You are on page 1of 24

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

SEBAGAI AKUNTANSI MANAJEMEN

Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan


perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan
kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak
hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya,
tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga
publik tersebut.

Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan


pemerintahan (Pemerintah Pusat dan Daerah serta unit kerja pemerintah),
perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas,
organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).

Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya


dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam
pengertian, cara pandang, dan definisi. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor
publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan
layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik.

American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan


bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan
informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber
daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis,
serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggung-jawaban pelaksanaan
pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik.
Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi
untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
Reformasi keuangan daerah yang berlaku di Indonesia ditandai dengan
dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.
25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah yang menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintah di Daerah dan Undang-Undang No. 32 tahun 1956 tentang
Perimbangan Keuangan antara Negara dengan Daerah yang mengurusi rumah
tangganya sendiri. Atas dasar undang-undang tersebut di atas dikeluarkan pula
peraturan yang mengakibatkan adanya perubahan yang mendasar dalam
pengelolaan anggaran daerah (APBD) yaitu dengan ditetapkannya PP No. 105
tahun 2000 tentang Standar Akuntansi Pemerintah diganti dengan Kepmendagri
No. 29 tahun 2002 dan terakhir dengan Kepmendagri No. 13 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Secara umum pelaksanaan reformasi keuangan Pemerintah Daerah, yaitu
dengan melakukan perubahan sistem akuntansi keuangan daerah provinsi,
kabupaten, maupun kota, yaitu bergesernya yang dari semula melalui pendekatan
dengan sistem pencatatan Tata Buku Tunggal (Single Entry System) dengan basis
pencatatan atas ‘’dasar kas’’ (kas stelsel basis).
Gambaran umum pelaksanaan sistem akuntansi sektor publik yang berlaku
atau penatausahaan keuangan daerah pada masa lalu dan saat ini tercermin dalam
perhitungan APBD dimana menggunakan sistem pembukuan tunggal yang
berbasis kas. Prinsip basis kas adalah mengakui pendapatan pada saat diterima kas
dan mengakui belanja atau biaya pada saat dikeluarkan kas. Hal tersebut tentu saja
sangat terbatas karena informasi yang dihasilkan hanya berupa kas saja yang
terdiri dari informasi kas masuk, informasi kas keluar, dan saldo kas.

Sistem akuntansi yang berbasis kas memiliki kelemahan-kelemahan


sebagai berikut :

a) Informasi yang lebih kompleks yang sebenarnya dibutuhkan oleh pemakai


laporan keuangan tidak dapat disediakan oleh system akuntansi berbasis kas.
b) Relevansi laporan keuangan baggi para pengambil keputusan sangat kurang,
karena basis kas hanya berfokus pada aliran kas dan mengabaikan aliran
sumber daya lain.
c) Pertanggungjawaban ke public terbatas pada penggunaan kas saja, tidak
dicantumkan pertanggungjawaban atas pengelolaan aktiva lainnya dan utang
atau kewajiban.

Dengan adanya kelemahan-kelemahan yang diuraikan di atas, maka


mengharuskan adanya suatu pengembangan sistem akuntansi yang baru, yaitu :

1) Pengembangan system pembukuan berganda (double entry book keeping),


yaitu setiap transaksi dilakukan pencatatan saling berpasangan, Debit dan
Kredit.
2) Direkomendasikan accrual basis (basis akrual), yaitu dengan mengembangkan
prinsip dan asumsi bahwa pencatatan transaksi keuangan bukan hanya pada
saat terjadi penerimaa uang atau dilakukan pembayaran saja. Dengan basis
akrual akan memberikan informasi kepada pemakai, tidak hanya transaksi
masa lau, yang melibatkan penerimaan dan pengeluaran kas, tetapi juga
kewajiban kas di masa depan, serta mempresebtasikan kas yang akan diterima
di masa depan.

Di era reformasi sekarang ini, sistem pencatatan yang digunakan adalah


‘’sistem ganda’’ (Double Entry System) dengan basis pencatatan atas dasar kas
modifikasi (Modified Cash Basis) yang mengarah pada basis aktual dan sistem ini
diatur dalam Kepmendagri No. 29 tahun 2002 dan UU No. 1 tahun 2004.
Pengaplikasian pencatatan dengan sistem pembukuan berpasangan dikenal dengan
istilah debit dan kredit. Artinya, pada setiap transaksi terdapat dua rekening (akun)
yang akan dipengaruhi.
Dalam sistem pembukuan berpasangan dikenal dengan istilah debit dan
kredit dan dicatat dalam buku jurnal. Setiap rekening yang didebit pemasukan
diikuti dengan rekening lain yang dikredit (dikeluarkan), demikian pula
sebaliknya. Jumlah sisi debit dan kredit harus sama, jika tidak sama maka
pencatatannya menjadi salah, neraca yang dihasilkan menjadi tidak seimbang.
Antara sisi asset (aktiva) dan pasivanya yang disebut ‘’akuntansi’’ dalam sistem
pembukuan tunggal single entry yang disebut ‘’tata buku’’ sudah diterapkan
masih pada zaman Belanda yang dikenal ICW untuk keuangan negara, sedangkan
untuk keuangan provinsi dikenal dengan Provinciale Ordonansi Stb/432, sedang
kabupaten (kota) diksual dengan Gemeente Ordonansi 180 sistem single entry ini
atau Tata Buku.
Sistem semulanya dipakai sebagai dasar pembukuan di pemerintahan
karena mudah dan praktis. Namun seiring dengan kemajuan ekonomi, sosial ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama dimana akuntansi sudah menjadi disiplin
ilmu yaitu ‘’ilmu akuntansi’’ maka sistem pembukuan secara tata buku (single
entry) tidak memadai lagi. Terjadi reformasi (perubahan) dari sistem tunggal ke
sistem pembukuan berpasangan. Sistem pembukuan tunggal mulai ditinggalkan
oleh banyak negara, termasuk negara Indonesia sendiri yang mulai dilakukan pada
1999. Saat mulai ditabuhnya reformasi di segala bidang termasuk reformasi
keuangan daerah di Indonesia.
Pengaplikasian pencatatan transaksi dengan sistem “double entry’’
dilakukan karena memiliki beberapa karakteristik dan kelebihan yaitu:
1. laporan keuangan yang dihasilkan lebih mudah untuk dilakukan audit
(auditable)
2. pelacakan antara bukti transaksi, catatan dan keberdayaan kekayaan, utang,
piutang dan ekuitas organisasi lebih mudah dilakukan (traceable)
3. pengukuran kinerja dapat dilakukan secara lebih komprehensif, karena
mengikuti model penyusunan anggaran yang ‘’berbasis kinerja’’
4. keadaan asset dan hutang piutang dapat diketahui secara lebih akurat.
Secara khusus, pergeseran terjadi dalam pengelolaan APBD terdapat 6
(enam) penggeseran yang terjadi yaitu:
a. dalam akuntabilitas yaitu dari akuntabilitas vertikal menjadi horizontal
b. penyusunan anggaran dari proses tradisional menjadi proses penyusunan
anggaran berbasis kinerja (performance budget)
c. pengendalian dan audit keuangan bergeser kepada pengendalian dan audit
keuangan dan kinerja
d. penggunaan dana APBD dari tidak adanya penerapan konsep 3E yaitu
Ekonomi, Efisien dan Efektif, diubah menjadi 3E yang dikenal dengan
‘’Value for money’’. Hal ini mendorong Pemda untuk selalu melakukan
‘’Prudential Management’’ (management kehati-hatian) bahwa tiap sen/rupiah
akan menjadi lebih baik
e. penerapan pusat pertanggungjawaban semulanya tidak dilakukan, diubah
menjadi adanya ‘’revenue center’’ di Dispenda. Semua sumber dana
penerimaan pelaporannya hendaknya melalui Dinas Pendapatan/Penerimaan,
Biro/Bagian Pemda sebagai Pusat Pendataan Expenditure (pengeluaran), dan
BUMD/BPD sebagai Pusat Laba untuk kontribusi bagi keperluan membiayai
pembangunan daerah
f. mengubah sistem akuntansi Pemda yang dari semula dengan sistem ‘’Tata
Buku’’ (single entry), memberlakukan sistem akuntansi ‘’double entry’’,
dengan basis pencatatan atas dasar ‘’cash basis’’, yang mengarah kepada basis
akrual atau gabungan modified cash basis seperti yang dianut dalam
Kepmendagri No. 29 tahun 2002, sedang basis akrual diatur dalam UU No. 1
tahun 2004.
Adapun dasar ketentuan reformasi tentang sistem Akuntansi Keuangan
Pemda telah dijabarkan dalam Keputusan Mendagri No. 13 tahun 2006 yang
intinya merupakan suatu sistem yang secara komprehensif mengatur prosedur-
prosedur akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas, prosedur akuntansi selain
kas, dan prosedur akuntansi asset. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
setiap prosedur tersebut adalah fungsi yang terkait, dokumen yang digunakan,
laporan yang dihasilkan, dan uraian teknis prosedur. Semua prosedur-prosedur ini
telah dituangkan format-format dalam Permendagri tersebut di atas.
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara, pemerintah diwajibkan menerapkan basis akuntansi akrual secara penuh
atas pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja negara paling lambat
tahun anggaran 2008. Sedangkan basis akuntansi yang sekarang ini diterapkan
oleh pemerintah dalam pembuatan laporan keuangan pemerintah sesuai dengan
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dalam Exposure Draft Standar
Akuntansi Pemerintahan (per 04 Februari 2004) adalah dual basis. Yang
dimaksud dengan dual basis adalah pengakuan pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran menggunakan basis kas,
sedangkan untuk pengakuan aktiva, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
Penggunaan dual basis tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
pemerintah diwajibkan membuat neraca yang hanya dapat dibuat dengan
akuntansi berbasis akrual, sedangkan di sisi lain juga wajib membuat laporan
realisasi anggaran atau yang dulu di kenal dengan nama Perhitungan Anggaran
Negara (PAN) yang dibuat dengan akuntansi berbasis kas. Terlepas dari basis
akuntansi mana yang dipakai, tulisan ini akan membahas jenis-jenis basis
akuntansi yang ada dalam praktek, baik pada sektor privat maupun sektor publik
termasuk pemerintahan.
Basis akuntansi merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang menentukan
kapan pengaruh atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan
keuangan. Basis akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran
dilakukan. Basis akuntansi pada umumnya ada dua yaitu basis kas dan basis
akrual. Selain kedua basis akuntansi tersebut terdapat banyak variasi atau
modifikasi dari keduanya, yaitu modifikasi dari akuntansi berbasis kas, dan
modifikasi dari akuntansi berbasis akrual. Jadi dapat dikatakan bahwa basis
akuntansi ada 4 macam, yaitu:

1. Akuntansi berbasis kas (cash basis of accounting)


2. Modifikasi dari akuntansi berbasis kas (modified cash basis of accounting)
3. Akuntansi berbasis akrual (accrual basis of accounting)
4. Modifikasi dari akuntansi berbasis akrual (modified accrual basis of
accounting)

Pembagian basis pencatatan (akuntansi) ini bukan sesuatu yang mutlak,


dalam Government Financial Statistic (GFS) yang diterbitkan oleh International
Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa basis pencatatan (akuntansi) dibagi
menjadi 4 macam, yaitu accrual basis, due-for-payment basis, commitments
basis, dan cash basis.

A. Akuntansi Berbasis Kas

Dalam akuntansi berbasis kas, transaksi ekonomi dan kejadian lain


diakui ketika kas diterima atau dibayarkan. Basis kas ini dapat mengukur
kinerja keuangan pemerintah yaitu untuk mengetahui perbedaan antara
penerimaan kas dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Basis kas
menyediakan informasi mengenai sumber dana yang dihasilkan selama satu
periode, penggunaan dana dan saldo kas pada tanggal pelaporan. Model
pelaporan keuangan dalam basis kas biasanya berbentuk Laporan Penerimaan
dan Pembayaran (Statement of Receipts and Payment) atau Laporan Arus Kas
(Cash Flow Statement). Selain itu perlu dibuat suatu catatan atas laporan
keuangan atau notes to financial statement yang menyajikan secara detail
tentang item-item yang ada dalam laporan keuangan dan informasi tambahan
seperti :

1. Item-item yang diakui dalam akuntansi berbasis akrual, seperti aktiva


tetap dan utang/pinjaman.
2. Item-item yang biasa diungkapkan dalam akuntansi berbasis akrual,
seperti komitmen, kontinjensi, dan jaminan.
3. Item-item lain, seperti informasi yang bersifat prakiraan (forecast).

Pada praktek akuntansi pemerintahan di Indonesia basis kas untuk


Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas
diterima oleh Rekening Kas Umum Negara/Daerah, dan belanja diakui pada
saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Secara rinci
pengakuan item-item dalam laporan realisasi anggaran, sesuai dengan
Exposure Draft PSAP Pernyataan No. 2 tentang Laporan Realisasi Anggaran
adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum


Negara/Daerah atau entitas pelaporan.
2. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran
melalui pemegang kas pengakuannya terjadi pada saat
pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang
mempunyai fungsi perbendaharaan
3. Dana Cadangan diakui pada saat pembentukan yaitu pada saat
dilakukan penyisihan uang untuk tujuan pencadangan dimaksud. Dana
Cadangan berkurang pada saat terjadi pencairan Dana Cadangan.
4. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas
Umum Negara/Daerah.
5. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening
Kas Umum Negara/Daerah.

Akuntansi berbasis kas ini tentu mempunyai kelebihan dan


keterbatasan. Kelebihan-kelebihan akuntansi berbasis kas adalah laporan
keuangan berbasis kas memperlihatkan sumber dana, alokasi dan penggunaan
sumber-sumber kas, mudah untuk dimengerti dan dijelaskan, pembuat laporan
keuangan tidak membutuhkan pengetahuan yang mendetail tentang akuntansi,
dan tidak memerlukan pertimbangan ketika menentukan jumlah arus kas
dalam suatu periode. Sementara itu keterbatasan akuntansi berbasis kas adalah
hanya memfokuskan pada arus kas dalam periode pelaporan berjalan, dan
mengabaikan arus sumber daya lain yang mungkin berpengaruh pada
kemampuan pemerintah untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa saat
sekarang dan saat mendatang; laporan posisi keuangan (neraca) tidak dapat
disajikan, karena tidak terdapat pencatatan secara double entry; tidak dapat
menyediakan informasi mengenai biaya pelayanan(cost of service) sebagai
alat untuk penetapan harga (pricing), kebijakan kontrak publik, untuk kontrol
dan evaluasi kinerja.

B. Modifikasi Dari Akuntansi Berbasis Kas

Basis akuntansi ini pada dasarnya sama dengan akuntansi berbasis kas,
namun dalam basis ini pembukuan untuk periode tahun berjalan masih
ditambah dengan waktu atau periode tertentu (specific period) misalnya 1 atau
2 bulan setelah periode berjalan (?leaves the books open?). Penerimaan dan
pengeluaran kas yang terjadi selama periode tertentu tetapi diakibatkan oleh
periode pelaporan sebelumnya akan diakui sebagai penerimaan dan
pengeluaran atas periode pelaporan yang lalu (periode sebelumnya). Arus kas
pada awal periode pelaporan yang diperhitungkan dalam periode pelaporan
tahun lalu dikurangkan dari periode pelaporan berjalan.

Laporan keuangan dalam basis ini juga memerlukan pengungkapan


tambahan atas item-item tertentu yang biasanya diakui dalam basis akuntansi
akrual. Pengungkapan tersebut sangat beragam sesuai dengan kebijakan
pemerintah. Sebagai tambahan atas item-item yang diungkapkan dalam basis
kas, ada beberapa pengungkapan yang terpisah atas saldo near-cash yang
diperlihatkan dengan piutang-piutang yang akan diterima dan utang-utang
yang akan dibayar selama periode tertentu dan financial assets and liabilities.
Sebagai contoh Pemerintah Malaysia menggunakan specified period dalam
laporan keuangan tahunan, yang mengungkapkan beberapa catatan (memo)
mengenai : aktiva, investasi, kewajiban, utang pemerintah (public debt),
jaminan (guarantees), dan notes payable.

Dalam basis ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1. Fokus pengukuran di bawah basis ini adalah pada sumber keuangan


sekarang (current financial resources) dan perubahan-perubahan atas
sumber-sumber keuangan tersebut. Basis akuntansi ini mempunyai
fokus pengukuran yang lebih luas dari basis kas, pengakuan
penerimaan dan pembayaran kas tertentu selama periode spesifik
berarti bahwa terdapat informasi mengenai pituang dan hutang,
meskipun tidak diakui sebagai aktiva dan kewajiban.
2. Penetapan panjangnya periode tertentu bervariasi antara beberapa
pemerintah, namun ada beberapa ketentuan, yaitu :
a. periode tertentu diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun
b. periode tertentu harus sama untuk penerimaan dan pembayaran kas
c. kriteria yang sama atas pengakuan penerimaan dan pembayaran
kas selama periode tertentu harus diterapkan untuk seluruh
penerimaan dan pembayaran
d. satu bulan adalah waktu yang tepat, karena pembelian barang
secara kredit umumnya diselesaikan dalam periode tersebut,
periode tertentu yang terlalu lama mungkin mengakibatkan
kesulitan dalam menghasilkan laporan keuangan
e. kebijakan akuntansi yang dipakai harus diungkapkan secara penuh
(fully disclosed)
3. Kriteria pengakuan atas penerimaan selama periode tertentu adalah
bahwa penerimaan harus berasal dari periode yang lalu, namun
penerapan ini tidak seragam untuk semua negara. Beberapa pemerintah
menganggap bahwa seluruh penerimaan yang diterima selama periode
tertentu adalah berasal dari periode sebelumnya, sedangkan pemerintah
yang lain mengakui hanya beberapa dari penerimaan tersebut.

C. Akuntansi Berbasis Akrual

Akuntansi berbasis akrual berarti suatu basis akuntansi di mana


transaksi ekonomi dan peristiwa-peristiwa lain diakui dan dicatat dalam
catatan akuntansi dan dilaporkan dalam periode laporan keuangan pada saat
terjadinya transaksi tersebut, bukan pada saat kas atau ekuivalen kas diterima
atau dibayarkan. Akuntansi berbasis akrual ini banyak dipakai oleh institusi
sektor non publik dan lembaga lain yang bertujuan mencari keuntungan.
International Monetary Fund (IMF) sebagai lembaga kreditur menyusun
Government Finance Statistics (GFS) yang di dalamnya menyarankan kepada
negara-negara debiturnya untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual dalam
pembuatan laporan keuangan. Alasan penerapan basis akrual ini karena saat
pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya. Jadi
basis akrual ini menyediakan estimasi yang tepat atas pengaruh kebijakan
pemerintah terhadap perekonomian secara makro. Selain itu basis akrual
menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus
sumber daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan
arus ekonomi lainnya.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh atas penerapan basis


akrual, baik bagi pengguna laporan (user) maupun bagi pemerintah sebagai
penyedia laporan keuangan. Manfaat tersebut antara lain :
1. dapat menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah dan
perubahannya
2. memperlihatkan akuntabilitas pemerintah atas penggunaan seluruh
sumber daya
3. menunjukkan akuntabilitas pemerintah atas pengelolaan seluruh aktiva
dan kewajibannya yang diakui dalam laporan keuangan
4. memperlihatkan bagaimana pemerintah mendanai aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan kasnya
5. memungkinkan user untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah
dalam medanai aktivitasnya dan dalam memenuhi kewajiban dan
komitmennya
6. membantu user dalam pembuatan keputusan tentang penyediaan
sumber daya ke atau melakukan bisnis dengan entitas
7. user dapat mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal biaya
pelayanan, efisiensi dan penyampaian pelayanan tersebut.

Sesuai dengan Exposure Draft Standar Akuntansi Pemerintahan, basis


akrual untuk neraca berarti bahwa aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana diakui
dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau
kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Secara rinci
pengakuan atas item-item yang ada dalam neraca dengan penerapan basis
akrual adalah :

a. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan


diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat
diukur dengan andal. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak
kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah.
b. Investasi, suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai
investasi apabila memenuhi salah satu kriteria:
a. Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa
pontensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut
dapat diperoleh pemerintah;
b. Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara
memadai (reliable). Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka
pendek diakui sebagai pengeluaran kas pemerintah dan tidak
dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi anggaran,
sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka
panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan.
c. Aktiva tetap, untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus
berwujud dan memenuhi kriteria:
a. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan
d. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan
d. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), suatu benda berwujud harus
diakui sebagai KD jika:
a. besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan
datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
b. biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
c. aset tersebut masih dalam proses pengerjaan
KDP dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria
berikut ini terpenuhi:
a. Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
b. Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
4. Kewajiban, suatu kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan
bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah
dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini,
dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian
yang dapat diukur dengan andal.
D. Modifikasi dari Akuntansi Berbasis Akrual
Basis akuntansi ini meliputi pengakuan beberapa aktiva, namun tidak
seluruhnya, seperti aktiva fisik, dan pengakuan beberapa kewajiban, namun
tidak seluruhnya, seperti utang pensiun. Contoh bervariasinya (modifikasi)
dari akuntansi akrual, dapat ditemukan dalam paktek sebagai berikut ini :
1. pengakuan seluruh aktiva, kecuali aktiva infrastruktur, aktiva
pertahanan dan aktiva bersejarah/warisan, yang diakui sebagai beban
(expense) pada waktu pengakuisisian atau pembangunan. Perlakuan ini
diadopsi karena praktek yang sulit dan biaya yang besar untuk
mengidentifikasi atau menilai aktiva-aktiva tersebut.
2. pengakuan hampir seluruh aktiva dan kewajiban menurut basis akrual,
namun pengakuan pendapatan berdasar pada basis kas atau modifikasi
dari basis kas
3. pengakuan hanya untuk aktiva dan kewajiban finansial jangka pendek
4. pengakuan seluruh kewajiban dengan pengecualian kewajiban tertentu
seperti utang pensiun.
Beberapa penyusun standar telah mengidentifikasi kriteria atas waktu
pengakuan pendapatan dengan akuntansi berbasis akrual, sebagai contoh
Pemerintah Kanada mengakui pendapatan dalam periode di mana transaksi
atau peristiwa telah terjadi ketika pendapatan tersebut dapat diukur
(measurable). Pemerintah Federal Amerika Serikat (State) mengakui
pendapatan pajak dalam periode akuntansi di mana pendapatan tersebut
menjadi susceptible to accrual (yaitu ketika pendapatan menjadi measurable
dan available untuk mendanai pengeluaran). Available berarti dapat ditagih
dalam periode sekarang atau segera setelah terjadi transaksi.
Basis akuntansi mana yang dipakai oleh suatu pemerintah tertentu,
tergantung pada kebijakan dan kondisi yang ada. Masing-masing basis
akuntansi tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan, basis akuntansi
akrual memberikan manfaat yang lebih banyak dibandingkan dengan basis
akuntansi yang lain, baik bagi pemerintah sendiri sebagai penyusun laporan
keuangan maupun bagi pengguna laporan keuangan (user). Pemerintah
Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, sudah harus menerapkan basis akuntansi akrual
secara penuh paling lambat tahun 2008.
Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak
atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran
kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of
public accountability), dan auditing sektor publik yang dapat diintegrasikan ke
dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen
Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor
Publik.
Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik
adalah memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada
manajer untuk melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian
manajemen. Fungsi perencanaan meliputi perencanaan strategik, pemberian
informasi biaya, penilaian investasi, dan penganggaran, sedangkan fungsi
pengendalian meliputi pengukuran kinerja. Informasi yang diberikan meliputi
biaya investasi yang dibutuhkan serta identifikasinya, penilaian investasi
dengan memperhitungkan biaya dengan manfaat yang diperoleh (cost-benefit
analysis), dan penilaian efektivitas biaya (cost-effectiveness analysis), serta
jumlah anggaran yang dibutuhkan.
Peran utama akuntansi manajemen sektor publik adalah menyediakan
informasi akuntansi yang akan digunakan oleh manajer sektor publik dalam
melakukan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi. Informasi
akuntansi diberikan sebagai alat atau sarana untuk membantu manajer
menjalankan fungsi-fungsi manajemen sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai.

Akuntansi manajemen merupakan bagian dari suatu sistem pengendalian


manajemen yang integral. Institute of Management Accountants (1981)
mendefinisikan akuntansi manajemen sebagai suatu proses pengidentifikasian,
pengukuran, pengakumulasian, penganalisaan, penyiapan, pengintepretasian,
dan pengkomunikasian informasi finansial yang digunakan oleh manajemen
perencanaan, evaluasi, dan pengendalian organisasi serta untuk menjamin
bahwa sumber daya digunakan secara tepat dan akuntabel.

Statements on Management Accounting 1A tentang definisi akuntansi


manajemen, dipaparkan sebagai berikut:
“The Process of identification, measurement, accumulation,
analysis, preparation, interpretation, and communication of
financial information used by management to plan, evaluate, and
control within an organization and to assure appropriate use of
and accountability for its resources.”

Chartered Institute of Management Accountants (1994) dalam Jones dan


Pandlebury (1996) membuat definisi yang lebih luas daripada definisi yang
dikeluarkan oleh Institute of Management Accountants, terutama dalam hal
luas informasi yang diberikan. Chartered Institute of Management
Accountants mendefinisikan akuntansi manajemen sebagai suatu bagian
integral dari manajemen yang terkait dengan pengidentifikasian, penyajian,
dan pengintepretasian informasi yang digunakan untuk :

1. Perumusan strategi
2. Perencanaan dan pengendalian aktivitas
3. Pengambilan keputusan
4. Pengoptimalan penggunaan sumber daya
5. Pengungkapan (disclosure) kepada shareholders dan pihak luar
organisasi
6. Pengungkapan kepada karyawan
7. Perlindungan aset

Pada dasarnya prinsip akuntansi manajemen sektor publik tidak banyak


berbeda dengan prinsip akuntansi manajemen yang diterapkan pada sektor
swasta. Akan tetapi, harus diingat bahwa sektor publik memiliki perbedaan
sifat dan karakterisitik dengan sektor swasta, sehingga penerapan teknik
akuntansi manajemen sektor swasta tidak dapat diadopsi secara langsung
tanpa modifikasi.

Dalam perkembangannya, kelemahan dan ketertinggalan sektor publik


dari sektor swasta memicu munculnya reformasi pengelolaan sektor publik
dengan meninggalkan administrasi tradisional dan beralih ke New Public
Management (NPM), yang memberi perhatian lebih besar terhadap pencapaian
kinerja dan akuntabilitas, dengan mengadopsi teknik pengelolaan sektor
swasta ke dalam sektor publik.

New Public Management (NPM) merupakan sistem manajemen


administrasi publik yang paling aktual di seluruh dunia dan sedang
direalisasikan di hampir seluruh negara industri. Sistem ini dikembangkan di
wilayah anglo Amerika sejak paruh kedua tahun 80-an dan telah mencapai
status sangat tinggi khususnya di Selandia Baru. Perusahaan-perusahaan
umum diprivatisasi, pasar tenaga kerja umum dan swasta dideregulasi, dan
dilakukan pemisahan yang jelas antara penetapan strategis wewenang negara
oleh lembaga-lembaga politik (APA yang dilakukan negara) dan pelaksanaan
operasional wewenang oleh administrasi (pemerintah) dan oleh badan
penanggungjawab yang independen atau swasta (BAGAIMANA wewenang
dilaksanakan). Administrasi dan badan penanggungjawab melaksanakan tugas
yang diserahkan oleh negara atas dasar perumusan “order”” secara kuantitatif
dan kualitatif, lalu disepakatilah anggaran biaya untuk pelaksanaan order
tersebut (order kerja dan anggaran umum).

Penerapan NPM dipandang sebagai suatu bentuk reformasi manajemen,


depolitisasi kekuasaan, atau desentralisasi wewenang yang mendorong
demokrasi (Pecar, 2002). Perubahan dimulai dari proses rethinking
government dan dilanjutkan dengan reinventing government (termasuk
didalamnya reinventing local government) yang mengubah peran pemerintah,
terutama dalam hal hubungan pemerintah dengan masyarakat (Mardiasmo,
2002b; Ho, 2002; Osborne and Gaebler, 1993; dan Hughes, 1998). Perubahan
teoritis, misalnya dari administrasi publik ke arah manajemen publik,
pemangkasan birokrasi pemerintah, dan penggunaan sistem kontrak telah
meluas di seluruh dunia meskipun secara rinci reformasinya bervariasi. Tren
di hampir setiap negara mengarah pada penggunaan anggaran berbasis kinerja,
manajemen berbasis outcome (hasil), dan pengunaan akuntansi accrual
meskipun tidak terjadi dalam waktu bersamaan (Hoque, 2002; Heinrich,
2002). Polidano (1999) dan Wallis dan Dollery (2001) menyatakan bahwa
NPM merupakan fenomena global, akan tetapi penerapannya dapat berbeda-
beda tergantung faktor localized contingencies.

New Public Management tidak selalu dipahami sama oleh semua


orang. Bagi sementara orang, NPM adalah suatu sistem manajemen desentral
dengan perangkat-perangkat manajemen baru seperti controlling,
benchmarking dan lean management; bagi yang lain, NPM dipahami sebagai
privatisasi sejauh mungkin atas aktivitas pemerintah. Sebagian besar penulis
membedakan antara pendekatan manajemen sebagai perangkat baru
pengendalian pemerintah dan pendekatan persaingan sebagai deregulasi secara
maksimal serta penciptaan persaingan pada penyediaan layanan pemerintah
kepada rakyat. Jika disimpulkan, NPM memiliki ciri-ciri berikut:

 Pengendalian yang berorientasi pada persaingan dengan cara pemisahan


wewenang antara pihak yang memberi dana dan pihak pelaksana tugas
 pemfokusan pada efektifitas, efisiensi dan mutu pelaksanaan tugas
 pemisahan manajemen strategis (APA?) dari manajemen operasional
(BAGAIMANA?)
 dalam pemberian order dan anggaran umum, pelaksana order swasta dan
pemerintah diperlakukan sama.

Walaupun penerapan NPM bervariasi, namun mempunyai tujuan yang


sama yaitu memperbaiki efisiensi dan efektivitas, meningkatkan responsivitas,
dan memperbaiki akuntabilitas manajerial. Pemilihan kebijakannya pun
hampir sama, antara lain desentralisasi (devolved management), pergeseran
dari pengendalian input menjadi pengukuran output dan outcome, spesifikasi
kinerja yang lebih ketat, public service ethic, pemberian reward and
punishment, dan meluasnya penggunaan mekanisme contracting-out (Hood,
1991; Boston et al.,1996 dalam Hughes and O’Neill, 2002; Mulgan, 1997).

NPM memberikan kontribusi positif dalam perbaikan kinerja melalui


mekanisme pengukuran yang diorientasikan pada pengukuran ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas meskipun penerapannya tidak bebas dari kendala dan
masalah. Masalah tersebut terutama berakar dari mental birokrat tradisional,
pengetahuan dan ketrampilan yang tidak memadai, dan peraturan perundang-
undangan yang tidak memberikan cukup peluang fleksibilitas pembuatan
keputusan (Pecar, 2002).

Tujuan New Public Management adalah untuk merubah administrasi


publik sedemikian rupa sehingga, kalaupun belum bisa menjadi perusahaan, ia
bisa lebih bersifat seperti perusahaan. Administrasi publik sebagai penyedia
jasa bagi warga harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan yang
efisien dan efektif. Tapi, di lain pihak ia tidak boleh berorientasi pada laba.
Padahal ini wajib bagi sebuah perusahaan kalau ia ingin tetap bertahan dalam
pasar yang penuh persaingan.

Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan


dengan syarat ada cukup jumlah pendukung “yang kritis” yang menghendaki
reformasi. Para pendukung ini harus berasal dari administrasi (pemda,
pemkot) dan politik; berarti mereka harus seorang birokrat dan politisi. Warga
juga akan setuju dengan penerapan NPM ini karena mereka banyak
mengkritisi kelemahan atau kinerja administrasi yang loyo.

Namun demikian, reformasi ini harus didukung bersama agar warga bisa
memberikan tekanan yang dibutuhkan terhadap politisi dan pihak administrasi
untuk menyelesaikan proses reformasi dengan sukses. Harus jelas bahwa
restrukturisasi seperti ini punya harga, tapi harus disadari pula bahwa
penghematan yang dihasilkan reformasi ini bisa dengan mudah membiayai
kembali investasi. Akan tetapi, sebelum upaya penerapan New Public
Management ini bisa direalisasikan, harus diciptakan dulu prakondisi, yakni
pertama, batasan tanggung jawab antara unit perencana dan unit pelaksana
(politik dan administrasi) dan perangkat sumber daya yang bersifat desentral.
Seperti telah diindikasikan di atas, manajemen publik baru merupakan isu
menyangkut penetapan “apa” dan “bagaimana”.

Dewasa ini pembagian tugas di kebanyakan administrasi publik ditandai


dengan pemisahan antara wewenang yang mengurus bidang kerja
danwewenang yang membidangi dana. Tugas diserahkan pada departemen-
departemen, kantor-kantor atau unit-unit administrasi, sementara dana yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut berada di bawah
tanggung jawab bagian lain.

Dana diberikan kepada departemen-departemen melalui anggaran yang


rinci. Dalam anggaran ini juga telah ditentukan alokasi dana. Sejalan dengan
waktu, tugas-tugas yang dilakukan masing-masing departemen, kantor dan
sejenisnya menjadi kerja rutin. Keputusan tentang dana yang disediakan tidak
lagi dilihat dalam hubungannya dengan tugas yang diserahkan. Artinya, si
pemberi dana tidak tahu lagi diapakan saja dana yang telah dialokasikan; ia
hanya berorientasi pada ketersediaan dana. Ini berarti tidak lagi keterikatan
antara order/tugas dengan dana yang diberikan.

Pihak administrasi (pemda/pemkot) merespon ini dengan jawaban bahwa


merekalah yang menetapkan berapa banyak layanan yang hendak diproduksi
dan bagaimana kualitasnya. Fenomena ini merupakan salah satu alasan
tergerogotinya hak parlemen dan dewan kota atau DPRD dalam ikut
menentukan anggaran.

Perangkat-perangkat New Public Management

a. Manajemen kontrak
b. Penyerahan tanggung jawab di bidang sumber daya
c. Orientasi pada hasil kerja (output)
d. Controlling
e. Orientasi pada warga/pelanggan
f. Personalia
g. Teknik informasi
h. Manajemen kualitas

Reformasi administrasi tidak berhenti pada upaya perubahan


struktur atau penciptaaan struktur baru. Struktur yang telah diubah atau
struktur baru yang telah diciptakan itu harus diaktifkan, dan untuk itu
harus ditemukan motor penggeraknya yang memotivasi karyawan untuk
membuktikan produktivitas kerja dan kemampuan inovasi mereka dan
untuk bertugas di administrasi publik.

Penerapan instrument-instrumen ekonomi perusahaan dalam


administrasi publik tidak cukup untuk menjamin efisiensi dan efektifitas
yang lebih tinggi. Tekanan untuk menciptakan efisiensi hanya bisa muncul
bila sistem persaingan yang diterapkan berjalan dengan baik. Persaingan
ini menghasilkan kemungkinan perbandingan antara yang bertanggung
jawab pada produk dan anggaran – yang dampaknya adalah tekanan
kepada pihak penawar layanan untuk selalu mengoptimalkan kerjanya.

Bentuk lain dari praktek pemberian pelayanan kepada publik bisa


terlihat sebagai berikut: administrasi publik atau pemerintah tetap menjadi
pihak yang memberikan layanan, tetapi beberapa bagian dari pekerjaan
untuk layanan yang akan ditawarkan (misalnya penyedian air bersih)
ditangani pihak swasta (tanggung jawab untuk perlegkapan); atau
melibatkan pihak swasta dalam pengadaan modal dan tempat produksi
(Public Private Partnership).

Meskipun pelibatan pihak swasta – yang berarti terciptanya


persaingan – ada risikonya, tapi pengalaman-pengalaman internasional
menunjukkan bahwa perluasan persaingan secara wajar melalui tender
terbuka sebagai instrumen pengendalian – mungkin menjadi langkah
terpenting dalam rangka meningkatkan orientasi pada warga dan
penghematan anggaran.

New Public Management tidak memiliki teori yang menyeluruh


dan umumnya didasari pada pengalaman-pengalaman empirik hasil
eksperimen yang bertujuan membuat administrasi publik menjadi lebih
baik dan lebih efisien. Tujuan ini bukan ditunjang pada keyakinan bahwa
pemerintah (administrasi publik) akan bekerja lebih baik dan lebih cepat,
tetapi karena kekurangan dana: jadi bekerja secara efisien dan lebih baik
adalah keniscayaan bagi administrasi publik.
Berhasil atau tidaknya New Public Management akan sangat
tergantung pada kehendak politik dari semua yang terlibat. Itu syarat
pertama. Jika syarat ini terpenuhi, harus dibuat analisa khusus terhadap
situasi, dan dalam analisa inilah ditaksir kelebihan dan kekurangan serta
risiko-risiko yang mungkin timbul – di saat dilakukan perombakan ke arah
administrasi publik yang modern, atau risiko-risiko yang memang sudah
ada.

Ini merupakan situasi klasik yang menjadi titik tolak untuk


mengembangkan strategi. Tanpa strategi seperti ini, implementasi biasanya
tidak akan berhasil, dan akan mandek di tengah jalan. Lalu, hasilnya pun
akan lebih buruk dari kondisi yang pernah ada sebelumnya.

Di lain pihak, ketidakpuasan warga terhadap efisiensi administrasi


atau penyelenggaraan pemerintahan dan tuntutan dari pihak donatur
internasional serta mitra memaksa penyelenggara pemerintah mengkaji
tema “Good Governance” ke satu arah yang mendorong terciptanya
peningkatan dan perbaikan kinerja – yang pada gilirannya menghalangi
terjadinya penyalahgunaan dana dan mengakhiri pemborosan dana.

Dengan penerapan New Public Management, praktek-praktek


sepertikorupsi dan nepotisme pasti bisa ditemukan dan dihentikan sejak
dini. Pada saat yang sama, melalui pembatasan tanggung jawab yang jelas,
mereka yang melakukan kesalahan bisa diminta pertanggungjawabannya.
Dengan demikian, New Public Management sangat perlu diterapkan –
meski itu menuntut pekerjaan yang tak ringan.

Penerapan NPM seharusnya didukung dengan penerapan Public


Expenditure Management (PEM) dalam pengalokasian dan penggunaan
sumber daya secara responsif, efektif, dan efisien (Schiavo-Campo and
Tomasi, 1999). PEM tidak hanya dikaitkan dengan pengeluaran, tetapi
juga memperhatikan pendapatan sebagai suatu kesatuan, sehingga
kooperasi aparat pajak dengan aparat penganggaran untuk berbagai hal
seperti budget forecasting, macroeconomic framework formulation, trade-
offs between outright expenditures, dan tax concessions adalah suatu
keharusan.

Dalam kerangka desentralisasi, PEM dilaksanakan dengan


memperhatikan kondisi ekonomi, sosial, dan kemampuan daerah serta
memperhatikan local factor endowments, institusi daerah, dan kebutuhan
daerah dalam perspektif jangka panjang. Penerapan PEM dilaksanakan
untuk mewujudkan agregate fiscal discipline, allocative efficiency, dan
operational efficiency (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999; Campos,
2001). Hal tersebut dapat dilaksanakan apabila
StrategicManagementAccounting (SMA) diterapkan dalam pemerintahan.
SMA membantu penyediaan informasi, pengendalian, dan evaluasi kinerja
meskipun lingkungan dan kebutuhan organisasi terus berubah karena SMA
menekankan continual feedback dan orientasi jangka panjang dalam
membuat keputusan strategis dan menilai efektivitasnya (Hoque, 2002).

Dalam perkembangannya, konsep value for money diperluas


dengan penerapan best value performance framework yang menunjang
reformasi layanan publik. Reformasi layanan publik meliputi empat hal
mendasar yaitu adanya standar nasional, keleluasaan dalam menyediakan
layanan, fleksibilitas organisasi, dan eksplorasi jenis layanan yang dapat
disediakan (ODPM, 2003). Layanan masyarakat seharusnya mempunyai
kriteria seperti adanya standar yang tinggi dan responsif terhadap
kebutuhan masyarakatnya serta dapat diakses oleh masyarakat yang
membutuhkan. Standar yang tinggi dan responsif merupakan sesuatu yang
relatif yang dapat diantisipasi dengan penetapan standar pelayanan
minimal (SPM) atau minimum standard level of public services. Indonesia
saat ini sudah mempunyai PP No. 65 Tahun 2005 yang mengatur tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

Tujuan pokok best value adalah memodernisasi penilaian


pengelolaan pemerintahan sehingga unit kerja yang berwenang
menyediakan layanan yang baik dan responsif terhadap kebutuhan
masyarakat sehingga layanan yang disediakan bukan berdasarkan dana
yang tersedia (pelayanan merupakan fungsi pendapatan), tetapi lebih pada
apa yang dibutuhkan masyarakat (pelayanan merupakan fungsi
kebutuhan). Setiap unit kerja menentukan target dan tujuan serta
merefleksikannya ke dalam suatu performance plan yang memberikan
informasi mengenai jenis layanan yang disediakan, cara menyediakan
layanan, obyek pemakai layanan, kualitas layanan yang diharapkan, dan
tindakan yang diperlukan dalam menyediakan layanan (Jones and
Pendlebury, 2000). Best value juga menyelaraskan prioritas dan fokus
nasional dengan prioritas dan fokus daerah sehingga pengembangan
layanan publik tidak tumpang tindih.

Best value menitikberatkan pada pembangunan yang berkelanjutan,


keseimbangan kualitas layanan yang disediakan dengan biaya yang
dikeluarkan, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah dalam
menyediakan layanan publik. Best value meningkatkan akuntabilitas
dengan cara konsultasi dan musyawarah untuk memastikan adanya
komunikasi yang efektif dalam komunitas daerah. Selain itu, best value
juga mensyaratkan adanya evaluasi pada setiap aspek pekerjaan dari
berbagai perspektif untuk menilai kinerja unit kerja tersebut. Best value
dapat mengadopsi teknik-teknik manajemen sektor privat seperti value
planning, value engineering, dan value analysis, serta konsep customer
value. Dengan demikian, best value dapat dikatakan sebagai konsep
pengelolaan yang berfokus pada pelanggan dan kinerja.

Penerapan konsep-konsep di atas seperti value for money, NPM,


dan best value akan lebih nyata apabila sistem manajemen strategik yang
berbasis Balanced Scorecard (BSC). Sistem manajemen strategik tersebut
terdiri dari sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategi, sistem
penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem
pengimplementasian, dan sistem pemantauan.
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra dan Gatot Supriyanto. 2003. Sistem Akuntansi Sektor


Publik. Jakarta : PT. Salembba Empat.

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta : PT. Raja


Grafindo Persada.

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Penerbit Andi.

You might also like