkan beban-beban yang juga semakin meningkat yang

menunjukkan adanya pengindaran pajak. Untuk mengidentifikasi ukuran

perusahaan dapat dilihat dari total aset dan sumberdaya yang dimiliki perusahaan,

perusahaan besar cenderung memiliki aset yang besar juga memiliki sumberdaya

manusia yang berkualitas. Dengan besarnya aset perusahaan, maka dapat

dilakukan manajemen pajak yang maksimal. Pihak manajemen akan

memanfaatkan beban penyusutan dan amortisasi dari total aset yang dimiliki

perusahaan sebagai strategi pengurang laba kena pajak hal tersebut sesuai dengan

undang - undang perpajakan dimana beban penyusutan dan amortisasi dapat

digunakan sebagai pengurang laba kena pajak, sehingga pajak terutang akan

semakin kecil. Hasil ini mendukung teori agensi bahwa sumber daya yang

dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan oleh agent untuk memaksimalkan

kompensasi kinerja agent, yaitu dengan cara menekan beban pajak perusahaan

untuk memaksimalkan kinerja perusahaan


72

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rusyidi (2013) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh

terhadap tax avoidance. Hasil penelitian Rusyidi (2013) didasarkan pada

pemikiran bahwa pajak dianggap beban bagi perusahaan sehingga menimbulkan

tax avoidance yang dilakukan oleh perusahaan, selain karena lemahnya

pengawasan pihak fiskus terhadap pelaku bisnis, khusunya perusahaan kecil

sehingga menyebabkan perilaku tax avoidance menyebar pada seluruh ukuran

perusahaan baik kecil maupun besar. Di Indonesia, Tax Avoidance banyak

terpublikasi pada perusahaan-perusahaan besar, seperti kasus Asian Agri karena

besarnya kerugian negara akibat perilaku Tax Avoidance yang dilakukan oleh

Asian Agri. Namun demikian adanya PP No 46 tahun 2013 mengenai pajak

UMKM, makin menyiratkan bahwa selama ini pihak fiskus masih kesulitan untuk

menggali potensi pajak dari sektor UMKM, oleh karena itu fiskus mendorong

untuk UMKM dapat membayarkan pajak penghasilannya hanya 1% dari omset.


73

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang pengaruh corporate social

responsibility, kualitas audit, leverage, dan ukuran perusahaan tehadap tax

avoidance pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 –

2017, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Corporate social responsibility, kualitas audit, leverage, dan ukuran

perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap tax avoidance pada

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Corporate social responsibility berpengaruh terhadap tax avoidance pada

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Kualitas audit berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Leverage berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

5. Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance pada perusahaan

yang terdaftar di Bursa Efek Indoensia.

5.2 Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini hanya menggunakan modified jones model sebagaisalah

satu model dari discretionary accruals sebagai alat ukur variabel kualitas
74

audit, sedangkan masih banyak model dari discretionary accruals yang dapat

digunakan

2. Sampel yang digunakan pada penilitian ini merupakan perusahaan yang terdiri

dari berbagai sektor usaha tidak berfokus pada salah satu sektor usaha

5.3. Saran

Berdasarkan berbagai keterbatasan penelitian ini menghasilkan beberapa

saran yang diharapkan dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya, antara lain :

1. Bagi perusahaan, disarankan untuk tidak melakukan tindakan tax avoidance

karena menyebabkan legitimasi perusahaan dan nilai perusahaan akan buruk

2. Bagi pemerintah, agar lebih memperhatikan kegiatan tax avoidance yang

dilakukan oleh perusahaan melalui variabel corporate social responsibility,

kualitas audit, leverage, dan ukuran perusahaan.

3. Bagi penelitian selanjutnya, disarankan menambah proksi variabel

independen lain yang terkait dengan tax avoidance seperti profitabilitas

(Dewinta dan Setiawan, 2016) dan konservatisme akuntansi (Sari, 2016).

Penelitian selanjutnya dapat menggunakan alat uji yang berbeda agar

memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat, seperti analisis jalur (path

analyss). Penelitian selanjutnya dapat memfokuskan penelitian pada salah

satu sektor usaha agar hasil penelitian lebih detail.

You might also like