You are on page 1of 4

Identifikasi forensic dapat dilakukan dengan membandingkan data ante mortem dan

post mortem. Korban dinyatakan teridentifikasi bila salah satu pemeriksaan sidik jari, gigi
atau DNA cocok, atau bila data medis dan property cocok. Pemeriksaan DNA merupakan
alternative yang bisa dilakukan pada saat kondisi korban mengalami kerusakan yang berat.
Sampai dengan sekarang, pemeriksaan DNA forensic di Indonesia masih menggunakan lokus
CODIS 13 standart FBI. Indonesia adalah Negara kepulauan yang terdiri dari banyak suku.
Masing masing suku mempunyai budaya, bahasa yang berbeda. Dari sisi genetic, pola
pemeriksaan lokus CODIS 13 mempunyai ciri yang spesifik pada tiap suku yang ada.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan marker yang spesifik dari Short Tandem
Repeat (STR ) Combined DNA Index System ( CODIS ) 13, sehingga didapatkan pilihan
lokus yang lebih sesuai pada suku Jawa dan Madura, dalam identifikasi forensik melalui
pemeriksaan DNA. Dengan didapatkannya marker yang spesifik untuk suku tersebut , maka
diharapkan proses identifikasi forensic melalui pemeriksaan DNA menjadi lebih terarah,
lebih efektif dan efisien.
Sebagai manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pemilihan
lokus yang spesifik dari CODIS 13 untuk pemeriksaan DNA Forensik.

http://lppm.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/04/Wening-Prastowo.pdf
Alur pemeriksaan menggunakan STR
Analisis STR merupakan polimorfisme DNA yang terjadi karena adanya 2 atau lebih
nukleotida yang berulang. Pola pengulangannya adalah terdiri dari 2-10 bp dan terjadi pada
daerah intron dari DNA. Dengan menganalisa loci dari STR dan menghitung berapa banyak
perulangan dari sekuen STR yang terjadi di setiap locus, maka dapat terbaca profil genetik
yang unik dari setiap individu. Analisa dengan STR memerlukan teknik PCR dan
elektroforesis gel agarosa. Dengan PCR daerah polimorfik dari DNA diamplifikasi dan
kemudian fragmen STR dipisahkan dengan elektroforesis agarosa sehingga jumlah
perulangan yang terjadi dapat dihitung dengan membandingkan perbedaan ukuran dengan
alelic ladder. Analisa dengan STR ini tidak dapat dilakukan apabila 2 individu merupakan
kembar monozigot.

https://camelliagreen.wordpress.com/2015/06/10/bioteknologi-sidik-jari-dna/
Keunggulan STR daripada analisis DNA yang lain
STR telah menjadi penanda DNA populer karena mereka mudah diperkuat dengan
polymerase chain reaction (PCR) tanpa masalah amplifikasi diferensial; yaitu, produk PCR
untuk STR umumnya serupa dalam jumlah, membuat analisis lebih mudah. Seorang individu
mewarisi satu salinan dari STR dari setiap orangtua, yang mungkin atau mungkin tidak
memiliki ukuran yang berulang yang sama. Jumlah pengulangan penanda STR dapat sangat
bervariasi antara individu, yang membuat STR ini efektif untuk tujuan identifikasi manusia.
Untuk tujuan identifikasi manusia, adalah penting untuk memiliki penanda DNA yang
menunjukkan variasi tertinggi untuk membedakan antara sampel. Hal ini sering menantang
untuk mendapatkan produk amplifikasi PCR dari sampel forensik karena baik DNA dalam
contoh tersebut adalah terdegradasi, atau dicampur, seperti dalam kasus penyerangan seksual.
Ukuran yang lebih kecil dari alel STR membuat calon STR penanda yang lebih baik
untuk digunakan dalam aplikasi forensik, di mana secara umum kondisi DNA terdegradasi.
PCR amplifikasi sampel DNA terdegradasi dapat lebih baik dicapai dengan ukuran target
produk yang lebih kecil.
Karena ukurannya yang lebih kecil, alel STR juga dapat dipisahkan dari lokasi
kromosom lain yang lebih easilyto memastikan erat lokus terkait tidak dipilih. lokus erat
tidak mengikuti pola diprediksi distribusi acak dalam populasi, membuat analisis statistik
sulit. alel STR juga memiliki tingkat mutasi yang lebih rendah, yang membuat data lebih
stabil dan dapat diprediksi.
Karena karakteristik ini, STR dengan daya yang lebih tinggi dari diskriminasi yang
dipilih untuk identifikasi manusia dalam kasus forensik secara teratur. Hal ini digunakan
untuk mengidentifikasi korban, pelaku, orang hilang, dan lain-lain.
Dimulai pada tahun 1996, Laboratorium FBI meluncurkan upaya ilmu forensik untuk
membangun STR lokus inti untuk dimasukkan dalam database nasional yang dikenal sebagai
CODIS (Sistem Indeks Gabungan DNA). 13 CODIS lokus yaitu CSF1PO, FGA, TH01,
TPOX, VWA, D3S1358, D5S818, D7S820, D8S1179, D13S317, D16S539, D18S51 dan
D21S11.lokus ini secara nasional dan diakui secara internasional sebagai standar untuk
identifikasi manusia.
DDC Laboratorium Forensik rutin menggunakan 13 CODIS lokus dan memiliki lokus
tambahan untuk Standar pengujian STR yang luas dan kuat jika diperlukan. Metode ini paling
banyak dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memilikikekuatan diskriminasi
yang tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNAyang rusak atau dibawah
standar karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak olehPCR hanya berkisar antara 200
500 pasangan basa.
Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus
yangmemiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam
waktu bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa
banyak lokus dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan
menghemat sampel. Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs
dan perbedaan panjang atau pengulangan basa STRs.

http://www.biozatix-news.com/dna-berulang-short-tandem-repeats-strs/

You might also like