You are on page 1of 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/324532241

Analisa Kestabilan Terowongan Jalan Menggunakan Metode Empirik dan


Analitik

Article · April 2017

CITATIONS READS

0 426

2 authors, including:

Tengku Tibri
Institut Teknologi Medan
3 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Geotechnical Tunneling View project

Geotechnical View project

All content following this page was uploaded by Tengku Tibri on 15 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISA KESTABILAN TEROWONGAN JALAN MENGGUNAKAN
METODE EMPIRIK DAN ANALITIK DI DESA SIBAGANDING
KAB. SIMALUNGUN PROVINSI SUMATERA UTARA

Tengku Tibri1), Salman.2)


1)
Dosen Jurusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Medan (ITM)
2)
Alumni Jurusan Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Medan (ITM)

RINGKASAN
Terowongan jalan di Desa Sibaganding berbentuk tapal kuda, dengan ukuran tinggi 5,5 m, lebar
6 m dan panjang 21 m, telah ada sejak tahun 1919 hingga saat ini belum dilakukan penguatan
dan penyanggaan. Namun perlu diketahui, sampai kapan terowongan tersebut dapat bertahan
tanpa adanya penguatan dan penyanggaan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan metode
empirik dan analitik di terowongan tersebut. Metode empirik digunakan untuk mendapatkan
rekomendasi penyanggaan yang akan diterapkan pada terowongan, kemudian dalam
memverifikasi kestabilan terowongan digunakan metode analitik yang berbasis finite elemen
method (FEM) sehingga diperoleh nilai kestabilan terowongan dan tipe penyanggaan yang
digunakan. Berdasarkan metode empirik diperoleh bobot nilai massa batuan menurut RMR
sebesar 47 termasuk dalam kelas III (sedang) dan menurut sistem-Q diperoleh bobot nilai
sebesar 8,86 (sedang). Berdasarkan hasil verifikasi dengan software unwedge dan phase2
didapatkan rekomendasi penyanggaan yang paling baik yaitu menurut RMR dengan variasi
penyanggaan; rock-bolting dengan panjang 4 m dan spasi 2 m dan dikombinasikan dengan
shotcrete 50-100 mm di atap dan 30 mm di dinding. Nilai FK sebelum disangga di lantai
sebesar 2,423, kiri bawah sebesar 14,124, kanan atas sebesar 14,412, kiri atas sebesar 9,603 dan
di atap sebesar 3,996. Nilai total displacement sebelum disangga adalah sebesar 0,000136541
m. Pada saat ini terowongan tersebut tidak perlu dilakukan penyanggaan karena nilai FK dan
total displacement sudah aman.

Kata kunci: Terowongan, RMR, sistem-Q, unwedge, Phase2, faktor keamanan, displacement..

ABSTRACT
Road tunnel in the village of Sibaganding is horseshoe-shaped, with a height dimension of 5.5
m, a width of 6 m and a length of 21 m has been around since 1919 until now there have never
been a reinforcement and supporting. But need to know until when the tunnel is able to survive
without any reinforcement and supporting. It is necessary for research with empirical and
analytical methods in the tunnel. Empirical methods used to obtain the supporting
recommendation to be applied to the tunnel, then the tunnel is used to verification the stability
of analytical methods based on the finite element method (FEM) in order to obtain the value of
the stability of the tunnel and the type of supporting is used. Based on the empirical method
obtained by weighting the value of the rock mass according to the RMR by 47 included in class
III (fair) and according to the Q-system obtained by weighting a value of 8.86 (fair). Based on
the results of verification with software Unwedge and Phase2 obtained buffering best
recommendation is according to RMR with variations supporting; rock-bolting with a length of
4 m and 2 m spacing and in combination with shotcrete 50-100 mm in 30 mm on the roof and
walls. FS value before propped on the floor of 2,423, lower left of 14,124, the upper right of
14,412, upper left of 9,603 and on the roof of 3,996. The total value of displacement before
propped amounted 0,000136541 m. At this time the tunnel is not necessary supporting because
FS value and total displacement is secured.

Keywords: Tunnel, RMR, Q-system, unwedge, phase2, safety factor, displacement.


I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN UMUM

Secara umum istilah terowongan 2.1. Lokasi Dan Kesampaian Daerah


didefenisikan sebagai lubang bukaan yang
dibuat dengan dua lubang bukaan yang Lokasi dilaksanakannya penelitian ini di
saling berhubungan langsung atau dengan terowongan jalan Parapat km 5,1 Desa
kata lain, kedua lubang bukaan tersebut Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan
harus menembus bagian kerak bumi yakni; Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi
perbukitan, sebagai media transportasi, Sumatera Utara (Lihat Gambar 2.1). Secara
drainase, penambangan dan lain-lain, dan geografis daerah penelitian berada pada
atau penggalian bawah tanah sebagai media titik koordinat 98055’36” BT dan 2041’33”
transportasi, drainase, penambangan dan LU. Lokasi ini berjarak ± 180 km dari kota
lain sebagainya. Medan dan dapat ditempuh dengan
kendaraan roda dua dan roda empat dengan
Terowongan Jalan di Desa Sibaganding waktu lebih kurang 4 jam. Adapun batas-
dibangun oleh Belanda pada tahun 1919 batas administrasi dari daerah penelitian
untuk jalan utama menuju ke Parapat. Pada adalah :
saat itu semua alat transportasi yang  Sebelah Utara : Kec. Dolok Panribuan
menuju ke Parapat melalui terowongan  Sebelah Selatan : Kab. Samosir
tersebut. Pada tahun 1967 dibangun jalan  Sebelah Timur : Kab. Toba Samosir
raya oleh pemerintah. Setelah dibangunnya  Sebelah Barat : Kec. Hatond
jalan raya terowongan tersebut hanya
digunakan untuk pejalan kaki (warga
setempat). Terowongan ini berbentuk tapal
kuda, dengan ukuran tinggi 5,5 m, lebar 6
m dan panjang 21 m dari tahun 1919
hingga saat ini belum pernah dilakukan
penguatan (reinforcement) dan
penyanggaan (supporting). Oleh karenanya
perlu diketahui sampai kapan terowongan
tersebut dapat bertahan tanpa adanya
penguatan (reinforment) dan penyanggaan
(supporting).
Menurut Hoek dan Brown (1981)
kebanyakan terowongan sekarang dibangun
berdasarkan beberapa metode sistem
klasifikasi yang terdiri dari metode empiris, Gambar 2.1. Peta Lokasi
metode analitik dan metode observasi.
Dalam penelitian ini metode yang 2.2. Topografi
digunakan adalah metode empirik dan
analitik. Metode empirik digunakan untuk Topografi daerah penelitian memiliki
mendapatkan rekomendasi penyanggaan kontur yang rapat, sehingga menunjukkan
yang akan diterapkan pada terowongan, bahwa daerah ini terdapat perbukitan dan
sedangkan untuk memverifikasi kestabilan lembah-lembah yang curam. Lembah yang
terowongan digunakan metode analitik curam ini berada di seberang lereng-lereng
yang berbasis finite elemen method (FEM) Jalan lintas Sumatera (Lihat Gambar 2.2).
sehingga diperoleh nilai kestabilan
terowongan dan tipe penyanggaan yang
sesuai dengan kondisi terowongan saat ini.
 Batu sabak: Berwarna abu-abu dan
kehijau-hijauan, hitam dan merah, serta
dapat dibelah belah menjadi lempengan
tipis yang lebih keras dari batu serpih.
 Batuserpih: Berwarna abu-abu sampai
kehitaman, bersifat kompak, cukup kuat
sampai kuat. Jika terkena udara akan
mudah hancur.
 Batugamping: Berwarna abu-abu,
bersifat kompak, cukup kuat sampai
kuat.
 Perlipatan: Disekitar daerah penelitian
terdapat struktur perlipatan yang berarah
tenggara ke baratlaut.
Gambar 2.2. Peta Topografi
Mengacu ke peta geologi lembar
2.3. Morfologi Daerah Penelitian Sidikalang (D.T. Aldiss, dkk, 1983) litologi
daerah penelitian didominasi oleh
Morfologi daerah penelitian dipengaruhi batugamping dengan Formasi Kualu
oleh struktur lipatan. Ditinjau dari bentuk (Mtks). Untuk lebih jelas lihat Gambar 2.3.
relief dan ronanya terbagi atas 2 (dua) yaitu
morfologi perbukitan bergelombang yang
berbentuk pola lingkaran dan morfologi
lembah.
1. Satuan morfologi perbukitan ; berge-
lombang Morfologi ini terletak pada
ketinggian 1000 m sampai 1500 m dari
permukaan laut dan kemiringan lereng
antara 20% sampai dengan 40%. Batuan
atas berupa batu gamping dan
batulempung.

2. Satuan morfologi lembah; Satuan


morfologi lembah, daerahnya relatif
datar dan berbentuk cekungan di
beberapa tempat berketinggian elevasi Gambar 2.3. Peta Geologi
yang berkisar antara 300 m sampai
dengan 400 m dari permukaan laut. 2.5. Stratigrafi Daerah Penelitian
Kemiringan lereng berkisar antara 2%
sampai dengan 20%. Susunan Berdasarakan peta geologi lembar
litologinya terdiri dari tufa dan sisipan Sidikalang dan (Sebagian) Sinabang,
batulempung. Sumatera, yang disusun oleh D.T. Aldiss,
dkk (1983) lihat pada Gambar 2.3, tatanan
2.4. Geologi Daerah Penelitian stratigrafi daerah penelitian dapat
dikelompokan menjadi dua formasi, yang
Menurut Taufik, dkk (2015), batuan yang secara umum berupa kelompok metamorf
dijumpai disekitar daerah penelitian terdiri dan batuan sedimen. Formasi batuan tertua
dari: yang tersingkap di daerah penyelidikan
 Batuan metawake: Batuan sedimen yang adalah Formasi Bahorok (Pub), berumur
termetamorfosiskan dari batupasir Karbon Akhir sampai Permian Awal terdiri
menjadi metawake yang bersifat dari satuan metawake, metakonglomerat
Homogen, bartekstur send, berwarna dan batusabak Formasi Kualu (Mtks) yang
gelap.
terdiri anggota batugamping sibaganding, Jurus/Kemiringan Bidang
serpih, batupasir dan lanau yang berumur Diskontinuitas
periem akhir. Jurus/kemiringan bidang diskontinuitas
diperoleh dari kegiatan pengukuran yang
III. DATA DAN ANALISA DATA dilakukan langsung dilapangan. Data yang
diambil sebanyak 100 jurus/kemiringan, di
3.1. Data
dinding kiri sebanyak 50 dan di dinding
1. Jenis Batuan kanan sebanyak 50. Pada prinsipnya
Jenis batuan penyusun terowongan di Desa jurus/kemiringan di dinding kiri dan di
Sibaganding secara megaskopis adalah dinding kanan sama karena bidang lemah
batuan sedimen klastik dengan nama yang ada di kiri dan kanan terowongan
batuannya batugamping, warna abu-abu arahnya bersambungan.
muda, ukuran butir finely micrigrained,
porositas sekunder, struktur batuan masiv. Jarak Bidang Diskontinuitas (Js)
Komposisi batugamping ini adalah 15% Data bidang diskontinuitas adalah semua
lumpur karbonat, 70% kalsit, 5% kwarsa, jenis bidang-bidang lemah yang mungkin
10% dolomit. Berdasarkan tekstur, jenis berupa kekar, sesar, bidang perlapisan dan
batuan dan komposisi mineralnya ini, dapat perlipatan atau bidang-bidang lainnya yang
dikatakan bahwa lingkungan terbentuknya tidak menerus dalam massa batuan.
di laut dalam. Perhitungan jarak rata-rata bidang
diskontinuitas pada pengamatan yang
2. Geometri Terowongan dilakukan adalah 0,175 m
Geometri terowongan pada daerah
pengamatan berbentuk tapal kuda. Kondisi Bidang Diskontinuitas (Jc)
Terowongan memiliki tinggi 5,5 meter, Kondisi diskontinuitas dapat dibagi atas:
lebar 6 meter dan panjang 21 meter dengan kekasaran, regangan, bukaan dan pelapukan
arah terowongan (tunnel axis) N36 o E. batu samping. Separasi diskontinuitas
Geometri terowongan dapat dilihat pada didaerah penelitian adalah 1mm – 5mm.
Gambar 3.1.
Kondisi Air Tanah (Gw)
Data terhadap kondisi air tanah ini adalah
ada atau tidaknya air yang mengalir/
merembes pada bidang kekar. Hal ini di
perlukan karena mempengaruhi kualitas
dari massa batuan. Kondisi air tanah adalah
basah.

Orentasi Bidang Diskontinuitas (Jo)


Data mengenai orentasi bidang
diskontinuitas ini didapatkan berdasarkan
data hasil analisa kekar yang dimasukkan
ke software dips kemudian diperoleh arah
Gambar 3.1. Geometri Terowongan umum kekar. Arah umum kekar yang
diperoleh adalah N131o E/33o.
3. Struktur Geologi
Jumlah Pasangan Kekar (Jn)
Berdasarkan studi lapangan yang Jumlah pasangan kekar adalah dua bentuk
dilakukan, struktur geologi yang ada kekar ditambah kekar acak.
disekitar daearah penelitian adalah jenis
struktur lipatan yang berarah baratlaut- Kekasaran Diskontinuitas (Jr)
tenggara. Kekasaran diskontinuitas adalah kasar,
tidak teratur dan rata.
Tingkat Alterasi/Pengisian Rekahan (Ja)  Kuat tekan batuan = 62,63 MPa.
Tingkat alterasi atau pengisian rekahan  Konstanta mi untuk batugamping nilai
yang terjadi di dinding kekar tidak berubah, konstanta mi = 10 (Hoek, 2000)
hanya tercemari dibagian permukaannya  Konstanta D; untuk penggalian lubang
saja bukaan dengan alat mekanis yang
gangguannya kecil terhadap massa
Aliran air tanah (Jw) batuan disekitarnya maka nilai
Aliran air tanah yang terjadi di lubang konstanta D sebesar 0
bukaan kering atau aliran kecil (<5L/menit)
Setelah data tersebut dimasukkan ke
4. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan sofware rocdata maka sifat fisik dan
mekanik didapatkan sebagai berikut (lihat
Bobot isi bataun (γ) Lampiran C):
Untuk nilai bobot isi batuan diperoleh dari
 Kohesi (C) = 0,226 MPa
uji sifat fisik batuan di labolatorium JTP-
 Sudut geser (ϕ) = 61,80˚
FTM-ITM. Pengujian ini dilakukan
sebanyak 5 kali, kemudian didapat hasil  Kuat tarik (σt) = 0,063 Mpa
bobot isi batuan (γ) rata-rata sebesar 0,0170  Modulus young (E) = 6535,95 MPa
MN/m3. Untuk nilai poisson ratio (ν) didapat dari
literatur dengan nilai sebesar 0,3
Kuat tekan uniaksial batuan (σc)
(Goodman, 1980). Nilai sifat fisik dan
Untuk nilai kuat tekan uniaksial batuan (σc)
mekanik batuan dapat dilihat pada Tabel
diperoleh dari uji alat Point Load Test
3.1. berikut ini.
(PLI) di labolatorium JTP-FTM-ITM.
Pengujian ini dilakukan sebanyak 10 kali Tabel 3.1 Nilai sifat fisik dan mekanik batuan
dengan dengan luas permukaan sampel Parameter Nilai
sebesar 750 mm2 - 3400 mm2, kemudian RQD 88,6 %
didapat hasil kuat tekan uniaksial batuan Kondisi tegangan (SRF) 2,5
(σc) rata-rata sebesar 62,63 MPa. Kuat tekan uniaksial 62,63 MPa
batuan (σc)
Rock Quality Designation (RQD) Kohesi (C), 0,226 MPa
Karena ketiadaan data core RQD diperoleh Sudut geser (ϕ) 61,80˚
dari penggunaan aturan Palmstrong (1982). Kuat tarik (σt) 0.063 MPa
RQD = 115 – 3,3 jv Modulus young (E) 6535,95 MPa
RQD = 115 – (3,3 x 8) Berat isi bataun (γ) 0,0170 MN/m3
RQD = 115 – 26,4 Poisson ratio (ν) 0,3
RQD = 88,6%
3.2. Analisis Data
Kondisi tegangan (SRF) 3.2.1. Analisis Kualitas Massa Batuan
Kondisi tegangan di daerah penelitian Berdasarkan RMR
adalah tegangannya rendah, dekat
permukaan dan kekar terbuka. Memiliki Dari analisa ini akan didapatkan waktu
pembobotan nilai SRF sebesar 2,5. stabil terowongan tanpa penyangga, kohesi
Untuk nilai kohesi (C), sudut geser (ϕ), massa batuan serta sudut geser dalam
kuat tarik (σt) dan modulus young (E) batuan. Kelas massa batuan sedang (III)
didapatkan dengan menggunakan software pada terowongan memiliki waktu stabil
Rocdata, dengan data masukan: tanpa penyangga (stand-up time) selama 1
 Geological Strenght Index (GSI) minggu untuk span 5 m, kemudian batuan
 GSI = RMR - 8 memiliki nilai kohesi sebesar 200-300 KPa
 GSI = 47 – 8 dan sudut geser dalam 25o - 35o.
 GSI = 39
Dalam klasifikasi RMR akan didapatkan di atap maupun di dinding serta volume
petunjuk untuk penyangga terowongan. runtuhannya seperti Gambar 4.1.
Dari hasil analisa didapatkan petunjuk
penyangga sesuai dengan kelas massa
batuan pada terowongan. Kelas massa
batuan sedang dengan niai RMR berada
antara 41 – 60. Pada sistem penyanggaan
dengan rock bolting diameter 20 mm, fully
grouted yaitu menggunakan bolt sistematis
panjang 4 m dan spasi 1,5 – 2 m di atap dan
di dinding. Pada atap dengan wire mesh.
Penyanggaan dengan shotcrete dilakukan
50 – 100 mm di atap dan 30 mm di dinding. Gambar 4.1. Bentuk Runtuhan Diatap dan
Untuk penggunaan steel set, tidak ada Didinding Terowongan
rekomendasi.
Bentuk runtuhan diatap dan di dinding
3.2.2. Analisis Kualitas Massa Batuan terowongan adalah runtuhan baji (Gambar
Berdasarkan Sistem Q 4.1) dengan berat volume yaitu:
 Lantai = 0,025 ton ( no.1 warna orange)
Berdasarkan perhitungan, indeks kualitas  Kiri bawah = 0,958 ton ( no.3 warna
terowongan memiliki nilai Q = 8,86 biru)
(sedang), Dengan demikian diperoleh
 Kanan atas = 5,796 ton ( no.6 warna
kategori penyangga no. 17, yaitu
ungu)
menggunakan Systematic Bolting tidak
 Kiri atas = 0,039 ton ( no.7 warna
ditegangkan dengan spasi 1 – 1,5 m,
merah muda)
panjang sekitar 2,63 m.
 Atap = 0,000 ton ( no.8 warna coklat
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN muda)

4.1. Nilai Kualitas Massa Batuan 4.3. Rekomendasi Tipe/macam


Penyusun Terowongan Penyanggaan

Berdasarkan klasifikasi RMR massa batuan Berdasarkan klasifikasi RMR massa batuan
di daerah penelitian memiliki bobot nilai di daerah penelitian memiliki bobot nilai
sebesar 47 termasuk dalam kelas III atau sebesar 47 termasuk dalam kelas III
kelas sedang (ZT. Bieniawski, 1984) dan (sedang) dengan rekomendasi penyanggaan
menurut klasifikasi sistem-Q memiliki rock-bolting panjang 4 m dan spasi 2 m
bobot nilai sebesar 8,86 atau sedang ditambah dengan shotcrete 50 – 100 mm di
(Barton, dkk, 1974). Dari analisa RMR atap dan 30 mm di dinding. Menurut
didapatkan arti kelas massa batuan dengan klasifikasi sistem-Q memiliki bobot nilai
nilai kohesi sebesar 200-300 KPa dan sudut sebesar 8,86 (sedang) dengan rekomendasi
geser dalam 25o - 35o. Untuk nilai kohesi penyanggaan rock-bolting panjang 2,6 m
yang didapat dari software rocdata adalah dan spasi 1,5 m. Berdasarkan rekomendasi
sebesar 226 KPa. Nilai ini telah masuk penyanggaan dari kedua metode klasifikasi
dalam range nilai arti kelas massa batuan massa batuan setelah diverifikasi dengan
menurut RMR. software Unwedge dan Phase2
penyanggaan yang paling baik adalah
4.2. Perkiraan Bentuk Runtuhan Diatap rekomendasi metoda RMR dengan variasi
Dan Didinding Terowongan penyanggaan rock-bolting panjang 4 m dan
spasi 2 m ditambah dengan shotcrete 50 –
Dengan menggunakan program Unwedge 100 mm di atap dan 30 mm di dinding.
v.3.0 maka akan diperoleh bentuk runtuhan Penyanggaan yang direkomendasikan
metode RMR memiliki Nilai FK dan total
displacement yang lebih aman, hal ini Dengan menggunakan program Phase2
dikarenakan variasi penyanggaan rock- v.6.0 maka akan didapatkan nilai total
bolting yang lebih panjang dan ditambah displacement seperti Gambar 4.4 dan 4.5.
dengan shotcrete.

4.4. Nilai Kestabilan Terowongan (nilai


FK dan total displacement) Sebelum
dan Setelah dilakukan Penyanggaan

Dengan menggunakan program Unwedge


v.3.0 maka akan didapatkan nilai faktor
Gambar 4.4. Rekomendasi Tipe Penyanggaan
keamanan seperti Gambar 4.2 dan 4.3.
Metode RMR Menggunakan Program Phase2

Gambar 4.2. Rekomendasi Tipe Penyanggaan


Gambar 4.5. Rekomendasi Tipe Penyanggaan
Metode RMR Menggunakan Program
Metode Q-system Menggunakan Program
Unwedge
Phase2

Dari Gambar 4.4 dan 4.5 maka diperoleh


nilai total displacement sebelum dan
sesudah dilakukannya penyanggaan (Tabel
4.2)

Table 4.2. Nilai Total Displacement


Gambar 4.3. Rekomendasi Tipe Penyanggaan Total Displacement
Metode Q-system Menggunakan program Sebelum Setelah
Unwedge Metoda dipasang dilakukan
penyangga penyanggaan
Dari Gambar 4.2 dan 4.3 maka diperoleh (m/hari) (m/hari)
nilai FK sebelum dan sesudah
RMR 0.000136541 0.00013636
dilakukannya penyanggaan (Tabel 4.1)

Table 4.1. Nilai Faktor Keamanan Q-Sys 0.000136541 0.00013645

Faktor Keamanan
Metoda Sebelum dipasang Setelah dilakukan Bila dilihat dari total perpindahan sebelum
penyanggaan penyanggaan dipasang penyangga maka menurut
Cording (1974) kondisi ini termasuk
Lantai = 2,423 Lantai = 2,423
kriteria besar – berbahaya (namun tidak
Kiri bawah =12,124 Kiri bawah = 17,890 dijelaskan kondisi massa batuannya).
RMR Kanan atas = 14,412 Kanan atas = 20,062 Sedangkan menurut Zhenxiang (1984) nilai
Kiri atas = 9,603 Kiri atas = 63,763
Atap = 3,996 Atap = 393,259 perpindahan ini termasuk kriteria aman,
Lantai = 2,423 Lantai = 2,423
namun kondisi massa batuan sistem-Q
Kiri bawah = 12,124 Kiri bawah = 12,650 tidak termasuk dalam kelas massa batuan
Q-Sys Kanan atas = 14,412 Kanan atas = 14,576 yang dijelaskan Zhenxiang Q=0,067-0,208.
Kiri atas = 9,603 Kiri atas = 9,603
Atap = 3,996 Atap = 3,996
V. KESIMPULAN Rock Massed. Tunel and Tunneling
Internasional, part 1.
1. Kondisi massa batuan di daerah 8. Rai Astawa, 1994. Rancangan Teknik
penelitian menurut RMR dengan nilai Terowongan, Diktat, Institut
bobot 47 termasuk dalam kelas III Teknologi Bandung.
(sedang) dan menurut sistem-Q dengan 9. Saptono Singgih, 2015, Penerapan
nilai bobot 8,86 (sedang). Kurva Stabilitas Lereng Pada
2. Berdasarkan program Unwedge v.3.0 Analisis Stabilitas Lereng di
perkiraan bentuk runtuhan terowongan Penambangan Tuff Gunungsari,
adalah runtuhan baji dengan berat Daerah Istimewa Yogyakarta,
volumenya di lantai sebesar 0,023 ton, Workshop & Seminar Nasional
di kiri bawah sebesar 0,884 ton, di Geomekanika III, Jakarta.
kanan atas sebesar 5,353 ton, di kiri atas 10. Suryana, 2010, Metode Penelitian,
sebesar 0,036 ton. Diktat, Universitas pendidikan
3. Berdasarkan nilai FK yang dihasilkan Indonesia.
program Unwedge dan total 11. Taufik Imam, dkk. 2015. Estimasi Tipe
displacement yang dihasilkan program Penyanggaan Untuk Rancangan
Phase2 maka pada saat ini terowongan Terowongan Jalan dari Aek Nauli ke
tersebut tidak perlu dilakukan Parapat, Workshop & Seminar
penyanggaan karena sudah aman. Nasional Geomekanika III, Jakarta
12. Tibri, dkk. 2015, Analisa Kestabilan
Lubang Bukaan berdasarkan Metode
DAFTAR PUSTAKA Empirik (Sistem RMR dan Sistem Q)
dan Metode Analitik-Numerik
1. ASTM Standard Test Method D 5731- (Program Phase2), Paper, Institut
05 Standard Test Method for Teknologi Medan (ITM).
Determination of the Point Load 13. Tibri, T. 2008. Teknik Terowongan,
Strenght Index of Rock (approved Diktat, Jurusan Teknik
Nov. 1, 2005). Pertambangan, Fakultas Teknologi
2. Barton, Lien And Lunde, 1974 , Mineral, Institut Teknologi Medan
Engineering Clasification Of Rock (ITM).
Mases For The Design Of Tunnel 14. Wedhato Sonny. 1999, Pengukuran
Support ,Symposium Exploration For Konvergen Untuk Menilai Kestabilan
Rock Engineering, Norway. Lubang Bukaan Bawah Tanah di
3. Bieniawski Z.T. 1973, Rock Mechanics Tambang Emas Cikidang, Tesis,
Design In Mining And Tunneling, Bandung.
The Pennsylvania State University,
Boston
4. Biron Cemal and Arioglu Ergin.1983,
Design Of Support In Mines,
Depertment of Mining Engineering
Istanbul Technical University,
Istanbul Turkey.
5. Evert Hoek and Edwin T Brown. 1980,
Underground Excavation in Rock,
The Institution of Mining And
Metallurgy, London.
6. Goodman, 1980, Introduction To Rock
Mechanics, University of California
at Berkeley.
7. Hoek, 2000, Predicting Tunnel
Squeezing in Weak Heterogeneus

View publication stats

You might also like