You are on page 1of 35

Referat

LUKA BAKAR

Oleh:

Anusha G Perkas, S.Ked 04084821719243


Atika Amaliah, S.Ked 04084821719185

Pembimbing:

dr. Iqmal Perlianta, Sp.BP-RE

DEPARTEMEN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat

LUKA BAKAR

Oleh:

Anusha G Perkas, S.Ked 04084821719243


Atika Amaliah, S.Ked 04084821719185

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 Agustus- 22 Oktober 2018.

Palembang, 29 Agustus 2018

dr. Iqmal Perlianta, Sp.BP-RE

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Luka Bakar”.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Bedah di RSMH Palembang. Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Iqmal Perlianta, Sp.BP-
RE atas bimbingan yang telah diberikan.

Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Maka dari itu,
penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi


penulis pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang,29 Agustus 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3

BAB IIIKESIMPULAN ................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 31

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan
morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus
sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut.1
Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat
meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat dalam perawatan luka dan
tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata
harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius.1
Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap
tahunnya dengan jumlah kematian 5-6 ribu kematian pertahun, sedangkan di
Indonesia belum ada laporan tertulis.2
Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di
laporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38%
sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106
kasus luka bakar, kematian 26,41%.2
Luka bakar merupakan hal yang umum, namun bentuk cedera kulit
yang sebagian besar dapat dicegah. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip
dasar resusitasi pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat
diharapkan akan dapat menurunkan angka kejadian luka bakar. Prinsip-prinsip
dasar tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas
pada penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan
hemodinamik dalam batas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan
mengobati penyulit-penyulit yang mungkin terjadi. Mengendalikan suhu tubuh
dan menjauhkan atau mengeluarkan penderita dari lingkungan trauma panas
juga merupakan prinsip utama dari penanganan trauma termal.3

1
2

Melihat besarnyaangka insiden dan mortalitas, serta dampak yang


ditimbulkan oleh luka bakar, maka dokter umum perlu memahami dan dapat
melakukan tatalaksana awal kasus luka bakar. Luka bakar biasanya dinyatakan
dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bakar
tergantung pada dalam, luas, dan letak luka bakar itu sendiri. Selain itu, beratnya
luka bakar, umur serta keadaan kesehatan penderita sebelumnya berkontribusi
terhadapprognosis.5,6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Luka bakar merupakan bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas atau suhu tinggi (seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, radiasi, atau gesekan akibat objek yang bergerak sangat
cepat) atau suhu yang sangat rendah.

2.2. Epidemiologi
Kisaran 1% populasi Australia dan Selandia Baru (220.000) menderita
luka bakar dan membutuhkan perawatan medis setiap tahunnya. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 10%dirawat di RS dan tergolong luka bakar berat yang
mengancam jiwa dan 50% dari semua pasien luka bakar tersebut akan
mengalami keterbatasan dalamberaktivitas.
Luka bakar sebesar 70% TBSA menghabiskan biaya $700.000 untuk
tatalaksana akut di rumah sakit, ditambah lagi biaya rehabilitasi, peningkatan
waktu kerja serta berkurangnya penghasilan pasien merupakan jumlah
tanggungan yang besar bagi masyarakat untuk menangani luka bakar.
Rumah merupakan tempat tersering terjadinya luka bakar pada semua
kelompok usia dengan lokasi berbahaya yaitu dapur dan kamar mandi. Selain
itu, ruangan yang rentan terjadi luka bakar yaitu ruang mencuci pakaian karena
mengandung bahan kimia yang berbahaya, garasi dan gudang yang berisi bahan
kimia karena rentan untuk terbakar.

Lokasi anak (%) Lokasi dewasa (%)


Rumah 82% Rumah 56%
Di luar rumah 12% Tempat kerja 17%
Jalan Raya 3% Jalan raya 11%
Tempat kerja 1% Luar rumah 11%
Insitusi/sekolah 1% Institusi 3%
Lain-lain 1% Lain-lain 2%

Tabel 1. Epidemiologi Luka Bakar

3
4

2.3. Etiologi
Penyebab luka bakar pada dewasa dan anak berbeda. Paparan api merupakan
penyebab tersering pada dewasa sedangkan air panas merupakan penyebab tersering
pada anak.

Penyebab luka bakar pada anak (%) Penyebab luka bakar pada dewasa(%)
Air panas 55% Api 44%
Kontak 21% Air panas 28%
Api 13% Kontak 13%
Gesekan 8% Kimia 5%
Listrik 1% Gesekan 5%
Kimia 1% listrik 2%
Lainnya 1% Lainnya 3%

Tabel 2. Penyebab Luka Bakar pada Dewasa dan Anak di Australia, Selandia Baru
2009-2010

2.4. Patofisiologi
Efek lokal terhadap termal atau panas pada kulit dan jaringan subkutan terlihat
dari tiga zona kerusakan hasil eksperimental model luka bakar oleh Jackson (1950).
Termal tidak hanya merusak kulit secara lokal tetapi juga meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma dari kapiler ke interstitial
diikuti edema dan penurunan kadar albumin di sirkulasi. Hilangnya plasma
merupakan penyebab syok hipovolemik pada luka bakar.

Gambar 1. Patofisiologi Luka Bakar


5

2.4.1 Respon Lokal pada Cedera Luka Bakar


Daerahyang paling dekat dengan sumber panas tidak dapat dikonduksikan secara
cepat dan baik sehingga terjadi koagulasi atau penggumpalan protein sel dan
berdampak pada kematian sel yang cepat. Zona sentral dengan kematian jaringan ini
disebut zona koagulasi atau zona nekrosis

Gambar 2. Luka Bakar Model Jackson

Di sekitar zona koagulasi, terdapat zona statis yang area jaringan kerusakannya
tidakseparah zona koagulasi dalam menghasilkan kematian sel langsung, tetapi terjadi
gangguan sirkulasi di daerah kulit dan jaringan subkutan. Apabila tidak diobati,zona
ini akan mengalaminekrosis karena reaksi inflamasi berlangsung di bawah pengaruh
mediator inflamasi yang diproduksi karena respon jaringan terhadap cedera. Secara
klinis, hal ini terlihat sebagai perkembangankedalaman luka bakar. Ini menghasilkan
fenomena daerah luka bakar yang tampak viable pada awalnya tapi kemudian(3-5 hari
setelah terbakar) menjadi nekrotik.
Di sekitar zona stasis terdapat zona dengan kerusakan jaringan yang menyebabkan
pelepasan mediator-mediator inflamasi sehingga terjadi vasodilatasi. Zona ini dikenal
dengan zona hiperemia. Dengan adanya vaskularisasi pada zona ini menyebabkan
jaringan kembali normal. Dalam luka bakar yang mencakup lebih dari 10% pada anak-
anak atau 20% pada orang dewasa dari total luas permukaan tubuh (TBSA), zona
hiperemia mungkin melibatkan hampir keseluruhan tubuh.
6

Kontribusi dari ketiga zona ini (Nekrosis, Stasis danHiperemia) terhadap


keseluruhan luka bakar tergantung pada keadaan luka bakar itu sendiri. Terkadang,
zonastasis termasuk pertengahan dermis,namun compromise vaskular progresif
memperluas zona nekrosis yang menghasilkan luka bakar dalam. Hal ini sangat
mungkin terjadi pada pasien lanjut usia dan pada pasien tersebutdi mana penanganan
yang tepat untuk syok post terbakar dan sepsis tidak dilakukan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa waktu yang tepat serta perawatan luka darurat yang efektif dari
pasien yang terbakar dapat meningkatkan penyembuhan luka.

2.4.2 Respon Umumpada Cedera Luka Bakar


1. Pertukaran Kapiler Normal
Zat melewati dinding kapiler dengan salah satu dari tiga cara: difusi, filtrasi, dan
transportasi molekuler besar
a. Difusi adalah mekanisme pengalihan partikel sangat kecil seperti oksigen,
karbon dioksida atau sodium.
Hal ini menyiratkan bahwa partikel-partikel melintasi dindingkapiler
(membran) dengan mudahdanbergerak ke arah konsentrasi ("menurun" dari
yang lebih terkonsentrasi ke kurang).
b. Filtrasi adalah mekanisme transfer air dan beberapa zat lainnya.Jumlah air
yang disaring melalui kapiler tergantung pada kekuatan yang mendorong
masuk dan keluardinding kapiler, serta faktor-faktor di dinding kapiler.
Kekuatan yang menyebabkan pergerakan melewati dinding kapiler dirangkum
oleh Hipotesis Starling.
c. Transpor molekul besar kurang dipahami dengan baik. Molekul besar mungkin
melintasi dinding kapiler kebanyakan dengan melewati ruang antara sel
endotel. Kapiler cukup tahan terhadap molekul besar itulah sebabnya mengapa
disebut "semipermeabel"(mudah menyerap air dan partikel kecil seperti Na, Cl,
namun relatif kedap molekul besar seperti albumin).

2. Peningkatan Permeabilitas Kapiler


Perubahan ini disebabkan oleh mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel
endotel yangrusak, olehtrombosit, dan oleh leukosit.
7

3. Efek Luka Bakar di Seluruh Tubuh


Terdapat perubahan pada hampir semua sistem organ dalam tubuh setelah luka
bakar. Luka bakar<20% TBSA efeknya mungkin tidak signifikan. Penyebab dari
perubahannya adalah lepasnya mediator inflamasi dan stimulasi saraf sehingga
terjadi perubahan dalam pengendalian fungsi tubuh sertareaksi langsung pada
beberapa organ tubuhuntuk mensirkulasikan mediator. Luka bakar menyebabkan
gangguan sirkulasi sistemik, gangguan metabolisme, pengendalian suhu, status
imun, gangguan paru dan gangguan pertumbuhan jangka panjang.

2.5. Klasifikasi
A. Berdasarkan Luas Luka Bakar
Patokan yang masih dipakai dan diterima luas mengikuti Rules of Nines dari
Wallace. Luka bakar yang terjadi pada daerah muka dan leher jauh lebih berbahaya
daripada luka bakar di tungkai bawah dan harus waspada terhadap timbulnya
obstruksi jalan napas.
Perhitungan Rules of nines relatif akurat untuk orang dewasa, namun tidak akurat
untuk anak-anak karena anak-anak secara proporsional memiliki kepala dan bahu
lebih besar dibandingkan dewasa.

Gambar 3 . Penentuan Luas Luka Bakar pada dewasa


8

Gambar 4. Rules of Nines Pediatric

B. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat
panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.
1. Luka Bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit hiperemis berupa
eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritas. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.
2. Luka Bakar derajat II:
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi.
a. Derajat II dangkal / (Superficial) IIA
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari
corium/dermis. Organ-organ kulit seperti folikel (rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatrik.
9

b. Derajat II dalam / Deep (IIB)


Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa
jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea tinggalsedikit. Penyembuhan terjadi lebih
lama dan disertai parut hipertropi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam
waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka Bakar derajat III:


Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami
kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang
terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung sensorik rusak,
penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

C. Bersasarkan Derajat dan Luas Kulit Terkena


1. Luka bakar ringan
Disebut ringan jika terdapat luka bakar derajat II seluas <15% pada dewasa dan
<10% pada anak atau derajat III seluas <1%.
2. Luka bakar sedang
Luka bakar sedang adalah luka bakar derajat II seluas 15-25% pada dewasa dan
10-20% pada anak atau derajat III seluas <10%.
3. Luka bakar berat
Merupakan luka bakar derajat II seluas >25% pada dewasa dan >20% pada
anak atau derajat III seluas >10% atau mengenai wajah, telinga, mata, kaki,
alat kelamin/ perineum, atau akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau
dengan cedera inhalasi dan trauma lainnya.

D. Berdasarkan Perjalanan Penyakit


1. Fase Akut (0-48 jam)
Pada fase akut terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit
akibat cedera termis bersifat sistemik yang dapat mengakibatkan terjadinya
syok hipovolemik.
10

2. Fase Subakut (21-32 hari)


Fase subakut berlangsung setelah syok berakhir yang ditandai dengan keadaan
hipermetabolisme, infeksi hingga sepsis serta inflamasi dalam bentuk SIRS
(Systemic Inflamatory Respon Syndrome). Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan inflamasi, sepsis dan
penguapan cairan tubuh disertai panas/energi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, problem penutupan
luka pada luka telanjang atau tidak berepitel luas dan atau pada struktur atau
organ fungsional, dan keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut (8-12 bulan)
Fase lanjut berlangsung setelah fase subakut hingga pasien sembuh. Penyulit
pada fase ini adalah hipertrofik scar, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas
dan kontraktur.

2.6. Pemeriksaan Emergensi dan Tatalaksana


Penilaian cepat dan penanganan awal pada korban luka bakarsangat penting
untuk menyelamatkan nyawa. Berapapun luas luka bakarnya, pasien akan
dikategorikan ke dalam salah satu dari dua kategori;cedera non-luka
bakaryangterlihat jelasdantersembunyi.
Riwayat perjalanan kejadian luka bakar harus diperhatikan untuk mengetahui
cedera lain yang mungkin terjadi:
- kecelakaan lalu lintas jalan raya, terutama dengan kecepatan tinggi
- ledakan
- Cedera listrik, terutama tegangan tinggi
- melompat atau terjatuh saat melarikan diri

Pasien yang tidak komunikatif, baik yang tidak sadar, intubasi, psikotik, atau di
bawah pengaruh zat-zat tertentu, harus dianggap berpotensi mengalami cedera yang
lain dan ditata laksana dengan tepat.
Setelah pertolongan pertama diberikan sesegera mungkin, dilanjutkan dengan
prinsip-prinsip survei primer dan sekunder dan resusitasi simultan.
Petugas medis harus mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung
tangan, kacamata dan apron sebelum menemui pasien.
11

Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama efektif pada tiga jam pertama dari waktu kejadian terjadinya
luka bakar. Terdiri dari:
a. Menghentikan proses terbakar
Pada luka bakar api, penderita berguling di tanah secara aktif maupun pasif
menerapkan Stop, Drop, Cover (face) & Roll technique. Pakaian yang terbakar
harus segera dilepaskan secepat mungkin.
b. Menurunkan suhu luka
Permukaan luka harus diturunkan suhunya menggunakan air mengalir guna
meredam reaksi inflamasi dan menghentikan progres kerusakan zona stasis.Suhu
ideal adalah 15oC atau berkisar antara 8oC sampai 25oC. Caranya dapat dengan
menyemprotkan air.

Gambar 5. Struktur ESMB

Primary Survey
Pada kondisi yang mengancam kehidupan lakukan identifikasi dan manajemen darurat.
Jangan terganggu oleh luka bakar.
A. Airway maintanance dengan fiksasi tulang belakang servikal
B. Breathing dan ventilasi
C. Circulationdengan pengendalian perdarahan
D. Disability- periksa status neurologis
E. Exposure + pengendalian lingkungan
12

A. AirwayMaintenance dengan Pengendalian Cercical Spine


Periksa apakah jalan napas paten, paling mudah dengan berbicara kepada pasien.
Jika jalan nafas tidakpaten, bersihkan saluran napas dari bahan asing dan buka saluran
napas dengan chin lift/ jaw thrust. Hindari gerakan tulang belakang servikal seminimal
mungkin dan jangandiposisikan hiperfleks atau hiperekstensi kepala dan leher.
Kontrol cervical spine (paling baik denganrigid collar). Cedera di atas klavikula,
seperti cedera pada wajah atau pasien tidaksadar, sering dikaitkan dengan fraktur
servikal.

B. Breathing dan Ventilasi


- Periksa dada dan pastikan ekspansi dada cukup dan sama.
- Selalu berikan oksigen tambahan -100% aliran tinggi (15 l/ menit) melalui NRM.
- Jika diperlukan ventilasi melalui bag and mask atau intubasi pasien jika perlu.
- Keracunan karbon monoksida dapat memberi warnacherry pink,dan pasien tidak
bernafas.
- Hati-hati dengan laju pernafasan <10 atau>30 per menit.
- Waspadai luka bakar melingkar - apakah escharotomy dibutuhkan?

C. Circulation dengan Haemorrhage Control


- Berikan tekanan pada titik perdarahan
o Pucat terjadi akibat kehilangan 30% volume darah.
o Terganggunya mental terjadi saat kehilangan 50% volume darah.
- Periksa denyut nadi sentral - apakah kuat atau lemah?
- Periksa tekanan darah
- Capillary refill time (di pusat dan perifer) -normalnya adalah ≤2 detik. Jika
CRTlebih lama menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan akan escharotomy pada
anggota badan tersebut; periksa anggota badan lain
- Pasang 2 jalur IV besar, jalur IV sebaiknya melalui jaringan yang tidak terbakar
- Ambil darah untuk FBC/U&E/LFT/ Coags / β-hCG / Cross Match /
Carboxyhaemoglobin
o Jika pasien syok,lakukan resusitasi cairan dengan bolus Hartmann untuk
mencapai denyut radial.
13

D. Disability: Status Neurologis


- Menentukan tingkat kesadaran:
A- Alert
V- Respon terhadap rangsangan vokal (Vocal)
P - Merespon rangsangan nyeri (Pain)
U- tidak responsif (Unresponsive)
- Periksa respon pupil terhadap cahaya.
- Ingatlah bahwa hipoksemia dan syok dapat menyebabkan kegelisahan dan
penurunan tingkat kesadaran.

E. Exposure with Environmental Control


- Lepas semua pakaian dan aksesoris termasuk cincin dan arloji
- Log roll pasien untuk memvisualisasikan permukaan posterior
- Jaga agar pasien tetap hangat
- Area yang terbakar diperkirakan dengan menggunakan metode Rule of Ninesatau
palmar (Rule of One's)

Fluids, Analgesia, Test dan Tabung


'FATT’ diakukan antara surveyprimer dan sekunder.

Resusitasi cairan (Fluid)


- Cairan awal diberikan sesuai dengan rumus Modified Parkland: 3-4ml x berat (kg)
x% membakar TBSA+ maintanance untuk anak-anak
- Kristaloid (misalnya larutan Hartmann) adalah cairan yang dianjurkan
- Setengah dari cairan yang dihitung diberikan dalam delapan jam pertama; Sisanya
diberikan selama enam belas jam berikutnya
- Waktu cedera menandai dimulainya resusitasi cairan
- Jika hemorrhage atau non-burn shock, tata laksana sesuai pedoman trauma.
- Pantau adekuasi resusitasi dengan:
o Kateter urin, hitung output per jam
o EKG, denyut nadi, TD,RR, oksimetri dan analisis gas darah arterial
- Sesuaikan cairan resusitasi seperti indikasi.
14

Analgesia
- Burn hurt (nyeri luka bakar) - berikan morfin intravena 0,05-0,1 mg / kg
- Titrate to effect - dosis yang lebih kecil sering lebih aman.

Pemeriksaan
- Radiologi (Lateral cervical spine, thorak (dada), pelvis)

Tube/Tabung (NGT)
Masukkan NGT untuk luka bakar yang lebih besar (> 10% pada anak-anak;> 20% pada
orang dewasa), jikaterdapat cedera, atau dekompresi perut untuk perpindahan udara.
Gastroparesis biasa terjadi.

Secondary Survey
Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh, pemeriksaan dari kepala
hingga kaki setelah kondisi yang mengancam jiwa telah ditata laksana.
Riwayat:
A – Alergi
M – Medication (Pengobatan)
P– Past illness(penyakit masa lalu)
L– last meal(makan terakhir)
E - Events / Environment yang berkaitan dengan cedera

Mekanisme Cedera
Harus diperoleh informasi mengenai interaksi antara orang dan
lingkungannyaselengkap-lengkapnya. Pada kasus luka bakar, informasi yang harus
didapat:
- Jangka waktu pemaparan
- Jenis pakaian yang dipakai
- Suhu dan sifat cairan jika luka bakar cairan
- Pertolongan pertama yang dilakukan

Re-evaluate
Evaluasi ulang primary survey – khususnya pernapasan, Insufisiensi sirkulasi perifer,
penurunan neurologis, resusitasi cairan yang adekuat, meninjau hasil radiologi, dan
perhatikan warna urin untuk haemochromogen.
15

Perawatan Emergensi Luka Bakar


Umumnya, luka bakar steril saat luka bakar terjadi. Tindakan yang tepat untuk
penatalaksanaan luka adalah menutupnya dengan plastik atau kain bersih dan mengatur
prosedur evakuasi. Apabila rujukan pasien tertunda lebih dari 8 jam, atau pada luka
yang telah terkontaminasi air tercemar atau limbah industri, maka antimikroba topikal
harus digunakan. Bersihkan luka dan gunakan balutan yang mengandung silver atau
krim silver sulfadiazin.
Jangan menggunakan balut tekan yang memperberat gangguan sirkulasi pada
tungkai yang sebelumnya memang sudah terganggu. Balutan harus sesering mungkin
dibuka untuk menghilangkan konstriksi.

2.7. Syok pada Luka Bakar dan Resusitasi Cairan


Terjadi sekuestrasi cairan pada daerah yang cedera dan melebihi 20-30%, akan
bersift masif (sistemik). Edema dalam jumlah besar ditambah adanya evaporative loss
pada luka akan menyebabkan defisit volume plasma, sehingga dapat terjadi hipovolemia
yang jika tidak dikoreksi, akan memicu terjadinya gagal organ yang bersifat sistemik,
khususnya acute kidney injury (AKI).
Cedera termal menyebabkan perubahan pada mikrosirkulasi baik di daerah luka
bakar maupun di daerah non luka bakar (sistemik) serta akan terbentuk ketiga zona
terbentuk pada suatu cedera termal (zona sentral, zona stasis, serta zona perifer). Selain
itu, adanya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin, bradikinin
dilepaskan dari daerah cedera menyebabkan perubahan integritas dinding vaskular
diikuti peningkatan permeabilitas.
Pada luka bakar luas (>20-30% luas permukaan tubuh), jumlah mediator yang
diproduksi demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas yang berlangsung luas
hingga dijumpai pembentukan edema yang masif dan sistemik. Hal ini menyebabkan
terjadinya syok hipovolemia dalam waktu singkat serta didukung oleh adanya kerusakan
anatomik endothelial lining sistem mikrovaskulatur yang terdeteksi pada pemeriksaan
miksroskop elektron.
Pada kasus anak, dijumpai keterbatasan sistem cadangan fisiologik dan besarnya
rasio luas permukaan tubuh terhadap massa tubuh dibandingkan dengan dewasa.
Dengan demikian, ambang cairan resusitasi yang perlu diberikan pada anak lebih rendah
16

dibandingkan dewasa.(kurang lebih10%) dan cenderung memerlukan volume yang


lebih tinggi untuk tiap kilogram. Oleh karena itu, diperlukan cairan lebih banyak untuk
menyeimbangkan kebutuhan cairan yang diperoleh melalui perhitungan formula
resusitasi.

2.7.1 Estimasi Kebutuhan Cairan


Berat badan merupakan data yang diperlukan untuk memperhitungkan formula
resusitasi:
a. Dewasa : 3-4 mL kristaloid (larutan Hartman atau Plasmalyte) / berat badan /
luas luka bakar (%)
b. Anak-anak : 3-4 mL kristaloid (larutan Hartman atau Plasmalyte) / berat badan /
luas luka bakar (%) di tambah maintenance glukosa 5% + 20 mmol Kcl dalam
larutan salin 0,45%
 Untuk 10 kg pertama 100 mL/Kg
 10-20 Kg 50 mL/Kg

Catatan: kalkulasi kebutuhan cairan dimulai sejak saat terjadi cedera, bukan terhitung
sejak masuk rumah sakit.
Cairan diberikan melalui 2 buah kanul berdiameter besar (dewasa 16 G) sedapat
mungkin di daerah non-luka bakar. Pertimbangkan akses intra-osseous (IO) bila
diperlukan. Larutan normal saline umumnya dikemas bersama dekstrosa 2,5% untuk
kemasan ini, tambahkan 25 mL dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan.
Bila larutan tersedia merupakan larutan salin hipotonik tanpa glukosa, tambahkan 50
mL dekstrosa 50% ke dalam kantong berisi 500 mL cairan.
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama saat edema terbentuk
beberapa saat pasca luka bakar:
- Separuh kebutuhan berdasarkan kalkulasi volume diberikan dalam 8 jam dan
separuh sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya
- Cairan maintenance bagi anak-anak dibagi dalam 24 jam secara merata.

Bila produksi urine tidak mencukupi, berikan cairan ekstra: Bolus cairan 5-10
mL/kg dan atau tingkatkan jumlah cairan berikutnya sejumlah 150% volume
sebelumnya.
17

Dalam 24 jam kedua pasca luka bakar, larutan koloid dapat diberikan untuk
restorasi volume sirkulasi menggunakan formula:

0,5 mL albumin 5% x kg berat badan x % luas luka bakar

Disamping itu, larutan elektrolit harus diberikan untuk kebutuhan evaporative loss
dan kebutuhan maintenance normal. Untuk tujuan ini, larutan yang umum digunakan
adalah larutan salin normal KCI (+ dekstrosa untuk anak-anak).

2.7.2 Pemantauan Kecukupan Resusitasi Cairan


Pemantauan cukupnya resusitasi cairan diukur dari jumlah produksi urine
o Dewasa: 0,5 mL/kg/jam = 30-50 mL/jam
o Anak (<30 kg): 1.0 mL/kg/jam (rentang 0,5-2 mL/kg/jam).

Produksi urine yang rendah menunjukkan perfusi ke jaringan yang buruk yang
diikuti kerusakan sel.
Pemasangan kateter urine menjadi sangat penting pada pemantauan dan menjadi
suatu keharusan dilakukan pada luka bakar >10% pada anak-anak serta luka bakar
>20% pada dewasa.
Pemantauan hemodinamik invasif sentral diperlukan pada luka bakar dengan
kondisi premorbid seperti adanya penyakit jantung atau cedera penyerta yang disertai
kehilangan darah seperti adanya fraktur multipel.
Asidosis yang nyata (pH< 7,35) pada analisis gas darah menunjukkan perfusi
jaringan yang tidak tercukupi dan menyebabkan asidosis laktat. Penambahan cairan
resusitasi merupakan indikasi. Jika koreksi mengalami kegagalan dan dijumpai adanya
hemochromogen di urine, dapat pertimbangkan pemberian bikarbonat.
Elektrolit serum juga harus diukur pada kesempatan awal dan selanjutnya secara
regular dalam interval waktu tertentu. Pada luka bakar, dapat terjadi hiponatremia akibat
dan hiperkalsemia.
18

2.8. Indikasi Rujuk


Australian and New Zealand Burn Association (ANZB) menetapkan kasus-kasus berikit
memerlukan rujukan ke unit luka bakar:
1. Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5% pada anak-anak
2. Luka bakar seluruh ketebalan kulit (full thickness burns) >5%
3. Luka bakar mengenai area khusus, seperti wajah, tangan, kaki, genitalia, dan
perineum, persendiaan serta luka bakar melingkar dada dan ekstremitas
4. Luka bakar dengan cedera inhalasi
5. Luka bakar listrik
6. Luka bakar kimia
7. Luka bakar dengan penyakit komorbid
8. Luka bakar dengan trauma berat lainnya
9. Luka bakar pada usia tertentu, anak-anak dan geriatric
10. Luka bakar pada wanita hamil
11. Luka bakar bukan karena kecelakaan

2.9. Cedera Inhalasi


A. Definisi
Terhirupnya uap panas dan atau produk pembakaran yang menyebabkan
kerusakan traktus respiratorius yang menimbulkan efek toksik baik lokal maupun
sistemik.
Angka mortalitas luka bakar meningkat 30% pada cedera inhalasi dan diikuti
risiko timbulnya pneumonia. Kisaran 45% luka bakar pada muka, disertai cedera
inhalasi.

B. Klasifikasi Cedera Inhalasi


Cedera inhalasi diklasifikasikan berdasarkan lokasi cedera, meliputi:
1. Kerusakan jalan napas di atas laring (obstruksi)
Terhirupnya uap panas merupakan penyebab umum cedera jalan napas. Hal ini
terjadi ketika seseorang terperangkap di ruang tertutup pada ruang yang
terpenuhi oleh api maupun uap panas.
Perubahan patologik yang terjadi berupa obstruksi jalan napas akibat edema
yang melampaui batas waktu edema pada luka (umumnya antara 12-36 jam).
19

Edema di area kulit leher kerap memperberat obstruksi dan seringdijumpai


pada anak-anak yang memiliki jalan napas lebih sempit disamping leher yang
pendek.
Jalan napas bagian atas memiliki kemampuan lebih efektif untuk menyalurkan
panas pada paparan termal dibandingkan saluran napas bagian bawah.

2. Kerusakan jalan napas di bawah laring (kerusakan pulmoner)


Perubahan patologik terjadi akibat terhirupnya produk pembakaran. Api
menyebabkan oksidasi dan reduksi dari komponen yang mengandung karbon,
sulfur, fosfor nitrogen dan lainnya.Sebagai contoh, ketika terbakar, polyvinyl
chloride (PVC)menghasilkan minimal 75 macam zat toksik potensial yang
berbahaya untuk jalan napas.
Selain itu, ukuran partikel <1 µm yang terhirup mengandung zat kimia
bersifat iritan dan menyebabkan kerusakan alveolus akibat inisiasi
produkmediator inflamasi dan reactive oxygenspecies.
Jalan napas bagian bawah juga terpapar dan kemungkinan terbentukcast
dan sumbatan yang mengakibatkan obstruksi. Selanjutnya, parenkim paru
mengalami kerusakan, terjadi disrupsi membran alveolar-kapiler, terbentuknya
eksudat inflammasi dan hilangnya surfaktan. Kondisi ini menyebabkan
atelektasis, edema interstisium serta edema paru yang mengakibatkan
hipoksemia dan menurunnya compliance paru.

3. Intoksikasi sistemik (hipoksia sistemik)


Karbon monokasida (CO) dan sianida (HCN) adalah penyebab
intoksikasi pada cedera inhalasi.

Karbon Monoksida
Merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat cepat masuk
ke aliran darah dan mengalami difusi dengan hemoglobin (Hb), karena
memiliki afinitas terhadap hemoglobin 240 kali lebih besar dibandingkan
dengan oksigen; selanjutnya membentuk carboxyhaemoglobin (COHb). Ikatan
ini menurunkan efektivitas kemampuan darah mengikat oksigen karena
menempati oxygen binding site untuk kurun waktu yang panjang. CO
20

menyebabkan hipoksia jaringan dengan cara mengurangi oxygen delivery dan


utilisasi di tingkat sel.
Hemoglobin yang tidak berikatan dengan O2menyebabkan perubahan
warna kuli menjadi kebiruan (sianosis). COHb menunjukkan perubahan warna
merah muda (cherry red).
Penderita dengan intoksikasi CO kerap mengalami confusion dan
disorientasi, menunjukkan gejala serupa dengan hipoksia, cedera kepala dan
keracunan alkohol.

Carboxyhaemoglobin Gejala
0-15 Tidak ada (perokok, pekerja tambang
15-20 Nyeri kepala, Confusion
20-40 Nausea, Fatigue, Disorientasi, Iritabel
40-60 Halusinasi, Ataksia, Sinkop, Konvulsi, Koma
>60 Meninggal

Tabel 4 . Intoksikasi Karbon Monoksida

Keracunan Sianida
Terjadi karena produksi hidrogen sianida akibat terbakarnya plastik atau lem
yang digunakan untuk furnitur. Zat ini diabsorbsi melalui paru dan berikatan
dengan sistem cytochrome. Fungsi cytochrome terhambat mengakibatkan
berlangsungnya metabolisme anaerob. Secara bertahap dimetabolisme oleh
enzim hati (rhodenase). Kadar sianida dalam darah hampir tidak dapat
dideteksi dan maknanya masih diperdebatkan. Pada perokok kadarnya
mencapai 0,1 mg/L, dan diketahui bahwa kadar letal mencapai 1,0 mg/L.
Gejala yang ditimbulkannya antara lain hilangnya kesadaran, neurotoksitas dan
kovulsi.

C. Diagnosis Cedera Inhalasi


Gambaran umum pada cedera inhalasi adalah obsruksi jalan napas yang
semakin hebat dan terjadi dalam beberapa jam. Diagnosis tergantung dari
kecurigaaan klinis yang diperoleh dari anamnesis dan pemeriksaan.
21

Anamnesis
Riwayat terbakar di ruang tertutup atau adanya ledakan bahan bakar (bensin,
gas), ledakan bom harus dicurigai adanya cedera inhalasi.

Pemeriksaan Fisik
Hal yang diobservasi Yang didengar

Luka bakar di rongga mulut, hidung dan faring Perubahan suara


Bulu hidung terbakar Suara parau dengan batuk
Sputum mengandung sisa karbon berdahak
Nostril datar Napas pendek
Kesulitan bernapas Stridor inspirasi
Tracheal Tug Batuk produktif
Fosa supraklavikula mendatar
Retraksi iga

Tabel 5. Cedera Inhalasi

Gejala dan tanda dapat berubah dengan berjalannya waktu tergantung letak
cedera, indikasi adanya perubahan dapat dilihat pada Tabel 6.

Jenis Inhalasi Periode Waktu Gejala dan tanda


1. Di atas laring 4-24 jam Bertambahnya stridor, suara parau
atau melemah, batuk basah,
gelisah, kesulitan bernapas,
obstruksi jalan napas, kematian
2.Di bawah laring (i) segera Gelisah

(ii) timbul bertahap 12 Anoksia yang mengancam jiwa


jam-5 hari Kematian
Bertambahnya hipoksia
Edema paru/ ARDS
Gagal pernapasan
3. Intoksikasi Perburukan awal Penurunan kesadaran, Stupor

Perbaikan dengan Confusion


berjalannya waktu Drowsiness
Poor mentatiom
Gangguan visual
Nyeri kepala

Tabel 6. Perubahan Gambaran Klinik Cedra Inhalasi Sesuai Perubahan Waktu


22

D. Tatalaksana
Tatalaksana emergensi pada cedera inhalasi terfokus pada prioritas menopang
respirasi dengan pengamanan jalan napas, pemberian oksigen dosis tinggi (15
liter/ menit) menggunakan non re-breathing maskdisertai insersi pipa
endotraksea jika diperlukan.

1. Tatalaksana Cedera Inhalasi di Atas Laring


Penderita cedera inhalasi harus diobservasi secara ketat karena obstruksi
yang berlangsung progresif dan cepat (terutama pada anak-anak dimana jalan
napas relatif pendek dan kecil), maka peralatan emergensi untuk prosedur
intubasi harus didiapkan.
Apabila terdapat obstruksi jalan napas, segera amankan jalan napas
dengan intubasi endotrakea.Keterlambatan akan diikuti edema jalan napas,
semakin berat yang menyebabkan kesulitan dalam prosedur intubasi. Beberapa
indikasi intubasi: (i) Stridor dan distres pernapasan meupakan indikasi intubasi;
(ii) Penurunan tingkat kesadaran; (iii) Kebutuhan untuk penggunaan ventilator;
(iv) Oksigenasi terganggu

2. Tatalaksana Cedera Inhalasi di Bawah Laring


a. Oksigen Dosis Tinggi
Pada semua penderita luka bakar harus diberikan oksigen dosis tinggi
(15 L/menit) menggunakan non rebreathing mask.terutama diperlukan pada
kecurigaan mengenai parenkim paru.
b. Intubasi
Intubasi endotrakea diperlukan untuk memfasilitasi pencucian bronkus
(bronchialtoilet) untuk mengatasi hipersekresi sehingga pemberian oksigen
efektif.
c. Intermittent Positive Pressure Ventilation (IPPV)
Pemberian IPPV menjadi penting apabila oksigenasi penderita tidak
menunjukkan respon dengan pemberian oksigen melalui prosedur
sederhana. Oleh sebab itu, diperlukan ventilasi manual menggunakan bag
yang terpasang pada pipa endotrakea dan pasokan oksigen, atau
menggunakan ventilator mekanik.
23

3. Tatalaksana pada Cedera Inhalasi dengan Intoksikasi Sistemik


a. Topangan Respirasi
Pemberian oksigen dosis tinggi (15 L/menit) menggunakan non-re
breathing mask agar jaringan mendapatkan perfusi oksigen sebanyak
mungkin.
b. Proteksi pada Penderita Tidak Sadar
Penurunan kesadaran terjadi akibat respon intoksikasi sistemik.
Tatalaksana dengan mengupayakan posisi penderita miring ke sisi kiri
diikuti pemberian oksigen. Jalan napas dimankan, mulanya dengan
prosedur chin lift, dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.
c. Efek Pencucian Alami dengan Berjalannya Waktu
CO dieliminasi bertahap dari darah melalui difusi di alveoli. Waktu
yang diperlukan adalah saat bernapas lambat pada suhu ruangan dengan
tekanan atmosfir, namun akan berkurang dengan meningkatkan
konsentrasi oksigen. Jika tersedia, berikan oksigen dengan tekanan
hiperbarik guna untuk pencucian CO, meski masih dijumpai keraguan
evidence dalam perbaikan neurologik.
d. Oksigen
Tatalaksana emergensi standar adalah menghembuskan oksigen
100% menggunakan sungkup (mask). Prosedur ini dilanjutkan hingga
kadar COHb kembali normal. Prosedur pencucian CO sekunder pada
ikatannya dengan cytochrome hanya akan menyebabkan peningkatan
kecil kadar COHb dalam 24 jam berikutnya, dan pemberian oksigen
dalam hal ini harus dilanjutkan.
e. Oksigen + IPPV
Modalitas ini diperlukan pada penderita tidak sadar, atau cedera
inhalasi dengan respon intoksikasi sistemik.
f. Intoksikasi Sianida
Intoksikasi sianida kerap bersifat fatal. Prosedur eliminasi sianida di
hepar berlangsung sangat lambat. Pemberian hydroxycobalamin dosis
tinggi dalam bentuk injeksi sangat dianjurkan, namun pada umumnya
tidak tersedia di instalasi gawat darurat (IGD).
24

g. Intoksikasi Hidrogen Fluorida (HF)


JIKA HF diabsorbsi sistemik akan berpengaruh terhadap efisiensi
kalsium serum sehingga terjadi hipokalsemia. Pemberian cairan yang
ditambahkan kalsium akan melawan efek negatif HF.

2.10. Luka Bakar Listrik


Luka bakar listrik terdiri dari tiga bagian, yaitu:
A. Low-Voltage Burns(<1000 volt)
Contoh:Baterai mobil umumnya menyebabkan luka bakar akibat arus listrik
pendek yang diperantarai oleh bahan metal, seperti jam tangan metal dan cincin
pernikahan. Golongan luka ini menyebabkan luka lokal dan cardiac arrest, namun
tidak terjadi kerusakan jaringan yang dalam.

B. High-Voltage Burns(1000 volt)


Contoh: kabel transmisi listrik dan perusahaan listrik pusat atau gardu
listrik. Terdapat 2 tipe luka bakar high-voltage burnsyaitu: flash burn dan current
transmission burns. Flash burn menyebabkan luka bakar kulit tanpa kerusakan
jaringan yang dalam. Current transmission burns menyebabkan luka bakar kulit
dan kerusakan jaringan yang dalam, terjadi pembengkakan pada tungkai akibat
kerusakan otot, seperti pada crushsyndrome, yang memerlukan tindakan
fasciotomi.

C. Lightning Burns
Luka bakar akibat tersengat listrik tegangan dengan voltase dan ampere yang sangat
tinggi, listrik DC dengan durasi yang singkat. Luka bakar jenis ini menghasilkan
lesi yang khas yang dikenal dengan nama Lichtenberg flowers, tampak seperti
arborescent atau splashed-on.
25

Tegangan Kulit Kedalaman Gangguan irama


jaringan jantung
<1000V Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini atau
keluar kedalaman tidak sama sekali
>1000V Luka bakar percikan Kerusakan otot dan Aliran melalui toraks
api dengan luka rabdomiolisis dan dapat menyebabkan
masuk dan keluar sindroma kerusakan miokardial dan
mencapai seluruh kompartemen gangguan ritmik yang
ketebalan kulit (full timbul lambat
thickness)
Sambaran petir Luka bakar percikan Perforasi gendang Henti nafas dan resusitasi
api superfisial atau telnga dan berkepanjangan
sedalam dermal, luka kerusakan kornea
bakar keluar di kaki

Tabel 7. Klasifikasi Luka Bakar Listrik

Patofisiologi
Kerusakan jaringan terjadi akibat adanya resistensi jaringan, durasi kontak, dan
besarnya arus listrik. Setiap jaringan memiliki resistensi yang berbeda. Kulit
yangtebal dan kering memilki resistensi lebih tinggi daripada kulit tipis dan lembab.
Tulang sebagai konduktor yang buruk menyebabkan joule effect, yaitu fenomena
kenaikan suhu tulang terus berkelanjutan bahkan setelaharus listrik berhenti
sehingga menyebabkan kerusakan pada periosteum,otot dan saraf disekitarnya.

Manajemen
Prosedur penyelamataan korban kecelakaan listrik adalah dengan memutuskan
semua hubungan dengan sumber listrik. Tegangan listrik 1000V hanya akan
menimbulkan loncatan dalam beberapa millimeter, 5000V hanya 1 cm, sedangkan
40.000V dapat sampai 13 cm.
Tatalaksana selanjutnya sama dengan prinsip tatalaksana luka bakar pada
umumnya. Hanya ditambahkan monitor EKG 24 jam karena berisiko tinggi aritmia.
Pada resusitasi juga perlu diperhatikan haemochromogenuria serta pantau
perubahan warna urin. Target urine output 75-100 cc/jam pada dewasa dan 2
cc/KgBB/jam pada anak. Jika tidak tercapai, direkomendasikan 12.5 g manitol
setiap liter cairan untuk mencapai diuretik osmotik.
26

2.11. Luka Bakar Kimia


Patofisiologi
Kerusakan jaringan merupakan dampak langsung paparan bahan kimia apapun
dan tergantung pada kekuatan atau konsentrasi agen, kuantitas agen, cara dan
lamanya kontak dengan kulitmukosa, daya penetrasi ke dalam jaringan, dan
mekanisme kerja.
Perbedaan utama antara luka bakar kimia dan termal yaitu dari lamanya waktu
dimana kerusakan jaringan berlanjut sejak agen kimia menyebabkan kerusakan yang
progresif hingga dinonaktifkan menggunakan bahan penetral atau pengenceran
menggunakan air.

Keperluan Industri - Alkali : natrium, kalium, ammonium, lithium, barium,


dan kalsium hidroksida (sabun deterjen, pembersih dren,
dan penghilang cat).
- Asam : sulfasalisilat, tannic, trichloroacetic, cresylic,
asetat, format, klorida, da flourida (kaca dan elektronik)
Keperluan Rumah Tangga - Alkali : pembersih dren, penghilang cat,
- Fenol :deodorant, pembersih, desifektan.
- Natrium hipoklorat: desifektan, pemutih, deodorant.
- Asam sulfat : pembersih toilet
- Fosfor : kembang api, insektisida, pupuk
Keperluan Militer - Fosfor merah atau putih dan vesicants

Tabel 8. Etiologi Luka Bakar Kimia

Secara umum, bahan-bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya (i) Asam: nekrosis
koagulasi; (ii) Alkali: nekrosis likuifaktif; (iii)Vesicants: nekrosis iskemia dan
anoksia.Semua bahan kimia menyebabkan koagulasi protein melalui proses oksidasi,
korosif, atau penggaraman protein.

Gambaran penanda terjadinya toksisitas sistemik dari beberapa zat kimia, yaitu:
o Hipokalsemia : oksalat, asam fluoride, dan fosfor yang terbakar
o Gangguan/kerusakan sel hati dan ginjal : tannic, formic dan asam pikrat,fosfor
dan minyak bumi
o Cedera inhalasi : asam kuat atau ammonia
o Methemoglobinemia dan hemolisis massif : kresol
o Perforasi septum nasi : asam kromat
27

Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kimia dengan
mengalirkan air secara kontinyu (kecuali bahan kimia yang mengandung unsur
natrium, kalium, dan litium). Tindakan ini dilakukan dalam waktu 10 menit pertama
setelah terjadinya kontak dengan bahan kimia.
A. Luka Bakar karena Asam
Nyeri hebat merupakan tanda dari luka bakar asam Penampilan luka bervariasi
mulai dari eritema hingga eskar hitam. Tindakan yang dilakukan selain irigasi luka
dengan air mengalir, tindakan pembedahan juga dibutuhkan terutama pada luka
bakar termal. Pada luka bakar karena asam fluoride, asam fluoride bersifat sangat
korosif dan luka bakar dengan luas permukaan tubuh 2% dapat berakibat fatal.
Tatalaksana pada kasus luka bakar akibat asam fluoride, yaitu :
 Aliran air.
 Potong kuku.
 Inaktivasi ion fluoride bebas racun dan mengubah garam tidak larut dengan jel
dimetil sulfoksid 10% (luka bakar mengandung kalsium glukonat), injeksi
kalsium glukonat 10% topical, (injeksi multiple 0,1-0,2 mL menggunakan
jarum 30G di jaringan luka bakar), infus kalsium glukonat intra-arterial, infuse
kalsium glukonat intravena ischemic retrograde (Biers block), dan kadang
diperlukan eksisi dini.

B. Luka Bakar Alkali


Merupakan luka bakar yang paling umum terjadi di rumah. Kerusakan jaringan
terjadi dalam kurun waktu panjang karena terjadi likuifaksi (pencairan) yang
menyebabkan kerusakan lebih dalam. Irigasi dilakukan lebih lama dibanding pada
irigasi luka bakar asam (kurang lebih 1 jam) dan pada luka bakar yang dalam
diperlukan tindakan operasi.

C. Luka Bakar Semen


Semen basah mengandung zat kaustik dengan pH 12,9. Nyeri dan luka bakar akibat
semen timbul lambat atau dalam beberapa jam kemudian setelah kontak dan
diperlukan irigasi dalam waktu yang lama.
28

D. Luka Bakar Fosfor


Fosfor putih terbakar spontan saat terpapar udara, teroksidasi menjadi fosfor
pentoksida. Partikel fosfor yang tertanam di dalam kulit akan terus membakar.
Tindakan yang harus dilakukan pada kasus luka bakar fosfor yaitu pemberian air
dalam jumlah yang banyak, singkirkan partikel yang nampak, serta berikan
tembaga sulfat. Kematian berhubungan dengan efek sistemik dari hipotensi dan
tubular nekrosis akut.

E. Bensin
Bensin merupakan campuran alkana, sikloalkana, dan hidrokarbon yang kompleks.
Komponen hidrokarbon merusak sel endotel yang menyebabkan kerusakan paru-
paru, hati, limpa, dan ginjal setelah kontak dengan kulit yang mencakup area luas.
Bensin melarutkan senyawa lipid dengan cepat dan menyebabkan peningkatan
permeabilitas membran diikuti kehilangan cairan.

F. Aspal
Luka bakar disebabkan bentuk cair yang panas, bukan efek racum dari aspal. Pada
luka bakar akibat aspal dilakukan tindakan mendinginkan aspal menggunakan air
dalam jumlah besar, lepaskan pakaian namun jangan mencoba melepaskan aspal
yang melekat pada kulit, dan lepaskan aspal menggunakan minyak parafin (dapat
ditambahkan minyak tanah 1/3 nya).

G. Ter
Ter merupakan produk sisa gas batu bara. Ter mengandung bahan kimia kompleks
termasuk fenol, hidrokarbon yang menyebabkan toksisitas berganda. Luka bakar
yang terjadi disebabkan oleh suhu panas ter dan toksisitas fenol. Tatalaksana luka
bakar ter dengan menggunakan pendingin yaitu toluener.

Komplikasi Anatomik Khusus


A. Gatrointestinal
Kecelakaan menelan zat korosif yang digunakan untuk keperluan rumah tangga
biasanya terjadi pada anak-anak. 1/3 pasien luka bakar intra-oral diikuti dengan
kerusakan esophagus. Gejala yang ditimbulkan tidak khas dan diagnosis pasti adalah
dengan pemeriksaan endoskopi. Untuk menentukan luat kerusakan adalah dengan
29

panendoskopi. Foto toraks, abdomen, dan ct scan menunjukkan kerusakan ekstra-


lumen. Eksplorasi bedah dan debridement mungkin perlu dilakukan. pada luka bakar
intra-oral juga dapat menyebabkan striktur esophagus. Diperlukan tindakan
endoskopi dan operasi untuk mengatasi striktur.

B. Mata
Luka bakar kimia pada mata menyebabkan blefarospasme, keluar air mata
secara berlebihan, konjungtivitis, pembengkakan cepat epitel kornea, kekeruhan
lapisan anterior stroma dan terlepasnya sel di kambra anterior. Gejala-gejala pada
mata seperti di atas, diatasi dengan menggunakan air dan bisa juga menggunakan
diphoterine. Perawatan di rumah sakit dapat berlangsung selama 48 jam. Diberikan
juga antibiotika topical untuk pencegahan infeksi sekunder. Komplikasi lanjut dapat
berupa perforasi dan ulserasi kornea, terbentuknya katarak, glaucoma sekunder,
iridosiklitis, dan simblefaron.

C. Saluran Trakeobronkus
Luka bakar langsung pada trakea dan bronkus adalah jarang. Luka bakar pada
trakea dan bronkus terjadi setelah menghirup agen kaustik atau terpapar gas kimia
misalnya ammonia. Gangguan pernapasan atau hipoksia memerlukan pemeriksaan
bronkoskopi fibre-optic. Dpaat diberikan bronkodilator dan steroid untuk
mengurangi bronkospasme serta peradangan. Komplikasi akhir contohnya
bronkiektasis.
30

KESIMPULAN

BAB III

Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan lain yang disebabkan oleh panas
atau terkena radiasi, radioaktivitas, listrik, sentuhan atau kontak dengan bahan kimia.
Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh.
Semua sistem terganggu terutama sistem kardiovaskuler. Semua organ memerlukan
aliran darah yang adekuat sehingga perubahan fungsi kardiovaskuler memiliki dampak
luas pada daya tahan hidup dan pemulihan pasien. Luas area luka bakar dapat
ditentukan berdasarkan rules of nine. Pada dewasa digunakan rumus ini, yaitu luas
kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan,
ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan
kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu
menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Prinsip dari perawatan luka bakar yang sukses adalah tim. Tidak ada seorang
individu yang mampu memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhan akut dan jangka panjang
dari pasien luka bakar. Maka dari itu, perawatan luka bakar yang terbaik diserahkan di
sebuah pusat luka bakar khusus di mana dokter yang berpengalaman, perawat, terapis
fisik dan pekerjaan, ahli gizi, psikolog, dan pekerja sosial semua dapat berpartisipasi
dalam perawatan individu. Dengan pengecualian dari luka bakar yang kecil, semua
pasien luka bakar harus dirujuk ke pusat penanganan luka bakar.
Prognosis ditentukan oleh usia dan luas luka, serta cedera inhalasi, penanda yang
paling kuat untuk mortalitas luka bakar. Umur, bahkan sebagai variabel tunggal, dapat
memprediksi kematian pada luka bakar, dan kematian rawat inap pada pasien luka bakar
lansia adalah fungsi usia terlepas dari comorbidities. lainnya pada pasien dewasa muda,
komorbiditas seperti preinjury HIV, kanker metastatik, dan ginjal atau penyakit hati
dapat mempengaruhi mortalitas dan panjang rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC. Jakarta. p 66-88

2. RSU Dr. Soetomo, 2004, Pedoman Diagnosa dan Terapi. Rumah Sakit
Dr.Soetomo. Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam. Fakutas Kedokteran
UniversitasAirlangga Surabaya

3. Sjamsuhidajat, R., De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke- 2. EGC,
Jakarta, Indonesia.

4. Emergency Management for Severe Burns Injury (ESMB) Course. 18th Edition.
Australia and New Zealand Burn Association Ltd. 2016.

5. Saraf S, Parihar S.2007.Burns Management: ‘’A Compendium. Journal of Clinical


and Diagnostic Research’’. p.426-436.

31

You might also like