You are on page 1of 21

PROGSUS AKM

“SKENARIO AKM – SJSN KESETAN”

Disusun oleh :

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2017/2018


BAB I
PENDAHULUAN

A. SKENARIO AKM – SJSN KESEHATAN

Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai SJSN oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014 membawa Indonesia ke tahap penting
dalam sistem pembiayaan bagi masyarakat Seluruh rakyat Indonesia, setelah sebelumnya
bertransformasi dari Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk Masyarakat Miskin JPKMM yang
dikenal sebagai asuransi kesehatan masyarakat miskin askeskin) menjadi Jaminan Sosial
(Kesehatan Masyarakat) Jamkesmas). Seluruh pihak wajib bekerja sama agar bisa terlaksana
dengan baik, masih ada beberapa hal yang mengganjal, bagi kesehatan dan pihak RS dalam hal
biaya. Diperlukan berbagai upaya untuk menyediakan dokter yang tak hanya dapat merawat
pasien, tapi memiliki kemampuan berorganisasi dan tindakan, sehingga lahirlah lebih banyak
program preventif-promotif dan rehabilitatif demi terwujudnya daerah yang menjadi tanggung
jawab dokter tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH :

1. Apa saja lima hal yang termasuk dalam SJSN ?


2. Apa saja prinsip-prinsip asuransi sosial yang dianut SJSN kesehatan ?
3. Sejak kapan SJSN kesehatan mulai diberlakukan dan target cakupan 100% penduduk
Indonesia ?
4. Apa nama lain SJSN kesehatan dan keanggotaan serta besaran iurannya ?
5. Apa nama lain lembaga yang mengurusi SJSN kesehatan tersebut ?
6. Apa saja komponen utama SJSN kesehatan dan trias manajemen plus dalam SJSN
kesehatan?
7. Ada beberpa jenis asuransi kesehatan dan temasuk yang manakah SJSN kesehatan ini
berdasarkan misi penyelegaraannya ?
8. Apa saja yang temasuk pemeberi pelayanan kesehatan (PPK) tingkat pertama dan lanjutan
SJSN kesehatan ?
9. Apa saja permaslahan yang timbul dalam kaitan pelaksanaan SJSN kesehatanini,baik
fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) maupun fasilitas kesehtan tingkat lanjut (FKLT)
?
10. Bagaimana analisi Mahasiswa tentang SJSN kesehatan dan pelaksanaannya sejak
diberlakukan 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2017 ?

B. Tujuan Pembelajaran:

1. Mahasiswa dapat mengetahui lima hal yang termasuk dalam SJSN.


2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip asuransi sosial yang dianut SJSN kesehatan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui kapan SJSN kesehatan mulai diberlakukan dan target
cakupan 100% penduduk Indonesia.
4. Mahasiswa dapat mengetahui nama lain SJSN kesehatan dan keanggotaan serta besaran
iurannya.
5. Mahasiswa dapat mengetahui nama lain lembaga yang mengurusi SJSN kesehatan
tersebut.
6. Mahasiswa dapat mengetahui komponen utama SJSN kesehatan dan trias manajemen
plus dalam SJSN kesehatan.
7. Mahasiswa dapat mengetahui beberpa jenis asuransi kesehatan dan temasuk yang
manakah SJSN kesehatan ini berdasarkan misi penyelegaraannya.
8. Mahasiswa dapat mengetahui apa saja yang temasuk pemeberi pelayanan kesehatan
(PPK) tingkat pertama dan lanjutan SJSN kesehatan.
9. Mahasiswa harus mengetahui apa saja permaslahan yang timbul dalam kaitan
pelaksanaan SJSN kesehatan ini,baik fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) maupun
fasilitas kesehtan tingkat lanjut (FKLT).
10. Mahasiswa dapat memeberikan analisi tentang SJSN kesehatan dan pelaksanaannya sejak
diberlakukan 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2017 (minimal 1 halaman sepasi 1,5
font 12).
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sistem Jaminan Sosial
Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan
program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau
berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut, atau pensiun.

Pasal 60 ayat (1) UU BPJS menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasi


menyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Kemudian Pasal 62
ayat (1) UU BPJS menentukan PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan
pada tanggal 1 Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai
beroperasi – hingga 1 Januari 2019 kepesertaan pada SJSN oleh bidang penyelengra jaminan
sosial (BPJS) ini bisa mencakup seluruh masyarakat Indonesia. Perubahan dari 4 PT (Persero)
yang selama ini menyelenggarakan program jaminan sosial menjadi 2 BPJS sudah menjadi
perintah Undang-Undang, karena itu harus dilaksanakan. Perubahan yang multi dimensi tersebut
harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU BPJS.

Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta
adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),
yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua , jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Adapun penjelasan manfaat lima hal yang termasuk SJSN tersebut adalah :

1. Jaminan Kesehatan

Jaminan Kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh


manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memnuhi kebutuhan dasar kesehatan.

2. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan Kecelakaan Kerja diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta


memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja
mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

3. Jaminan Hari Tua

Jaminan Hari Tua diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima
uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

4. Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak


pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilan nya karena memasuki uang pensiun
atau mengalami cacat total tetap.

5. Jaminan Kematian

Jaminan Kematian diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian


yang di bayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

B. PRINSIP SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

1. Prinsip kegotong royongan

Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu
kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat;
peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu
yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan
keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.

2. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan
Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial
adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil
pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta.

3. Prinsip keterbukaan

kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Prinsip- prinsip manajemen ini


diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan
hasil pengembangannya.

4. Prinsip Akuntabilitas

pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat


dipertanggungjawabkan.

5. Kehati-hatian

pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan tertib.

6. Prinsip portabilitas

Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun


peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

7. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap
disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan
dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem
Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.

8. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk
kesejahteraan peserta.

9. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan


program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta, hasil berupa deviden dan pemegang
saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

C. KEANGGOTAAN SERTA BESAR IUARAN :

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan
sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak
yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
Pemerintah Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial Berdasarkan Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang
ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes Indonesia menjadi BPJS
Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan PT Jamsostek menjadi BPJS
Ketenagakerjaan.Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara
bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015
giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.

Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan
bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten
kota.
Kepesertaan Wajib :

Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama
minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS. Setiap
perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau
keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya
pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian.
Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui Program Bantuan
Iuran. Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja
informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib
mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.

Besaran iuran :

Sistem iuran yang dibuat adalah sistem gotong royong, iuran yang dibayarkan akan
digunakan untuk membiayai peserta lain yang membutuhkan (sedang sakit), begitu sebaliknya
ketika anda sakit, biaya berobat anda di rumah sakit akan ditanggung BPJS melalui iuran peserta
lainnya. BPJS Kesehatan telah melayani masyarakat sejak 1 Januari 2014 yang sebelumnya
adalah program ASKES. Semua Warga Negara diwajibkan untuk mendaftarkan diri dan anggota
keluarganya menjadi peserta BPJS baik itu melalui BPJS Mandiri atau PBI.
Iuran JKN (Perubahan Perpres 12/2013)

PESERTA BENTUK BESARAN KET


IURAN IURAN

PBI NILAI Rp. 19.225,- Ranap kelas 3


NOMINAL
Pasal 16A, 23
(per jiwa)

PNS/TNI/POLRI/ PENSIUN 5% 2% dari pekerja Ranap kelas 1, kelas


2
(per keluarga ) 3% dari pemberi
kerja Pasal 16B, 23

PEKERJA PENERIMA UPAH 4,5 % (per s/d 30 Juni 2015: Ranap kelas 1, kelas
SELAIN PNS DLL keluarga) 2
0,5% dari pekerja
dan Pasal 16C, 23
4% dari pemberi
5% (per kerja
keluarga)
mulai 1 Juli
2015:
1% dari pekerja
4% dari pemberi
kerja

PEKERJA BUKAN NILAI 1. Rp 25,500,- 1. Ranap kelas


PENERIMA UPAH dan NOMINAL 3
BUKAN PEKERJA 2. Rp 42,500,-
(per jiwa) 2. Ranap kelas
3. Rp 59,500,- 2
3. Ranap kelas
1
Pasal 16F, 23
A. Iuran Kelas 1

BPJS Kesehatan telah menetapkan biaya iuran untuk peserta kelas 1 sebesar besar iuran
peserta telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016. Peserta kelas 1 akan
mendapatkan fasilitas ruang rawat inap sesuai dengan kelas yang dipilih yaitu peserta akan
mendapatkan kamar kelas 1 untuk dirawat dan biayanya akan ditanggung BPJS Kesehatan.

B. Iuran Kelas 2

Iuran peserta kelas 2, yang juga telah menjadi ketetapan dalam peraturan yang berlaku.
Peserta tidak boleh menunggak, apabila menunggak maka status kartu bpjs akan dihentikan
sementara sampai peserta melunasi iuran yang tertunggak. Fasilitas yang diberikan juga sesuai
dengan hak nya, yaitu mendapatkan kamar rawat kelas 2. Peserta boleh mengajukan naik kelas
ruang rawat inap ke kelas 1, namun peserta akan dikenakan biaya selisih dari yang menjadi
tanggung BPJS Kesehatan.

C. Iuran Kelas 3

Iuran kelas 3 sebesar Rp25.500, ini kelas yang paling bawah dengan iuran terjangkau.
Bagi yang merasa tidak mampu maka bisa pilih kelas 3 ini. Apabila masih tidak mampu juga
maka disarankan untuk mengajukan bantuan untuk mendaftar menjadi peserta PBI.

D. LEMBAGA YANG MENGURUS SJSN KESEHATAN

BPJS adalah badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menjalankan
sebagian penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan, yakni urusan penyelenggaraan program
jaminan sosial. BPJS tergolong lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan yang berada di
tingkat pusat. Dalam penyelenggaraan program jaminan sosial, BPJS terkait dengan fungsi-
fungsi aparatur pemerintah terkait, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah. Keterkaitan fungsi
dan tugas dilaksanakan dalam bentuk upaya memadukan (mengitegrasikan), menyerasikan, dan
menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan untuk pencapaian
sasaran dan tujuan bersama. Ketiga upaya ini dikenal dengan koordinasi fungsional, mulai dari
proses perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian
(Lembaga Administrasi Negara, Sistem Administrasi Negara RI Edisi Ketiga, 1997).

E. KOMPONEN UTAMA SJSN KESEHATAN KESEHATAN DAN TRIAS MENAJEMEN


PLUS DALAM SJSN KESEHATAN.

SJSN terbagi menjadi lima komponen jaminan utama yaitu jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiunan. Penyelenggaraan
SJSN ini sebagai wujud dari pelaksanaan amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 2 yang berbunyi
“Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Trias manajemen plus dalam SJSN kesehatan :

1. Manajemen kepesertaan

2. Manajemen keuangan

3. Manajemen pemeliharaan kesehatan + Sistem Informasi Manajemen Kesehatan

F. BEBERAPA JENIS ASURANSI KESEHATAN DAN TERMASUK YANG MANAKAH


SJSN KESEHATAN BERDASARKAN MISI PENYELENGGARA.

Jaminan kesehatan Nasional Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran


yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial
ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan
Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia


merupakan bagian dari SJSN. Sistem ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi
Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia
terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.

Asuransi sosial Asuransi komersial


Kepesertaan bersifat Kepesertaan bersifat
wajib yang berpotensi sukarela
mencakup 100%
penduduk (universal
coverage) dan relative
dapat menekan biaya
pelayanan kesehatan
Non profit Profit
Manfaat Manfaat sesuai
komprehensif dengan premi yang
dibayarkan

G. PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN (PPK) PERTAMA DAN LANJUT DALAM SJSN


KESEHATAN :

Pemberi Pelayanan Kesehatan(PPK) pertama dan lanjut dalam SJSN Kesehatan.

Berdasarkan peraturan mentri kesehatan nomor 71, tahun 2013 yang termasuk (pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama) adalah sebagai berikut:

1. PPK I pemberi pelayanan tingkat 1 yaitu :

a. Puskesmas
b. Klinik
c. Rumah sakit kelas D (Rumah sakit yang didirikan di desa tertinggal, perbatasan atau
kepulauan)
d. Praktik Dokter atau dokter gigi.

2. PPK II merupakan tingkat lanjut adalah pemberi pelayanan kesehatan di tingkat II yaitu :

a. dokter spesialis praktek perorangan atau bersama.

b. pada tahap perujukan rumah sakit.


H. PERMASALAHAN YANG TIMBUL DALAM KAITAN PELAKSANAAN SJSN
KESEHATAN , BAIK DI FASILITASI KESEHATAN TINGKAT PRIMER (FKTP)
MAUPUN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT LANJUT (FKTL)

1. Aspek kepesertaan, yaitu penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai syarat
pendaftaran peserta JKN/KIS. Ini diatur dalam Peraturan BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2014
dan Surat Edaran (SE) BPJS Kesehatan No. 17 Tahun 2016. Melihat ada yang perlu
diperbaiki dalam mekanisme pendaftaran itu karena Peraturan Presiden (Perpres) No. 19
Tahun 2016 yang telah diubah menjadi Perpres No. 28 Tahun 2016 menyebut NIK bukan
syarat wajib kepesertaan. Syarat kepesertaan adalah identitas. Jika NIK belum bisa disediakan
oleh instansi yang bertanggungjawab, BPJS Kesehatan mestinya menyediakan identitas
sementara untuk peserta yang belum punya NIK.

2. Soal pelayanan, menyangkut prinsip portabilitas. Prinsip portabilitas dalam program JKN/KIS
yang berjalan selama ini belum optimal. Portabilitas artinya setiap peserta dapat menikmati
layanan kesehatan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Kalaupun seorang peserta
pergi ke daerah lain, ia tetap bisa mendapatkan layanan. Namun, dari sejumlah fasilitas
kesehatan (faskes) yang ditemui DJSN menyebut ada kebijakan BPJS Kesehatan yang
membatasi pelayanan bagi peserta yang berobat di luar faskes tingkat pertama (FKTP) tempat
peserta terdaftar. Peserta bisa mendapat pelayanan di FKTP itu maksimal 3 kali. Ada juga
FKTP menolak melayani peserta dari FKTP wilayah lain dengan alasan mekanisme
pembayaran untuk portabilitas belum jelas. Jika tetap ingin dilayani, ia harus menghubungi
layanan di daerah asal. Pemantauan DJSN menunjukan portabilitas pada kasus darurat relatif
berjalan. Tapi hal serupa tidak ditemui dalam portabilitas pelayanan non darurat. DJSN
merekomendasikan agar pembatasan pelayanan sebanyak 3 kali itu ditujukan kepada peserta
yang terdaftar di faskes yang masih dalam satu kabupaten/kota; menyediakan petugas call
center di daerah untuk pelayanan portabilitas; dan mengembangkan pola pembayaran khusus
kepada FKTP yang memberi pelayanan kepada peserta yang berasal dari FKTP daerah lain.

3. Menyangkut regionalisasi rujukan. Pelayanan dalam program JKN/KIS dilaksanakan secara


berjenjang mulai dari FKTP sampai faskes rujukan tingkat lanjutan (FKRTL). Beberapa
provinsi seperti Sumatera Selatan dan Jakarta mengatur rujukan itu berdasarkan wilayah
administratif pemerintan daerah. DJSN menilai regionalisasi rujukan tidak tepat karena
menyebabkan peserta terhambat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Peserta harus
menempuh jarak yang jauh dengan biaya yang besar untuk mencapai sebuah faskes. Masalah
rujukan juga dialami peserta karena FKTP hanya boleh merujuk ke RS tipe C terlebih dulu.
Padahal, tidak semua RS tipe C punya fasilitas dan SDM yang bisa melayani peserta sesuai
diagnosa rujukan. Itu menimbulkan kesan pelayanan terhadap peserta diperlambat atau
dipersulit. Bahkan bisa menyebabkan kondisi penyakit yang diderita peserta lebih parah dan
meningkatkan biaya transportasi rujukan yang ditanggung BPJS Kesehatan. Untuk mengatasi
masalah rujukan itu DJSN mengusulkan agar regionalisasi rujukan diatur berdasarkan ‘konsep
jangkauan’ dan ‘kemampuan’ faskes.

4. Soal kriteria gawat darurat (emergency). Selama dua tahun program JKN/KIS berjalan,
kriteria gawat darurat jadi kendala pelaksanaan pelayanan kesehatan di lapangan. Belum ada
regulasi yang detail mengelompokkan kondisi-kondisi yang tergolong gawat darurat atau
bukan. Penjaminan BPJS Kesehatan dalam kasus gawat darurat di faskes yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan hanya mengacu diganosa, bukan kriteria yang dimaksud
darurat. “Misalnya, kasus stroke dianggap darurat, kondisi apa yang dianggap masih darurat?
Kriteria stabil, seperti apa dianggap stroke stabil? Apakah penurunan kesadaran dianggap
stabil?,” urai Zaenal. DJSN merekomendasikan BPJS Kesehatan, IDI dan perhimpunan
profesi untuk menetapkan kriteria darurat dan stabil. BPJS Kesehatan dituntut mampu
mengumpulkan informasi tentang kemampuan dan ketersediaan tempat tidur di faskes yang
bekerjasama. Sehingga pasien darurat dapat dipindahkan ke RS yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan.

5. Perihal pembagian kelas perawatan. Pembagian kelas perawatan rawat inap yang ada saat ini
dinilai DJSN tidak sesuai dengan amanat UU SJSN dan UU BPJS. Regulasi itu jelas
menyebut kelas perawatan bagi peserta yang membutuhkan rawat inap menggunakan kelas
standar tanpa ada pembagian kelas.

Pembagian kelas I, II dan III sebagaimana berlangsung saat ini berdampak terhadap
diskriminasi pelayanan karena tarif yang dibayar berbeda, tergantung kelas perawatannya.
Diskriminasi ini bertentangan dengan prinsip kemanusiaan sebagaimana amanat UU SJSN
dan UU BPJS.
6. Pengadaan obat-obatan. DJSN berpendapat item obat dalam e-catalog tidak dapat memenuhi
kebutuhan. Karena itu e-catalog bukan satu-satunya cara untuk pengadaan obat dalam
program JKN/KIS. Item obat yang tidak ada di e-catalogdapat mengacu harga pasar. Tetapi
terkendala Permenkes No. 59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Beleid ini menyebut pengajuan klaim atas obat
program rujuk balik, obat penyakit kronis dan kemoterapi serta biaya pelayanan kefarmasian
mengacu pada harga dasar obat sesuai e-catalog. DJSN merekomendasikan agar Permenkes
itu ditinjau ulang.

7. Terkait klasifikasi tarif INA-CBGs. Pasal 24 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
mengamanatkan besarnya pembayaran kepada faskes untuk setiap wilayah ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS dan asosiasi faskes di wilayah tersebut. Zaenal
mengatakan ketentuan itu tidak terpenuhi karena tarif INA-CBGs sudah ditetapkan
berdasarkan regional sehingga menutup ruang kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan
asosiasi faskes untuk menentukan tarif. DJSN menilai pembagian tarif INA-CBGs
berdasarkan tipe RS berdampak pada mutu pelayanan di daerah terpencil sehingga tidak
terwujud prinsip ekuitas sebagaimana amanat UU SJSN. Padahal RS tipe paling rendah
sampai tinggi memberikan standar pelayanan yang sama. Pembayaran berdasarkan kelas di
RS itu dianggap DJSN bertentangan dengan pasal 19 ayat (1) UU SJSN. Untuk membenahi
masalah klasifikasi tarif INA-CBGs itu DJSN merekomendasikan Kementerian Kesehatan
membuat kisaran tarif sebagai ruang untuk kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi
faskes. Kemudian, membuat tarif yang acuannya bukan tipe kelas RS tapi kemampuan RS.
BPJS Kesehatan perlu menegosiasikan tarif kepada setiap faskes berdasarkan nilai
kredensialing.

8. Pembagian jasa medis di RS pemerintah. Selama ini pengaturan pembagian jasa medis di RS
pemerintah berstatus badan layanan umum (BLU) hanya mencantumkan presentase
maksimal. Dikhawatirkan ini disalahgunakan manajemen RS dan merugikan tenaga medis.
Sementara RS atau faskes pemerintah daerah yang belum BLUD pembagian remunerasinya
dapat tertunda dan tidak pasti. Jelas kondisi tersebut menurunkan motivasi tenaga pelaksana,
sehingga berpengaruh terhadap mutu pelayanan peserta JKN/KIS.
ANALISIS TENTANG SJSN KESEHATAN DAN PELAKSAANNYA SEJAK DI
BERLAKUKAN 1- JANUARI-2014 HINGGA 31-DESEMBER-2017.

1. Analisis menurut Dymas Dermawan Putra

Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada tahun 2014dan secara bertahap menuju
ke Universal Health Coverage. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional secara umum yaitu
mempermudah masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Sistem Jaminan Sosial Nasional seperti yang tertuang dalam Undang-
undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, diselenggarakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip yang sangat berbeda dengan prinsip pasar. Prinsip-prinsip
tersebut dirumuskan dalam UU SJSN berdasarkan kajian akademik yang mendalam dengan
mengambil pelajaran dari praktik (best practice) Negara lain.

BPJS Kesehatan (Badan Penyelanggaraan Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan


Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil,
Penerima Pensiun PNS dan TNI/Polri, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan
Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan
dahulu bernama Jamsostek merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. Untuk BPJS Kesehatan mulai
beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi
sejak 1 Juli 2014.

Perubahan pembiayaan menuju keUniversal Coveragemerupakan hal yang baik namun


mempunyai dampak dan resiko sampingan.Ketidakmerataan ketersediaan fasilitas kesehatan,
tenaga kesehatan dan kondisi geografis, menimbulkan masalah baru berupa ketidakadilan
diantarakelompok masyarakat. Sebagai gambaranyaitudi Indonesia timur :Di daerah kawasan
timur yang jumlahprovider-nya terbatas dan aksesnya kurang menyebabkan kurangnyasupply
(penyediaan layanan oleh pemerintah & pihak lain), sehingga akan muncul kesulitan terhadap
akses ke fasilitas kesehatan. Hal ini berimbas pada masyarakat di wilayah Indonesia timur yang
tidak memiliki banyak pilihan untuk berobat di fasilitas kesehatan.
2. Analisis menurut Sultony Alfin

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan program pemerintah yang dibentuk
untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya di bayar oleh pemerintah. Di harapkan tahun 2019 kepesertaan
pada sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini bisa mencakup seluruh masyarakat Indonesia,
hal tersebut bukan hanya tugas dari BPJS Kesehatan yang merupakan Badan Penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan Nasional tetapi merupakan pekerjaan rumah bagi kita sebagai
tenaga kesehatan terutama seluruh pelaksana pelayanan dasar di puskesmas sebagai suatu unit
pelaksana fungsional dan pusat pembangunan kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama di wilayah kerjanya.

Sebagai program yang baru berjalan yaitu mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014,
banyak kendala dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Kesehatan Nasional (SJSN) ini. Baik
dari proses pelaksanaan yang rumit dan berbelit-belit, maupun alur proses pembuatan kartu
peserta yang banyak memakan waktu sehingga membuat masyarakat jadi memilih sebagai
peserta umum yang hanya tinggal membayar tanpa melalui proses panjang dan berbelit. Serta
proses sosialisasi yang belum berjalan optimal membuat proses informasi mengenai Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) belum sampai kepada masyarakat secara menyeluruh walaupun
dari Dinas Kesehatan maupun puskesmas yang sudah menyampaikan informasi secara terus
menerus.
3. Analisis menurut Rizka Oktaviana :

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS). Pada tanggal 1
januari 2014 mulai diberlakukan BPJS kesehatan di seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia
dan Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan (BPJS)
himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional
penyelenggaraan program jaminan sosial. Adapun peserta adalah setiap orang. jaminan
Kesehatan nasional ( JKN ) ini direncanakan setiap tahun dengan periode per enam bulan dengan
kajian berkala tahunan elitibilitas fasilitas kesehatan, kualitas pelayanan dan penyesuaian besaran
pembayaran harga keekonomian. Diharapkan pada tahun 2019 jumlah fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan mencukupi, distribusi merata, sistem rujukan berfungsi optimal, pembayaran
dengan cara prospektif dan harga keekonomian untuk semua masyarakat Indonesia.

Dalam pelaksaan SJSN kesehatan sejak 1 Januari 2014 hingga sekarang ada beberapa
masalah yang saya temukan pada masyarakat di dalam sistem pelayanan kesehatan sistem
pembayaran dan sistem mutu pelayanan kesehatan. Pelaksanan sistem jaminan sosial sendiri
masih banyak di temukan masalah seperti Pelaksanaan di lapangan, pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas klinik) maupun PPK II (Rumah Sakit) sampai saat ini
masih bermasalah. Pasien harus mencari-cari kamar dari satu RS ke RS lainnya karena dibilang
penuh oleh RS, bukanlah hal yang baru dan baru sekali terjadi seperti yang bisa kita lihat di
berbagai media pemberitaan dan Masih kurangnya tenaga kesehatan yang tersedia di fasilitas
kesehatan sehingga peserta BPJS tidak tertangani dengan cepat. Masalah lain yang juga sering
dikeluhkan oleh masyarakat yaitu tidak semua obat ditanggung oleh BPJS atau hanya sejumlah
tertentu obat dapat diambil dengan menggunakan BPJS. Sehingga masyarakat harus kembali lagi
ke PPK I atau PPK II untuk mengambil kembali obat yang diminum selanjutnya.

Terkait dari masalah-masalah yang saya temukan diatas, masyarakat juga banyak yang
mengapresiasi baik untuk sistem SJSN ini. Masyarakat merasa sangat terbantu dengan adanya
sistem kesehatan ini terutama dalam masalah pembiayaan dengan Prinsip nirlaba yang bertujuan
memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Sehinga masyarakat tingkat menengah ke
bawah juga dapat mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal tanpa mereka perlu harus
memikirkan biaya yang akan mereka keluarkan nanti. Sehingga banyak masyarakat yang dapat
tertangani penyakitnya lebih cepat sehingga tidak terjadi komplikasi atau penyakitnya menjadi
lebih parah.

Jadi menurut saya pelaksanaan SJSN kesehatan sejak di berlakukan tanggal 1 Januari
2014 hingga tanggal 31 Desember 2017 sudah cukup sesuai dengan Sembilan prinsip SJSN
kesehatan tetapi pada prinsip kepesertaan wajib untuk sekarang masih ada yang belum
menggunakan SJSN kesehatan yang di selenggarakan oleh BPJS.
Analisis menurut Ervina :

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas


manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional
bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap
peserta dan/atau anggota keluarganya.

Sistem pembiayaan berfungsi untuk memberikan jaminan pembiayaan agar masyarakat


terhindar dari bencana financial ketika sakit. Sistem pembiayaan juga harus menjamin equity
atau kesetaraan akses layanan kesehatan. Sistem pembiayaan jangan hanya menguntungkan
mereka yang mudah memperoleh akses layanan kesehatan, seperti misalnya mereka yang tinggal
di kota besar atau dekat kota yang jumlah penyedia layanan kesehatannya memadai.

SJSN yang sudah disempurnakan bersama SPSN yang didukung oleh peraturan
perundang-undangan, pendanaan dan nomor induk kependudukan (NIK) akan dapat memberi
perlindungan penuh kepada masyarakat luas secara bertahap. Pengembangan SPSN dan SJSN
dilaksanakan dengan memerhatikan budaya dan sistem yang sudah mengakar di masyarakat luas.
Jaminan sosial juga diberikan kepada kelompok masyarakat yang kurang beruntung termasuk
masyarakat miskin, masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal dan wilayah
bencana.

Kesejahteraan rakyat terus membaik, meningkat sebanding dengan tingkat kesejahteraan


negara-negara berpenghasilan menengah dan merata yang didorong oleh meningkatnya
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang disertai dengan terwujudnya lembaga jaminan
sosial, sumber daya manusia terus membaik yang ditandai antara lain oleh meningkatnya derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Eka, Asih. 2014.Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nastional. Jakarta : CV Komunitas Pejaten
Mediatama

Https.//jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/download/30546/18428.

Undang-Undang No 4 Tahung 2004 tentang sisitim jaminan social nasional(SJSN).

Peraturan Presiden No. 111 Tahaun 2013 tentang jaminan kesehatan.

Buku Saku BPJS, Paham Jaminan Kesehatan Nasional 2014

BPJS. (2014). Peraturan Peyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan Nomer 1 Tahun 2014 Tentang
Penyelenggaran Jamainan Kesehatan. Jakarta : Badan Penyelanggara Jaminan Sosial.

You might also like