You are on page 1of 26

1

BRONKOPNEUMONIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

dr. Amelia

Pendamping :
dr.H.M. Suaidi

Pembimbing:
dr.Budi Wibowo,Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA INDRAMAYU
PERIODE 2017-2018
2

BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Amelia
Nama Wahana : RS Bhayangkara Indramayu
Topik : Bronkopneumonia
Tanggal (kasus) : Agustus 2018
Nama Pasien : An. TH, 15th No RM : 071***
Tanggal Presentasi : Agustus 2018 Nama Pendamping : dr. HM.Suaidi
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Indramayu
Objektif Presentasi : Penatalaksanaan Bronkopneumonia
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Deskripsi Anak laki-laki usia 15 th, datang dengan keluhan sesak nafas
Tujuan Mengetahui penegakan diagnosis yang tepat pada pasien dengan keluhan
sesak nafas dan mengetahui penatalaksanaan pada kasus BP
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi dan  Email  Pos
diskusi
Data pasien Nama : an. Novatin No registrasi : 076***
Nama klinik : IGD RS Bhayangkara Telp : (0234) Terdaftar sejak :
Indramayu 507878
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis : BP
2. Gambaran Klinis:
Os datang ke RS Bhayangkara Indramayu diantar oleh orang tuanya dengan
keluhan sesak nafas berat, sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat, sesak
tidak berkurang dengan istirahat atau berbaring, disertai dengan batuk yang dirasakan
sejak 4 hari yang lalu, batuk disertai dengan dahak warna putih, keluhan batuk disertai
darah disangkal, demam atau keringat dingin pada malam hari disangkal, os minum obat
warung “neonapasin” namun sesak tidak berkurang. Kemudian Os dibawa ke KLinik
dan diberi Nebulizer dan kemudian di rujuk ke RS. Os juga mengeluh demam sejak 3
hari smRS
3

3. Riwayat pengobatan : os minum obat warung dan obat dari klinik.


4. Riwayat kesehatan/penyakit
1. Riwayat Kejang atau Kejang Demam disangkal
2. Riwayat sesak nafas sebelumnya disangkal
3. Riwayat Trauma disangkal
4. Riwayat alergi disangkal
5. Riwayat pengobatan paru sebelumnya disangkal
6. Riwayat Penyakit Jantung Bawaan disangkal
5. Riwayat keluarga: riwayat asma, alergi, penyakit jantung pada keluarga disangkal
6. Riwayat Imunisasi dan Kelahiran: menurut pengakuan ibu os, os rutin di periksa di
puskesmas dan mendapat imunisasi di puskesmas, os lahir secara normal ditolong oleh
bidan di puskesmas, dengan BB 2800kg
7. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah dan lingkungan)
Os tinggal dirumah yang dihuni bersama kedua orang tua nya dan saudara-saudara
kandungnya denga kondisi rumah yang padat penduduk.
4

8. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik: dilakukan pada tanggal 18 Juli 2018
Status Praesens
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Nadi : 110x/menit
Nafas : 42x/menit
Suhu : 38oC
BB : 24 kg
1. Status Internis
• Kepala : bentuk bulat, tidak terdapat benjolan dan bekas luka, rambut hitam terdistribusi
merata dan tidak mudah dicabut
• Mata : bentuk normal, simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, palpebra
superior et inferior tidak edema, pupil bulat, isokor, Ø 2 mm, refleks cahaya +/+, kontak
mata baik
• Telinga : bentuk normal, simetris, sekret -/-.
• Hidung : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, tampak pernafasan cuping hidung
sekret -/-
• Mulut : bentuk normal, bibir kering (+), oral thrush (-), stomatitis (-), mukosa dinding
faring posterior tidak hiperemis
• Leher: trakea di tengah, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
• Kelenjar getah bening : teraba membesar dua buah pada region retroaurikuler.
• Kulit : ikterus (-), sianosis (-)
 Thorax:
o Pulmo
– Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis, retraksi (+) intercostals (+)
– Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat.
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : pernapasan vesikuler menurun, ronkhi +/+, wheezing -/-
o Jantung
 Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak.
 Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V
 Perkusi : Redup
5

• Batas kanan atas : ICS II linea sternal Line dextra


• Batas kanan bawah : ICS V linea sternal Line dextra
• Batas kiri atas : ICS II linea Parasternal Line sinistra
• Batas kiri bawah : ICS V linea Midclavicularis sinistra
 Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen:
• Inspeksi : tampak datar, tampak retraksi epigastrium
• Auskultasi : bising usus normal, 8x/ menit.
• Perkusi : timpani.
• Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba membesar.
 Tulang Belakang: Kifosis (-), scoliosis (-), lordosis (-), gibbus (-)
 Ekstremitas: Akral hangat, ekstremitas atas dan bawah tidak terdapat edema

Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen thorax
6

- Laboratorium:

 Terapi
 IVFD Futrolit 4 cc/jam
 02 8 lpm NRM
 Co. dr. Budi Sp. A
 Nebu NaCl 3% 5 cc + Pulmicort 1 amp + Farbivent 1
 Dexa 3 X10 mg iv
 Aminofilin 10 cc + NaCl 0.9% 10 cc dalam spuit 20 cc habis dalam 30 menit
lanjut:
 Aminofilin 18 cc + NaCl 0.9% 32 cc dalam 50 CC habis dalam 24 jam (infus pump)
 Merophenenm 3x1,5 gr iv + nacl 100 cc drip dlm 15 menit pakai infuse pump
 Sagestam 3x50 mg iv
 Paracetamol 500 mg/6jam iv
7

 Meixam 3x1 gr dlm 100 cc Nacl 0.9% drip dlm 15 menit pakai infuse pump
 Vestein syr 3x1 cth
 Diet Lunak 3x/Susu 2x
 Rawat ICU

Daftar Pustaka :
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta:
EGC; 2000
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Perjalanan Penyakit. Jakarta: EGC;
2012
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes RI;
2010
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta.
WHO Indonesia; 2009

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis klinis Bronkopneumonia
2. Tatalaksana Bronkopneumonia dan pengobatan
3. Edukasi keluarga dengan anak Brnkopneumonia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :


1. Subyektif
Anak laki-laki umur 15 tahun, dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan terus menerus
dan tidak dipengaruhi dengan aktivitas serta perubahan posisi, disertai nafas megap-megap
saat malam hari disertai demam yang tidak terlalu tinggi.

2. Obyektif
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Nadi : 110x/menit
Nafas : 42x/menit
Suhu : 38oC
BB : 22 kg
Status lokalis thorax
8

o Pulmo
– Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis, retraksi (+) intercostals (+)
– Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat.
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : pernapasan vesikuler menurun, ronkhi +/+, wheezing -/-

3. Assessment
Pasien didiagnosis dengan Bronkopneumonia, didasarkan dengan keluhan sesak nafas terus
menerus sejak semalam dengan disertai dengan infeksi saluran nafas akut, batuk berdahak
warna putih, disertai dnegan demam, keluhan sesak nafas mengarah pada diagnosis penyakit
jantung dapat disingkirkan dengan tidak adanya riwayat penyakit jantung bawaan dan tidak
adanya riwayat sesak nafas disertai kebiruan saat masih bayi dan keluhan mudah lemas
disangkal, keluhan sesak nafas yang mengarah ke TB paru anak dapat disingkirkan dengan
tidak ada nya riwayat anggota keluarga dengan atau orang terdekat dengan pasien yang
sedang dalam menjalani pengobatan Tuberculosa, diagnosis banding tuberculosa juga dapat
disingkirkan dengan scoring TB dan test mantoux pada anak kecil yang batuk berdahak
namun tidak dapat mengeluarkan dahaknya untuk di cek BTA. Sesak nafas mengarah ke
asma juga dapat disingkirkan dengan tidak adanya riwayat sebelumnya sesak nafas asma
dan riwayat keluarga dengan asma, serta sesak nafas yang disertai suara mengi saat
ekspirasi.

4. Plan
Diagnosis
Untuk menunjang penegakkan diagnosis bronkopneumonia dapat dilakukan dengan
anamnesis, berupa keluhan sesak nafas yang semakin memberat dan tidak dipengaruhi
perubahan posisi dan tidak disertai dengan warna kebiruan serta tidak disertai dengan suara
mengi, sesak nafas juga disertai dengan batuk berdahak warna putih yang berarti sesak nafas
di sebabkan oleh infeksi saluran pernafasan, dari pemmeriksaan fisik juga di dapatkan nafas
mengap-megap dengan jumlah raspirasi rate 40x/menit dengan disertai pada retrasksi
intercostale, epigastrium dan disertai dengan rhonkhi diseluruh lapang paru kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap di dapatkan leuositosis yang menunjukkan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada pemeriksaan penunjang rontgen thorax PA
didapatkan gambaran infiltrate disekitar pericardial di paru kanan dan kiri.
9

Pengobatan
Pengobatan untuk Bronkopneumonia dapat diberikan:
Pada penanganan bronkopneumonia kembali pada penanganan kegawatdaruratan berupa
airway, breathing, dan circulation. Pada kasus ini dimana pada respirasi anak di dapatkan
takipneu yaitu 40x/menit sehingga perlunya diberikan oksigenasi 3 liter per menit, serta di
berikan nya aminiphilin dosis maintenance dengan menggunakan syring pump dan pada
dosis rumatan dengan menggunakan infuse pump, serta diberikan nya antibiotik intravena.
Pasien anak dengan bronkopneumonia dengan takipneu harus di rawat intensive di rumah
sakit, dan dapat dipulangkan jika kondisi nafas membaik dengan keadaan umum yang baik,
dengan diberikannnya antibiotik oral dan multivitamin dengan disertai pengobatan
simtomatis lainnya, dan dianjurkan orang tua untuk mengantarnya control kembali untuk
mengetahui perkembangan perbaikan kondisi anak.

Konsultasi
Diberitahukan pada keluarga pasien untuk rutin meminum obat dan rutin membawa anaknya
untuk control, serta menjaga pola makan anak dan menghindari anak dari orang terdekat yang
sedang batuk dan dalam pengobatan paru (TB) serta menjauhkan anak dari asap rokok dan
makanan yang menyebabkan batuk (MSG, gorengan, permen, chiki)
10

PEMBAHASAN

Definisi
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada
alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada
pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi
penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang
lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan
meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
11

Gambar 1, jenis-jenis pneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada


parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-
paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.

Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah:
12

pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi
udara (polusi industri atau asap rokok).4

Penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO

Tabel Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
13

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
14

Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365 5

Patogenesis
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme
yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan
dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus
pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada
pemakaian ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat
perubahan pola mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan
kekebalan, penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat
menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman
akibat adanya berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza dan
Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri gram negatif.
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S.
pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini
meningi merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin
merupakan reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin
menyebabkan reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber
basil gram negative dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang
tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat
terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada
pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya
adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada
15

yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.


Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan mikroorganisme
penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial pernafasan sering terdapat pada
bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak berusia antara 6 bulan sampai 5
tahun, M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang dewasa muda dan H. influenza serta
M. catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih
sering didapatkan pada pasien perokok. Bakteri gram negative lebih sering pada pasien
lansia. Pseudomonas aeruginosa pada pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan
imunisupresi disertai lekopeni.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat
asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan
Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika
Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II.
Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan
invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari
alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus
menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi
sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
16

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)

3. Stadium III (3 – 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
17

Gambar 2. tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau


penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat
sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam
keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan
sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh
adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang
biak dan menimbulkan penyakit.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
 Filtrasi partikel di hidung
 Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
 Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
 Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
 Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
 Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
 Drainase melalui sistem limfatik.
18

Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,


retraksi sela iga.
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek sampai beda
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang.

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah


yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi
mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Pada stadium
resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat
terjadi antara 2-3 minggu.

Diagnosis

1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak,
kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu.
19

Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.
Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.

Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma

Anamnesis

Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah

Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata

Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang

Batuk Produktif nonproduktif kering

Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam, Nyeri kepala, otot,


tenggorok
organ bermukosa

Fisik

Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan

Demam Umumnya ≥ 39ºC Umumnya < 39ºC Umumnya < 39ºC

Auskultasi Ronkhi ±, suara Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,


mengi. 14
Napas melemah Difus, mengi

Takipneu berdasarkan WHO:


20

a. Usia < 2 bulan : ≥ 60 x/menit

b. Usia 2-12 bulan : ≥ 50 x/menit

c. Usia 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit

d. Usia 6-12 tahun : ≥ 28 x/menit

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >
500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama
pada anak- anak kecil.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru.
Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia
bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya
disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.

Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan
21

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.

b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan
tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP
kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.

c. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.

d. Pemeriksaan mikrobiologi

Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan mikrobiologi


spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura.
Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya.
Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang
dari 50% kasus.
22

Kriteria Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

Diagnosis Banding

1. Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)


2. Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)
3. Aspirasi pneumonia
4. Edema paru
5. Atelektasis
6. Perdarahan paru
7. Kelainan kongenital parenkim paru
8. Tuberkulosis
9. Gagal jantung kongestif
10. Neoplasma
11. Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis).1

Komplikasi

1. Empiema (paling sering oleh S. Pneumoniae dan S. Aureus)


2. Perikarditis
3. Pneumotoraks
4. Pneumatokel
5. Meningitis bakterialis
6. Artritis supuratif
7. Osteomielitis.1
23

Penatalaksanaan

1 Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2 Penatalaksanaan khusus

- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung

- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis


Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
24

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin


- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)

Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak
dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang
berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
25

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Penyakit Bronkopneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri di saluran nafas bawah


pada anak yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan merupakan salah satu
kegawatan pada bidang respirasi dan pediatric, dengan penanganan, pemantauan dan rutin
pengobatan maka anak dengan bronkopneumonia dapat sembuh. Bronkopneumonia
menyerang anak-anak yang dengan tanda berupa sesak nafas dan disertai infeksi saluran
nafas berupa batuk dan demam sebagai tanda infeksi, pada pemeriksaan fisik biasanya
didapatkan anak dalam kondisi sesak nafas (takipneu) serta pada inspeksi thorax
didapatkan retraksi, pada auskultasi thorax di dapatkan bunyi rhonkhi tanpa disertai
dengan bunyi wheezing. Pada pemeriksaan penunjang yang lebih mengarah pada
diagnosis berupa didapatkan gambaran infiltrat pada bagian paru, tersering pada bagian
pericardial dan pada darah biasanya didapatkan leukositosis ringan. Pengobatan
kegawatdaruratan berupa airway, breething, dan circulation disertai dengan pengobatan
bronkodilator dan antibiotik yang tepat dapat mengatasi sesak nafas dan menyembuhkan
pasien.

2. SARAN

Lakukanlah pola hidup sehat dan waspadalah terhadap faktor resiko terpaparnya
kuman pneumonia, dengan mencegah dan menjauhkan anak dari orang sekitar nya yang
sedang mengalami infeksi saluran nafas, serta menghindari anak dari makanan yang
menyebabkan batuk dengan memberikannya makanan yang sehat dan pemberian vitamin
pada anak.
26

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta:
EGC; 2000
Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Perjalanan Penyakit. Jakarta: EGC;
2012
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes RI;
2010
World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta.
WHO Indonesia; 2009

You might also like