Professional Documents
Culture Documents
menulis
catatan baru: ALERGI SUSU SAPI PADA BAYI DAN ANAK.
Alergi susu sapi dapat terjadi pada 2 - 8% bayi. Sekitar 5 -15% dari bayi ini memiliki reaksi
terhadap protein susu sapi, tetapi tidak semua reaksi ini adalah reaksi alergi. Misalnya,
intoleransi laktosa bukan alergi, tetapi beberapa anak memiliki reaksi ini.
Alergi susu adalah alergi makanan tersering pada anak-anak. Walaupun susu sapi adalah
penyebab alergi tersering, susu kambing, domba dan kerbau juga dapat menyebabkan reaksi
alergi. Dan sekitar 40% anak yang memiliki alergi susu sapi juga menderita alergi susu kedelai.
Alergi susu sapi dapat timbul sejak beberapa menit sampai beberapa jam setelah mengkonsumsi
susu sapi. Tanda dan gejala bervariasi dari yang ringan sampai yang parah termasuk sesaj,
muntah, kulit kemerahan dan masalah pencernaan. Walaupun jarang, alergi susu sapi dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis – reaksi yang berat dan mengancam jiwa.
Eliminasi susu sapi adalah pengobatan utama pada alergi susu sapi. Sayangnya, pada sebagian
anak alergi susu sapi timbul sampai usia 3 tahun.
Gejala alergi susu sapi
2. Tertunda (delayed) - ini dapat terjadi beberapa jam atau bahkan berhari-hari setelah susu
diminum. Gejala termasuk eksim, muntah, diare atau bahkan mungkin asthma. Bayi dapat
mengalami gagal tumbuh. Reaksi ini adalah reaksi yang tidak diperantarai IgE. Intoleransi
protein susu sapi adalah sebuah contoh dari reaksi ini - kadang-kadang Anda akan melihat darah
pada tinja.
Alternatif susu apa yang dapat diberikan pada bayi dengan alergi susu sapi?
Apakah boleh memberi susu kambing untuk bayi dengan alergi susu sapi?
Tidak boleh. Susu kambing dan susu sapi memiliki jenis protein yang serupa sehingga anak-anak
yang alergi terhadap satu akan alergi terhadap yang lain. Susu kambing, susu domba, dan air
tajin tidak boleh diberikan sebagai alternatif dalam alergi susu sapi.
Haruskah ibu berhenti menyusui bila bayinya menderita alergi susu sapi?
Tidak, sebaiknya ibu tetap menyusui bayinya. Alergi susu sapi jarang terjadi pada bayi yang
diberikan ASI. Jika bayi memiliki gejala-gejala dari alergi protein susu sapi, maka ibu harus
mengeliminasi produk susu dan telur dari diet - anda harus melanjutkan ini setidaknya selama 2
minggu, tapi mungkin untuk 4 minggu, untuk melihat apakah ada perbaikan. Jika ada perbaikan,
satu makanan per minggu dapat diperkenalkan ke dalam makanan Anda sampai Anda tahu
makanan apa yang menyebabkan masalah bayi Anda dan kemudian Anda bisa menghindari
makanan tersebut.
Jika Anda harus menghilangkan susu dari diet Anda, Anda mungkin memerlukan suplemen
kalsium. Ketika Anda hendak menyapih bayi Anda, Anda harus menggunakan susu formula
hidrolisat ekstensif (Pepti junior atau pregestimil).
Apakah anak saya akan sembuh dari alergi?
Sebagian besar anak-anak sembuh dari alergi susu sapi pada usia 3 tahun. Setelah anak Anda
berusia lebih dari 12 bulan dan telah mendapatkan diet tanpa susu sapi selama minimal 6 bulan,
Anda dapat mencoba memperkenalkan beberapa produk susu sapi ke dalam makanan - Anda
dapat memulai dengan yoghurt atau keju, produk ini kadang-kadang ditoleransi lebih baik dari
susunya sendiri.
- Jika anak Anda mengalami reaksi parah terhadap susu pada awalnya, seperti anafilaksis, maka
dalam memulai pemberian susu sapi harus di bawah pengawasan medis - jangan coba-coba
kembali memperkenalkan susu di rumah.
- Beberapa anak dapat lepas dari alergi susu tetapi berkembang penyakit alergi lain, seperti asma
saat mereka tumbuh dewasa.
Referensi
• American Academy of Allergy, Asthma and Immunology. The Allergy Report
• Australasian Society of Clinical Immunology and Allergy
• Vanderplas et al. Guidelines for the diagnosis and management of cow's milk protein allergy in
infants. Arch Dis Child. 2007; 92:902-908
• Rance F. Food allergy in children suffering from atopic eczema. Pediatr Allergy Immunol
2008;19:279-284
MFPA (Multiple food protein allergy) didefinisikan sebagai alergi lebih dari 1 makanan
dasar seperti susu, tepung, telur dan kedelai. Susu ini juga digunakan sebagai placebo
dalam DBPCFC untuk mendiagnosis alergi susu sapi
Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu formula soya memiliki
perbandingan 2: 1 untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Susu
formula ini juga ada yang mengandung asam lemak esensial, yaitu Omega 6 dan Omega
3 dengan rasio yang tepat sebagai bahan dasar pembentukan AA & DHA untuk tumbuh
kembang otak yang optimal.
Karbohidrat pada formula soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang dapat
ditoleransi oleh sistem pencernaan bayi yang terluka saat mengalami diare ataupun oleh
sistem pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi. Susu formula soya
(kedelai) kurang lebih sama manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrolisat
ekstensif, tetapi lebih murah dan rasanya lebih familiar.
Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi didapatkan susu soya
bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan Non IgE .
Perkembangan IgE berkaitan dengan susu soya termasuk jarang.
Susu soya direkomendasikan untuk alternatif pilihan pertama pada penderita alergi susu
sapi pada usia di atas 6 bulan. Tetapi bukan berarti penelitian ini merubah pemberian susu
formula soya di bawah usia 6 bulan. Anak yang mengalami alergi susu sapi, ternyata
didapatkan sekitar 30 – 40% mengalami alergi susu soya.
SUSU EKSTENSIF HIDROLISAT LAINNYA
Alternatif pengganti pada alergi susu sapi adalah susu formula yang mengandung protein
susu sapi hidrolisa (melalui pemrosesan khusus).
Susu formula ini rasanya memang tidak begitu enak dan relatif lebih mahal.. Protein
Whey sering lebih mudah di denaturasi (dirusak) oleh panas dibandingkan protein kasein
yang lebih tahan terhadap panas. Sehingga proses denaturasi whey dapat diterima oleh
penderita alergi susu sapi, seperti susu sapi evaporasi.
Formula ekstensif hidrolisa akan memenuhi criteria klinis bila secara klinis dapat
diterima 90% oleh penderita proven IgE-mediated alergi susu sapi (95% confidence
interval) seperti yang direkomendasikan American Academy of Paediatrics Nutritional
Committee.
Sejauh ini sekitar 10% penderita alergi susu sapi dapat menimbulkan reaksi terhadap susu
formula ekstensif hidrolisa. Secara pasti penderita yang alergi terhadap formula ekstensif
hidrolisa belum diketahui, diperkirakan lebih dari 19%. Pengalaman penggunaan
hidrolisa kasein telah dilakukan hampir 50 tahun lebih,
Beberapa penelitian menunjukkan sangat efektif untuk penderita alergi susu sapi. Susu
Hidrolisa kasein yang terdapat dipasaran adalah Pregestimil (Mead Johnson). Sedangkan
hidrolisa whey dalam waktu terakhir ini mulai dijadikan alternatif, dan tampaknya
toleransi secara klinik hampir sama dengan hidrolisa kasein. Beberapa contoh susu
hidrolisa whey adalah Pepti- Junior (Nutricia). Protein Whey lebih mudah didenaturasi
dengan suhu panas tetapi kasein sangat tahan panas
SUSU PARSIAL HIDROLISA
Susu formula parsial hidrolisa masih mengandung peptida cukup besar sehingga masih
berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi susu sapi. Susu ini tidak direkomendasikan
untuk pengobatan atau pengganti susu untuk penderita alergu susu sapi.
Susu hipoalergenik atau rendah alergi ini contohnya NAN HA, NUTRILON HA dan
Enfa HA. Susu ini direkomendasikan untuk penderita yang beresiko tinggi alergi sebelum
menunjukkan adanya gejala alergi. Penelitian menunjukkan pemberian Formula hidrolisa
Parsial mengurangi onset gejala alergi yang dapat ditimbulkan.
Kesalahan yang sering terjadi susu hipoalergenik bukan pengganti sebagai alergi susu
sapi, tetapi hanya sebagai pencegahan. Banyak kasus ditemui anak dianggap atau
dicurigai alergi susu sapi lansung direkomendasikan hipoalergenik parsial.
PARSIAL HIDROLISA DAN BEBAS LAKTOSA
Susu parsial hidrolisat lainnya adalah VITALAC BL. Susu formula jenis ini relatif unik.
Produsen susu formula khusus ini khabarnya awalnya mengkonsep untuk penggunaan
hipoalergenik, tetapi karena berbagai hal maka dialihkan menjadai susu penderita sensitif
pencernan seperti diare dan sebagainya.
Penelitian pendahuluan yang di lakukan Children Allergy Clinic didapatkan bahwa
beberapa bayi yang tidak toleran atau tidak cocok dengan susu hipoalergenik parsial
dengan menggunakan susu ini 80% dapat di toleransi dengan baik. Bahkan yang agak
unik, pada beberapa kasus dengan susu ekstensif hidrolisat dibandingkan dengan
penggunaan susu ini ternyata mempunyai respon yang lebih baik. Temuan awal ini
mungkin adapat dilakukan penelitian lebih jauh tentang penggunaan susu vitalac BL
sebagai alternatif penggunaan susu hipoalergenik.
Saat ini susu ini tidak diproduksi lagi oleh sari husada
Anamnesis atau mengetahui riwayat gejala dilihat dari jangka waktu timbulnya gejala
setelah minum susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. Harus diketahui
riwayat pemberian makanan lainnya termasuk diet ibu saat pemberian ASI dan pemberian
makanan pendamping lainnya. Harus diketahui juga gejala alergi asma, rinitis alergi,
dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang tua,
saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan pasien sendiri.
Gejala klinis pada kulit seperti urtikaria, dermatitis atopik, ras. Saluran napas: batuk
berulang terutama pada malam hari, setelah latihan asma, rinitis alergi. Gangguan saluran
cerna, muntah, diare, kolik dan obstipasi. Pemeriksaan fisik yang mungkin didapatkan
hádala ada kulit tampak kekeringan kulit, urtikaria, dermatitis atopik allergic shiner’s,
Siemen grease, geographic tongue, mukosa hidung pucat, dan wheezing (mengi).
PITFALL DIAGNOSIS
Pitfall terjadi pada awal penentuan diagnosis dilakukan hanya berdasarkan data
laboratorium baik tes kulit atau IgE spesifik terhadap susu sapi. Padahal baku emas
diagnosis adalah dengan melakukan menggunakan provokasi makanan secara buta
(Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). Penelitian yang dilakukan
penulis terungkap bahwa 25 anak dengan hasil IgE spesifik terhadap susu sapi positif,
ternyata setelah dilakukan elimisasi provokasi terbuka sekitar 48% dapat toleran terhadap
susu sapi “nutrien dense”, 40% toleran terhadap susu sapi evaporasi, 24% toleran
terhadap susu formula sapi biasa.
Pitfall diagnosis juga sering terjadi hanya berdasarkan anamnesa tanpa pemeriksaan
penunjang dan DBPCFC. Bila anamnesis tidak cermat sering terjadi kesalahan karena
faktor yang mempengaruhi gejala yang timbul bukan hanya protein susu sapi. Reaksi
simpang yang terjadi dapat juga diakibatkan oleh beberapa kandungan tambahan yang
ada di dalam susu formula dan reaksi yang ditimbulkan karena diet ibu saat pemberian
ASI. Faktor lain yang memicu timbulnya gejala adalah faktor terjadinya infeksi pada
anak. Saat terjadi infeksi seperti batuk, pilek atau panas sering memicu timbulnya gejala
alergi. Misalnya saat infeksi saluran napas akut pada penderita alergi sering disertai
gejala diare, muntah dan dermatitis.
Terlalu cepat memastikan suatu anak menderita alergi susu sapi biasanya didasarkan
ketidakcermatan dalam menganalisa permasalahan kesehatan pada penderita. Dalam
menentukan kecurigaan apakah suatu anak mengalami alergi susu sapi diperlukan
ketelitian dan kecermatan. Bila anak minum PASI (Pengganti Air Susu Ibu) dan ASI (Air
Susu Ibu), harus cermat dalam menentukan penyebab gangguan tersebut. Dalam kasus
tersebut, PASI atau ASI dapat dicurigai sebagai penyebab alergi. Pada pemberian ASI,
diet yang dimakan ibunya dapat mempengaruhi bayi. Bila pemberian PASI sebelumnya
sudah berlangsung lebih dari 1 – 2 minggu tidak terdapat gangguan, kemungkinan susu
formula sapi tersebut bukan sebagai penyebab alergi. Harus diperhatikan apakah diet
ibunya sebagai penyebab alergi.
Kadang ada beberapa anak dengan susu formula sapi yang satu tidak cocok tetapi susu
formula sapi lainnya bisa diterima. Hal inilah yang menunjukkan bahwa komposisi dan
kandungan lain di dalam susu formula tersebut yang ikut berperanan. Faktor yang
berpengaruh mungkin saja karena perbedaan dalam proses pembuatan bahan dasar susu
sapi. Dengan pemanasan dan proses tertentu yang berbeda beberapa kandungan protein
tertentu yang mengganggu akan menghilang.
Sebagian besar alergi susu sapi pada bayi adalah tipe cepat yang diperan oleh IgE dan
gejala utama adalah ras kulit, eritema perioral, angioedema, urtikaria dan anafilaksis.
Sedangkan bila gejala lambat pada saluran cerna berupa muntah, konstipasi dan diare dan
gangguan kulit dermatitis herpertiformis biasanya bukan diperani oleh IgE. Peranan Non
IgE inilah biasanya disebabkan bukan oleh kandungan protein susu sapi.. Melihat
berbagai jenis kandungan protein dalam susu sapi dan beberapa zat tambahan seperti AA,
DHA, sumber komponen lemak (minyak safflower, minyak kelapa sawit, minyak jagung,
minyak kedelai) atau aroma rasa (coklat, madu dan strawberi). Masing masing
kandungan tersebut mempunyai potensi berbeda sebagai penyebab alergi atau reaksi
simpang dari susu formula..
Kandungan DHA dalam susu formula kadang dapat mengakibatkan gangguan pada anak
tertentu berupa gangguan kulit. Sedangkan kandungan minyak kelapa sawit dapat
mengakibatkan gangguan saluran cerna berupa konstipasi. Aroma rasa susu seperti coklat
sering menimbulkan reaksi batuk atau kosntipasi. Begitu juga kandungan lemak tertentu,
minyak jagung dan laktosa pada susu formula tersebut dapat mengakibatkan manifestasi
yang hampir sama dengan alergi susu sapi. Bila gangguan akibat susu formula tersebut
hanya ringan mungkin penggantian susu sapi formula tanpa DHA atau susu sapi formula
tertentu keluhannya dapat berkurang. Jadi bila ada keluhan dalam pemakaian susu sapi
formula belum tentu harus diganti dengan susu soya atau susu hidrolisat. Tapi bila
keluhannya cukup berat mungkin penggantian susu sapi formula tersebut perlu
dipertimbangkan untuk pemberian susu soya atau hidrolisat protein.
Bayi atau anak yang sebelumnya telah mengkonsumsi salah satu jenis susu sapi dan tidak
mengalami keluhan dalam waktu lebih 2 minggu. Biasanya setelah itu tidak akan
mengalami alergi susu yang sama dikemudian hari. Hal ini sering disalah artikan ketika
anak mengalami gejala alergi, kemudian susunya diganti. Padahal sebelumnya anak telah
beberapa bulan mengkonsumsi susu yang diganti tersebut tanpa keluhan. Sering terjadi
saat terjadi gangguan terdapat faktor penyebab lainnya. Riwayat pemberian makanan
lainnya atau adanya infeksi yang diderta anak saat itu dapat menimbulkan gejala yang
sama. Kasus yang seperti ini menunjukkan bahwa kita harus cermat dan teliti dalam
mencurigai apakah seorang anak alergi susu sapi atau bukan.
Pitfal penanganan yang sering terjadi adalah saat gejala alergi timbul, penderita paling
sering direkomendasikan oleh para klinisi adalah pemberian susu partial hidrolisa.
Padahal relkomendasi yang seharusnya diberikan adalah susu formula ekstensif hidrolisat
atau susu soya, Pemberian partial hidrolisa secara klinis hanya digunakan untuk
pencegahan alergi bagi penderita yang beresiko alergi yang belum timbul gejala.
Meskipun demikian pada beberapa kasus gejala alergi ringan ternyata pemberian susu
parsial hidrolisa bisa bermanfaat.
Pemberian obat anti alergi baik peroral atau topikal bukan merupakan jalan keluar yang
terbaik untuk penanganan jangka panjang. Pemberian anti alergi jangka panjang
merupakan bukti kegagalan dalam mengidentifikasi penyebab alergi.
Banyak keraguan terhadap kualitas gizi susu pengganti susu sapi. Keraguan tersebut
seperti “soya tidak menggemukkan”, “susu hipoalergenik tidak mebuat anak pintar
karena tidak mengadung DHA” dan sebagainya. Secara umum semua susu formula yang
beredar secara resmi kandungan gizinya sama. Karena mengikuti standard RDA
(Recomendation Dietery Allowence) dalam jumlah kalori, vitamin dan mineral harus
sesuai dengan kebutuhan bayi dalam mencapai tumbuh kembang yang optimal. Keraguan
bahwa susu formula tertentu tidak menggemukkan tidak beralasan karena kandungan
kalori, vitamin dan mineral tidak berbeda. Penggunaan apapun merek susu formula yang
sesuai kondisi dan usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah
susu yang terbaik untuk anak tersebut. Bila ketidakcocokan susu sapi terus dipaksakan
pemberiannya, akan mengganggu fungsi tubuh terutama saluran cerna sehingga membuat
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak..
Pendahuluan
Alergi makanan di masyarakat merupakan istilah umum untuk menyatakan reaksi simpang terhadap
makanan termasuk di dalamnya proses non-alergi yang sebenarnya lebih tepat disebut intoleransi. Alergi
makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh
alergi terhadap bahan makanan. Alergen pertama yang terpapar pada bayi adalah susu sapi. Terbentuk
antibodi klas IgE dari kaskade inflamasi alergi, Kaskade ini tidak berhenti, dan sensitisai terhadap
mekanan lain akan terjadi
Patogenesis
Faktor genetik berperan dalam alergi makanan. Imaturitas usus memudahkan alergen masuk ke dalam
tubuh. Pajanan alergen dapat terjadi sejak janin dalam kandungan dan sejak masih bayi, dan dipengaruhi
oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat. Kadang-kadang terdapat faktor pencetus: faktor fisik
(dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga).
Alergen dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan besar molekul lebih dari
18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui
allergen-M sebagai determinan walaupun jumlahnya hanya sedikit. Pada telur ovomukoid diketahui
merupakan alergen utama. Betalaktoglobulin (BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin Serum albumin (BSA)
dan Bovin gama globulin (BGG) merupakan alergen utama dalam susu sapi diantaranya BLG adalah
alergen yang paling kuat. Protein kacang tanah yang terpenting sebagai alergen adalah arachin dan
conarachin, sedangkan pada pemurnian ditemukan alergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu
glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang mendapatkan Allergen-1 dan
Allergen-2 masing-masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton. Albumin,
pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada gandum.
Pada paparan awal, alergen makanan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya
mengekspresikan pada sel-T secara langsung atau melalui sitokin. Sel-T tersensitisasi dan akan
merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe. Alergen yang intak diserap oleh usus
dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ
limfoid usus,yang pada kebanyakan anak-anak membentuk antibodi dari subtipe IgG, IgA dan IgM. Pada
anak-anak atopi cenderung terbentuk IgE lebih banyak selanjutnya mengadakan sensitisai sel mast pada
saluran cerna, saluran nafas dan kulit. Bayi yang sangat atopi juga mendapat sensitisasi melalui susu ibu
terhadap makanan yang dikonsumsi ibu. Bayi-bayi dengan alergi awal terhadap satu makanan misalnya
susu, juga mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembang menjadi alergi terhadap makanan lain.
Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal dan rupanya berlanjut walaupun dilakukan diet
eliminasi. Komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.
Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai berbagai efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya komplek imun akan menarik netrofil
Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast
atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah
melekat pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik (gambar 3), akan menimbulkan degranulasi
mediator . Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang
ditimbulkannya.
Gejala Klinik
Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas,
saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali
sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan gejala tertentu pada seseorang
anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang makanan yang satu bisa
mempunyai organ sasaran yang lain dengan makanan yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria,
sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada
saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990) mendapatkan pada penderita yang
alergi susu sapi : 40 % dengan gejala asma, 21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan
gejala alergi susu sapi berupa : urtikaria, angionerotik udem, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.
Cara Pemeriksaan/Diagnosis
Diagnosis alergi makanan diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
dan secara akademis dipastikan dengan “Double Blind Placebo Controlled Food Challenge”. Secara klinis
bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka “Open Challenge”. Pertama-tama dilakukan eliminasi
dengan makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit.
Kalau tidak ada perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu.
Pemeriksaan Penunjang
• Uji kulit: sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu
rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
• Darah tepi: bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
• IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami
infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
Penatalaksanaan
Harus ditekankan sekali lagi bahwa diet eliminasi/provokasi adalah untuk diagnostik. Bila alergen
telah diketemukan maka harus dihindari sebaik mungkin. Makanan-makanan yang tergolong
hipoalergenik dipakai sebagai pengganti. Kalau mungkin diberlakukan selamanya. Untungnya alergi susu
sapi menghilang pada kebanyakan kasus pada umur 2 tahun. Juga harus diingat bahwa alergi tidak bisa
disembuhkan, tapi dikendalikan jumlah frekuensi serangannya, dikurangi intensitas serangannya,
dikurangi penggunaan obatnya, dikurangi jumlah hari bolos sekolah, ditingkatkan kualitas hidupnya.
Desensitisasi pada alergi makanan tidak dilakukan sebab reaksinya hebat dan sedikit sekali bukti-bukti
kerberhasilannya. Andaikata berhasil, penderita juga tetap harus menyingkirkan makanan penyebab
serangan alergi itu, seperti halnya desensitisasi dengan debu rumah penderitanya tetap tidak boleh
memakai kasur kapuk. Kepada orang tua penderita harus memberi tahu makanan pengganti, sebab
seringkali orang tua kuatir akan terjadi kekurangan gisi pada anak mereka. Makan di restoran kurang
aman dan dianjurkan selalu membaca label bahan-bahan makanan jika membeli makanan jadi (label
reading). Pada bayi yang melakukan eliminasi makanan yang masih menyusu pada ibu, maka ibu juga
harus pantang makanan yang dipantang bayinya karena alergen bisa ditransfer melalui susu ibu.
Makanan Pengganti
Untuk bayi-bayi yang perlu pencegahan primer yaitu bayi-bayi resiko tinggi untuk alergi, manakala ASI
tidak bisa diberikan, pilihan formula pengganti yaitu Susu Formula hidrolisat parsial, contohnya adalah
NAN HA, Enfamil HA, Nutrilon HA. SGM HA. Dalam formula ini masih diperbolehkan mengandung
Vitamin C, Vitamin E, DHA, Omega-3, dan probiotik. Pada kelompok bayi ini yang penting bukan
menghindari susu sapi, tetapi bagaimana bisa menimbulkan toleransi imun terhadap susu sapi.
Pada bay-bayi yang sudah mengalami gejala alergi, misalnya urtikaria (biduren), dermatitis atopik
(eksim). Rinitis alergika, asma atau otitis media, memerlukan pencegahan sekunder, manakala ASI tidak
bisa diberikan, susu formula pengganti adalah susu formula hidrolisat ekstensif (total), contohnya adalah
Pregestimil, Pepti Junior. Untuk bayi-bayi berusia diatas 6 bulan bisa memakai formula isolat kedelai
misalnya Nutrilon Soya, Isomil, Nursoy, Sobee, SGM Soya, Similac Soya. Untuk bayi-bayi dengan gejala
alergi yang berat misalnya eksim berat, asma berat, atau mereka yang intoleransi tehadap formula susu
hidrolisat total, bisa diberikan susu formula asam amino, misalnya Neocate.
Pada anak-anak yang sudah mengalami gejala alergi dan diperlukan pencegahan tersier untuk
mencegah komplikasi dan pengembangan penyakit lebih lanjut, misalnya rinitis alergi berkembang
menjadi asma, eksim berkembang menjadi asma, sehingga mereka mendapat regimen diet tertentu,
mereka mendapat regimen diet misalnya Diet eliminasi, diet minimal 1, 2, Egg and Fish Free diet, His
own Diet. Ada dilema untuk anak-anak yang melakukan diet, yaitu kalau telalu longgar menyebabkan
morbiditas tinggi, kalau telalu ketat tidak jarang terjadi malnutisi. Maka solusinya adalah Diet eliminasi
tidak boleh berkepanjangan. Untuk kepentingan diagnosis diet eliminasi dilakukan selama 3 minggu saja,
setelah itu dilakukan provokasi.
Diberikan alternatif makanan pengganti. Anak-anak yang harus menghindari buah selama 3 minggu, baik
sekali dianjurkan mengganti dengan sayur, wortel. Mereka yang perlu diet nasi, pengganti yang
dianjurkan adalah kentang. Susu sapi dan telur sering ada pada roti sehingga perlu diganti dengan kue-
kue misalnya kue lapis, kue bikang, kue mangkok. Ikan dan telur sebagai sumber protein penting dalam
makanan sehat baik sekali diganti dengan daging sapi atau kambing. Kacang juga kadang harus
dihindari, sebagai pengganti sebaiknya diberi kedelai, misalnya tahu, tempe dan kecap.
Daftar Pustaka:
Sampson HA, Leung DYM. Adverse reaction to Foods. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds):
Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004.pp.789-792.