You are on page 1of 23

1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia membawa dampak positif dan negatif.
Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif.
Di sisi lain, besarnya jumlah penduduk lansia akan menjadi beban apabila lansia memiliki
masalah penurunan kualitas kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya layanan
kesehatan, penuruan pendapatan, peningkatan disabilitas, tidak ada dukungan sosial dan
lingkungan yang tidak ramah kepada penduduk lansia.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia
adalah adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Seiring
berjalannya waktu, jumlah penduduk lanjut usia bertambah dengan pesat, hal ini dikarenakan
penurunan angka kelahiran dan kematian, serta peningkatan angka harapan hidup, yang
mengubah struktur kependudukan secara keseluruhan. Proses terjadinya penuaan penduduk
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya: peningkatan gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan,
hingga kemajuan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang semakin baik.

Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan pada tahun 2017 terdapat 23,66
juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah penduduk lansia pada
tahun 2020 sekitar 27,08 juta jiwa, pada tahun 2025 sekitar 33,69 juta jiwa, pada tahun 2030
sekitar 40,95 juta jiwa, dan pada tahun 2035 sekitar 48,19 juta jiwa.

Semakin tingginya pertambahan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi


beban bersama tenaga kesehatan di Indonesia. Pemeriksaan kesehatan secara rutin perlu
dilakukan untuk memantau status kesehatan lansia secara berkala. Baik dokter dan dokter
gigi berandil dalam meningkatkan kesehatan penduduk lanjut usia. Seperti yang diketahui,
pada individu yang berusia lanjut terjadi penuran fungsi dari organ tubuh, pengunyahan, dan
terjadi perubahan fisiologis. Oleh karena itu, peran dokter gigi sangat dibutuhkan untuk
mengevaluasi kesehatan penduduk usia lanjut dengan mengenali permasalahan yang ada pada
penduduk berusia lanjut.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
- Apa saja masalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi oral yang dialami
penduduk lanjut usia?
- Bagaimana mengatasi masalah kesehatan oral pada penduduk lanjut usia?

1.3. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai adalah dokter gigi, sebagai tenaga kesehatan, mampu
mengenali permasalahan penduduk lanjut usia dengan mengetahui kondisi oral dan kondisi
ekstraoral sehingga mampu menangani permasalahan penduduk lanjut usia, dengan harapan
penduduk lanjut usia tetap sehat dan produktif.

1.4. Manfaat
 Mengetahui kondisi kesehatan gigi dan rongga mulut pada penduduk lanjut usia, sehingga
mampu mengatasi permasalah penduduk lanjut usia yang berhubungan dengan gigi dan
rongga mulut.
 Menjadi sumber informasi untuk tenaga kesehatan, terutama sejawat dokter gigi,
mengenai kondisi kesehatan gigi dan rongga mulut pada penduduk lanjut usia, sehingga
sejawat sadar akan pentingnya penanganan permasalah penduduk lanjut usia yang
berhubungan dengan gigi dan rongga mulut.
 Menjadi sumber informasi untuk masyarakat, agar mengerti kondisi kesehatan gigi dan
rongga mulut pada individu lanjut usia sehingga, individu berusia lanjut sadar untuk
memeriksakan kesehatannya ke dokter gigi, dan penduduk berusia produktif menjaga
kesehatan gigi dan rongga mulutnya.

ISI

3
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Geriatri

Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea = merumat) atau ilmu kesehatan usia lanjut
adalah bagian ilmu penyakit dalam yang mempelajari aspek-aspek pencegahan,
peningkatan, pengobatan, pemulihan serta aspek psikologis dan sosial dari penyakit-
penyakit pada usia lanjut.

2.1.2. Pengertian Gerodontologi (Geriatric Dentistry)


Gerodontologi atau geriatric dentistry adalah pemberian perawatan gigi untuk
lansia yang meliputi diagnosis, pencegahan, dan pengobatan masalah yang terkait dengan
penuaan normal dan penyakit yang berkaitan dengan usia sebagai bagian dari disiplin
bersama tenaga kesehatan profesional lainnya.
Tujuan utama dari geredontologi adalah memungkinkan para profesional untuk
mengenali dan meringankan permasalahan para lansia. Untuk perawatan yang sukses,
dokter gigi harus bersikap baik, mengembangkan hubungan yang lebih baik dan lebih jauh
pemahaman tentang perasaan dan sikap usia, memahami masalah gigi khusus mereka, dan
menganggap mereka berbeda dari kelompok lain. Salah satu tujuan utama perawatan harus
terjadi pemulihan atau pemeliharaan fungsi untuk membantu pasien mempertahankan
tidak hanya yang independen gaya hidup tetapi juga gaya hidup yang mereka sukai.

2.1.3. Manifestasi Oral pada Geriatri

Data mengenai efek penuaan pada jaringan mulut jarang ditemukan. Seringkali
tidak ada tanda yang jelas antara penuaan fisiologis normal dan penyakit patologis.
Hilangnya translusensi gigi dan detail permukaan gigi (misalnya perikymata dan garis
imbrication) adalah perubahan umum selama proses penuaan. Abrasi, erosi, dan erosi gigi
biasanya meningkat seiring bertambahnya usia. Pulpa gigi menjadi lebih kecil karena
penebalan dentin sekunder dan pembentukan batu pulpa, dan kadang-kadang saluran akar
menjadi sklerosis total. Hilangnya struktur pendukung gigi (periodonsium) juga sering
terlihat pada pasien lanjut usia. Meningkatnya perlekatan epitel dan tulang alveolar yang
hilang pada lansia kemungkinan merupakan hasil dari peningkatan plak gigi dan kalkulus
daripada perubahan terkait usia yang kronis. Tidak diketahui apakah individu yang lebih
tua lebih rentan terhadap infeksi periodontal dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Ketika resesi gingiva meningkat, menghasilkan paparan permukaan akar ke lingkungan

4
mulut, prevalensi karies permukaan akar meningkat pada populasi lansia yang masih
memiliki banyak gigi.

Jaringan mulut tidak terbatas pada gigi dan struktur pendukung (periodonsium)
tetapi juga termasuk kelenjar saliva, sendi temporomandibular, otot orofasial / mastikasi,
mukosa orofaring, dan sistem saraf sensorik / motorik oral. Penelitian menunjukkan bahwa
pada lansia, fisiologi oral umumnya masih lengkap. Biasanya, perubahan yang diamati
secara morfologis dalam jaringan mulut tidak menyebabkan perubahan fungsi yang
berlebihan selama penuaan. Namun, mungkin ada beberapa perubahan spesifik dalam
jaringan individu selama penuaan, misalnya, fungsi kelenjar saliva, rasa, sensasi taktil, dan
menelan. Signifikansi klinis dari perubahan spesifik ini saat ini tidak jelas.

2.2. Pembahasan
2.2.1. Tabel Gangguan Mulut pada Lansia

Gangguan Mulut Umum pada Lansia

5
Struktur Oral Gangguan Umum Berkaitan dengan Umur
Oral Mukosa Kanker
Penyakit vesiculobulosa
Penyakit Ulseratif
Penyakit inflamasi
Pertumbuhan Gigi Karies akar
Karies koronal
Atrisi
Fraktur / pecah
Periodonsium Gingivitis
Periodontitis
Abses
Kehilangan gigi
Kelenjar Saliva Hipofungsi
Kanker
Fungsi Sensorik Disfungsi penciuman
Disgeusia
Disfungsi Motorik Disfagia
Aspirasi
Otot pengunyahan melemah
Sensasi Sakit Nyeri wajah atipikal
Sindrom “Burning Mouth”
Trigeminal Neuralgia
Gangguan Temporomandibular
Prostesis Atrofi mandibula
Protesa yang tidak pas
Lesi inflamasi sekunder pada protesa yang tidak pas
Kebersihan protesa yang buruk

2.2.2. Mukosa Oral


Tampilan klinis mukosa mulut pada lansia sehat tidak dapat dibedakan dari pada
pasien yang lebih muda. Perubahan dari waktu ke waktu, bagaimanapun, termasuk
trauma mukosa, penyakit mukosa, kebiasaan mulut, dan hipofungsi kelenjar saliva
dapat mengubah penampilan klinis dan karakter dari jaringan mulut pada lansia.
Menurunnya respon imunologi semakin meningkatkan kerentanan mereka terhadap
infeksi mukosa mulut dan trauma. Peningkatan insiden gangguan oral dan sistemik
pada pasien yang lebih tua bersama dengan peningkatan penggunaan obat juga dapat
menyebabkan gangguan mukosa mulut. Baik perubahan penuaan normal dan faktor
patologis dapat berkontribusi pada patologi mulut. Epitelium oral pada lansia menjadi
lebih tipis, kehilangan elastisitas, dan atrofi karena pertambahan usia.
Mukosa mulut adalah tempat umum untuk berbagai lesi deskuamatif, ulseratif, dan
ganas. Lesi oral yang paling umum di antara lansia termasuk trauma, lichen planus
dan reaksi lichenoid, proses inflamasi seperti hiperplasia papiler, epulis fissurata,

6
kandidiasis, kondisi vesiculobullous seperti pemphigoid, pemphigus, herpes, dan
akhirnya lesi pramaligna dan ganas.

a. Kanker Mulut

Kanker atau neoplasma secara harfiah memiliki arti “pertumbuhan baru”.


Suatu neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal
secara terus menerus walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah
berhenti. Lesi dapat menimbulkan nyeri lokal atau kesulitan menelan tetapi
banyak yang asimtomatik sehingga lesi diabaikan. Akibatnya banyak yang
terdiagnosis sampai tahap lanjut yang tidak dapat diobati lagi
Gejala kanker rongga mulut adalah sebagai berikut:
 Plak
 Eritroplakia (merah)
 Leukoplakia (putih)
 Eritroleukoplakia (merah dan putih)
 Eksofitik
 Merah
 Putih
 Merah jambu
 Kombinasi banyak warna
 Ulserasi
 Non-ulserasi
 Krusta

7
 Lesi hitam atau kecoklatan
 Blep
 Permukaan yang kasar
 Nyeri atau tidak nyeri
 Perdarahan
 Maloklusi
 Bengkak di leher
 Susah menelan
 Perubahan rasa kecap
 Perubahan suara

b. Penyakit Vesiculobulosa
Vesikel adalah suatu benjolan berisi cairan, berbatas jelas dalam epidermis
yang kurang dari 1cm diameternya. Cairan vesikel umumnya terdiri atas limfe atau
serum, tetapi juga dapat berisi darah. Dinding epitel dari vesikel tipis dan pada
akhirnya akan pecah, karena terjadinya suatu sulkus atau scar. Vesikel umumnya
dalam infeksi-infeksi virus, seperti herpes simpleks, herpes zozter, cacar air dan
cacar.
Bulla adalah suatu vesikel yang diameternya lebih dari 1 cm. Kondisi ini
terjadi dari pengumpulan cairan dalam pertemuan epidermis-dermis atau celah pada
epidermis. Bulla umumnya dijumpai pada pemfigus, pemfigoid, luka bakar dan
epidermolisis bullosa.
Lesi vesikobulosa merupakan lesi yang berisi cairan jernih dan terdapat pada
lapisan epitel yang muda, ruptur dan menimbulkan ulcer. Lesi vesikobulosa pada
rongga mulut kebanyakan menunjukkan gambaran yang hampir sama, sehingga
sulit dibedakan.

 Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)

8
Terdapat lesi di mukosa oral dan diawali dengan rasa seperti terbakar 2-48 jam
sebelum ulcer itu muncul. Pada periode awal ini berkembang erithema, papula
berbentuk bulat kecil putih, dan akan bertambah besar. Lesi bulat, simetris, dan
dangkal. Banyak terdapat di mukosa bukal dan labial. Jarang terdapat lesi di palatum
dan gingival. Pada RAS yang jinak, lesi berukuran 0,3-1 cm, dan sembuh dalam
waktu 1 minggu. Tetapi pada pasien yang menderita RAS parah , diameter lesinya
lebih dr 1cm. Lesinya disebut dengan lesinya mayorapthous ulser. Ulser ini
menimbulkan rasa sakit yang amat sangat pada waktu makan dan bicara.

 Behcet Disease
Munculnya ulser yang berulang terjadi pada 90% pasien, lesinya sulit
dibedakan dari lesi RAS. Lesi ini mungkin muncul di manapun di mukosa oral dan
mukosa pharyngeal.

 Pemfigus

9
Terdapat lesi tipis yang menyebar di kulit normal atau mukosa. Jika kita
memerikan tekanan, akan menghasilkan bentukan lesi yang baru, yang sering disebut
nikolsi sign. Selain itu palatum dan gingival merupakan lokasi lain tempat terjadinya
lesi ini.

 Paraneoplastik Pemfigus (PNPP)


Jenis pemifigus ini berhubungan dengan lesi neoplasma, seperti non-
Hodgkin’s lymphoma, chronic lymphocytic leukemia, atau thymoma. Pasien dengan
lesi ini biasanya mengeluhkan gejala erosi permukaan mukosa dan kulit. Lesi oral
merupakan manifestasi yang sering ditemukan, biasanya lesi ini meluas dan bersifat
nyeri tekan, mengalami gejala inflamasi, nekrosis, dengan permukaan erosi menutupi
bibir, lidah, dan palatum lunak.

 Pemfigus Vegetans
Pemfigus vegetans merupakan variasi benigna dari pemfigus vulgaris.
Terdapat dua jenis, yakni jenis Neumann dan hallopeau. Neumann memiliki cirri-ciri
seperti pemfigus vulgaris, dengan area yang relative besar dan denided. Area ini jika
mengalami penyembuhan, akan memebentuk jaringan granulasi hiperplastik. Jenis
Hallopeau lebih sedikit agresive, pustule, jenis pustule ini biasanya diikuti vegetasi
hiperkeratosis verukosa. Lesi oral merupakan salah satu bentuk pemfigus vegetans
dan merupakan tanda awal penyakit. Lesi gingival berulserasi dengan dasar yang
merah, dan permukaan purulent.
 Mucus Membrane Pemphigoid (MMP)

10
MMP merupakan penyakit kronis autoimun subepithelial yang menyerang
pasien di atas 50 tahun, yang sering tampak ulserasi, dan subsequent scaring. Lesi
subepithelial sering melibatkan permukaan mukosa, terutama mukosa oral. Lesi oral
terjadi pada 90% dengan MMP. Deskuamasi gingivitis merupakan manifestasi yang
sering tampak warna merah muda. Lesi biasanya tampak vesikel dari gingival atau
permukaan mukosa yang lain, tapi lesi ini tampak permukaan erosi yang non-spesifik.
Erosi tampak lebih kecil dibanding lesi pemfigus yang biasanya serta bersifat self-
limiting.

 Chronis Bullous Disease


Merupakan blistering subepitelial yang menyerang anak-anak di bawah usia 5
tahun. Lesi ini ditandai dengan deposisi IgA pada membran dasar, yang terdeteksi
dengan DIF pada permukaan epidermal mukosa.

c. Penyakit Ulseratif
Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut.
Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus
atau mukosa yang terbuka, yang menunjukan disintegrasi jaringan secara perlahan-
lahan disertai nekrosis. Ulser dapat berasal dari trauma, stomatitis apthosa, infeksi
virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox), dan varisela zoster. Ulser biasanya
sakit dan sering kali memerlukan terapi obat topikal atau sistemik untuk
penatalaksaan yang efektif. Pada umumnya prevalensi stomatitis apthosa sekitar 40-
60% dari populasi dunia.
Secara klinis dan durasinya, ulkus dapat dibedakan menjadi tipe akut dan
kronis. Ulkus akut biasanya nyeri karena adanya inflamasi akut, tertutup eksudat,
kuning putih, dikelilingi halo eritematus dan batasnya tidak lebih tinggi dari
permukaan mukosa dan merupakan lesi yang dangkal dan sembuh dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Ulkus kronis biasanya tidak terlalu sakit, tertutup membran
berwarna kuning, terjadi indurasi karena jaringan parut dan dikelilingi tepi yang lebih
tinggi dari permukaan mukosa, dan tidah sembuh dalam waktu lebih dari 2 minggu.
Secara klinis, ulkus dapat dibedakan menjadi tipe akut dan kronis, yaitu
sebagai berikut:

 Ulkus akut

11
Ulkus akut merupakan ulkus yang timbul mendadak, dengan durasi kurang
dari 2 minggu, biasanya berupa small ulcerative lesions yang baru saja muncul dan
berkembang dengan cepat, disertai dengan gejala prodromal. Ulkus akut biasanya
nyeri karena adanya inflamasi akut, tertutup eksudat, kuning putih, dikelilingi halo
eritematus dan batasnya tidak lebih tinggi dari permukaan mukosa dan merupakan
lesi yang dangkal. Pada keadaan akut, hilangnya epitel permukaan digantikan oleh
jaringan fibrin yang mengandung neutrofil, sel degenerasi dan fibrin (Sonis, 2003).
Ulkus akut terjadi pada umumnya karena adanya pengaruh sistemik, diantaranya
yaitu aphthous complex (Behcet syndrome, FAPA, Cyclic neutropenia, penyakit
sistemik yang lainya), dan penyakit yang didahului dengan vesikel (Recurent
Intraoral Herpes dan Herpes zoster), serta pengaruh non sistemik yang berupa
trauma, infeksi bakteri dan virus.

 Ulkus kronis
Ulkus kronis merupakan ulkus yang timbul bertahap, muncul selama pasien
masih mengidap atau berinteraksi dengan penyebab dari ulkus tersebut, terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan/ long term duration, tidak sembuh antara
2-3 minggu, namun tidak disertai dengan gejala prodromal, biasanya tidak terlalu
sakit. Ulkus kronis tampak sebagai lesi granulomatous difus, tertutup membran
berwarna kuning, terjadi indurasi karena jaringan parut dan dikelilingi tepi yang
lebih tinggi dari permukaan mukosa. Pada keadaan kronis, terdapat jaringan
granulasi dan jaringan parut, eosinofil dan infiltrasi makrofag dalam jumlah banyak.
Khasnya, muncul ulkus berwarna abu-abu dengan eksudat fibrinous melebihi
permukaan. Pada kondisi kronis terdapat indurasi di jaringan sekitar (Sonis, 2003).
Ulkus kronis terjadi pada kondisi orang dengan penyakit HIV, Tuberculosis, Sifilis,
dengan keadaan malignansi seperti SCC, dll.

 Traumatik Ulser
Traumatik ulser pada mukosa mulut biasanya terlihat pada populasi geriatrik.
Ulserasi ini paling sering mempengaruhi mukosa labial dan bukal dan berhubungan
dengan menggigit bibir dan pipi, kebiasaan yang bersifat faktorial, disfungsi
motorik, nekrosis tekanan, kebersihan yang tidak benar, kerusakan gigi, iritasi
akibat restorasi yang salah, dan protesa lepas yang tidak pas. Traumatik ulser

12
muncul sebagai ulserasi dangkal dengan pusat nekrotik dan berbagai tingkat eritema
di perifer.
Perawatan lesi ini melibatkan identifikasi etiologi dan menghilangkannya. Jika
tidak ada perubahan yang terjadi dalam jangka waktu dua minggu, biopsi insisional
untuk diagnosis histologis adalah bijaksana. Paliasi dengan emolien dan anestetik
topikal dapat membantu.

 Lichen Planus
Salah satu gangguan ulseratif yang lebih umum dari mukosa mulut adalah
lichen planus, yang juga termasuk reaksi lichenoid yang disebabkan oleh obat-
obatan. Meskipun etiologi mungkin idiopatik atau diinduksi oleh virus, kebanyakan
lesi lichenoid mungkin disebabkan oleh beberapa kejadian yang mempercepat yang
mengarah ke T-sel yang memediasi respon inflamasi kronik pada jaringan mulut,
yang menghasilkan kondisi mukosa lambung retikuler, seperti plak, atau ulseratif.
Lesi ini perlu didiagnosis dengan bantuan penilaian histopatologis.
Ada laporan dalam literatur transformasi maligna terkait pada pasien dengan lichen
planus oral kronis. Kemungkinan mengalami reaksi lichenoid terhadap bahan gigi
yang ada, dan lebih sering mengingat pada pasien dengan gingivitis deskuamatif
adalah penting karena gingiva yang nyeri, perih dan lunak sering mempengaruhi
kebersihan mulut, memperburuk peradangan intraoral, dan menciptakan siklus
peradangan dan kebersihan mulut yang buruk.

d. Penyakit Inflamasi
Lesi inflamasi pada lansia sering terjadi sebagai akibat dari gigi palsu yang
kurang pas. Hiperplasia papiler adalah temuan umum pada pasien dengan gigi
tiruan maksila yang longgar. Secara klinis, lesi ini mewakili nodul multipel,
polypoid, dan papilaris, yang ditemukan biasanya pada langit-langit keras,
memberikan penampilan seperti batu. Mungkin juga ada kandidiasis komorbid.
Perawatan termasuk pengurangan atau penghentian penggunaan gig tiruan.
Kondisioner jaringan dapat mengurangi hiperplasia papilaris bersama dengan
pengobatan bersamaan dengan agen anantifungal. Kadang-kadang, operasi
pengangkatan jaringan hiperplastik diperlukan atau pembangunan prostesis baru
dapat diindikasikan.
Lesi inflamasi terkait gigi tiruan lainnya adalah epulis fissurata, yang
merupakan lesi yang tampak sebagai hiperplastik, jaringan berlebihan di

13
vestibulum. Jaringan granulasi hiperplastik ini mengelilingi pinggiran gigi tiruan
dan dapat dikaitkan dengan rasa sakit, pendarahan, dan ulserasi, seringkali muncul
cukup tidak menyenangkan. Etiologinya adalah pinggiran gigi tiruan yang terlalu
berlebihan, baik karena resorpsi tulang alveolar yang membuat gigi tiruan
berbatasan berlebihan atau pada pasien yang telah kehilangan berat badan dan gigi
tiruan yang tidak lagi sesuai.
Perawatan lesi ini tergantung pada ukurannya. Lesi kecil dapat hilang jika
pinggiran gigi tiruan berkurang. Namun, eksisi bedah diperlukan untuk fissurata
yang lebih besar sebelum melakukan rebase atau pelurusan gigi tiruan.

2.2.3. Pertumbuhan Gigi


Lansia pada abad yang lalu telah berjumlah relatif sedikit dari total penduduk,
tetapi mayoritas tidak aktif dan jarang menerima perawatan gigi atau hanya ketika
kebutuhan gigi mereka tidak lagi dapat diabaikan. Perawatan gigi pada geriatri
tidak lagi hanya perawatan gigi tiruan, tetapi juga harus mencakup prosedur
restorasi kompleks, serta estetika gigi dan implan. Karena lansia mempertahankan
gigi mereka untuk usia yang lebih lanjut, banyak perubahan yang berkaitan dengan
usia ke gigi dapat diamati.

Atrisi pada oklusal, resesi pulpa, fibrosis, dan penurunan seluler adalah
beberapa perubahan yang lebih umum yang terlihat semua yang dapat mengurangi
sensitivitas gigi dan mengurangi persepsi rangsangan rasa sakit. Selain itu,
staining, pecah dan retak, dan peningkatan kerentanan terhadap fraktur gigi sering
terjadi pada pasien lansia.

14
Kasus paling umum adalah karies koronal dan akar yang berulang. Persentase
gigi dengan permukaan akar yang rusak atau telah direstorasi meningkat dengan
setiap dekade masa dewasa, mempengaruhi lebih dari setengah dari semua gigi
yang tersisa pada usia 75 tahun.

Seiring waktu, dentin mengalami penurunan dalam termal, sensitivitas


osmotik dan elektrik, dan persepsi rasa sakit dan kerentanannya terhadap karies
menurun. Ketebalan sementum dan dimensi pulpa juga berkurang seiring
bertambahnya usia.
Lesi karies akar bermula di CEJ dan menciptakan jaringan dentin yang lebih
gelap daripada normal. Permukaan akar yang terbuka berisiko, enamel menjadi
terlibat. Karies akar terjadi sebagai akibat dari peningkatan resesi gingiva,
disfungsi kelenjar saliva, kebersihan mulut yang kurang efektif, dan berkurangnya

15
fungsi motorik oral. Faktor risiko untuk karies akar termasuk akar yang terpapar
(karena resesi ginigiva, aliran saliva menurun, riwayat karies lainnya, status
kebersihan mulut, virulensi bakteri, dan paparan fluoride. Molar mandibula, gigi
premolar, dan kaninus rahang atas paling sering terkena, dengan permukaan yang
paling sering terkena fasial dan proksimal.

Strategi untuk mencegah karies akar termasuk pencegahan resesi gingiva,


kontrol plak, penggunaan berbagai sumber fluorida (termasuk bilasan, semprotan,
obat kumur, dan varnish), konseling diet dan nutrisi, dan peningkatan aliran saliva.
Sebuah tinjauan pustaka dan studi kasus klinis oleh Lazarchik dan Haywood,
yang diterbitkan dalam The Journal of American Dental Association pada tahun
2010, mencatat bahwa 10% karbamid peroksida gel yang diletakkan pada custom-
fitted tray dapat menjadi pengobatan yang efektif untuk pencegahan karies pada
pasien dengan gangguan oral. kebersihan. Plak ditekan, dan karena itu, karies
dikendalikan karena karbamid peroksida menginduksi peningkatan pH saliva dan
plak. Peningkatan pH saliva ini berasal dari komponen urea dan dari kemungkinan
aktivitas antimikroba melalui debridemen fisik dan efek kimia langsung dari
hidrogen peroksida. Selain itu, sering menggunakan fluoride sangat penting untuk
pencegahan karies akar. Fluorida memberikan tindakan antimikroba dan
remineralisasi yang penting, dan juga mengubah energi permukaan gigi. Fluorida
memiliki kemampuan untuk berkonsentrasi pada lesi karies serta meningkatkan pH
saliva. Manajemen restoratif lesi karies akar melibatkan pertimbangan multifaset:
isolasi, morfologi gingiva, lokasi lesi, desain persiapan, dan pilihan bahan
restoratif.

16
Rubber dam, adalah bentuk isolasi ideal, namun, karena seringnya daerah
subgingiva terkena karies akar, isolasi cotton roll atau sistem VAC-ejector dapat
diindikasikan. Menghilangkan gingival obstructions dengan gingivectomy atau
retraction cord atau bahkan flap full-thickness juga dapat diindikasikan. Pilihan
material restoratif termasuk:
(1) amalgam, yang efektif ketika isolasi minimal tetapi membutuhkan retensi
mekanik kasar dan memiliki ketahanan plak minimal,
(2) ionomer kaca, yang dipasang dengan cepat, membutuhkan isolasi moderat,
memiliki ikatan kimia yang cukup, dan memiliki ketahanan plak yang baik, dan
(3) komposit, yang memiliki persyaratan isolasi ketat untuk ikatan, memiliki
ketahanan plak yang buruk, dan membutuhkan rubber dam.
Pemeliharaan restoratif untuk pasien-pasien ini termasuk diet rendah
karbohidrat, pendidikan pasien dengan instruksi kebersihan yang intens, dan
ingatan yang sering. Mengatasi penyebab kerusakan (melalui penilaian risiko
karies) serta terapi remineralisasi dengan terapi fluoride baik di rumah maupun di
rumah adalah penting. Dokter gigi harus mempertimbangkan bahan restorasi
fluoride-releasing ketika mengevaluasi pilihan pengobatan. Akhirnya, rencana
perawatan konservatif pada pasien risiko karies tinggi, terutama di antara mereka
yang tidak dapat mempertahankan restorasi mereka, sangat penting.

2.2.4. Periodonsium
Penuaan disertai oleh berbagai perubahan periodontal: jaringan periodontal itu
sendiri menunjukkan tanda-tanda penuaan, komposisi perubahan plak, dan reaksi
periodontium terhadap adanya perubahan plak juga. Tingkat kerusakan periodontal
meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan besar karena interaksi faktor-
faktor tersebut. Perubahan periodonsium, bagaimanapun, tidak semata-mata karena
proses penuaan. Kombinasi resesi gingiva dengan hilangnya perlekatan periodontal
dan kebersihan mulut yang buruk merupakan predisposisi pasien usia lanjut
terhadap kehilangan gigi dan dengan demikian menjadi insufisensi pengunyahan.
Masalah proses menelan segera menyusul, seperti halnya malnutrisi.
Pada pasien geriatri dengan periodonsium yang membahayakan, rencana
perawatan yang lebih konservatif harus dirumuskan. Selain itu, pasien ini perlu
lebih sering mengingat dan pemeliharaan kesehatan mulut. Kebersihan mulut yang

17
meningkat dapat dihasilkan dari penggunaan berbagai alat bantu kesehatan mulut
bagi mereka yang mengalami kesulitan motorik. Berbagai sikat gigi yang berbeda
tersedia: sikat gigi dengan gagang yang dimodifikasi, sikat gigi elektrik, sikat tiga
sisi, sikat gigi jari, dan sikat hisap dapat diindikasikan. Yang paling penting,
bagaimanapun, adalah pendidikan pasien dan pengasuh oleh tim kesehatan mulut.

 Gingivitis

Gingivitis merupakan proses peradangan didalam jaringan periodonsium yang


terbatas pada gingiva, yang disebabkan oleh mikroorganisme yaang membentuk
suatu koloni serta membentuk plak gigi yang melekat pada tepi gingival.
Gingivitis merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering
terjadi dan hampir selalu dapat ditemukan pada semua bentuk penyakit gusi.
Gingivitis yang menetap dapat berkembang dan menyebabkan kerusakan jaringan
penyangga gigi sehingga gigi menjadi goyang atau terlepas.
Tanda-tanda dari gingivitis adalah :

- adanya perdarahan pada ginggiva


- terjadi perubahan warna pada ginggiva
- perubahan tekstur permukaan ginggiva
- perubahan posisi dari ginggiva
- perubahan kontur dari ginggiva
- adanya rasa nyeri
Faktor lokal penyebab ginggivitis disebabkab oleh akumulasi plak. Bentuk
penyakit gusi yang umum terjadi adalah ginggivitis kronis yang ditandai dengan

18
pembengkakan gusi atau lepasnya epitel perlekatan. Ginggivitis mengalami
perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan sesuai dengan
bertambahnya proses peradangan yang terus menerus. Rasa sakit atau nyeri jarang
dirasakan, rasa sakit yang merupakan gejala pembeda antara ginggivitis akut dan
ginggivitis kronis.

 Periodontitis

Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan


periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi
dan infeksi yang terjadi pada gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat atau perawatan
yang tertunda. Infeksi dan inflamasi dari gingiva menyebar ke ligamen dan tulang
alveolar yang menyangga gigi. Hilangnya dukungan menyebabkan gigi dapat terlepas
dari soketnya. Periodontitis merupakan penyebab utama tanggalnya gigi pada orang
dewasa. Penyakit ini jarang sekali terjadi pada anak anak tetapi meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyebab utama dari periodontitis adalah akumulasi plak pada
permukaan gigi. Peradangan pada mulanya hanya mengenai jaringan gingiva dan bila
berkelanjutan akan mengenai ligamen dan tulang alveolar penyangga gigi. Karena
plak mengandung bakteri, infeksi yang terjadi dapat menyerupai abses dan
meningkatkan kerusakan tulang.
Periodontitis terbagi menjadi 3 tahap, yaitu early periodontitis, moderate
periodontitis, dan advanced periodontitis.

- Early periodontitis.
 Mulai terlepasnya gingiva dari permukaan gigi
 Perdarahan, pembengkakan dan inflamasi mulai terlihat
 Napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut
 Hilangnya sedikit perlekatan tulang

19
 Terbentuk poket sedalam 3-4 mm antara gigi dan gingiva pada satu daerah
atau lebih

- Moderate periodontitis.
 Abses pada gingiva mulai terbentuk
 Gigi terlihat lebih panjang akibat gingiva yang mulai mengalami resesi
 Gigi depan mulai bergeser dan terbentuk diastema
 Napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut
 Poket antara gigi dan gingiva kira-kira sedalam 4-6 mm

- Advanced periodontitis.
 Gigi goyang bahkan tanggal
 Napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut yang menetap
 Akar gigi terbuka dan sensitif terhadap panas dan dingin
 Poket antara gigi dan gingiva telah mencapai kedalaman 6 mm

 Abses

Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan.
Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut. Abses rongga mulut yang
paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses periapikal. Abses periodontal
merupakan lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodonsium dan bisa terjadi
dalam bentuk akut dan kronis.2-5 Abses periodontal merupakan salah satu dari beberapa
kondisi klinik dalam periodontik sehingga pasien diharapkan untuk segera mendapatkan
perawatan. Apabila tidak dilakukan perawatan atau perawatan yang adekuat, akan
menyebabkan kehilangan gigi dan penyebaran infeksi ke bagian tubuh yang lain.

20
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan
jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri
bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik
menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot
mempengaruhi arah gerak pus. Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini
mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui
cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi
hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna
menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik
ini, maka respon inflamasi juga terjadi ketika pus mulai “mencapai” korteks, dan melakukan
eksudasinya dengan melepas komponen inflamasi dan sel plasma ke rongga subperiosteal
(antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya
berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio
yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis.
Adanya tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan
ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus
karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung
selama 2-3 hari, tergantung keadaan host. Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon
inflamasi diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut
ke kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama,
yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum. Pada kondisi ini, pus
sudah berhasil “menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal. Karena lapisan
periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus
oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis
dimana konsistensi cairannya lebih serous. Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang
berasal dari dalam tulang tadi, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat,
karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial
spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang
dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat.

 Tooth Loss

21
Tooth loss adalah proses di mana satu atau lebih gigi terlepas. Lepasnya gigi
normal untuk gigi sulung, ketika gigi tersebut diganti dengan gigi permanen. Jika
tidak, kehilangan gigi tidak diinginkan dan merupakan hasil dari cedera atau penyakit,
seperti avulsi gigi, kerusakan gigi, dan penyakit gusi . Kondisi gigi ompong atau
hilang satu atau lebih gigi disebut edentulism .
Pada lansia, gigi permanen mereka telah terpapar pada kekuatan mekanik
normal, seperti mengunyah, dan juga kekuatan mekanik yang lebih tidak normal,
seperti bruxism (penggilingan) dan cedera traumatik. Gigi permanen juga dapat
dipengaruhi oleh penyakit mulut. Ada banyak cara di mana seseorang dapat
melindungi gigi permanennya dari kehilangan.
Metode utama mencegah kehilangan gigi adalah pencegahan penyakit
mulut. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh kerusakan gigi dan penyakit
gusi. Kerusakan gigi disebabkan oleh retensi plak yang meningkat. Bakteri kemudian
dapat menyerang plak dan menyebabkan karies gigi (gigi berlubang). Jika gigi
berlubang tetap tidak dirawat untuk jangka waktu yang panjang, kerusakan gigi
terjadi. Retensi plak dan kehadiran bakteri juga mempengaruhi gusi dan tulang dan
kemampuan mereka untuk menahan gigi di tempatnya. Penyakit gusi, yang dikenal
sebagai periodontitis, mengarah ke pelepasan struktur pendukung dari gigi dan
akhirnya mereka kehilangan. Kerontokan gigi karena kerusakan gigi dan penyakit
gusi dapat dicegah dengan mempraktekkan kebersihan mulut yang baik, dan
pemeriksaan rutin di kantor dokter gigi . Kebersihan mulut yang baik terdiri dari
menyikat dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride dan flossing. Pemeriksaan gigi
harus dilakukan setiap enam bulan. Anak-anak atau orang dewasa yang tidak mampu
merawat gigi mereka sendiri harus dibantu dengan kebersihan mulut untuk mencegah
kehilangan gigi.

22
Dalam olahraga kontak, risiko trauma mulut dan cedera gigi berkurang dengan
memakai pelindung mulut dan helm dengan masker wajah (misalnya, helm sepak
bola , topeng kiper ). Nightguard juga dapat diimplementasikan dalam kasus
penggilingan gigi (bruxism) saat tidur. Pelindung ini berfungsi dalam membatasi
keausan dan kekuatan yang diterapkan pada gigi. Pada gilirannya, ini meminimalkan
kemungkinan kerugian.
Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Italia, ada
hubungan yang kuat antara merokok dan kehilangan gigi. Penelitian telah
menunjukkan bahwa peningkatan paparan terhadap merokok dapat meningkatkan
risiko kehilangan gigi. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa ketika orang
berhenti merokok, ada penurunan kehilangan gigi. Nutrisi yang tepat telah terbukti
mencegah kehilangan gigi dengan menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk
mempertahankan kekuatan enamel. Kehilangan gigi lebih sering terjadi pada orang-
orang dari ujung bawah skala sosial ekonomi.

23

You might also like