Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Imam Hakiki Mama, S.Ked 04084821618185
Iqbal Fahmi, S.Ked 04054821719033
Pembimbing:
Dr. Halimah, Sp.A
Laporan Kasus
Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Demam Berdarah Dengue Derajat I”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Palembang Bari. Pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Halimah,
SpA atas bimbingan yang telah diberikan.
Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu penulis
memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
tipe I,II III dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968
penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian
luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak
tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.
Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe
virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan
metode serologik. A. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling utama
untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat manusia, dan
sering hidup di dalam rumah sekitar kamar tidur, pakaian, dan air bersih sehingga
sulit untuk mengontrolnya dari lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih sering
menggigit pagi hari dan sore hari. Setelah menggigit manusia yang terinfeksi, virus
dengue memasuki nyamuk betina dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam
midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar saliva nyamuk yang lamanya kurang
lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode ekstrinsik. Nyamuk yang mengandung
virus tersebut kemudian menggigit manusia lain dan bereplikasi dalam tubuh
manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode intrinsik.
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada
waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini
masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula
tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai
meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun
laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.
5
6
I. IDENTIFIKASI
Nama : An. AS
Umur / Tanggal Lahir : 6 tahun 4 bulan (12 April 2012)
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. D
Pekerjaan Ayah : Pedagang
Nama Ibu : Ny. K
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pemulutan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
Dikirim oleh : IGD RSUD Bari Palembang
MRS : 13 Agustus 2018 pukul 15.30 WIB
II. ANAMNESIS
Tanggal : 14 Agustus 2018 (Pukul 07.00 WIB)
Diberikan oleh : Pasien dan orang tua kandung pasien
A. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan Utama : Demam
2. Keluhan Tambahan : Nyeri Perut
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami
demam tinggi mendadak, terus menerus. Demam tidak disertai menggigil,
kejang (-), berkeringat (-), batuk (-), pilek (-), ruam (-), nyeri kepala (+), nyeri
belakang bola mata (+), nyeri otot dan sendi (+), nyeri perut (+), muntah (-),
sakit tenggorokan (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nafsu makan berkurang
(+), minum seperti biasa, BAB dan BAK normal, riwayat berkunjung ke luar
kota (-). Penderita diberi obat penurun panas, demam turun tapi tinggi lagi.
7
8
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan :Perkawinan pertama
Umur : Ayah 32 tahun, Ibu 30 tahun
Pendidikan Terakhir Ayah : SMA
Pendidikan Terakhir Ibu : SMA
Penyakit yang pernah diderita :Riwayat penyakit serupa tidak ada
5. Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama : Ibu tidak tahu
Berbalik : 4 bulan
Tengkurap : 5 bulan
Merangkak : 7 bulan
10
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 13 bulan
Berbicara : 13 bulan
Kesan : Perkembangan baik
Tidak ada edema, tidak ada sianosis, tidak ada dispnue, tidak ada anemia,
tidak ada ikterus, tidak ada dismorfik.
Suhu : 38.5oC
Respirasi : 24 x/menit
Tipe Pernapasan : Abdominalthorakal
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 98x/ menit
Isi/kualitas : Isi cukup, tegangan cukup
Regularitas : Reguler
Kulit : Petechiae tidak ada, pucat tidak ada, ikterik tidak
ada
b. Pemeriksaan Khusus
Kepala : normocephali
Rambut : hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : palpebra superior tidak edema, mata tidak cekung,
konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat
isokor, diameter 3mm, refleks cahaya +/+
Hidung : bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada
sekret, tidak ada pernapasan cuping hidung, tampak
perdarahan tidak aktif
Telinga : bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada
sekret
Mulut : bentuk normal, bibir tidak kering, tidak ada
sianosis, tidak keluar darah dari mulut
Gigi : Karies dentis tidak ada, gigi geligi lengkap
Lidah : Tidak ada lidah kotor, tidak ada tremor lidah
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trakea di tengah, tidak
teraba pembesaran kelenjar tiroid, Tidak teraba
pembesaran KGB submandibula, supra-infra
clavicula dan cervical
12
THORAX
Paru
- Inspeksi : pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan
dinamis, tidak terdapat retraksi intercostae dan
suprasternal
- Palpasi : stem fremitus kanan-kiri dan depan-belakang sama
kuat
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : suara pernapasan vesikuler (+) normal, ronkhi -/- ,
wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur tidak ada, Gallop tidak
ada
ABDOMEN
- Inspeksi : tampak datar, venektasi tidak ada, distensi abdomen tidak
ada
- Palpasi :Lemas, ada nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba.
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”, Rumple leede (+),deformitas (-),
edema (-)
Kulit : turgor baik, petechiae(+) pada tangan dan kaki
Genitalia : tak diperiksa
13
Reflek patologis - - - -
Gejala rangsang - - - -
meningeal
Fungsi sensorik Normal Normal Normal Normal
Nervi Kraniales Tak diperiksa
Reflek primitif - - - -
V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(13 Agustus 2018 Pukul 16:00)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hb 15,3 11.3-14.1 g/dL
Eritrosit - 4.40-4.48 106/mm3
Leukosit 4.9 4.5-13.5 103/mm3
Ht 46 37-41 %
Trombosit 70 217-497 103/𝜇𝐿
Hitung jenis 0/5/3/30/50/12 0-1/1-3/2-6/50-70/20- %
(basofil/eosinofil/ba 40/2-8/
tang/segmen/limfosi
t/ monosit)
Ht 36 37-41 %
Trombosit 50 217-497 103/𝜇𝐿
Ht-Ht0/Ht0*100%= (18-24)/22*100%= 25% (Penurunan >20%)
IX. PENATALAKSANAAN
Tirah baring
o Cairan: IVFD RL gtt 30x/menit makro (80 cc/jam ≈ 5 cc/kgBB/jam)
Paracetamol sirup 3x1,5 cth
Observasi tanda-tanda vital
X. RENCANA PEMERIKSAAN
Cek laboratorium darah rutin per 24 jam
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
15
XII. FOLLOW UP
Tanggal Keterangan
14 S : Keluhan : Demam (-)
Agustus O : Sens: CM
2018 TD: 90/60 mmHg N: 102x/menit. RR :22x/menit T : 36.7oC
Kepala : nafas cuping hidung (-), konjungtiva anemis
(-), sklera ikterik (-),
Thoraks : simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, hepar dan lien
tidak teraba,
Ekstremitas : akral hangat, CRT ,3”, Rumple leed test (+)
A : DBD gr I
P : IVFD RL gtt 30x/menit makro (80 cc/jam ≈ 5
cc/kgBB/jam)
Paracetamol syr 3x1,5 cth jika T >38.5 oC
Observasi demam, tanda-tanda syok dan perdarahan
Cek Laboratorium Hb, Ht, Trombosit
Laboratorium (Pukul 08.00)
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hb 12,8 11.3-14.1 g/dL
Ht 36 37-41 %
Trombosit 50 217-497 103/𝜇𝐿
15 S : Demam (-)
Agustus O : Sens: CM
2018 TD: 90/60 mmHg N: 99x/menit RR :22x/menit T : 36,8oC
16
1.1. DEFINISI
Infeksi virus dengue adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus ini menyerang manusia melalui
perantara nyamuk Aedes agypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue
dapat ditemukan di Indonesia, dengan DEN-3 merupakan serotipe dominan yang
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.
Spektrum klinis infeksi dengue dibagi menjadi asimtomatik dan
simtomatik. Infeksi virus simtomatik terbagi lagi menjadi demam tidak khas
(sindrom virus), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam
berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).
3.2 ETIOLOGI
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran
kecil sekali, yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui
vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah
satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.
3.3 PATOGENESIS
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan faktor virus
(serotipe, jumlah, dan vilurensi), faktor host (pejamu, genetik, usia, status gizi,
penyakit komorbid, dan interaksi antara virus dan pejamu), serta faktor lingkungan
(lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan dan mobilitas penduduk,
serta kesehatan lingkungan).
Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut,
17
18
Infeksi virus dengue dan replikasinya berperan dalam timbulnya gejala klinik
pada penderita. Partikel virus yang masuk ke dalam tubuh akan merangsang respon
imun dari penderita, baik respon imun akut yang sifatnya general, maupun respon
imun jangka panjang yang bersifat spesifik.
Pada infeksi pertama kali (infeksi primer), respon imun tubuh yang segera
bereaksi adalah sistim innate immunity yang responnya bersifat umum untuk
antigen asing yang masuk ke dalam tubuh. Innate immunity ini diperantarai Antigen
precenting cells (APC) yang akan memfagositosis dan memecah virus dengue
menjadi bagian-bagian lebih kecil untuk dipresentasi/disampaikan ke sistem imun
selanjutnya untuk merangsang pembentukan antibodi cepat (IgM) untuk
menetralisir partikel virus, pelepasan sitokin dan mediator kimia lain yang
medorong rantai reaksi radang, serta pengaktifan sel sitotoksik yang akan
melisiskan sel yang terinfeksi.
Pembentukan antibodi akut IgM pada infeksi primer biasanya dimulai
beberapa hari setelah terinfeksi dan akan bertahan sekitar 3 bulan untuk memberi
perlindungan terhadap virus tersebut, sementara untuk perlindungan jangka
panjang, tubuh akan membentuk antibodi IgG yang spesifik terhadap serotipe virus
yang menginfeksi dan memberikan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus
yang sama dan menyimpan informasinya melalui sel memori. Infeksi berikutnya
dengan serotipe yang sama hanya memberikan gejala ringan atau tanpa gejala.
19
Sementara infeksi oleh serotipe yang berbeda, yang hanya memiliki kesamaan
epitope antigen akan merangsang respon imun baru, termasuk untuk pembentukan
antibodi IgM dan antibodi IgG yang sesuai dengan tipe virus yang baru, sehingga
antibodi IgG lama yang dibentuk sebelumnya tidak dapat menetralisir virus yang
baru tetapi justru mengopsonisasi virus tersebut untuk mebantu perlekatan ke sel
makrofag. Hal ini menyebabkan infeksi berulang virus dengue oleh tipe virus yang
berbeda cenderung akan meningkatkan tingkat kemampuan replikasi virus dan pada
akhirnya menghasilkan gejala yang lebih berat, inilah yang dikenal dengan
sebutan antibody dependent enhancement (ADE).
Di samping respon imun yang diperantarai antibodi, respon imun terhadap
virus dengue juga diperantarai oleh sitokin, terutama IFN gamma, TNF alfa,
interleukin 6 (IL6) dan sel sitotoksik. Pelepasan sitokin ini berakibat pada
kerusakan sistem kapiler pembuluh darah dan penurunan jumlah trombosit yang
berakibat pada terjadinya kebocoran plasma keluar dari sistim pembuluh darah ke
jaringan dan juga terjadinya pendarahan akibat gangguan sistim pembekuan yang
diperantarai oleh trombosit.
3.4 PATOFISIOLOGI
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
bergantung pada daya tahan tubuh manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi
(1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit menurun,
apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel
endotel pembuluh darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga
faktor diatas menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan
hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati.
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :
20
Demam Dengue
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa
demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada
infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan
dapat disertai dengan menggigil. Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik
sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada saat melepas putranya berangkat
sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang putranya sudah
mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak mulai panas
ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima
hari. Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak
(lysis), dan disertai dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo.
Kadang-kadang dikenal istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung
selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik
lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai
punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul
dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang
dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata
yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena adanya gejala nyeri ini, di
kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya penderita
gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal
panas yang berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan
23
dada. Ruam juga dapat timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah
kecil seperti bercak pada penyakit campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya
timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga memberi bentuk spesifik seperti
kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah panas turun atau
setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DBD selalu disertai
dengan tanda perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat
secara spontan oleh penderita, bahkan pada sebagian besar penderita tanda
perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan
spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan
kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit (echimosis),
perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui
oleh orangtua mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai
dengan perdarahan hidung (epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai
habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan yang bersifat sementara dari gangguan
berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan lain ada penderita
anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat panas
tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan
kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya
dihindari.
Pemeriksaan Penunjang
1. Lab darah rutin
Lekosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengan dominasi sel neutrofil,
pada akhir fase demam, terjadi lekopeni dan neutropeni serta limfositosis relatif
(peningkatan sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru>15% dapat
dijumpai pada hari ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau sebelum syok terjadi)
25
Trombosit
Trombositopeni <100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan
pandangan besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.
Hemokonsentrasi dengan tanda:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis
kelamin
- Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat pengobatan cairan
- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia
Pemeriksaan laboratoris lain:
- Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara
- Eritrosit pada tinja hamper selalu ditemukan
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan
fibrinolitik, yaitu fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan
antitrombin III
- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-
dependent, protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen
mungkin subnormal
- Waktu perdarahan memanjang (PT dan PTT memanjang)
- Penurunan α-antiplasmin (α-antiplasmin inhibitor) jarang ditemukan
- Serum komplemen menurun, hipoproteinemia, kadang-kadang
hipokloremia
- Hiponatremia
- Serum aspartat aminotransferase sedikit meningkat
- Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok
berkepanjangan
26
2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan,
tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya
dilakukan lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi
dengan USG
3. Diagnosis serologi
Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji
seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari
titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau
konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi
(presumtif +)
Complement Fixation test
Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya
ruwet dan membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.
Neutralization Test
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi
dari plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi
lebih cepat dari antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan
ruwet.
IgM dan IgG Elisa Mac Elisa (IgM captured Elisa)
Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari
4-5 yang kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada
serum pasien, dapat ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan
<6 minggu) bila masih negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6
masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-). IgM hanya dapat bertahan
dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh dijadikan satu-
satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di bawah
uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut
27
saja. Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya
lebih spesifik (IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi
sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.
Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A
albopictus
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral pada
larva
Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak
langsung. Untuk identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi
monoclonal
NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DBD
yang pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories,
dapat mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibodi dapat terdeteksi 5
hari kemudian.
28
Artralgia
Petekie
Manifestasi perdarahan
Tidak ada bukti kebocoran
plasma
DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia <100.000 sel/mm3
perdarahan (uji tourniquet Hematokrit meningkat ≥20%
positif) dan bukti kebocoran
plasma
DBD II Derajat I dengan perdarahan Trombositopenia <100.000 sel/mm3
spontan Hematokrit meningkat ≥20%
31
Berdasarkan kriteria WHO tersebut, UKK Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI
membagi kriteria diagnosis infeksi dengue menjadi kriteria diagnosis klinis dan
diagnosis laboratoris.
Kriteria Diagnosis Klinis
A. Diagnosis klinis demam dengue
Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik.
Demam tidak didahului demam ringan sebelumnya.
Manifestasi perdarahan baik spontan (petekie, purpura, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, hematememsis, atau melena); maupun uji tourniquet
positif
Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital
Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar
rumah
Leukopenia <4000/mm3
Trombositopenia <100.000/mm3
Apabila ditemukan gejala demam ditambah dengan adanya dua atau lebih
tanda dan gejala lain, diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan.
Perdarahan hebat
Gagal ginjal akut
Haemolytic uremic syndrome (HUS)
Gangguan jantung: gangguan konduksi, miokarditis, pericarditis
Infeksi ganda
Isolasi virus dengue memberikan nilai yang sangat kuat dalam konfirmasi
diagnosis klinis, namun karena memerlukan teknologi yang canggih dan prosedur
yang cukup rumit, pemeriksaan ini bukan pemeriksaan yang rutin dilakukan.
3.8 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan.
Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat diruang perawatan
biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase
kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Pasien dengan demam tinggi terus menerus, kurang dari 7 hari yang disertai
nyeri kepala, nyeri retroorbital, myalgia, artralgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan baik spontan maupun hasil uji tourniquet, jumlah leukosit yang rendah
(<4000/mm3) tanpa atau dengan jumlah trombosit yang menurun dan apalagi bila
diketahui ada kasus dengue di lingkungan tempat tinggal atau di sekolah, maka
harus dicurigai pasien tersebut menderita infeksi dengue. Bila terdapat kenaikan
hematokrit sangat tinggi dibandingkan dengan nilai hematokrit pasien berdasarkan
pengamatan dari pasien-pasien terdahulu meningkatkan kecurigaan terhadap
kemungkinan infeksi virus dengue. Apabila rendah atau normal, nilai ini
merupakan data dasar yang sangat berguna dalam tata laksana selanjutnya.
Pasien infeksi virus dengue yang berobat ke sarana kesehatan dapat
bermanifestasi sebagai demam dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah
dengue dengan syok atau expanded dengue syndrome. Oleh karena itu pada pasien
tersangka infeksi virus harus diteliti pasien mana yang bisa dilakukan pengobatan
rawat jalan dan pasien mana yang harus menjalani rawat inap. Pada umumnya
36
pasien pada saat masuk didiagnosis sebagai demam dengue dapat diperlakukan
sebagai pasien rawat jalan, kecuali bila ditemukan komorbiditas (thalassemia,
sindrom nefrotik, hipertensi, HIV-AIDS) atau terdapat asma bronkial dan obesitas,
atau indikasi sosial. Indikasi rawat inap pasien yang terinfeksi dengue adalah bila
pasien mengalami muntah persisten atau menolak makan dan minum. Pasien
dengan DBD, DBD dengan syok, atau expanded dengue syndrome juga mutlak
menjalani rawat inap.
Penggantian cairan
Kunci tata laksana DBD terletak pada deteksi dini fase kritis, yaitu saat suhu
turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan
sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan kebocoran
plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan tanda-
tanda bahaya secara awal dan pemberian cairan larutan garam isotonik
atau kristaloid sebagai cairan awal pengganti volume plasma sesuai dengan berat
ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit
yang terus menerus dan penurunan jumlah trombosit yang cepat.
Jenis cairan yang dapat digunakan antara lain adalah kristaloid: ringer laktat
(RL), ringer asetat (RA), ringer maleate, garam faali (GF), Dekstrosa 5% dalam
larutan ringer laktat (D5/RL), Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA),
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF). Untuk resusitasi syok
dipergunakan larutan kristaloid yang tidak mengandung dekstosa) atau koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin, Hidroksil etil starch 6%, gelafundin. Pada pasien
DBD, pilihan cairan adalah cairan kristaloid isotonik. Tidak dianjurkan pemberian
cairan hipotonik seperti NaCl 0,45% kecuali pada pasien <6 bulan. Cairan koloid
hiperonkotik seperti dextran 40 atau HES hanya diberikan pada perembesan plasma
massif yang ditunjukkan dengan nilai hematokrit tetap tinggi setelah diberi cairan
kristaloid adekuat atau pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian
bolus cairan kristaloid.
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi
klinis, dan temuan laboratorium. Pada pasien obesitas pemberian cairan sebaiknya
dihitung berdasarkan berat badan ideal untuk mencegah kelebihan cairan. Pada
39
DBD, terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20%, maka dari itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan ditambah
dengan perkiraan defisit cairan sebesar 5%.
Antipiretik
Antipiretik yang diberikan adalah parasetamol dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali jika suhu >38oC dengan interval 4-6 jam, hindari pemberian
aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres hangat.
Nurisi
Bila pasien masih bisa minum, anjurkan pasien untuk minum yang cukup,
terutama minum cairan yang mengandung elektrolit.
Pemantauan
Pantau keadaan umum pasien, perfusi perifer, dan tanda-tanda vital, serta nafsu
makan, muntah, perdarahan, dan tanda-tanda bahaya
Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi dan dilakukan tiap
4-6 jam sekali
41
Volume urin ditampung minimal 8-12 jam dan diupayakan jumlah urin ≥1,0
ml/kgBB/jam
Pemeriksaan lainnya dilakukan berdasarkan indikasi yang sesuai.
3.8 PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara
yang paling memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
a. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate)
untuk membunuh jentik (larvasida).
43
b. Tanpa insektisida
- Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal
sekali seminggu.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
- Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain
yang memungkinkan nyamuk bersarang.
- Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.
3.9 PROGNOSIS
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD/SSD
mortalitasnya cukup tinggi. Dengan pemberian terapi cairan yang agresif,
prognosis dari DBD/SSD dapat menjadi baik.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien AS, seorang anak laki-laki usia 6 tahun 4 bulan, dibawa ke RSMH
Palembang dengan mimisan disertai demam tinggi mendadak, naik turun, sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan tinggi terus menerus. Menurut sifat dan
waktu terjadinya berarti demam terjadi secara akut sehingga dapat dipikirkan
kemungkinan penyebab terjadinya demam tinggi adalah demam berdarah dengue
(DBD) dan demam dengue. Berdasarkan keluhan lain seperti nyeri kepala, perut, otot
dan sendi, nyeri belakang bola mata, nyeri ulu hati, mual dan muntah mengarahkan
diagnosis ke demam berdarah dengue, demam dengue, dan demam thypoid. Setelah
pemeriksaan fisik didapatkan tanda perdarahan spontan berupa ptekie pada kaki dan
epistaksis sehingga diagnosis mengarah pada DBD derajat II. Melalui anamnesis juga
didapatkan bahwa di lingkungan sekitar rumah pasien terdapat anak seusianya yang
juga menderita DBD.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Juli 2018 di IGD RSMH
ditemukan adanya penurunan trombosit dengan hasil 10x103/µL, hematokrit 24%,
hemoglobin 7,4 g/dL, Dengue IgG (-), Dengue IgM (-), dan Dengue NS1 Ag (-). Hasil
pemeriksaan fisik dan laboratorium mengarah ke diagnosis DBD derajat II, meskipun
Dengue IgG (-), Dengue IgM (-), dan Dengue NS1 Ag (-). Pemeriksaan serologis dapat
diuji sekali lagi untuk memastikan diagnosis DBD (confirmed DHF).
Berdasarkan klasifikasi WHO anak didiagnosis menderita DBD derajat II:
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan spontan: ptekie, ekimosis, purpura.
3. Hasil laboratorium menunjukkan Trombositopenia (<100.000/ul).
4. Bukti kebocoran plasma
Berdasarkan kriteria tersebut maka pasien ini dapat didiagnosis dengan DBD
derajat II, karena ditemukan adanya demam tinggi selama 4 hari disertai ptekie pada
kaki dan epistaksis, serta hasil laboratorium yang menunjukkan trombositopenia. Pada
44
45
pasien ini bukti kebocoran plasma berupa peningkatan hematokrit belum dapat dinilai
karena hematokrit awal pasien yang rendah, sehingga perlu dinilai kembali setelah
pasien mendapat rehidrasi. Namun diduga terdapat kebocoran plasma karena adanya
efusi pleura minimal (redup pada basal paru dan suara vesikuler menurun). Pada pasien
dilakukan tatalaksana penanganan DBD derajat II serta dilakukan pemantauan gejala
klinis dan laboratorium.
Tabel 3. Penatalaksanaan Pasien pada Kasus
Tanggal Klinis pasien dan hasil Tatalaksana
laboratorium
23 Juli 2018 Demam hari ke-4 Cairan maintenance : IVFD RL
Pasien datang Pasien lemas, tampak gtt 15x/menit makro (60,5 cc/jam)
ke IGD perdarahan non aktif di hidung, Cek laboratorium darah rutin,
RSMH pukul ptechiae (+) di kaki, urin output serologi dengue
21.15 ±200 ml saat di IGD.
23 Juli 2018 Hasil lab: Cairan IVFD RL gtt 30x/menit
IGD pukul Hb: 7.4, Ht: 24, Plt: 10 makro (100 cc/jam ≈ 5
23.00 cc/kgBB/jam)
24 Juli 2018 Bebas demam hari ke-1
06.00 Hb: 7.1, Ht: 18, Plt: 17 Cairan IVFD RL gtt
15x/menit makro (60 cc/jam ≈ 3
cc/kgBB/jam)
14.00 Hb: 6, Ht: 22, Plt: 17
Cairan IVFD RL gtt
30x/menit makro (100 cc/jam ≈ 5
22.00 Hb: 6, Ht: 18, Plt: 36 cc/kgBB/jam)
46
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap terapi
yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah (1)
penderita harus banyak minum, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun sering, (2)
menghindari aktivitas berat, terutama yang mengakibatkan perdarahan, (3)
menghindari dari gigitan nyamuk (menggunakan lotion anti nyamuk atau memakai
baju dan celana panjang), (4) melakukan 3M plus (menguras, menutup, mengubur dan
memantau), serta (5) mengenali tanda-tanda gawat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I, Edisi 6. Jakarta:FKUI.
2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004. Demam Berdarah Dengue,
Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta:FKUI.
3. IDAI. 2014. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Jakarta:
Penerbit IDAI
4. John D Synder, Larry K Pickering. 2012. Ilmu Kesehatan Anak edisi 19. Jakarta:
EGC
5. Poesponegoro, Hardiono, dr. Sp.A(K). 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Jakarta: IDAI
6. WHO. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever. 2011. India:WHO.
47