You are on page 1of 42

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah, dan saya juga bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga
shalawat dan salam terlimpahkan atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, dan
sahabatnya.

Islam sebagai agama yang berkembang selama 14 abad lebih menyimpan banyak fakta
yang perlu kita ketahui, baik itu yang menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun
realitas sosial, politik, ekonomi, bahasa, dan bidang kesehatan.

Laporan ini ditulis agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang “Acne
Vulgaris dan Miliaria Crystalline” yang dimana masalah klasik, kompleks, dan pelik untuk di
sajikan pada laporan ini. Yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan penulis selama agenda
tutorial dan juga dari berbagai sumber informasi, referensi, riset, berita, dan lain sebagainya.

Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Penulis akui laporan ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini.

Bandung, 11 Mei 2018

Kelompok 10

i
DAFTAS ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAS ISI ..............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Problem ....................................................................................................................... 1
CC: ..................................................................................................................................... 1
PH: ..................................................................................................................................... 1
Informasi tambahan: .......................................................................................................... 1
PE: ...................................................................................................................................... 1
Diagnosis: .......................................................................................................................... 1
1.2. Hipotesis ...................................................................................................................... 1
1.3. Mekanisme .................................................................................................................. 1
1.4. Learning Issue ............................................................................................................. 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
ISI............................................................................................................................................... 4
2.1. Basic Science............................................................................................................... 4
2.1.1 Phylosabaceous Unit ............................................................................................ 4
2.2. Clinical Science ........................................................................................................... 9
2.2.1. Patologis ............................................................................................................... 9
2.2.2. Flora Normal Kulit ............................................................................................. 20
2.2.3. DD/ Inflamatory Papul Disorder ........................................................................ 21
2.2.4. Acne ................................................................................................................... 25
2.2.5. Miliaria............................................................................................................... 32
2.2.6. Farmakologi ....................................................................................................... 36
PATOMEKANISME ............................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................................................. 40

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Problem
Miss A, 17 y.o PE:
 Temperatur: 37,6’C
CC:
 General status: compos mentis
 Multiple red papules on face
 Distribusi: regional
PH:  Lokasi: wajah dan punggung
 Dirawat selama 2 minggu di RS,  Karakteristik lesi:
disarankan bedrest total - Wajah: multiple, tersebar, dengan
- Demam tipe lesi erythematous papule,
- Setelah 1 minggu, demam pustule, white head, black head.
berkurang tetapi ada erupsi - Punggung: multiple, tersebar,
vesicular tidak gatal pada dengan tipe lesi non
punggung erythermatous base vesicle.
- Selama dirumah sakit sering
berkeringat karena ventilasi Diagnosis:
buruk Acne vulgaris untuk lesi di wajah dan
- Ada papula di wajah sejak 2 miliaria crystalline untuk lesi di punggung.
tahun yang lalu tetapi tidak gatal
Informasi tambahan:
 Menggunakan kosmetik namun
tidak mengalami perubahan.
 Keluhan menjadi lebih parah
terutama sebelum ujian dan siklus
menstruasi
1.2.Hipotesis
1. Acne
2. Psoriasis
3. Dermatitis contact irritant
4. Alergi obat
5. Typhoid
6. Miliaria
1.3. Mekanisme
A. Acne B. Psoriasis
F. Lingkungan Kelenjar Genetik
(udara) Sebasea Reaksi
autoimun

jerawat Menyebabkan
hiperpoliferasi
keratinosit

Papule Scale Papule


merah

1
C. Dermatitis contact irritant E. Typhoid
Bahan bersifat bakteri masuk lewat
irritant makan dan minum
contact
infeksi
merusak
permukaan kulit
inflamasi
dermatitis irritant
contact
typoid
kemerahan

papula demam

F. Miliaria
D. Alergi obat Bedrest total
konsumsi obat
obstruksi
saluran keringat
hypersensitivitas
keringat tidak
alergi obat dapat keluar
penumpukan
detak ruam
jantung Gatal demam
pada kulit keringat

digaruk
miliaria

macul Vesicle dipunggung


e

Papula

2
1.4. Learning Issue
1. Phylosabaceous unit
a. Mikrostruktur kelenjar sebasea
b. Mekanisme pembentukan & sekresi sebum
c. Komposisi kandungan sebum
d. Mikrostruktur kelenjar keringat
e. Mekanisme pembentukan & eksresi keringat
f. Komposisi kandungan keringat
g. Mikrostruktur hair folicle
h. Mikrostruktur otot arrector pilli
i. Makrostruktur kulit
j. Fungsi kulit
2. Patologis
a. Mekanisme skin lesion
b. Komedogenesis
3. Flora Normal kulit
4. DD/ Inflamatory papul disorder
5. Acne
6. Miliaria
7. Farmakologi
8. Patmek, BHP, IIMC

3
BAB II
ISI

2.1. Basic Science


2.1.1 Phylosabaceous Unit
A. Mikrostruktur kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea terdapat di lapisan dermis, kelenjar ini tidak terdapat
pada kulit tebal. Kelenjar sebasea merupakan kelenjar asinar bercabang.
Aciniacininya bermuara pada ductus yang pendek dan berakhir di folikel
rambut. Setiap acini dikelilingi oleh lapisan basal sel epidermis yang akan
membelah dan berdiferensiasi menjadi sel sebosit yang mengisi setiap acini.
B. Mekanisme pembentukan & sekresi sebum
Dengan cara holocrine secretion, yaitu : Sel dari lapisan basal epidermis
membelah dan berdiferensiasi membentuk sel sebosit yang memenuhi setiap
asini. Pada setiap asini, sel sebosit memproduksi lipid, sehingga pada
sitoplasmanya akan didapatkan droplet lipid. Kemudian, sel sebosit ini
kehilangan sel intinya. Lalu, di dekat duktusnya terjadi disintegrasi sel yang
menghasilkan lipid netral.
Waktu paruh dari pembelahan sel hingga ke sekresi holokrin ini berlangsung
21-25 hari.
Faktor yang mempengaruhi sekresi sebum:
 Yang menurunkan : Retinoid, yang mentrigger apoptosis gen SEB-1
sebosit.
 Yang meningkatkan :
a) Hormon androgen: DHEA/Dehidroepiandrosteron.
b) Hormon Melanokortin
c) PPAR / Peroxisome Proliferation Activated Receptors
d) Fibroblast Gowth Factor Receptor, yang apabila terjadi mutasi
menyebabkan Apert Syndrome (sign & symptom-nya terdapat acne)
C. Komposisi kandungan sebum
Kandungan murni sebum ialah :
a) Trigliserida,
b) Kolesterol,
c) Wax esters,
d) Cholesterol esters, dan
e) Squalene.
Ketika sebum diekskresikan, bakteri menghidrolisis beberapa trigliserida
sehingga hasil akhirnya ialah komposisi murni + Free Fatty Acids + Digliserida
+ monogliserida.
D. Fungsi Sebum
Fungsi sebum antara lain yaitu:
a. Mempertahankan kelembaban stratum korneum
b. Mencegah evaporasi yang berlebih dari kulit
c. Mempunyai aksi antimikrobial karena mengandung Ig-A
d. Sebagai alat transport vitamin E ke permukaan kulit

4
e. Fleksibilitas rambut
f. Menjaga kelembutan dan kelenturan kulit
g. Menghambat pertumbuhan bakteri
E. Mikrostruktur kelenjar keringat
Merupakan derivat epidermis yang tertanam di dermis dan bermuara ke
permukaan kulit langsung atau ke folikel rambut. Terdapat 2 jenis kelenjar
keringat yaitu ekrin dan apokrin yang berbeda dari fungsi, distribusi, dan
struktur. Dimana setiap kelenjar memiliki 2 segmen yang berbeda, yaitu
Secretory cell dan Duktus.
a. Kelenjar ekrin
 Distribusi pada kulit, terbanyak di telapak kaki
 Bagian ductus dan sekretori bergelung
 Mempunyai lumen yang kecil
 Bagian sekretorik terpulas lebih pucat dibanding ductus dan mempunyai
3 jenis sel, yaitu:
a. Sel jernih
Pucat, kolumnar/kuboid, fungsinya mengangkut cairan interstitial
dari kapiler ke kelenjar keringat.
b. Sel Gelap
Bersifat mucoid, sitoplasma berisi glikoprotein.
c. Mioepitel
Berada pada lapisan basal sel jernih, menghasilkan kontraksi untuk
ekskresi keringat.
 Bagian duktus terdiri dari 2 lapisan sel kuboidal, aktif mereabsorpsi Na+
dan kaya akan mitokondria.
b. Kelenjar apokrin
 Terdistribusi pada kulit ketiak dan perineum
 Aktif pada saat pubertas
 Kelenjar keringat yang berasosiasi dengan folikel rambut
 Memiliki lumen yang lebih besar dibanding ekrin
 Bagian sekretorik terdiri dari selapis sel kuboid eusinofilik
 Lumen apokrin kaya akan protein
 Dinding duktus apokrin sama dengan ekrin.
F. Mekanisme pembentukan & eksresi keringat
 Secretory coil
Asetilkolin berikatan dengan reseptor kolinergik di sel jernih. Ikatannya
menghasilkan influx Ca2+ ke dalam sel. Ca2+ sitoplasma naik
menghakibatkan kanal Cl- & K+ yg sensitive Ca2+ terbuka. Terjadi efflux
K+, Cl-, dan H2O. Akibatnya, sel menyusut, menyusutnya sel akan
mngaktifkan NKCC1 atau Na/K/2Cl cotransporter channel. Na+, K+, dan
2Cl- masuk ke dalam sel melalui channel di atas. Akumulasi Na+ di dalam
sel meningkatkan aktivitas Na+, K+ ATPase dan terjadilah pompa K+ ke
dalam sel dan Na+ ke luar sel. Na+ yang keluar sel akan masuk ke lumen
melalui paracellular pathway dan Cl- di dalam sel akan masuk ke lumen
mengikuti muatan Na+. Hasil akhirnya ialah H2O, Na+ dan Cl-.
 Duktus (Tahap Reabsorpsi)

5
Disini terjadi Reabsorpsi NaCl dan keringat menjadi asam. Na+ dari lumen
masuk ke sel melalui Epithelia Na+ Channel. Na+ dipompa oleh Na+-K+
ATPase di basolateral dan Na+ masuk ke kapiler/jaringan ke interstisial sel.
Cl- dari lumen direabsorpsi melalui CFTR (Cytic Fibrosis Transmembrane
Regulator Cl- ). Cl- terakumulasi di dalam sel dan keluar sel melalui kanal
Cl- di basolateral sel memasuki interstitial/ kapiler. Cl- juga bisa melalui
paracellular pathway, dengan cara mengikuti Na+ yang dipompa ke
interstisial.
Proses pengasaman
H2O ↔ H+ + HCO3- dibantu enzim carbonic anhydrase
HCO3- dipompa ke luar melalui HCO3-/Cl- antiporter
H+ akan masuk ke lumen melalui H+-ATPase
Kanal NHE1 (Na+/H+ exchanger isoform) berperan sebagai regulasi pH
dimana terjadi influx Na+ dan efflux H+.
G. Komposisi kandungan keringat
Keringat memiliki komposisi:
a. Inorganic ions
b. Laktat
c. Urea
d. Amonia
e. Asam amino
f. Protein, termasuk antibakteri (dermicidin), protein yang berat molekulnya
<10.000 MW pada keringat. Contoh (α-, ϒ- Globulin, albumin)
H. Mikrostruktur hair folicle
Rambut adalah struktur berkeratin Panjang yang berasal dari invaginasi
epitel epidermis yang disebut ‘Folikel Rambut’. Warna, ukuran, dan tekstur
rambut bervariasi sesuai umur, latar belakang genetic dan bagian tubuh. Semua
kulit memiliki rambut kecuali ditelapak tangan, telapak kaki bibir, glands penis
dan labia minora. Pada muka terapat sekitar 600 rambut/cm2 sedangkan pada
tubuh lainnya 60 rambut/cm2. Rambut tidak tumbuh terus menerus dan
memiliki masa pertumbuhan dan masa istirahat.
Massa pertumbuhan : Anagen
Masa Regresi Folikel : Katagen
Inaktivasi : Telogen

6
Pada kulit kepala, anagen dapat berlangsung beberapa tahu, katagen dan
telogen Bersama-sama dapat hanya berlangsung 3-4 bulan. Selama anagen,
folikel rambut memiliki pelebaran didistal yang disebut bulbus rambut. Papilla
dermis keadalam dasar bulbus rambut dan mengandung jalinan kapiler darah.
Sel epidermis melapisi papilla dermis membentuk akar rambut yang dapat
menghasilkan batang rambut yang menonjol diatas kulit.

Sel epitel ( keratinosit) yang menyusun bulbus tersebut serupa dengan


sel epitel pada lapisan basal dan spinose epidermis. Sel sel ini membnelah secara
continue lalu mengalami keratinisasi, yang berdiferensiasi menjadi tipe sel
spesifik.

Pada jenis rambut tebal tertentu, sel-sel bagian pusat akar rambut
dipuncak papilla dermis menghasilkan sel sel besar bervakuola dengan cukup
keratin yang akan membentuk medulla rambut. Sel sel lain berdiferensiasi
menjadi sel fusiform berkelompok padat yang berkeratin banyak yang
membentuk korteks rambut.\ sedanhkan sel sel yang paling perifer
menghasilkan kutikula rambut, kutikula rambut adalah : suatu lapisan tipis yang
terdiri atas sel-sel keratin yang melapisi korteks.

Melanosit dibukbus rambut mentransfer granul melanin kedalam sel


epitel yang kemudian berdiferensiasi membentuk rambut. Sel sel terluar
bersambung dengan sarung akar ephithelial dengan dua lapisan :
1. Sarung akar rambut dalam : sepenuhnya menhgelilingi bagian awal batang
rambut tapi berdegenerai diatas kelenjar sebasea
2. Sarung akar rambut luar : ,elapisi sarung dalam dan meluas ke epidermis,
dimana sarung ini bersambung dengan lapisan basal dan spinosa.

Yang memisahlan folikel rambut dan dermis adalah hoalin non selular yaitu
membrane basalis tebal yang dicebut membrane kaca (glassy membrane).

7
Dermis sekitarnya membentuk suatu jaringan ikat, suatu berkas otot polos
berjalan dari titik tengah menuju lapisan papillar, yaitu musculus arrector pilli.
Kontraksi otot ini dapat menegakkan rambut dan dapat menimbulkan tonjolan
kecil pada permukaan kulit (“berdirinya bulu roma”).
Warna rambut disebabkan oleh aktivitas melanosit terdapat diantara papilla dan
sel sel epitel akar rambut. Melanosit menghasilkan dan memindahkan granil
melanin ke keretinosit. Sel diakar rambut berdiferensiasi menjadi tipe sel
medulla, korteks dan kutikula rambut.

I. Makrostruktur kulit
Berdasarkan struktur dan fungsinya, kulit teerbagi menjadi 2 janis yaitu:
a. Thin (hairy) skin
b. Thick (hairless) skin

8
J. Fungsi kulit
1. Sebagai proteksi
a. Adanya sawar lipid yg mencegah air melewati permukaan kulit ketika
mandi/berenang.
b. Keratin dan sebum yang menjaga dari mikroba.
c. pH asam untuk menekan laju pertumbuhan mikroba, dan
d. Pigmen melanin yg menjaga dari UV.
2. Sintesis vitamin D
Dibutuhkan sinar UV untuk mengubah provitamin D (7-
dehydrocholesterol) menjadi Vit D3 (Cholecalciferol).
3. Ekskresi air melalui keringat yang keluar dari pori-pori dan folikel rambut
(*khusus sekresi kelenjar apokrin).
4. Sebagai penerima sensasi eksternal (reseptor) (persepsi / rangsangan).
5. Untuk absorpsi kulit untuk vitamin larut lemak (A, D, E,K ) serta obat-
obatan topical.
6. Sebagai termoregulator dengan mekanisme :
a. Radiasi
b. Konveksi
c. Konduksi
d. Evaporasi
7. Pembentukan pigmen warna (melanin).
8. Blood reservoir (penyimpanan darah).

2.2.Clinical Science
2.2.1. Patologis
A. Perbedaan Merah Akibat Vasodilatasi dan Pecahnya Pembuluh Darah
 Merah akibat vasodilatasi

Reaksi vascular utama pada radang akut ialah peningkatan aliran darah
(vasodilatasi) yang terjadi akibat dilatasi pembuluh darah dan peningkatan
permeabilitas vascular, kedua hal tersebut dirancang untuk membawa sel
darah dan protein menuju tempat infeksi.

Setelah vasokontriksi (berlangsung beberapa detik), terjadi vasodilatasi


arteriol yang mengakibatkan peningkatan aliran darah setempat sehingga
pada ujung daerah kapiler penuh berisi darah. Ekpansi vascular ini akan
memberi warna merah (eritema) dan rasa panas yang merupakan tanda khas
radang akut.
 Merah akibat pecahnya pembuluh darah

Pembuluh darah kecil menjadi lebih permeable dan cairan kaya protein akan
mengalir keluar jaringan ekstravaskular. Hal ini mengakibatkan viskositas
darah dan memperlambat aliran darah. Secara mikroskopik tampak adanya
pembuluh darah kecil yang melebar dan berisi penuh dengan sel darah
merah.

9
B. Penyebab Warna Merah Pada Kulit
Penyebab warna merah pada kulit yaitu disebabkan oleh infiltrasi
inflamasi di dermis. Pleksus vascular di dermis merupakan saluran utama untuk
masuknya seluler elemen dan adhesi leukosit-endotel dalam mengatur
masuknya leukosit. Leukosit berperan penting pada respon radang yaitu
pengaliran leukosit ke tempat cedera dan mengaktifkan leukosit tersebut.
Namun, setelah potensi pertahanan leukosit ini diaktifkan, hal ini dapat
menginduksi kerusakan jaringan dan memperlama waktu peradangan, yang
salah satunya akan menimbulkan warna kemerahan pada kulit.
Salah satu contonya pada penyakit acne. Penyakit ini ditanadai oleh beberapa
jenis lesi. Lesi dapat berupa noninflamasi dan inflamasi.
a. Lesi noninflamasi, terdapatkomedo yaitu, komedo tertutup (whiteheads)
dan komedo yang terbuka (blackheads).
b. Lesi inflamasi, bervariasi dari papula kecil dengan batas merah pustule dan
besar. Lesi tersebut dapat muncul sebagai papul atau pustule yang
tergantung pada lokasi infiltrasi inflamasi di dermis.

C. Pengaruh Sirkulasi Udara terhadap Produksi Keringat


Berkeringat adalah proses pengeluaran panas evaporative aktif di bawah
kontrol saraf simpatis. Laju pengeluaran panas evaporative dapat diubah-ubah
dengan mengubah banyak keringat, yaitu melalui mekanisme homeostatic yang
penting untuk mengeluarkan kelebihan panas sesuai kebutuhan.
Keringat ekrin harus diuapkan dari kulit agar terjadi pengeluaran panas.
Jika keringat hanya menetes dari permukaan kulit, tidak terjadi pengeluaran
panas. Factor terpenting yang menentukan tingkat penguapan keringat adalah
kelembapan relative udara sekitar. Ketika kelembapan relative tinggi, udara
hampir jenuh oleh H2O sehingga kemampuan uadar menerima tambahan
kelembapan dari kulit menjadi terbatas. Karena itu, pada hari yang panas dan
lembab, tidak banyak kehilangan panas evaporative yang terjadi. Kelenjar
keringat terus mengeluarkan cairannya, tetapi keringat hanya menempel di kulit
atau menetes dan tidak menguap.

D. Skin Lesions
a) Morphologic Lesions
1. Raised Lesions :
 Papule : Lesi padat, diameternya kurang dari 0,5 cm
 Plak : Elevasi seperti dataran tinggi yang padat yang menepati area
permukaan yang relatif besar diatas tingkat kulit normal,
diameternya lebih dari 0,5 cm.

10
 Nodule : lesi solid, bentuknyaa bulat atau elipsoidal, teraba dan
diameternya lebih dari 0,5 cm.
 Cyst : Rongga atau kantung yang dikemas dengan epitel yang
mengandung bahan semisolid (sel dan prosuk sel)
 Wheal : Pembengkakan pada kulit yang cepat berubah, dan muncul
dalam beberapa jam , lesi ini dikenal dengan urtikaria, diameternya
2 mm- 4mm, bentuknya ada yang oval, bulat dan serpiginous.
 Scar : berwarna merah jambu dan muncul proliferasi jaringan fibrosa
yang menggantikan kolagen yang sebelumnya normal setelah luka
menembus dermis retikuler.
 Comedo : folikel rambut infundibulum yang melebar dan tersumbat
oleh keratin dan lipid, komedo tertutup dan komedo terbuka yang
biasanya terdapat di wajah dan batang tubuh.
 Horn : massa, berbentuk kerucut dari sel-sel fies corni yang muncul
pada epidermis abnormal yang berbeda.
 Calcinosis : simpanan kalsium dalam dermis atau subkutan, nodul
yang keras, putih, atau plak degan tidak adanya perubahan kulit.
2. Depressed lesions :
 Erosion : bentuknya lembap dan tampak jelas, akibat hilangnya
sebagian atau seluruh epitel epidermal atau mukosa yang dapat
hidup. Yang dapat terjadi akibat trauma.
 Ulcers : cacat dibagian epidermis dan di bagian papillary dermis,
dimana warna kulitnya bisa merah, ungu , pigmented atau infracted.
 Atrophy : bagian epidermis nya mengkilap, transparant, tipis dan
berkerut
 Poikiloderma : mengacu pada kombinasi atrophy, perubahan
pigmen bervariasi diatas area kulit.
 Sinus : saluran yang menghubungkan rongga uppuratif dalam satu
sama lain atau ke permukaan kulit. Dimana isi dari rongga nya ialah
berupa nanah, cairan atau keratin. Dan terdapat pada kulit kepala,
leher dan aksilla.
 Striae : depresi linear pada kulit,permukaan tipis dan keriput, serta
warna nya merah jambu-merah.
 Burrow : seperti terowongan berulir seperti benang melalui bagian
luar epidermis
 Sclerosis : mengacu pada pengerasan atau induksi yang dijelaskan
secara kasar pada kulit hasil dari fibrosis dermal, dan kulit terasa
seperti papan, dan tidak bergerak.
3. Flat Lesions :
 Macule : lesi datar, tidak tembus pandang, bentuknya bervariasi
bahkan tidak jelas.
 Erythema : perubahan warrna kulit disebabkan oleh dilatasi arteri
dan vena pada dermis papiler dan retikuler, dimana warna nya merah
muda seperti salmon.

11
 Erythoderma : gen kemerahan yang dalam dari kulit yang
melibatkan lebih 90% permukaan tubuh dalam beberapa hari.
 Patch : seperti macule, areanya datar dikulit atau membran mukosa,
dengan warna yang berbeda serta berdiameter lebih dari 0,5 cm
4. Surface change :
 Scale : lempengan datar atau serpihan yang timbul dari lapisan
paling luar dari korpus stratum, dan diganti setiap 27 hari.
 Crust : endapan yang mengeras yang dihasilkan setiap saat serum,
darah atau eksudat purulen mengering di permukaan kulit dan
berwarna cokelat- kekuningan.
 Excoriations : penggalian permukaan dermis yang diakibatkan oleh
goresan, biasanya pada pasien pruritus.
 Fissure : hilangnya linear kontititas permukaan kulit, biasanya pada
telapak tangan dan kaki.
 Lichenifikasi : Penggosokan berulang pada kulit yang dapat
menyebabkan penebalan reaktif epidermis, dengan perubahan
kolagen dari dermis yang mendasarinya.
 Keratoderma : Hiperkeratosis ekstrim dari korpus stratum korneum
pada kulit. Dan terdapat di telapak tangan dan kaki , biasanya tebal
dan lebih kekuningan.
 Eschar : kulit kerak hitam yang terbatas, mengelupas secara alami,
menyiratkan nekrosis jaringan, infark dan pembuluh darah.
5. Fluid Filled :
 Vesicle & bulla : berisi cairan, tidak teraba di daerah lapisan stratum
corneum, serta diameter vesicle kurang dari 0,5 cm serta diameter
bulla lebih dari 0,5 cm.
 Pustule : rongga yang dibatasi di epidermis atau infundibulum yang
mengandung nanah, ukuran nya bervariasi dan warna nya ada putih,
kuning, dan kuning-kehijauan.
 Furuncle : Foikulitas nekrosis mendalam dengan nanah, muncul
sebagai nodul yang berpusat pada folikel, dimana diameterrnya lebih
dari 1 cm dengan sumbatan nekrotik sentral dan pustule diatasnya.
 Abscess : nodul erythematous, hangat, lembut, dan berwarna merah
muda.

6. Vascular :
 Purpura : extravasasi darah merah dari pembuluh darah ke kulit, dan
berwarna ungu kemerahan.
 Telangiectasia : dilatasi persisten kapiler kecil dalam superfisial
yang terlihat garis-garis halus, terang dan pola seperti jaring pada
kulit.
 Infarct : kulit yang muncul sebagai macule berwarna cokelat
kemerah-merahan yang lunak dan tidak beraturan atau plak tegas
yang kadang-kadang sedikit tertekan di bawah kulit

12
b) Jenis Lesi
1) Makroskopik
 Ekskoriasi : lesi akibat trauma yang merobek epidermis dan
menyebabkan garis linear kemerahan. Seperti garukan yang dalam.
 Likenifikasi : kulit yang menebal dan kasar ditandai oleh perubahan
kulit yang berupa “tanda”, biasanya karena hasil gesekan atau
gosokan yang berulang kali.
 Makula : lesi datar, berbatas tegas , berdiameter kurang dari 5mm,
terdapat perbedaan warna disekitarnya. Dan jika lebih dari 5mm
disebut bercak (patch).
 Papula : penonjolan dengan berbentuk cembung atau rata dengan
diameter kurang dari 5mm. Dan apabila diameter lebih dari 5mm
disebut nodul ( tonjolan ).
 Plak : lesi yang menonjol dengan bagian atas yang rata dan
berdiameter lebih dari 5mm.
 Pustule : lesi yang menonjol dan berbatas tegas yang berisi nanah.
 Skuama : pertumbuhan keluar, bersifat sebagai lapisan tanduk yang
menyerupai sisik, terjadi akibat kornifikasi yang tidak sempurna.
 Vesikel : penonjolan berisi cairan, diameter kurang dari 5mm. Dan
jika diameter lebih dari 5mm disebut Bulla.
2) Mikroskopik
 Akantolisis : hilangnya ikatan antar sel pada lapisan keratinosit
 Akantosis : Hiperplasia epidermis difus.
 Diskeratosis : keratinisasi abnormal yang terjadi secara prematur
didalam sel secara individu.
 Hiperkeratosis : Hiperplasia dari stratum corneum, dan sering
berhubungan dengan kelainan keratin.
 Lentigenus : proliferasi melanosit secara linear sepanjang lapisan
basal epidermis.
 Papilomatosis : Penonjolan ke permukaan yang disebabkan karena
hiperplasia dan pembesaran papila dermal.
 Parakeratosis : keratinsasi yang ditandai oleh retensi inti sel didaerah
startum corneum
c) Type Lesi
 Primer :
- Makula
- Papula
- Plaque
- Nodul
- Tumor
- Wheals
- Vesikel
- Pustule

 Sekunder :

13
- Scales
- Crust
- Fissure
- Erosi
- Ulcers

E. Acne
 Gambaran Klinis
Acne paling banyak terjadi di wajah, tetapi dapat terjadi pada punggung,
dada, dan bahu. Di badan, acne cenderung terkonsentrasi dekat garis tengah
tubuh. Penyakit ini ditandai oleh lesi yang bervariasi, meskipun satu jenis
lesi biasanya lebih mendominasi. Lesi noninflamasi, yaitu komedo, dapat
berupa komedo terbuka (blackhead comedones) yang terjadi akibat oksidasi
melanin, atau komedo tertutup (whitehead comedones). Lesi inflamasi
berupa papul, pustul, hingga nodus dan kista. Scar atau jaringan parut dapat
menjadi komplikasi acne noninflamasi maupun acne inflamasi. Derajat
acne berdasarkan tipe dan jumlah lesi dapat digolongkan menjadi ringan,
sedang, berat, dan sangat berat.
 Laboratorium
Meskipun androgen berperan penting, sebagian besar penderita acne tanpa
gejala hiperandrogenisme memiliki kadar androgen serum normal,2,7 dan
derajat berat acne tidak berkorelasi dengan kadar androgen serum. Diduga,
androgen hanya sebagai faktor pemicu acne. Klinis acne lebih ditentukan
oleh produksi androgen lokal di kulit yang berlebihan dan/atau reseptor
androgen yang banyak serta sangat responsive.

14
1.

15
 Vesikel
Vesikel adalah rongga atau elevasi berisi cairan yang lebih kecil dari atau
sama dengan 0,5 cm, sedangkan bulla (blister) berukuran lebih besar dari
0,5 cm. Cairan dalam rongga memberikan tekanan yang sama ke segala
arah untuk menghasilkan bentuk bola. Karena ukuran mereka, bula mudah
diidentifikasi sebagai lepuhan melepuh tegang atau lembek.
Isi yang jelas, serosa, hemoragik, atau isi nanah dapat divisualisasikan
ketika dinding rongga tipis dan cukup tembus cahaya. Vesikel dan bula
timbul dari pembelahan pada berbagai tingkat epidermis (intraepidermal)
atau dari antarmuka dermal-epidermis (subepidermal). Jumlah tekanan
yang diperlukan untuk meruntuhkan lesi dapat membantu memprediksi
apakah bulla adalah intraepidermal atau subepidermal.
Namun, diferensiasi yang dapat diandalkan membutuhkan pemeriksaan
histopatologi dari tepi rongga blister.

Patogenesis jerawat bersifat multifaset, tetapi empat langkah dasar telah


diidentifikasi.
Kunci ini elemen adalah
(1) hiperproliferasi epidermis folikel
(2) produksi sebum berlebih
(3) peradangan, dan
(4) kehadiran dan aktivitas Propionibacterium acnes. Masing-masing
proses ini saling terkait dan di bawah pengaruh hormonal dan kekebalan.

Hiperproliferasi epidermis folikular menghasilkan pembentukan


microcomedo. Epitelium dari folikel rambut atas, infundibulum, menjadi
hiperkeratosis dengan peningkatan kohesi keratinosit.
Sel-sel yang berlebih dan kelengketan mereka menghasilkan sumbatan
pada ostium folikular. This plug kemudian menyebabkan konkret hilir
keratin, sebum, dan bakteri menumpuk di folikel. Concretions dikemas ini

16
menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas menghasilkan
microcomedo.
Stimulus untuk hiperproliferasi keratinosit dan peningkatan adhesi tidak
diketahui. Namun, beberapa faktor yang diusulkan dalam hiperproliferasi
keratinosit meliputi: stimulasi androgen, penurunan asam linoleat,
peningkatan aktivitas interleukin-1 (IL-1), dan efek P. acnes.
Dihydrotestosterone (DHT) adalah androgen kuat yang mungkin
memainkan peran dalam jerawat. Gambar. 80-2 menunjukkan jalur
fisiologis untuk dehydroepiandrosterone konversi sulfat (DHEA-S) ke
DHT androgen. 17-β hydroxysteroid dehydrogenase (HSD) dan 5-α
reductase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah DHEA-
S menjadi DHT. Ketika dibandingkan dengan keratinosit epidermis,
keratinosit folikel telah meningkatkan 17-β HSD dan 5-α reduktase,
sehingga meningkatkan produksi DHT.
DHT dapat menstimulasi proliferasi keratinosit folikel. Juga mendukung
peran androgen dalam patogenesis jerawat adalah bukti bahwa individu
dengan ketidakpekaan androgen lengkap tidak berkembang jerawat.
Proliferasi keratinosit Follicular juga dapat diatur oleh asam linoleat. Asam
linoleat adalah asam lemak esensial di kulit yang berkurang pada subjek
dengan jerawat. Kuantitas asam linoleat menormalkan setelah pengobatan
yang sukses dengan isotretinoin. Tingkat yang tidak normal asam linoleat
dapat menginduksi hiperproliferasi keratinosit folikel dan menghasilkan
sitokin proinflamasi. Juga telah disarankan bahwa jumlah asam linoleat
yang teratur sebenarnya diproduksi tetapi secara sederhana diencerkan
dengan peningkatan produksi sebum.

Fitur kunci kedua dalam patogenesis jerawat adalah produksi sebum


berlebih dari kelenjar sebasea.
Pasien dengan jerawat menghasilkan lebih banyak sebum daripada yang
tanpa jerawat, meskipun kualitas sebum adalah sama antara kedua
kelompok. Komponen trigliserida sebum dan lipoperoxides mungkin
memainkan peran dalam patogenesis jerawat. Trigliserida dipecah menjadi
asam lemak bebas oleh P. acnes, flora normal dari unit pilosebaceous
(terdiri dari folikel rambut dan kelenjar sebasea). Asam lemak bebas
ini meningkatkan penggumpalan bakteri dan kolonisasi P. acnes, memicu
peradangan, dan dapat bersifat comedogenic.
Lipoperoxides juga menghasilkan sitokin proinflamasi dan mengaktifkan
jalur proliferator-activated reseptor (PPAR) peroksisom, yang
menghasilkan peningkatan sebum.

Hormon androgenik juga mempengaruhi produksi sebum melalui


tindakan pada proliferasi dan diferensiasi sebocyte. Mirip dengan
tindakan mereka pada keratinosit infundibular folikel, hormon androgen
mengikat dan mempengaruhi aktivitas sebocyte. Mereka yang memiliki
jerawat memiliki kadar androgen serum rata-rata lebih tinggi (meskipun
masih dalam batas normal) dibandingkan dengan kontrol yang tidak
terpengaruh. 5-α reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk
mengubah testosteron menjadi DHT yang poten, memiliki aktivitas terbesar
di area kulit yang rentan terhadap jerawat, dada wajah dan punggung.

17
Peran estrogen pada produksi sebum tidak terdefinisi dengan baik. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum lebih
besar daripada dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi.
Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Terbentuknya Papule
Mekanisme yang digunakan estrogen untuk bekerja meliputi:
1. Secara langsung menentang efek androgen dalam kelenjar sebasea;
2. Menghambat produksi androgen oleh jaringan gonad melalui umpan
balik negatif pada pelepasan gonadotropin pituitari; dan
3. Mengatur gen yang menekan pertumbuhan kelenjar sebasea atau
produksi lipid. Corticotropin-releasing hormone juga dapat memainkan
peran. Ini dilepaskan oleh hipotalamus dan meningkat sebagai respons
terhadap stres.
Corticotropin-releasing hormone receptors hadir pada sejumlah besar sel,
termasuk keratinocytes dan sebocytes, dan diregulasi dalam sebocytes
pasien dengan jerawat.
Microcomedo akan terus berkembang dengan keratin, sebum, dan bakteri
yang padat. Akhirnya distensi ini akan menyebabkan pecahnya dinding
folikel.
Ekstrusi keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis menghasilkan
respons peradangan yang cepat.
Jenis sel yang dominan dalam 24 jam dari comedo rupture adalah limfosit.
CD4 + limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebaceous, sementara sel CD8
+ ditemukan secara perivaskular. Satu sampai dua hari setelah komedo
pecah, neutrofil menjadi tipe sel yang dominan di sekitar microcomedo
yang meledak.

Jerawat, penyakit dari unit pilosebaceous, muncul pada pria dan wanita
yang hidup dalam masyarakat kebarat-baratan dan mendekati pubertas, dan
dalam banyak kasus jerawat menjadi kurang aktif ketika masa remaja
berakhir. Intensitas dan durasi aktivitas bervariasi untuk setiap individu.
Penyakit ini mungkin kecil, dengan hanya beberapa komedo atau papula,
atau mungkin terjadi sebagai konglobata jerawat yang sangat inflamasi dan
diffusely scarring. Bentuk jerawat yang paling parah terjadi lebih sering
pada pria, tetapi penyakit ini cenderung lebih persisten pada wanita, yang
mungkin mengalami flare up secara periodik sebelum periode menstruasi,
yang berlanjut sampai menopause.

 Comedogenesis
Hormon androgen

Memicu kerja kelenjar sebasea memproduksi minyak serta proliferasi


keratin (keratinisasi abnormal)

Penumpukan sebasea dan keratin

Membentuk suatu sumbatan di ostium follicular

Sumbatan membentuk mikrokomedo

18
Mikrokomedo ini dapat berkembang menjadi lesi yang non-inflamatorik
dan lesi inflamatorik

Lesi non-inflamatorik dapat berkembang menjadi white head (komedo


tertutup) dan selanjutnya menjadi black head (komedo terbuka), warna
hitam ini disebabkan oleh oksidasi melanin saat komedo terpapar udara

Acne
Sedangkan lesi inflamatorik akan terbentuk jika terjadi infeksi bakteri
P.acne. (memiliki suatu lipase, yang memecah tag menjadi as.lemak).

Menimbulkan respon inflamasi (rubor, calor, tumor, dolor)

Lesi dapat menjadi papul, pustule, dan nodul. Dapat membentuk jerawat

 Obstruksi Duktus Pilosebaceous.


Lesi jerawat awal hasil dari penyumbatan di kanal folikel. Peningkatan
jumlah hasil keratin dari perubahan hormonal dan sebum dimodifikasi oleh
flora bakteri penduduk P. acnes. Peningkatan jumlah sel cornified tetap
patuh pada kanal folikular (retensi keratosis) langsung di atas pembukaan
duktus kelenjar sebasea untuk membentuk steker (microcomedo). Faktor-
faktor yang menyebabkan peningkatan sekresi sebaceous (pubertas,
ketidakseimbangan hormon) mempengaruhi ukuran akhirnya dari
sumbatan folikel. Steker membesar di belakang lubang folikel yang sangat
kecil di permukaan kulit dan menjadi terlihat sebagai komedo tertutup
(papula putih tegas).
Sebuah komedo terbuka (blackhead) terjadi jika lubang folikel membesar.
Peningkatan lebih lanjut dalam ukuran blackhead terus membesar pori-pori,
tetapi biasanya tidak mengakibatkan peradangan. Komedo kecil tertutup
adalah prekursor peradangan jerawat papula, pustula, dan kista.

 Vesicle
Differential Diagnosis
Herpes simpleks.
Diagnosis herpes zoster biasanya jelas. Herpes simplex bisa sangat luas,
terutama pada batang tubuh. Ini mungkin terbatas pada dermatom dan
memiliki banyak fitur yang sama seperti zoster (zosteriform herpes
simplex). Vesikula zoster bervariasi dalam ukuran, sedangkan yang
simplex adalah seragam dalam sebuah cluster. Kekambuhan selanjutnya
membuktikan diagnosis.
Poison Ivy.
Sekelompok vesikel pada dasar merah, meradang mungkin keliru untuk
poison ivy.
"Zoster sinus herpete."
Neuralgia dalam dermatom tanpa ruam yang khas dapat membingungkan.
Peningkatan bersamaan pada tambatan pelengkap varicella-zoster telah
ditunjukkan dalam sejumlah kasus seperti itu.

19
Selulitis.
Letusan zoster tidak akan pernah berevolusi ke tahap vesikuler. Plak merah,
meradang, edematous, atau urtikaria mungkin tampak terinfeksi, tetapi
mereka biasanya memiliki permukaan batu yang baik yang
mengindikasikan sekelompok vesikel menit. Biopsi kulit menunjukkan
perubahan karakteristik.

2.2.2. Flora Normal Kulit


Flora normal atau mikrobiota adalah kumpulan organisme yang ditemukan
secara alamiah pada tubuh manusia dilokasi anatomi tertentu dan jumlah tertentu
serta tidak menyebabkan penyakit dalam kondisi normal. Flora normal sangat
penting bagi kehidupan manusia karena dapat berperan membantu melindungi
tubuh dari infeksi bakteri pathogen, beberapa mikroba bertanggung jawab
untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh terutama pada bayi, untuk
metabolisme asam lemak di kulit, untuk pencernaan makanan di saluran
pencernaan, memproduksivitamin penting seperti vitamin K dan mungkin
untuk ketahanan terhadap keparahankanker.

Flora normal dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:


a. Resident flora
Mikroorganisme yang menetap terdiri mikroorganisme yang relatif tetap dan
biasa ditemukan di daerah-daerah dan pada umur tertentu. Bila terganggu
mikroorganisme itu akan tumbuh kembali dengan segera.
b. Transiet flora
Mikroorganisme yang menetap sementara yang terdiri dari mikroorganisme
yang tidak patogen atau potensial patogen yang mendiami kulit atau selaput
lendir selama beberapa jam, hari atau minggu. Mikroorganisme yang bersifat
sementara pada tubuh manusia umumnya sedikit berpengaruh selama
mikroorganisme penghuni normal tetap utuh, namun bila flora penghuni
terganggu, mikroorganisme yang bersifat sementara dapat berkolonisasi,
berfloriferasi dan menimbulkan penyakit.

20
Kelompok Organisme Lokasi di tubuh

Kokus aerobik Stafilokokus aureus, S. saprofitikus, Seluruh permukaan


S. epidermidis, Mikrokokus luteus, kulit terutama di
M. roseus, M. varians area intertriginosa

Corynebacterium Corynebacterium minutisimum, C. Area intertriginosa


aerobik lipofilikus, C. xerosis, C. jeikeium, (terutama aksila,
Brevibakterium epidermidis perineum, dan sela
jari kaki)

Corynebacterium Propionibakterium akne, Kelenjar sebaceous


anaerob P. granulosum, P. avidum dan folikel rambut

Gram Negatif Acinetobacter spp. aksila, perineum dan


fosa antecubital

Jamur Malassezia furfur

2.2.3. DD/ Inflamatory Papul Disorder


Papul : lesi yang padat dengan diameter <0,5 cm

1. DRUG INTERACTION
Contohnya yaitu atopic dermatitis merupakan penyakit kulit yang meradang,
dihasilkan dari tindakan interkompleks dengan gen kerentanan genetic yang
mengakibatkan kulit rusak serta cacat pada sistem kekebalan tubuh genetic.
Clinical lesion:
a. Lesi kulit
Pruritus intens dan reaktif kutaneus adalah ciri cardinal dari atopic
dermatitis. Pruritus mungkin terkadang pada sepanjang hari, biasanya lebih
buruk di malam hari. Akibatnya adalah goresan prurigo, lichenifi kation,
dan lesi kulit eksematosa. Atopic dermatitis kronis ditandai oleh plak-plak
kulit yang menebal, tanda-tanda kulit yang menonjol (likenifikasi), dan
papula yang kasar (prurigo nodularis).
b. Tes laboratorium
Pengujian laboratorium tidak diperlukan evaluasi dan perawatan untuk
atopic dermatitis yang tidak parah. Tingkat IgE serum dieliminasi pada
sekitar 70% hingga 80% pasien AD. Hal ini terkait dengan sensitisasi
terhadap allergen inhalan dan allergen makanan dan atau rhinitis alergika

21
serentak dan asama 99,40. Sebagian besar pasien AD juga memiliki
esosinofilia darah perifer.terdapat juga respon imun Th2 sistemik di AD
terutama pasien yang memiliki tingkat serum IgE yang meningkat. Yang
penting, kulit darah perifer dari sel T CLA dama AD mengekspresikan baik
CDA atau CD8 secara spontan mensekresikan IL 5 DAN IL-8.
c. Diagnosis
Dari ciri-ciri utama, pruritus dan kronis atau pemberian eczematous
dermatitis dengan morfologi khas dan distribusi penting untuk diagnosis.
2. CONTACT DERMATITIS
a. Allergic contact dermatitis
- Patch testing
Pengujian patch harus dilakukan di hamper semua kasus dermatitis
kontak, bahkan pada pasien yang dianggap hanya memiliki ICD (irritant
contact dermatitis). Pengujuian harus dilakukan menggunakan
persiapan alergi. Pengujian lebih lanjut dengan substansi di lingkungan
pekerja, termasuk obat-obatan topical, peralatan pelindung seperti
sarung tangan, kepekaan dalam bahan-bahan pembersih atau produk
lainnya, dan terkadang produk itu sendiri.

b. Irritant contact dermatitis


Irritant contact dermatitis adalah reaksi peradangan nonimunologi pada kulit
karena kontak dengan agen kimia, fisik atau biologic. Spectrum klinis ICD

22
termasuk ulserasi, folliculitis, acneform erupsi, miliaria, pigmentary
alteration, alopecia, contact urticarial, dan granulomatous reactions.
- Iritasi pekerja umum
 Sabun dan detergen
Sabun dan detergen merupakan iritasi kulit yang lemah. Penggunaan
yang tidak tepat dari produk yang dimaksudkan sebagai pembersih
industry dapat menyebabkan dermatitis.
 Pembersih tangan tanpa air
Diformulasikan untuk menghilangkan minyak yang sulit dan noda
lemak dan tidak digunakan secara luas di lokasi kerja dimana tidak ada
sumber air yang mudah. Sanitaizer tangan instan, yang sering digunakan
mengandung konsentrasi alcohol yang tinggi dapat menegeringkan
kulit.
 Asam dan alkali , termasuk kimia yang menyebabkan luka bakar
Luka bakar kimia merupakan penyebab tersering pekerja.
Asam anorganik- digunakan dalam jumlah besar di industri. Asam
adalah penyebab umum luka bakar kimia dan dapat menyebabkan
eritema, lepuh dan nekrosis dan perubahan warna pada kulit.
Mekanisme aksi pengiritasi industry umum, termasuk asam.

23
24
2.2.4. Acne
Jerawat / Acne terjadi ketika folikel rambut terhalang kelenjar minyak (unit
pilosebasea) yang terletak disekitar folikel rambut yang akan menghasilkan
minyak. Ketika hal tersebut terjadi, maka bacteri Propionibacterium Acne / P. Acne
berproliferasi dan menghasilkan peradangan kulit. Jerawat berada pada area kulit
dengan populasi folikel sebasea yang banyak, seperti di wajah, dada dan punggung.
 JENIS – JENIS ACNE
1. Acne Neonatal
Dapat terjadi 20 % pada bayi yang baru lahir. Lesi muncul usia 2
minggu dan spontan hilang di usia 3 bulan. Acne Neonatal akan membaik
dengan pemberian krim ketonazole. Penyebabnya belum diketahui
2. Infantil Acne
Muncul pada usia 3 – 6 bulan. Akibat meningkatnya DHEA yang
dihasilkan kelenjar adrenal. Usia 1 tahun akan mulai stabil kadar
hormonnya. Jerawat ini akan hilang pada usia 1 – 2 tahun. Perawatan
meliputi retinoid topical dan benzoyl peroxide. Terapi oral dengan
enteromisin, trimetroprim atau isotretinoin.
3. Conglobata Acne
Jerawat yang berbentuk nodular. Paling banyak pada remaja laki –
laki. Tetapi dapat ditemukan pada semua jenis kelamin. Berbentuk bulat /
bola. Didalamnya campuran komedo, pustula,nodul dan bekas luka. Acne
ini dapat ditemukan di bokong, dada, bahu, leher, wajah dan paha
4. Acne Fulminans
Jerawat nodular yang paling parah dengan disertai gejala sistemik.
Adanya inflamasi, membentuk plak besar merupakan cirinya. Terjadinya di
dada, punggung dan dapat menghasilkan jaringan parut. Diobati dengan
terapi glukokortikoid sistemik, antibiotic oral, glukokortikoid intralesi.
5. Saphosyndrom
Manifestasinya berupa adanya jerawat, pustulosis, hyperostosis dan
osteitis . Sedangkan etiologinya belum diketahui. Dapat ditangani dengan
obat sulfasalazine, infliximab dan bisphosphonates untuk mengobati nyeri
tulang.
6. Jerawat excorie des jeunes filles
Terjadi pada wanita muda, jerawat ringan dapat hadir disertai
eksoriasi yang luas. Antidepresan dan psikoterapi dapat diberikan pada
pasien.
7. Acne Mechanica

25
Trauma berulang pada kulit seperti menggosok. Dapat dari pakaian
atau alat seperti banatalan bahu, helm.
8. Acne with solid facial / edema
Vulgaris adalah jerawat dengan edema solid di wajah. Pengobatan
dengan isotretinoin ( 0,2 – 0,5 mg/kg/hari ) kombinasi dengan
glukokortikoid oral ketotrifen ( 1 – 2 mg/hari ) atau defazimine 4 – 5 bulan
pemberian.
9. Acne dengan kelainan / abnormalitas dari kelenjar endokrin
a. Sistem Ovary
Pasien jarang ovulasi atau bahkan tidak sama sekali. Obesitas.
LH/ FSH lebih dari 2. Orang dengan system ovary beresiko tinggi
kardiovaskular, DM.
b. Hiperplasia Adrenal Congenital
Memilki kadar kortisol normal tetapi peningkatan androgen.
Dapat diobati dengan glukokortikoid dengan dosis rendah.
 KLASIFIKASI GRADING LEHMANN 2003 PENGGELOMPOKAN ACNE

Derajat Komedo Papula/ Pustul Nodul


Ringan < 20 <15 -
Sedang 20 – 100 15 - 50 <5
Berat >100 >50 >5

 ACNEIFORM ERUPTIONS
1. Folliculitis Steroid
Dapat muncul setelah pemberian glukokortikoid sistemik atau
kortikotropin. Terdiri dari pustula kecil dan papula merah. Perbedaan
dengan Acne Vulgaris, ,ereka muncul pada batang tubuh, bahu, lengan atas
dan keterlibatan wajah yang lebih sedikit. Jarang terdapat komedo, kista dan
jaringan parut. Pengobatanya dengan menghentikan pemberian
kortikosteroid.
2. Drug Induced Acne
Selain glukokortikoid yang lainnya seperti fenitoin, litium,
isoniazid, citamin B Complek dosis tinggi.
3. Epidermal Growth Faktor Receptor Inhibitor
EGFR Inhibitor untuk mengobati kanker paru, colorectal dan
payudara. Contohnya getitinib, cetuximab, erlotinin dan trastuzumab.
4. Folikulitis Gram Negatif
Dapat terjadi pada pasien dengan acne vulgaris yang sudah diobati
dengan antibiotic jangka Panjang.

26
5. Radiasi Jerawat
Paparan Sinar UV berlebih
6. Tropical Acne
Dapat terjadi di batang tubuh dan pantat
7. Apert syndrome / Acrocephaho syndrome
Gangguan dominan autosomal yang ditandai adanya synostoses di
tengkorak, tubuh , tangan dan kaki.

ACNE VULGARIS
 DEFINISI
Acne vulgaris merupakan self limited disorder dari unit pilosebasea
yang terlihat pada kebanyakan remaja. Dalam beberapa kasus acne vulgaris
ditandai dengan munculnya beberapa lesi seperti comedo, pustule dan nodule.
Meskipun acne vulgaris adalah self limited disorder, namun dapat juga terjadi
seumur hidup dengan disertai pembentukan bekas luka.
 EPIDEMIOLOGI
Jerawat cukup umum terjadi. Jerawat sering menandai awal pubertas.
Pada anak perempuan, terjadinya jerawat dapat mendahului peristiwa
menstruasi. Suatu penelitian menunjukkan prevalensi jerawat wajah pada
wanita usia 26 – 44 sebanyak 14 % . prevalensi siswa SMP/ SMA sebanyak
19,9 % dengan riwayat keluarga berjerawat, sedangkan 9,8 % tidak memilki
riwayat jerawat pada keluarganya.
 ETIOLOGI
1. Hiperplasia epidermis folikel
2. Produksi sebum berlebih
3. Peradangan / inflamasi
4. Kehadian dan aktivatas Propionibacterium Acne / P. Acne

 PATOGENESIS

Stres Fluktuasi Normal Aktivasi Propionibacterium


s Acne ( P.Acne ) Meningkat

CRH
Meningkat Andogen Memecah TAG
Meningkat menjadi FFA
ACTH ↑

Adrenal Deferensiasi dan FFA ↑


melakukan Proliferasi
steroidogenesis Cebocyte
Meningkat
Pengumpulan
Bakteri dan
17 Pregnenolone
Kolonisasi
menjadi DHEAS 27 bakteri P. Acne ↑
Sebum
Meningkat
DHEAS
menjadi DHT

DHT
Meningkat

Folikular
Keratinosi
Proliferasi
Adhesi Peningkatan Sebum dan
Keratinosit di Peningkatan Akumulasi
Menghambat
folikel rambut bakteri P. Acne
Sekresi Sebum
meningkat

Membentuk
Microcomedo Penebalan Keratinosit
Acne
membentuk Plag pada
lubang

 PATOFISIOLOGI

Peningkatan Hormon Peningkatan Sebum


Androgen Dehidrotestosteron
(DHT )
Peningkatan TAG
dan Liperoxide
Stimulasi Proliferasi
Folikular Keratinosit

TAG menjadi Lipoperoxide


FFA oleh P. Acne

Clumping dan
Produksi Proinflamasi Aktivasi PPAR
Kolonisasi P.
Citokin IL-1, TNF Pathway (Peroxixom
Acne
Alfa ↑ Proliferating Activated
Receptor )
Merangsang
Inflamasi Produksi sebum

28
Peningkatan Produksi Microcomedo
(Keratin, Sebum, Bakteri)

Distensi
Microcomedo
Akumulasi Sebum
Open Comedo /
Ruptur Dinding
Blackhead Comedo
Folikular
Whitehead
Comedo Keluar CD4 disekitar unit
pilosebasea,
CD8 pada perivaskular

Terjadi
Respon
Inflamasi

Pustula Papula Erythema Nodule

 TANDA DAN GEJALA


Pada Acne Vulgaris dapat timbul lesi noninflamatori berupa komedo (
Sumbatan dalam unit pilosebasea ) dan lesi inflamatori berupa papula ( Komedo
tertutup yang pecah ), pustula ( Bentuk padat yang dapat mengeluarkan nanah),
nodul ( Lebih besar dari papul) dan jaringan parut.
 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
1. Most Likely
a. Closed Comedonal Acne
- Milia
- Sebaceous Hyperplasia
b. Open Comedonal Acne
- Dilated pore of Winer
- Favre- Racouchof Syndrom
c. Inflamatory Acne
- Rosacea
- Perioral Dermatitis
d. Neonatal Acne
- Miliaria Acne

29
2. Consider
a. Closed Comedonal Acne
- Osteoma Cutis
- Tricoephitheliomas
- Flat warts
- Colloid Milia
b. Open Comedonal Acne
- Trichostasis spinulosa
- Nevus Comedonicus
c. Inflamaory Acne
- Keratosis piliaris
- Neurotic Excoricitions / factifial
- Lupus miliaris disseminates faci ei
d. Neonatal Acne
- Milia
- Sebaceous hyperplasia

3. Alaways Rule Out


a. Closed Comedonal Acne
- Chloracne
-Contac Acne
b. Open Comedonal Acne
- Chlocne
- Contac Acne
c. Inflamatory Acne
- Staphyloccocal Folliculitis
- Furuncle
-Eosinophilic Foliculitis
d. Neonatal Acne
- Candidal Infections
- Benign Neonatal
- Cephalic Pustulosis
 KOMPLIKASI
1. Erythema
2. Hiperpigmentation
3. Scarring / Jaringan Parut
4. 30 – 50 % dapat mengalami gangguan kejiwaan akibat jerawat.
 TREATMEN
Perawatan yang paling umum unuk jerawat dapat dikategorikan :
1. Memperbaiki pola keratinisasi folikel yang berubah
2. Menurunkan aktivitas kelenjar sebasea
3. Menurunkan populasi bakteri folikular, terutama P.Acne
4. Menggunakan anti – inflamasi
 LOCAL TERAPY

30
a. Cleansing
I. Mencuci 2 kali sehari dengan pembersih yang lembut.
Menggunakan sabun alkalin untuk meningkatkan PH kulit,
sehingga menghancurkan /menghalangi lipid dan senyawa
yang memilki potensi membantu dari potensi iritasi dan
perawatan jerawat topical.
II. Menggunakan deterjen sintetik yang membersihkan tanpa
mengganggu PH normal
III. Obat pembersih yang mengandung benzoyl peroxide / asam
salisilat untuk mencuci area seperti punggung
IV. Menggunakan anti bacterial yang mengandung triclosan
 TOPICAL AGENTS
Sulfur atau sodium sulfacetamide atau Resorcinol yang masih
digunakan.
a) Azelaic Acid
- Tersedia 20 % cream, 15 % Gel
- Mengandung antimicrobial & comedolytic
- Inhibitor tryrosinase, menurunkan hiperpigmentasi
- Aman untuk kehamilan
b) Benzoyl Peroxide
- Merupakan obat tropical yang paling umum di
pasaran
- Agent anti – microba
- Menurunkan populasi bacter
- Menurunkan pemecahan TAG
- Tersedia dalam cream, gel dan lotion.
- Ideal untuk terapi kombinasi
 TOPICAL ANTIBIOTICS
Erythromycin dan clindamycin adalah topical yang sering
digunakan untuk perawatan wajah. Keduanya digunakan dalam
kombinasi dengan benzoyl peroxide.
Retnoids ( Vitamin A ) paling umum dari tretinoin. Memilki
kemampuan untuk mengikat dan mengaktifkan reseptor asam retinoate
( RAR ). Memilki sifat anti inflamasi.
 SYSTEMIC THERAPY
Antibiotic dan Antibacterial agents
a) Tetracycline
Antibiotic untuk acne dengan inflamasi.
Tetracycline tidak mengubah produksi sebum,
tapi menurunkan konsentrasi FFA. Dosis 500 –
1000 mg/ hari. Dengan memperhatikan fungsi
liver. Diminum dengan keadaan perut kosng,
baik 1 jam sebelum makan ataupun 2 jam setelah
makan. Derivat tertracyclin adalah deoxycycline
50 – 100 mg/ hari 2 kali sehari.

31
b) Macrolide
- Erythromycin : Diberikan pada pasien yang tidak
bias meminum tertracycline saat
perut kosong
- Azithromycin : Dosis 250 – 500 mg oral 3x /
minggu. Efek samping
mengalami
gangguan GI track dan diare.
c) Trimetroprim – Sulfamethozole
Untuk menangani acne yang tidak merespon
antibiotic
d) Clindamycin & Daphsone
Sekarang hanya ada topical clindamycin,
sedangkan oral clindamycin dapat menyebabkan
pseudomembranous colitis ( radang usus besar,
pertumbuhan berlebih bacteri Clostridium diffide atau
diare setelah penggunaan antibiotic). Dikombinasikan
dengan benzoyl peroxide. Daphsone untuk acne
inflamasi yang parah. Dosis 50 – 100 mg / hari selama 3
bulan.

 HORMONAL THERAPY OF ACNE


- Untuk menetralkan efek androgen pada kelenjar
sebasea
- Menurunkan produksi androgen
- Oral contraceptives, glucocorticoid, anti androgen,
isotretinoin
 DIET
Menurunkan konsumsi makanan berlemak

 PHOTOTHERAPY & LASER


UV B untuk membunuh Propionibacterium Acne / P. Acne

 PROGNOSIS
Treathmen dini dan tepat dapat mencegah bekas atau jerawat yang permanen.
2.2.5. Miliaria
 Definisi
Miliaria adalah suatu kelainan kulit yang diakibatkan oleh retensi keringat
karena obstruksi saluran keringat.
 Klasifikasi
Miliaria dikelompokan menjadi 4, yaitu:
a. Miliaria crystallina
Miliaria yang disebabkan oleh obstruksi duktus stratum korneum, yang
menimbulkan vesikel non inflamatori.

32
b. Miliaria rubra
Sumbatannya terjadi di lapisan dalam epidermis, menimbulkan reaksi
inflamasi, ditandai dengan adanya makula atau papul eritematosa. Pada
kasus kronis, lesi dapat berubah menjadi pustul.
c. Miliaria pustulosa
Merupakan perkembangan dari miliaria rubra.
d. Miliaria profunda
Miliaria yang disebabkan oleh obstruksi pada papila dermal, akibatnya
timbul lesi papul keras berukuran 1-3 mm.
 Epidemiologi
a. Miliaria crystallina
4,5% terjadi pada neonatus usia 1 minggu.
b. Miliaria rubra
4% terjadi pada neonatus usia 11-14 hari, 30% terjadi pada orang dewasa
yang pindah ke lingkungan tropis.
c. Miliaria profunda
Jarang terjadi, biasanya terjadi pada orang dewasa dan kebanyakan terjadi
pada laki-laki.
 Etiologi
a. Miliaria crystallina
 Hawa panas
 Saluran keringat belum matang pada bayi yang baru lahir
 Demam
 Prolonged bedrest
 Drug
b. Miliaria rubra
 Bakteri (staphylococcus epidermidis)
 Kurangnya aklimatisasi
 Sindrom morvon
c. Miliaria profunda
 Oklusi keringat
 Pakaian oklusif
 Panas dan lembab
 Patogenesis

Kondisi pana dan Saluran keringat Staphylococcus


kelembaban tinggi immature pada neonatus epidermidis

Produksi keringat ↑ Mudah ruptur Menghasilkan material


PAS-positive dari EPS
Terjadi occlusion
kulit karena pakaian Bersifat lengket
dan lekat

Menyumbat pori-pori
kelenjar keringat

33
Keringat tertahan
di statum corneum

Duktus kelenjar
ekrin tersumbat

Terjadi kebocoran keringat


di permukaan kulit

Stratum Corneum Subcorneal Dermo Epidermal

Miliaria
Miliaria Rubra Miliaria Profunda
Crystallina

 Patofisiologi

Miliaria

Stratum Corneum Subcorneal Dermo Epidermal

Miliaria Crystallina Miliaria Rubra Miliaria Profunda

Sedikit adanya Sel inflamasi kronis Papul keras


peradangan
Pustul
Lesi tidak
menunjukkan gejala Miliaria Pustulosa

 Manifestasi klinis
a. Miliaria crystallina
 Terlihat vesikel berukuran 1-2 mm terutama pada badan setelah banyak
berkeringat,
 Tanpa eritema disekitarnya,
 Vesikel bergerombol tanpa ditandai peradangan,
 Asimtomatik,
 Lesi mudah pecah.

34
b. Miliaria rubra
 Terlihat papul merah atau papul vesikular ekstradolikular yang sangat
gatal dan pedih.
c. Miliaria profunda
 Papul putih, keras, berukuran 1-33 mm,
 Terdapat di badan dan ekstremitas,
 Lebih banyak berupa papul daripada vesikel,
 Tidak gatal dan tidak ada eritema.
 Differential diagnosis
a. Miliaria crystallina
 Congenital herpes simplex
 Varicella
 Impetigo vasikobulosa
 Candidiasis
b. Miliaria rubra
 Erythema toxicum neonatorum
 Infantile acne
c. Miliaria profunda
 Popular musinosis
 Diagnosis
Secara umum dapat dilihat melalui manifestasi klinisnya.
a. Miliaria crystallina
Dilakukan pemeriksaan sitologi dari isi vesikular untuk mengetahui sel-sel
inflamasi.
b. Miliaria rubra
Dilakukan dermoskopi, akan menunjukkan bulatan putih besar dengan
lingkaran gelap disekitarnya.
c. Miliaria profunda
Dilakukan biopsi punch.
 Management
a. Miliaria crystallina
 Pengobatan tidak perlu dilakukan, cukup menghindari panas yang
berlebihan
 Mengusahakan ventilasi yang baik
 Pakaian tipis dan menyerap keringat
b. Miliaria rubra
 Gunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
 Dapat diberikan bedak salisil 2%
 Losio faberi dapat pula digunakan
 Untuk memberikan efek antipruritus dapat ditambahkan mentholum/
camphora pada losio faberi
c. Miliaria profunda
 Menghindari panas dan kelembaban berlebihan
 Mengusahakan regulasi suhu yang baik dan pakaian yang tipis
 Dapat diberikan losio calamin dengan atau tanpa mentol 0,25%, dapat
pula resorsin 3% dalam alkohol

35
 Komplikasi
a. Miliaria crystallina
Intoleransi terhadap panas
b. Miliaria rubra
Infeksi sekunder, muncul sebagai impetigo
c. Miliaria profunda
Intoleransi panas yang dikenal sebagai asthenia anhidrotik tropis
 Prognosis
a. Miliaria crystallina
Umumnya tidak memberi keluhan, dan sembuh dengan sisik yang halus.
b. Miliaria rubra
Cenderung menghilang secara spontan ketika pasien dipindahkan ke
lingkungan yang lebih sejuk.
c. Miliaria profunda
Kebanyakan pasien dengan miliaria profunda membaik dalam beberapa
minggu setelah berada dalam lingkungan yang sejuk.
2.2.6. Farmakologi
A. Erytromycin solution
Termasuk golongan antibiotic makrolid yang aktif terhadap bakteri gram(-) dan
gram (+). Digunakan sebagai pengobatan.selain sifat antibakteri dia juga
memiliki aktivitas anti-inflamasi.

 MOA

Erythromycin penetrasi ke dalam polisebaseus dan berikatan dengan subunit


50s milik ribosom bakteri. Menghambat amino asil t-RNA berikatan dengan
pembentukan rantai polipeptida dan menghambat sintesis protein

 Indikasi

-Acne Vulgaris

-Gonorhea prophylaxis (oral)

-Invasive Diarrhea (oral)

 Kontra Indikasi

-Ibu hamil & menyusui

-Hypersensitive pada erythromycin

36
 Efek Samping

-Peeling=mengelupas

-Dryness=kering

-Itching=gatal

-erythema=kemerahan

-oilness=berminyak

 Sediaan

-Solution

-Gel

-Pad(sekali pakai)

-Oral

B. Salicylic Powder
a. Mekanisme kerja salicylic powder

Salicylic powder merupakan obat anti jamur topical yang berasal dari asam
salisilat. Asam salisilat telah digunakan secara ekstensif dalam terapi
dermatologic sebagai bahan keratolitik.
Mekanisme kerja senyawa ini dalam menyebabkan efek keratolitik dan efek
terapeutik lainnya belum diketahui secara pasti. Obat ini mungkin
melarutkan protein-protein permukaan sel yang menjaga keutuhan stratum
korneum sehingga terjadi dekuamasi debris keratotik. Asam salisilat bersifat
keratolitik pada konsentrasi 3% - 6%. Pada konsentrasi lebih dari 6%, obat
ini dapat bersifat destruktif bagi jaringan.

b. Konsentrasi salicylic powder


Asam salisilat adalah bahan yang terdapat pada obat anti jamur topical yang
digunakan pada penanganan jerawat. Asam salisilat memiliki konsentrasi
antara 0,5% - 2%. Pada konsentrasi lebih, asam salisilat ini menyebabkan
pengelupasan stratum korneum. Konsentrasi asam salisilat juga terdapat
antara 3% - 6%, menyebabkan adanya sisik yang akan merusak stratum
korneum dan melonggarkan jaringan dengan korneosit. Serta 2% - 6% untuk
anti pruritic. Ada baiknya jumlah total asam salisilat yang dipakai serta
frekuensi pemakaian dibatasi. Pada pasien yang alergik terhadap salisilat
dapat terjadi urtikaria, anaflaksis dan eritema multiforme.

37
PATOMEKANISME

Mrs. Anes 17 Thn

FR : dirawat FR : Stress FR : Hormonal


karena
demam Stimulasi
Produksi sebum ↑
Bedrest Ac tidak proliferasi folikular
berfungsi keratinosit
TAG dan
Lipoperoxide ↑
Panas
TAG menjadi Lipoperoxida
Menstimulasi FFA oleh P. aktivasi PPAR
produksi Acne
keringat Terjadi Produksi sebum
penumpukan ↑
Punggung pasien bakteru
menjadi lebih Produksi
lembab Microcomedo
Staphylococcu
s aureus ↑ Orifisium Distensi Orifisium
folikel terbuka Microcomedo folikel Tertutup
Sekresi EPS ↑
(Extracelullar Black Head White Head
polysaccaride substance)

Bersifat lengket Proses Ruptur Dinding


dan lekat Inflamasi Folikular
papule Eritematous
Obstruksi Limfosit CD 48+ &
duktus keringat CD8 keluar dari
sekitar pilosebasea
Keringat dan perivaskular
sulit keluar
Terjai Proses
Penyumbatan tanpa Inflamasi lanjutan
inflamasi pada oleh neutrofil
stratum corneum
Pustule
Miliaria
crystalina
Acne
Clear vesicle
Vulgaris
water drop like
38
dipunggung
BHP :
1. Edukasi pasien tentang penyakit yang dideritanya
2. Menjaga kebersihan wajah
3. Hindari pemencetan acne
4. Pbat yang diberikan dokter harus digunakan sesuai aturan
IIMC :
“Diriwayatkan dari saad bin abi waqas dari bapaknya, muhammad SAW : sesungguhnya Allah
AWT. Itu suci yang menyukai hal hal yang suci. Dia maha suci yang menykai kebersihan, dia
maha mulia yang menyukai kemuliaan, dia maha indah yang meyukai keindahan, karena itu
bersihkanlah tempat-tempatmu”

39
DAFTAR PUSTAKA

Backley, L. S. (t.thn.). Bates' Guide to Physycal Examination & History Taking 11th Edition.
Jakarta: EGC.
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 2, Edisi 4. (t.thn.). Jakarta: Interna Publishing.
Hall, J. E. (t.thn.). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12. Elsevier.
Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29. (t.thn.). Elsevier.
Mescher, A. L. (2011). Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas. Jakarta: EGC.
Robbins, C. K. (t.thn.). Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.
Gardner, D. K. (t.thn). Greenspan's Basic and Clinical Endocrinology, Ninth Edition.
Goldsmith A, Lowell Dkk. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology General Medicine. Amerika
Serikat: The Mcgraw-Hill (Edisi 8 Halaman 900)

Kumar, Vinay Dkk. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins. Singapore: ELSEVIER (Edisi 9 BAB
2 “ Radang Dan Pemulihan Jaringan” Halaman 34)

Katzung G, Betram Dkk. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik. Amerika Serikat: The Mcgraw-
Hill (Edisi 12 BAB 61 “ Terapi Dermatologic” Halaman 1074-1075)

Wolf, Klaus Dkk. 2008. Dermatology In General Medicine. Amerika Serikat: Mcgraw Hill
(Edisi 9 Halaman 2067-2070)

Sherwood “ Introduction To Human Physiology” edisi 8 halaman 680-681

40

You might also like