You are on page 1of 2

DZIKRI KHALIFATULLAH

150120170504
Tugas 1 Ekonomi Makro Madya
Dosen: Prof. Dr. Ir. H. Maman H. Karman, MSc.

Akhir-akhir ini kita disibukkan oleh adanya topik populer tentang embargo Uni Eropa
terhadap ekspor minyak Iran. Dengan adanya embargo tersebut, supply minyak dunia tentunya
akan berkurang karena supply dari Iran tidak tersalurkan dengan baik. Sementara itu, permintaan
dunia (termasuk Uni Eropa) terhadap minyak adalah tetap, bahkan semakin hari semakin
bertambah. Hal ini membuat para analis memprediksi bahwa akan terjadi lonjakan harga minyak
dunia.

Hal ini ternyata juga berimbas terhadap kebijakan anggaran di Indonesia. Terbukti adanya
wacana kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM yang ramai menjadi bahan
perbincangan. Ada yang pro, tapi banyak juga yang kontra. Juga menjadi topik favorit demonstrasi
dari BEM sampai FPI. Menanggapi hal tersebut, penulis menyampaikan pendapat bahwa
kebijakan pencabutan subsidi BBM ini sangat tepat. Bahkan penulis sudah berpendapat demikian
jauh sebelum prediksi kenaikan harga minyak dunia akhir-akhir ini.

Argumen pertama bisa dilihat dari sisi sejarah. Jika kita melihat sejarah subsidi BBM, bisa
kita lihat bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat pertama kali mensubsidi BBM (orde baru)
adalah sangat baik ditinjau dari sisi pasokan minyak mentah yang melimpah. Sementara itu, harga
minyak dunia saat itu yang terus melambung sama sekali tidak menimbulkan kerugian terhadap
Indonesia. Bahkan bisa dikatakan Indonesia untung dari tingginya harga minyak dunia karena
Indonesia adalah salah satu negara pemasok minyak mentah, dan konsumsi minyak dalam negeri
juga lebih kecil dibanding produksinya sehingga Indonesia mendapat untung dari ekspor minyak.
Hal itu mungkin membuat kebijakan subsidi BBM terlihat wajar sebagai bentuk kompensasi
terhadap rakyat sehingga rakyat bisa ikut menikmati keuntungan dari penjualan minyak mentah
ke luar negeri. Namun kondisi saat ini sangatlah berbeda.

Produksi minyak mentah dalam negeri saat ini semakin hari semakin menurun, sementara
konsumsi minyak dalam negeri justru meningkat sehingga membuat Indonesia justru harus
mengimpor minyak. Kesialan itu ditambah lagi dengan harga minyak yang terus meroket, hal yang
dulunya sangat menguntungkan (saat Indonesia masih menjadi pengekspor minyak). Dilihat dari
sisi ini, kebijakan subsidi BBM saat ini sebenarnya sudah tidak relevan. Hal tersebut kemudian
menimbulkan argumen kedua yang dilihat dari sisi ekonomi politik. Selama pemerintahan orde
baru hingga sekarang rakyat sudah terlalu lama terbiasa menikmati subsidi.

Hal ini membuat rezim selanjutnya menjadi mudah untuk melakukan pencabutan subsidi.
Kebijakan untuk mencabut subsidi BBM dinilai kebijakan yang tidak populis. Sehingga dalam hal
ini, kebijakan mengenai subsidi BBM justru dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik
pihak-pihak tertentu (khususnya rezim berkuasa). Akibatnya, Kebijakan subsidi BBM justru
menjadi senjata untuk meraih simpati rakyat. Rakyat seperti dininabobokan dengan subsidi BBM.
Untuk contoh praktisnya sepertinya tidak perlu dijabarkan lagi, silahkan baca sejarah subsidi BBM
pada masa SBY. Nah, hal ini membuat adanya argumen ketiga dari penulis.

Dengan adanya kebijakan subsidi BBM yang hanya menjadi senjata politik tanpa
mempertimbangkan sisi ekonomi, anggaran menjadi jebol. Hal ini membuat pemerintah terpaksa
melakukan pinjaman ke rentenir internasional. Pemerintah melakukan pinjaman untuk membiayai
kebutuhan operasional berupa subsidi BBM. Hal ini ibarat sebuah keluarga yang berutang untuk
makan, sama sekali tidak sehat dilihat dari sisi ekonomi. Oleh karena itu, masa kini terjadi
perdebatan, di satu sisi menentang pencabutan subsidi BBM, namun di sisi lain mengeluhkan utang
negara yang semakin besar. Sayangnya masyarakat yg mengalami permasalahan semacam ini
banyak sekali.
Argumen keempat adalah bahwa subsidi BBM adalah subsidi yang tidak memihak rakyat
kecil. Data menunjukkan bahwa 70% subsidi BBM justru dinikmati rakyat kalangan menengah ke
atas. Hal ini belum ditambah kemungkinan adanya praktik-praktik kecurangan seperti
penyelundupan BBM bersubsidi ke luar negeri yang tentunya akan laris manis karena harga BBM
di luar negeri jauh lebih mahal dibanding BBM bersubsidi. Dilihat dari sisi ini tentunya bisa
dikatakan bahwa kebijakan subsidi BBM adalah kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil.

You might also like