You are on page 1of 26

Makalah

METODE DAN TEKNIK PERENCANAAN


PROYEK (NETWORK PLANNING )

Oleh : Romi Yulianda

Npm : 1603120082

Dosen Pembimbing : Jurisman ST. MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMAADIYAH

BANDA ACEH
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Al-
islam dengan judul “islam” tanpa ada kendala suatu apapun. Sholawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman jahiliyah hingga zaman yang terang benderang seperti sekarang ini. Tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada.

Seperti halnya manusia yang tidak sempurna di mata manusia lain ataupun di mata
Allah SWT, penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan
penyajiannya mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kami
selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk
kita semua. Amin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Banda Aceh 7 Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang…….…………………………………………………………………........
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………………….......
3. Tujuan………………………………………………………………………………............

BAB II PEMBAHASAN

A. Akhlak mulia

1.pengertian akhlak mulia

2.Syarat

3.Ruang Lingkup Akhlak

4.Contoh Akhlak Mulia dan Terpuji

B.AL-Quran

 1 Etimologi
 2 Terminologi
 3 Nama-nama lain
 4 Struktur
o 1.Surah
 Makkiyah dan Madaniyah
 Penggolongan menurut jumlah ayat
 5 Sejarah penulisan mushaf Al-Qur'an
o Periode penurunan Al-Qur'an
o Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
 Masa Nabi Muhammad
 Masa Khulafaur Rasyidin
 Pemerintahan Abu Bakar
 Pemerintahan Utsman bin Affan
 6 Upaya penerjemahan dan penafsiran
o .1 Terjemahan
o .2 Tafsir
 7 Adab terhadap Al-Qur'an

8 Hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab lain

IC.IBADAH

1.Defenisi

2.macam-macam ibadah dan cakupannya

3. PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG PEMBATASAN


4. PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR

5. syarat diterimanya ibadah

BAB III PENUTUP

Kesimpulan………………………………………………………………………….. .....
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG

Semakin canggihnya ilmu pengetahuan, semakin majunya peredaran zaman dan


manusiapun beragam. kemewahan di bidang harta tidak akan menjamin kebahagiaan
seseorang jika orang tersebut tidak bisa menikmati kekayaan itu, apalagi bagi orang yang
serba kekurangan atau merasa kurang cukup terus-menerus. Banyak anak-anak yang tidak
patuh lagi kepada orang tuanya, tentunya sangat dikhawatiran yang mengakibatkan
perasaan tidak tenang dan selalu gelisah, bahkan banyak orang yang mengalami penyakit
stress yang mereka sendiri tidak tahu obatnya, mencari tempat berpegang kepada siapa dan
bagaimana cara menenangkan perasaan yang stress itu, bahkan mereka sering bingung,
dihinggapi rasa takut dan rasa bersalah yang tidak tahu sebabnya.

Oleh karena itu, tentu sangat perlu dijelaskan bagaimana pendidikan anak sebelum lahir,
masa bayi, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan sampai mereka tua. Pendidikan anak pada
usia dini juga sangat dianjurkan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. Karena pendidikan agama islam sejak dini sengat berpengaruh terhadap
pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik. Proses belajar dan pembelajaran bisa
dilakukan pada jalur formal maupun informaR.

2.RUMUSAN MASALAH
a.Apa yang dimaksud dengan Akhlak mulia dan contohnya
b. Apa yang dimaksud dengan Al quran danisinya
c.Apa yang dimaksud dengan ibadah dan hal-hal yang membatalkannya

3.TUJUAN
a.untuk mengetahui pengertian ibadah dan implementasinya dalam kehidupan sehari-
hari
b.untuk memahami Al quran dan isinya
c.untuk mengetahui ibadah dan hal-hal yang membatalkan ibadah

BAB II
PEMBAHASAN

A.Akhlak Mulia

1.Pengertian Akhlak Mulia

Akhlak adalah kata jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai,
tingkah laku, atau karakter. Tiga ahli di bidang akhlak, yaitu Ibnu Miskawaih, Al Ghazali,
dan Ahmad Amin menyatakan bahwa moralitas adalah temperamen yang melekat dari
seseorang yang dapat membawa perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran pertama.

Kata akhlak didefinisikan sebagai perilaku, tetapi perilaku harus diulang hanya sekali tidak
cukup untuk melakukan perbuatan baik, atau hanya kadang-kadang. Seseorang dapat
dikatakan merosot jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi yang kuat dan
dilakukan tanpa banyak pertimbangan terutama pikir pertimbangan sering diulang, sehingga
terkesan sebagai suatu keharusan untuk melakukan. Jika hal itu dilakukan oleh dipaksa tidak
refleksi dari akhlak.

2.Syarat

Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.

1. Kesadaran akan perbuatan itu


2. Kemampuan melakukan perbuatan.
3. Perbuatan yang baik atau buruk.
4. Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk.

Moralitas aklak mulia berakar pada agama. Temperamen sendiri menyiratkan sebagai sifat
dan karakter bawaan. Pembentukan Peragai dari baik atau buruk, ditentukan oleh faktor dari
dalam diri sendiri atau dari luar, yaitu kondisi lingkungan. Kebanyakan lingkungan keluarga
kecil, melalui keluarga bahwa kepribadian seseorang dapat terbentuk.

Dalam hal akhlak yang berarti perilaku seseorang didorong oleh keinginan sadar untuk
melakukan perbuatan baik. Para ahli seperti Al Ghazali menyatakan bahwa moralitas
temperamen yang melekat pada seseorang yang dapat membawa perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran pertama. Peragai sendiri menyiratkan sebagai sifat dan karakter
bawaan.
Karakter dalam kamus Bahasa Indonesia adalah kata majemuk dari kata dan budidaya
karakter. Budi berarti atau kesadaran atau alat kesadaran. Karakter berarti perilaku. Dalam
terminologi, nikmat kata adalah bahwa pada manusia terkait dengan kesadaran, yang
didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter. Sementara karakter
adalah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut
perilaku. Jadi dari kedua kata budipekerti dapat diartikan sebagai kombinasi rasa yang
menghasilkan rasio dan niat dan bermanifestasi dalam perilaku manusia.Penerapan sopan
santun tergantung pada pelaksanaannya. Karakter dapat berupa positif atau negatif. Karakter
itu sendiri selalu dikaitkan dengan perilaku manusia. Karakter didorong oleh kekuatan yang
terkandung dalam rasio hati. Rasio memiliki kecenderungan untuk ingin tahu sifat dan
menerima bahwa logis, wajar dan dinyatakan tidak menerima analogis, yang tidak masuk
akal.

Akhlak, etika dan moral memiliki pemahaman yang sangat berbeda. Moral berasal dari
latinyaitu mos, yang berarti adat yang menjadi dasar untuk mengukur apakah seseorang
adalah perbuatan baik atau buruk. Bad dapat dikatakan baik tindakan moral, lokal. Sementara
karakter adalah perilaku yang baik, buruk, salah, penilaian ini dalam terang hukum yang ada
dalam ajaran agama. Perbedaan dengan etika, etika adalah ilmu yang berhubungan dengan
moralitas manusia, atau sekitar sejauh moralitas.

Etika terdiri dari tiga pendekatan, yaitu etika deskriptif, etika normatif dan meta-etika. Aturan
etika etika deskriptif biasa yang dibesarkan di bea cukai, asumsi tentang yang baik dan yang
buruk, tindakan diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Sementara aturan yang sering
muncul dalam etika normatif, yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan
norma, serta hak dan kewajiban.

Selanjutnya dimasukkan dalam meta-etika aturan di bidang pidato yang dikatakan moralitas.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu, adalah doktrin moral
dan moralitas adalah perilaku manusia.

3.Ruang Lingkup Akhlak

Akhlak pribadi
Kebanyakan dekat dengan seseorang, maka orang itu harus sadar dan menyadari dirinya,
karena hanya dengan, dasar utama dari dikonversi dan sadar diri dari kesempurnaan moral,
dukungan yang tinggi. Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, selain orang-orang yang memiliki
sifat sendiri, dengan segala kelebihan dan dimanapun manusia hanya manusia memiliki
sertifikat.

Akhlak Keluarga
Moralitas mencakup tugas orang tua, anak-anak, kerabat dan kawan-kawan karib. Tugas
orang tua untuk anak-anak, dalam Islam mengarahkan orang tua dan pendidik untuk
memperhatikan anak-anak sempurna, dengan ajaran bijak -ajaran, setiap agama telah
memerintahkan yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama
ayah dan ibu memiliki akhlak mulia , sikap hati-hati yang lembut dan penuh kasih.

Akhlak Masyarakat
Tetangga berpartisipasi berterima kasih jika orang tua Anda bahagia dan pergi ketika orang
tua Anda sulit, membantu mereka, dan bersam-sama mencari kemanfaatan dan menolak
kemudhorotan, orang tua Anda mengasihi dan menghormati mereka maka wajib atasmu
mengikuti ayah dan ibumu, cinta dan menghormati tetangga,

Akhlak Negara
Senegara mereka dengan Anda adalah warga negara dari orang yang sama yang berbicara
dengan Anda, jangan ragu untuk berkorban untuk kejayaan negara Anda, Anda tinggal
dengan mereka dengan nasib dan tanggung jawab yang sama.

Akhlak Agama
Makhluk moral atau manusia memiliki kewajiban moral kepada Tuhan, karena karakter
lingkup yang sangat luas mencakup semua aspek kehidupan, baik secara vertikal dengan
Allah dan horizontal dengan makhluk Allah lainnya.

Akhlak mulia kepada Allah bermakna meyakini segala sesuatu yang berasal dari manusia
yang tentunya memungkinkan terjadinya kesalahan sehingga perlu memohon ampunan.
Adapun segala sesuatu yang berasal dari Allah SWT patut disyukuri. Jadi, kita harus
senantiasa bersyukur, memohon ampunan-Nya, mendekat kepada-Nya, serta berusaha
menelaah dan berbenah diri.

Akhlak mulia kepada makhluk terangkum dalam dua hal, yaitu banyak mengulurkan tangan
untuk amal kebajikan serta menahan diri dari perkataan dan perbuatan tercela. Kedua hal ini
mudah dilakukan jika memiliki lima syarat, yaitu ilmu, kemurahan hati, kesabaran, kesehatan
jasmani, dan pemahaman yang benar tentang Islam.

Definisi akhlak mulia adalah sebagai tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya
benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu yang
membuat jiwa melakukan perbuatan baik atau buruk. Imam Ghazali menuturkan bahwa
sebagian ulama menyebutkan beberapa ciri akhlak mulia, diantaranya merasa malu untuk
melakukan keburukan, tidak senang menyakiti, berkelakuan baik, dan berkata jujur.

4.Contoh Akhlak Mulia dan Terpuji

Dengan belajar kepada orang alim atau ulama, umat Muslim bisa mengenal dan membentuk
akhlak Islam dalam kehidupan sesuai tuntunan Al Quran dan Hadits. Kesederhanaan adalah
sikap kemudahan memberikan sesuatu kepada orang lain sehingga menjadikan nafsunya
bersedia mengikuti kata hati yang baik. Fisik yang sehat dibutuhkan karena Allah telah
menciptakan manusia dengan karakteristik mudah mencerna dan cepat meresap nilai-nilai
moral kebajikan. Berikut ini adalah contoh akhlak mulia dan terpuji:

1. Bertakwa
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar.” (Ah Ahzab:70)

2. Menjauhi Zina
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji yang
membawa kepada kerusakan.” (Al Isra: 32)
3. Tidak Minum Miras (Khamar) dan Berjudi
“Hai orang–orang yang beriman sesungguhnya khamar, berjudi, berhala dan mengundi nasib
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kalian dengan khamr dan judi, menghalangi kalian dari
mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al
Maidah: 90-91)

4. Berbakti Kepada Orang Tua


“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al Isra: 23)

5. Sedekah
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah seperti dengan sebiji/sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai
(bulir), pada tiap-tiap tangkai pula ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al
Baqarah: 261)

6. Jujur
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya,
mereka itulah orang-orang yang bertaqwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki
pada sisi Rabb mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik.” (Az-zumar:
33-34)

7. Sabar
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar.“ (Al-Anfal: 46)

Untuk lebih memahami pengertian akhlak mulia atau terpuji, hendaknya belajar agama Islam
dengan serius juga dibutuhkan karena hal dasar berperilaku baik. Dengan begitu, semakin
mudah pula melewati proses latihan menjadi hamba yang berakhlakul karimah. Di samping
itu, manusia semakin mudah meraih ketentraman hati dan kebahagiaan di dunia akhirat.
2.Al-Qur'an

Al-Qur'an bahasa Arab: ‫ القرآن‬al-Qurʾān, Alquran secara harfiah berarti "bacaan";


juga diromanisasikan sebagai Qur'an atau Koran) adalah sebuah kitab suci utama dalam
agama Islam, yang umat Muslim percaya bahwa kitab ini diturunkan oleh Tuhan, (bahasa
Arab: ‫هللا‬, yakni Allah) kepada Nabi Muhammad [5]
Kitab ini dikenal luas dan dihormati
sebagai sebuah karya seni sastra bahasa Arab terbaik di dunia.[6][7] Kitab ini terbagi kedalam
beberapa bab (dalam bahasa Arab disebut “surah”) dan setiap surahnya terbagi kedalam
beberapa sajak (‘'ayat)

Al-Qur’an abad ke-11 Afrika Utara di British Museum


Al-Qur’an − di Mashhad, Iran – ditulis oleh Ali bin Abi Thalib

Umat Muslim percaya bahwa Al-Qur'an di firmankan langsung oleh Allah kepada Nabi
Muhammad melalui berangsur-angsur selama 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari atau rata-rata
selama 23 tahun, di mulai sejak tanggal 17 saat Nabi Muhammad berumur 40 tahun hingga
kematiannya di tahun 632 Umat Muslim menghormati Al-Qur'an sebagai sebuah mukjizat
terbesar Nabi Muhammad, sebagai salah satu tanda dari kenabian,[13] dan merupakan puncak
dari seluruh pesan suci (wahyu) yang diturunkan oleh Allah sejak Nabi dan diakhiri dengan
Nabi Muhammad.[ Kata "Quran" disebutkan sebanyak 70 kali di dalam Al-Qur'an itu sendiri.

Menurut sejarah beberapa sahabat Nabi Muhammad memiliki tanggung jawab menuliskan
kembali wahyu Allah berdasarkan apa yang telah para sahabat hapalkan.[15] Segera setelah
Nabi Muhammad wafat, para sahabat segera menyusun dan menuliskan kembali hapalan
wahyu mereka. Penyusunan kembali Al-Qur'an ini diprakarsai oleh Khalifah Utsman bin
Affan untuk membuat sebuah penyusunan resmi yang disebut susunan Utsman, dengan
biasanya mempertimbangkan pola dasar Al-Qur'an saat ini.[15]

Al-Qur’an menjelaskan sendiri bahwa isi dari Al-Qur’an adalah sebuah petunjuk. Terkadang
juga dapat berisi cerita mengenai kisah bersejarah, dan menekankan pentingnya moral.[16][17]
Al-Qur’an digunakan bersama dengan hadits untuk menentukan hukum syari'ah.[18] Saat
melaksanakan Salat, Al-Qur’an dibaca hanya dalam bahasa Arab.[19]
Seseorang yang menghapal isi Al-Qur'an disebut Hafiz. Beberapa umat Muslim membacakan
Al-Qur’an dengan bernada, dan peraturan, yang disebut tajwid. Saat bulan suci Ramadan,
biasanya umat Muslim melengkapi hapalan Al-Qur’an mereka saat melakasanakan salat
tarawih. Untuk memperkirakan kemungkinan arti lain dalam Al-Qur’an, umat Muslim
menggunakan rujukan yang disebut tafsir.[20]

Daftar isi

 1 Etimologi
 2 Terminologi
 3 Nama-nama lain
 4 Struktur
o 4.1 Surah
 4.1.1 Makkiyah dan Madaniyah
 4.1.2 Penggolongan menurut jumlah ayat
 5 Sejarah penulisan mushaf Al-Qur'an
o 5.1 Periode penurunan Al-Qur'an
o 5.2 Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
 5.2.1 Masa Nabi Muhammad
 5.2.2 Masa Khulafaur Rasyidin
 5.2.2.1 Pemerintahan Abu Bakar
 5.2.2.2 Pemerintahan Utsman bin Affan
 6 Upaya penerjemahan dan penafsiran
o 6.1 Terjemahan
o 6.2 Tafsir
 7 Adab terhadap Al-Qur'an
 8 Hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab lain

1.Etimologi

Kata qurʼān disebutkan 70 kali dalam Al-Qur'an itu sendiri memiliki arti yang cukup
beragam. Arti yang beragam tersebut adalah sebuah kata benda (maṣdar) dari kata kerja
bahasa Arab qaraʼa (‫)قرأ‬, berarti "dia membaca" atau "dia menceritakan". Padanan kata yang
tepat dalam bahasa Suriah adalah kata (‫ )ܩܩܩܩܩ‬qeryānā, yang merujuk kepada ‘’membaca
kitab suci" atau "membaca".[21]

Al-Qur'an menjelaskan bahwa kitab ini adalah sebuah "pembeda" (al-furqān), "buku ibu"
(umm al-kitāb), "petunjuk" (huda), "kebijaksanaan" (hikmah), "pengingat" (Dzikr) dan
"wahyu" (tanzīl; sesuatu yang diturunkan, menandakan sebuah objek yang diturunkan dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah).[22]Istilah lainnya yakni al-kitāb
(Buku), yang juga digunakan dalam bahasa Arab untuk skriptur lain, seperti Taurat dan Injil,
Kata sifat "Quran" memiliki transliterasi yang beragam, termasuk "quranic", "koranic", dan
"qur'anic", atau dikapitasisasikan menjadi "Qur'anic", "Koranic", dan "Quranic". Istilah lain
dari Al-Qur'an adalah mushaf ('karya tulisan'). Transliterasi "Quran" lainnya termasuk "al-
Coran", "Coran", "Kuran", dan "al-Qurʼan".[23]

Konsep pemakaian kata-kata tersebut dapat juga dijumpai pada salah satu surah Al-Qur'an
sendiri yakni pada Surah Al-Qiyamah ayat 17 dan 18 yang artinya:
"Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur'an (di dalam dadamu) dan (menetapkan)
bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami
telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya". (Al-Qiyāmah 75:17-18)[24]

2.Terminologi

Allah telah berfirman tentang berbagai definisi Al-Qur'an,[e] serta terdapat penegasan bahwa
tiada yang mengingkari Al-Qur'an selain golongan yang celaka.[25] Mayoritas ahli tafsir
sepakat bahwa wahyu pertama yang diterima oleh nabi Muhammad adalah surah Al-'Alaq
ayat 1-5.[26] Walaupun hal demikian tidak tertulis secara langsung di Al-Qur'an.[27] Para ahli
tafsir memiliki definisi tersendiri tentang Al-Qur'an, semisal Dr. Subhi Al Salih yang
mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan
ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah".

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis
pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta
membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surah Al-Fatihah
dan ditutup dengan surah An-Nas"

Dengan definisi tersebut di atas, firman Allah yang diturunkan kepada nabi selain nabi
Muhammad, tidak dinamakan Al-Qur'an.

3.Nama-nama lain

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Nama lain Al-Qur'an

Menurut sebagian ahli tafsir, terdapat banyak istilah dalam berbagai ayat Al-Qur'an yang
dianggap merujuk sebagai nama lain Al-Qur'an.[28][29] Berikut merupakan nama-nama
tersebut serta ayat yang mencantumkannya:

 Al-Kitab (Buku)[30][31]
 Al-Furqan (Pembeda benar salah)[32]
 Adz-Dzikr (Pemberi peringatan)[33]
 Al-Mau'idhah (Pelajaran/nasihat)[34]
 Al-Hukm (Peraturan/hukum)[35]
 Al-Hikmah (Kebijaksanaan)[36]
 Asy-Syifa (Obat/penyembuh)[34][37]
 Al-Huda (Petunjuk)[34][38][39][40]
 At-Tanzil (Yang diturunkan)[41]
 Ar-Rahmat (Karunia)[38]
 Ar-Ruh (Ruh)[42]
 Al-Bayan (Penerang)[43]
 Al-Kalam (Ucapan/firman)[44]
 Al-Busyra (Kabar gembira)[45]
 An-Nur (Cahaya)[46]
 Al-Basha'ir (Pedoman)[47]
 Al-Balagh (Penyampaian/kabar)[48]
 Al-Qaul (Perkataan/ucapan)[49]

4.Struktur

Al-Qur'an terdiri atas 114 surah, 30 juz dan 6236 ayat menurut riwayat Hafsh,[50] 6262 ayat
menurut riwayat ad-Dur, atau 6214 ayat menurut riwayat Warsy.[51][52] Secara umum, Al-
Qur'an terbagi menjadi 30 bagian yang dikenal dengan nama juz. Pembagian juz
memudahkan mereka yang ingin menuntaskan pembacaan Al-Qur'an dalam kurun waktu 30
hari. Terdapat pembagian lain yang disebut manzil, yang membagi Al-Qur'an menjadi 7
bagian.

1.Surah

Setiap surah dalam Al-Qur'an terdiri atas sejumlah ayat, mulai dari surah-surah yang terdiri
atas 3 ayat; yakni surah Al-Kautsar, An-Nasr dan Al-Asr, hingga surah yang mencapai 286
ayat; yakni surah Al-Baqarah. Surah-surah umumnya terbagi ke dalam subbagian
pembahasan yang disebut ruku.'

Lafadz Bismillahirahmanirrahim (‫يم‬ ِ ‫الر ِح‬


َّ ‫الرحْ َم ِن‬
َّ ِ‫ّللا‬
‫س ِم ه‬
ْ ِ‫ )ب‬merupakan ciri di hampir seluruh
pembuka surah di Al-Qur'an selain Surah At-Taubah. Walaupun demikian, terdapat 114
lafadz Bismillahirahmanirrahim yang setara dengan jumlah 114 surah dalam Al-Quran, oleh
sebab lafadz ini disebut dua kali dalam Surah An-Naml, yakni pada bagian pembuka surah
serta pada ayat ke-30 yang berkaitan dengan sebuah surat dari raja Sulaiman kepada ratu
Saba.

-Makkiyah dan Madaniyah

Menurut tempat diturunkannya, surah-surah dapat dibagi atas golongan Makkiyah (surah
Mekkah) dan golongan Madaniyah (surah Madinah).[53] Pembagian ini berdasarkan tempat
dan waktu yang diperkirakan terjadi penurunan surah maupun ayat tertentu, di mana surah-
surah yang turun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah digolongkan sebagai surah
Makkiyah sementara surah-surah yang turun setelahnya tergolong sebagai surah Madaniyah.

Surah yang turun di Mekkah pada umumnya surah-surah dengan jumlah ayat yang sedikit,
berisi prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia.
Sedangkan surah-surah yang turun di Madinah pada umumnya memiliki jumlah ayat yang
banyak, berisi peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan,
ataupun seseorang dengan lainnya (syari'ah) maupun pembahasan-pembahasan lain.
Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini dianggap lebih tepat, sebab terdapat
surah Madaniyah yang turun di Mekkah.[54]
2.Penggolongan menurut jumlah ayat

Dari segi jumlah ayat, surah-surah yang ada di dalam Al-Qur'an terbagi menjadi empat
bagian :

 As Sab'uththiwaal (tujuh surah yang panjang) yakni surah Al-Baqarah, Ali Imran, An-
Nisaa', Al-A'raaf, Al-An'aam, Al Maa-idah dan Yunus.
 Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Syu'ara, Hud, Yusuf, Al-Mu'min, As-Saffat, Ta
Ha, An-Nahl, Al-Anbiya, Al-Isra dan Al-Kahfi.
 Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr. Maryam,
Al-Waqi'ah, An-Naml, Az-Zukhruf, Al-Qasas, Shaad, Al-Mu'minun, Yasin dan
sebagainya.
 Al Mufashshal (surah-surah singkat), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas
dan sebagainya.

5.Sejarah penulisan mushaf Al-Qur'an

Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12.

Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil,
objektif dan tidak memihak.[55] Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil
inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan
sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.

a.Periode penurunan Al-Qur'an


Al-Qur'an tidak turun secara sekaligus dalam satu waktu melainkan berangsur-angsur supaya
meneguhkan diri Rasul.[56] Menurut sebagian ulama, ayat-ayat al-Qur'an turun secara
berangsur-angsur dalam kurun waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari; dan ada pula sebagian ulama
lain yang berpendapat bahwa Al-Qur'an diwahyukan secara bertahap dalam kurun waktu 23
tahun (dimulai pada 22 Desember 603 M).[57] Para ulama membagi masa turunnya ini dibagi
menjadi dua periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah yang membentuk
penggolongan surah Makkiyah dan surah Madaniyah. Periode Mekkah berlangsung selama
12 tahun masa kenabian Rasulullah dan surah-surah yang turun pada waktu ini tergolong
surah Makkiyyah. Sementara periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah
berlangsung selama 10 tahun dan surah yang turun pada kurun waktu ini disebut surah
Madaniyah. Ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang maupun sebab suatu
ayat atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan disebut Asbabun Nuzul.

b.Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan ayat-ayat al-Qur'an dilakukan serta diselesaikan oleh nabi Muhammad yang
merupakan seorang Arab,[58][59] dan Allah yang mengumpulkan serta menyusun bacaan Al-
Qur'an supaya kemudian nabi Muhammad mengikuti bacaan tersebut.[60]
Pertanggungjawaban isi Al-Qur'an berada pada Allah, sebab kemurnian dan keaslian Al-
Qur'an dijamin oleh Allah.[61] Sementara itu sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa
transformasi Al-Qur'an menjadi teks saat ini tidak diselesaikan pada zaman nabi Muhammad,
melainkan proses penyusunan Al-Qur'an berlangsung dalam jangka waktu lama sejak masa
Khulafaur Rasyidin hingga khalifah Utsman bin Affan.

c.Masa Nabi Muhammad

Menurut riwayat para ahli tafsir, ketika Nabi Muhammad masih hidup, terdapat beberapa
orang yang ditunjuk untuk menulis Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib,
Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.[62] Sahabat yang lain juga kerap menuliskan
wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa
pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang
belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-
ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

d.Masa Khulafaur Rasyidin

Pemerintahan Abu Bakar

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang
dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-
Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir
akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh
tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas
memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksanaan tugas tersebut. Setelah
pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya
diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya
kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya
mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafshah yang juga istri Nabi Muhammad.

Pemerintahan Utsman bin Affan


Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam
cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah)
antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran
Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin
mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku.
Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang
digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda
dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses
ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada
masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Mengutip hadis riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:

“ Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik
tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-
mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana
pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka
mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir
menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab,
'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi
perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'." ”

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini
menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.
Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf
Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga
orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-
Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan
jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraisy tersebut, hendaklah ditulis dalam
bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Namun terdapat
keterangan bahwa dialek bahasa yang dipergunakan di Al-Qur'an merupakan dialek Arab
murni.[63]

Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, Utsman mengirimkan tujuh


buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan Madinah
(mushaf al-Imam).

6.Upaya penerjemahan dan penafsiran

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses
penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai
bahasa. Namun hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk
menduplikasi ataupun mengganti teks yang asli dalam bahasa Arab, sebab teks yang asli
memiliki ciri kebahasaan dan berbagai istilah khusus yang tidak ditemui dalam terjemahan
bahasa lain.[64] Dengan demikian, kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidaklah
sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.[65]

a.Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal terhadap teks bahasa
Arab Al-Qur'an tanpa disertai dengan usaha interpretasi lebih jauh. Al-Qur'an menggunakan
suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang
untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud
lainnya.

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia:

1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua
edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
3. An-Nur, oleh Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
4. Al-Furqan, oleh A. Hassan guru Persatuan Islam
5. Al-Qur'anu'l-Karim Bacaan Mulia, oleh Hans Bague Jassin

Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Inggris:

1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall

Terjemahan Al-Qur'an dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia:

1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta


2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhammad Adnan
6. Al-Amin (bahasa Sunda)
7. Terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Bugis (huruf lontara), oleh KH Abdul Muin
Yusuf

2.Tafsir

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak zaman hidupnya nabi Muhammad, saat
itu para sahabat dapat menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat
tertentu. Kemudian setelah wafatnya nabi Muhammad hingga saat ini, usaha menggali lebih
dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Metodologi yang umum digunakan para
mufassirin berupa metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak penafsiran
yang dihasilkan berupa tafsir bercorak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat, teologis bahkan
ilmiah. Akan tetapi, adanya berbagai ayat Al-Qur'an yang masih misterius bagi para ahli
tafsir, membuktikan bahwa pengetahuan dan ilmu manusia yang terbatas tidak sanggup
menandingi sebuah Kitab berasal dari Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.[66] Serta
terdapat keterangan bahwa inti ajaran Al-Qur'an adalah bagian-bagian tersurat yang mudah
dipahami (muhkamat), sedangkan bagian-bagian tersirat yang rumit (mutasyahabihat) berada
dalam Ilmu Allah.[67]

7.Adab terhadap Al-Qur'an

Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang
junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang
sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an,
karena tidak ada dalil yang menguatkannya.[68]

“ Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang
terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang
disucikan. (Al-Waqiah 56:77-79) ”

 Pendapat pertama

Pendapat kelompok pertama meyakini seseorang diharuskan berwudhu sebelum menyentuh


sebuah mushaf Al-Qur'an. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surah
Al Waaqi'ah di atas. Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur
penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan
secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu
yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim,
hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan
ada yang menerapkan hukuman mati.

 Pendapat kedua

Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surah Al Waaqi'ah di atas ialah:
"Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur'an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana
ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan
oleh Allah." Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah
diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak
boleh menyentuh atau memegang Al-Qur'an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan
hadats kecil.

Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang
firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an
kecuali mereka yang suci (bersih), yakni dengan bentuk faa'il (subjek/pelaku) bukan maf'ul
(objek). Kenyataannya Allah berfirman: "Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur'an) kecuali
mereka yang telah disucikan", yakni dengan bentuk maf'ul (objek) bukan sebagai faa'il
(subjek).

"Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali orang yang suci."[69] Yang dimaksud oleh
hadis di atas ialah: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur'an kecuali orang mu'min, karena orang
mu'min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. "Sesungguhnya orang mu'min itu
tidak najis".[70]

8.Hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab lain

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Muhammad yakni Shuhuf Ibrahim, Kitab Taurat, Zabur, maupun Injil, Di antara kitab-
kitab suci tersebut, Allah secara khusus menyebut kedudukan "Al-Kitab yang diberikan
kepada Musa" memiliki kaitan paling erat dengan Al-Qur'an.[71] Terdapat berbagai ayat di Al-
Qur'an tentang penegasan kedudukan terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah beberapa
pernyataan Al-Qur'an, mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

 Bahwasanya Al-Qur'an menuntut kepercayaan umat Islam terhadap kebenaran kitab-


kitab tersebut.[72][73]
 Bahwasanya Al-Qur'an diposisikan sebagai penggenapan dan batu ujian (verifikator)
bagi kitab-kitab sebelumnya.[74]
 Bahwasanya Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat
antara umat-umat rasul yang berbeda.[75]
 Bahwasanya Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat riwayat-
riwayat mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian
mengenai kehidupan para rasul tersebut serta meluruskan beberapa aspek penting
pada teks-teks lain di kalangan Bani Israil, Ahli Kitab, Yahudi dan Kristen.[76]
 Bahwasanya Taurat, Injil beserta Al-Qur'an merupakan kesatuan utuh yang saling
berkaitan dalam keimanan terhadap Kitab-Kitab Allah.[77]

3. Ibadah

A. Defenisi

Ibadah (‫ )عبادة‬secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’,
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah
itu antara lain :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya
(yang digariskan) melalui lisan para Rasul-Nya,

2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan


yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi,

3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah ,
baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah definisi
ibadah yang paling lengkap.

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’
(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah
(takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji,
dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-
macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah berfirman, “Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak
menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka
memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang mempunyai
kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)

Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan mereka
kepada Allah , maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. Maka siapa
yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang menyembah-Nya
tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah).
Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia adalah mukmin
muwahhid (yang mengesakan Allah ).

B.macam-macam ibadah dan cakupannya

Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua ketaatan yang nampak pada lisan, anggota
badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil, dan membaca Al-Qur’an; shalat,
zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim,
orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, khassyatullah
(takut kepada Allah), inabah (kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap
hukum-Nya, ridha dengan qadha’-Nya, tawakkal, mengharap nikmat-Nya dan takut dari
siksa-Nya.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika perbuatan itu diniatkan
sebagai qurbah (pendekatan diri kepada Allah ) atau apa-apa yang membantu qurbah itu.
Bahkan adat kebiasaan yang dibolehkan secara syari’at (mubah) dapat bernilai ibadah
jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-
beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai
niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya,
tidaklah ibadah itu terbatas pada syi’ar-syi’ar yang biasa dikenal semata.

C. PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG PEMBATASAN IBADAH

Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan
berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi :

‫ْس َعلَ ْي ِه أَ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد‬


َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َم اًل لَي‬

“Barang siapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak.” (HR.
Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718)

Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya. Sebab amal
tersebut adalah maksiat, bukan taat.

Kemudian manhaj (jalan) yang benar dalam melaksanakan ibadah yang disyari’atkan adalah
sikap pertengahan. Tidak meremehkan dan malas, serta tidak dengan sikap ekstrim dan
melampaui batas. Allah berfirman kepada Nabi-Nya , “Maka tetaplah kamu pada jalan yang
benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas.” (QS. Hud: 112)

Ayat Al-Qur’an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan
ibadah. Yaitu dengan ber-istiqomah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak
kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syari’at (sebagaimana yang diperintahkan).
Kemudian pada akhir ayat, Allah menegaskan lagi dengan firman-Nya, “Dan janganlah
kamu melampaui batas.”

Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak
serta megada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw.

Ketika Rasulullah mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw dalam
ibadah, dimana seorang dari mereka berkata, “Saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka”,
yang kedua berkata, “Saya akan shalat terus dan tidak tidur”, lalu yang ketiga berkata, “Saya
tidak akan menikahi wanita”, maka beliau bersabda, “Adapun saya, maka saya berpuasa dan
berbuka, saya shalat dan saya tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barang siapa tidak
menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku.” (HR. Bukhari no. 4675
dan Muslim no. 2487)

Ada 2 golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah :


1. Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya.
Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya melaksanakan ibadah-ibadah yang
terbatas pada syi’ar-syi’ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja.
Menurut mereka tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, juga tidak
dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya.

Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima
waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid
maupun di luar masjid.

2. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas
ekstrim, yang sunnah sampai mereka angkat menjadi wajib, sebagaimana yang mubah
(boleh) mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang
menyalahi jalan (manhaj) mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.

Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad dan seburuk-buruk perkara
adalah yang bid’ah.

D. PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf
(takut) dan raja’ (harapan).

Rasa cinta (hubb) harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf (takut)
harus dibarengi dengan raja’ (harapan). Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.
Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin, “Dia mencintai mereka dan
mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Maidah: 54).

Dan juga firman-Nya, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS.
Al-Baqarah: 165)

Dalam perkara ini, Allah juga berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-
Nya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan
harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-
Anbiya: 90)

Sebagian salaf berkata, “Siapa yang menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka
dia zindiq (istilah untuk setiap munafik, orang yang sesat dan mulhid). Siapa yang
menyembah-Nya dengan raja’ (harapan) semata maka ia adalah murji’ (orang Murji’ah, yaitu
golongan yang mengatakan bahwa amal bukan dari iman. Iman hanya dengan hati saja). Dan
siapa yang menyembah-Nya hanya dengan khauf (takut) saja, maka dia adalah harury (orang
dari golongan Khawarij, yang pertama kali muncul di Harurro’, dekat Kufah, yang
berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa adalah kafir). Siapa yang menyembah-Nya
dengan hubb, khauf dan raja’ maka dia adalah mukmin muwahhid”.

Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Risalah
Ubudiyah. Beliau juga berkata, “Dien Allah adalah menyembah-Nya, taat dan tunduk
kepada-Nya. Asal makna ibadah adalah adz-dzull (hina). Dikatakan “‫ ”طريق معبّد‬jika jalan itu
dihinakan dan diinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan
mengandung makna dzull (hina/merendahkan diri) dan hubb (cinta). Yakni mengandung
makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepada Allah . Siapa yang
tunduk kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba
(menyembah) kepadanya. Dan jika ia menyukai sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka
iapun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai anak
atau rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada
Allah , tetapi hendaklah Allah lebih dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih
diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak mendapat mahabbah (cinta) dan
khudu’ (ketundukan) yang sempurna selain Allah .” (Majmu’ah Tauhid Najdiyah, 542).
Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan poros segala amal ibadah.

Ibnu Qayyim rahimullah berkata dalam “Nuniyyah-nya”, “Ibadah kepada Ar-Rahman adalah
cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan menyembah-Nya. Dua hal ini adalah ibarat
dua kutub. Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu
berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah (perintah Rasul-Nya). Bukan hawa nafsu dan setan.”

Ibnu Qayyim rahimullah menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi
yang dicintai, yaitu Allah dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga
menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah rasul dan
syari’atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah
ibadah. Apa yang disyari’atkan baginda Rasul itulah yang memutar orbit ibadah. Ibadah
tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat

E. SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Pembaca yang budiman, untuk melengkapi pembahasan ini, kami ingatkan lagi dengan syarat
diterimanya ibadah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak
benar kecuali dengan ada syarat :

1. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil,

2. Sesuai dengan tuntunan Rasulullah .

Syarat pertama adalah merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallah, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.

Sedangkan syarat yang kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah,
karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan
bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah berfirman, “(Tidak demikian) bahkan
barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka
baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)
Dalam ayat diatas disebutkan “menyerahkan diri” (aslama wajhahu) artinya memurnikan
ibadah kepada Allah . Dan “berbuat kebajikan” (wahuwa muhsin) artinya mengikuti Rasul-
Nya .

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Inti agama ada dua pokok yaitu
kita tidak menyembah kecuali kepada Allah , dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa
yang dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah. Sebagaimana Allah berfirman, “Barang siapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS.
Al-Kahfi: 110). Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat
Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua
bahwasannya Muhammad adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita
wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau telah
menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah , dan beliau melarang kita dari hal-
hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat” (Al-Ubudiyah, hal 103; ada
dalam Majmu’ah Tauhid, hal. 645
BAB III

PENUTUP

kesimpulan

islam adalah agama yang indah dan damai sehingga untuk memprolehnya agar selamat
didunia dan akirat haruslah dengan ilmu pengetahuan yang dibarangi dengan hati yang iklas dan
khusyuk, beradap / mulia dan bersumberkan kepada al-quran dan hadist

Saran

sebaiknya dengan kemajuan globalisasi ini perkembangan moral dan akhlak haruslah sesuai
dengan tuntutan agama dan harus dilakukan dengan ikhlas

Daftar pustaka

Abdul.2001.Sejarah islam.penebar swadaya.Depok.

Rahmana.1993.Indonesia ku.Bintang. yogjakarta

Hhhtp/// google.kemuhammadiyahan

Hhhtp/// google.Organisasi muhammadiyah

You might also like