Professional Documents
Culture Documents
BRONKOPNEUMONIA
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
dr. Amelia
Pendamping :
dr.H.M. Suaidi
Pembimbing:
dr.Budi Wibowo,Sp.A
BORANG PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Amelia
Nama Wahana : RS Bhayangkara Indramayu
Topik : Bronkopneumonia
Tanggal (kasus) : Agustus 2018
Nama Pasien : An. TH, 15th No RM : 071***
Tanggal Presentasi : Agustus 2018 Nama Pendamping : dr. HM.Suaidi
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Indramayu
Objektif Presentasi : Penatalaksanaan Bronkopneumonia
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi Anak laki-laki usia 15 th, datang dengan keluhan sesak nafas
Tujuan Mengetahui penegakan diagnosis yang tepat pada pasien dengan keluhan
sesak nafas dan mengetahui penatalaksanaan pada kasus BP
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi dan Email Pos
diskusi
Data pasien Nama : an. Novatin No registrasi : 076***
Nama klinik : IGD RS Bhayangkara Telp : (0234) Terdaftar sejak :
Indramayu 507878
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis : BP
2. Gambaran Klinis:
Os datang ke RS Bhayangkara Indramayu diantar oleh orang tuanya dengan
keluhan sesak nafas berat, sesak dirasakan terus menerus dan semakin memberat, sesak
tidak berkurang dengan istirahat atau berbaring, disertai dengan batuk yang dirasakan
sejak 4 hari yang lalu, batuk disertai dengan dahak warna putih, keluhan batuk disertai
darah disangkal, demam atau keringat dingin pada malam hari disangkal, os minum obat
warung “neonapasin” namun sesak tidak berkurang. Kemudian Os dibawa ke KLinik
dan diberi Nebulizer dan kemudian di rujuk ke RS. Os juga mengeluh demam sejak 3
hari smRS
3
8. Lain-lain:
Pemeriksaan Fisik: dilakukan pada tanggal 18 Juli 2018
Status Praesens
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Nadi : 110x/menit
Nafas : 42x/menit
Suhu : 38oC
BB : 24 kg
1. Status Internis
• Kepala : bentuk bulat, tidak terdapat benjolan dan bekas luka, rambut hitam terdistribusi
merata dan tidak mudah dicabut
• Mata : bentuk normal, simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, palpebra
superior et inferior tidak edema, pupil bulat, isokor, Ø 2 mm, refleks cahaya +/+, kontak
mata baik
• Telinga : bentuk normal, simetris, sekret -/-.
• Hidung : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, tampak pernafasan cuping hidung
sekret -/-
• Mulut : bentuk normal, bibir kering (+), oral thrush (-), stomatitis (-), mukosa dinding
faring posterior tidak hiperemis
• Leher: trakea di tengah, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
• Kelenjar getah bening : teraba membesar dua buah pada region retroaurikuler.
• Kulit : ikterus (-), sianosis (-)
Thorax:
o Pulmo
– Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis, retraksi (+) intercostals (+)
– Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat.
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : pernapasan vesikuler menurun, ronkhi +/+, wheezing -/-
o Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Redup
5
Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen thorax
6
- Laboratorium:
Terapi
IVFD Futrolit 4 cc/jam
02 8 lpm NRM
Co. dr. Budi Sp. A
Nebu NaCl 3% 5 cc + Pulmicort 1 amp + Farbivent 1
Dexa 3 X10 mg iv
Aminofilin 10 cc + NaCl 0.9% 10 cc dalam spuit 20 cc habis dalam 30 menit
lanjut:
Aminofilin 18 cc + NaCl 0.9% 32 cc dalam 50 CC habis dalam 24 jam (infus pump)
Merophenenm 3x1,5 gr iv + nacl 100 cc drip dlm 15 menit pakai infuse pump
Sagestam 3x50 mg iv
Paracetamol 500 mg/6jam iv
7
Meixam 3x1 gr dlm 100 cc Nacl 0.9% drip dlm 15 menit pakai infuse pump
Vestein syr 3x1 cth
Diet Lunak 3x/Susu 2x
Rawat ICU
Daftar Pustaka :
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta:
EGC; 2000
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Perjalanan Penyakit. Jakarta: EGC;
2012
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes RI;
2010
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta.
WHO Indonesia; 2009
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis klinis Bronkopneumonia
2. Tatalaksana Bronkopneumonia dan pengobatan
3. Edukasi keluarga dengan anak Brnkopneumonia
2. Obyektif
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Nadi : 110x/menit
Nafas : 42x/menit
Suhu : 38oC
BB : 22 kg
Status lokalis thorax
8
o Pulmo
– Inspeksi : simetris dalam statis dan dinamis, retraksi (+) intercostals (+)
– Palpasi : stem fremitus kanan kiri, depan belakang sama kuat.
– Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
– Auskultasi : pernapasan vesikuler menurun, ronkhi +/+, wheezing -/-
3. Assessment
Pasien didiagnosis dengan Bronkopneumonia, didasarkan dengan keluhan sesak nafas terus
menerus sejak semalam dengan disertai dengan infeksi saluran nafas akut, batuk berdahak
warna putih, disertai dnegan demam, keluhan sesak nafas mengarah pada diagnosis penyakit
jantung dapat disingkirkan dengan tidak adanya riwayat penyakit jantung bawaan dan tidak
adanya riwayat sesak nafas disertai kebiruan saat masih bayi dan keluhan mudah lemas
disangkal, keluhan sesak nafas yang mengarah ke TB paru anak dapat disingkirkan dengan
tidak ada nya riwayat anggota keluarga dengan atau orang terdekat dengan pasien yang
sedang dalam menjalani pengobatan Tuberculosa, diagnosis banding tuberculosa juga dapat
disingkirkan dengan scoring TB dan test mantoux pada anak kecil yang batuk berdahak
namun tidak dapat mengeluarkan dahaknya untuk di cek BTA. Sesak nafas mengarah ke
asma juga dapat disingkirkan dengan tidak adanya riwayat sebelumnya sesak nafas asma
dan riwayat keluarga dengan asma, serta sesak nafas yang disertai suara mengi saat
ekspirasi.
4. Plan
Diagnosis
Untuk menunjang penegakkan diagnosis bronkopneumonia dapat dilakukan dengan
anamnesis, berupa keluhan sesak nafas yang semakin memberat dan tidak dipengaruhi
perubahan posisi dan tidak disertai dengan warna kebiruan serta tidak disertai dengan suara
mengi, sesak nafas juga disertai dengan batuk berdahak warna putih yang berarti sesak nafas
di sebabkan oleh infeksi saluran pernafasan, dari pemmeriksaan fisik juga di dapatkan nafas
mengap-megap dengan jumlah raspirasi rate 40x/menit dengan disertai pada retrasksi
intercostale, epigastrium dan disertai dengan rhonkhi diseluruh lapang paru kanan dan kiri.
Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap di dapatkan leuositosis yang menunjukkan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada pemeriksaan penunjang rontgen thorax PA
didapatkan gambaran infiltrate disekitar pericardial di paru kanan dan kiri.
9
Pengobatan
Pengobatan untuk Bronkopneumonia dapat diberikan:
Pada penanganan bronkopneumonia kembali pada penanganan kegawatdaruratan berupa
airway, breathing, dan circulation. Pada kasus ini dimana pada respirasi anak di dapatkan
takipneu yaitu 40x/menit sehingga perlunya diberikan oksigenasi 3 liter per menit, serta di
berikan nya aminiphilin dosis maintenance dengan menggunakan syring pump dan pada
dosis rumatan dengan menggunakan infuse pump, serta diberikan nya antibiotik intravena.
Pasien anak dengan bronkopneumonia dengan takipneu harus di rawat intensive di rumah
sakit, dan dapat dipulangkan jika kondisi nafas membaik dengan keadaan umum yang baik,
dengan diberikannnya antibiotik oral dan multivitamin dengan disertai pengobatan
simtomatis lainnya, dan dianjurkan orang tua untuk mengantarnya control kembali untuk
mengetahui perkembangan perbaikan kondisi anak.
Konsultasi
Diberitahukan pada keluarga pasien untuk rutin meminum obat dan rutin membawa anaknya
untuk control, serta menjaga pola makan anak dan menghindari anak dari orang terdekat yang
sedang batuk dan dalam pengobatan paru (TB) serta menjauhkan anak dari asap rokok dan
makanan yang menyebabkan batuk (MSG, gorengan, permen, chiki)
10
PEMBAHASAN
Definisi
Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada
alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada
pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi
penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah dari
parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing.
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa
lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat.
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang
lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan
meningkat (Suzanne G. Bare, 1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
11
Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun
akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei
kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di
Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama pneumonia.
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah:
12
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi
udara (polusi industri atau asap rokok).4
Tabel Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365 5
Patogenesis
Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme
yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan berkaitan
dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus
pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus, sedangkan infeksi pada
pemakaian ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa. Pada masa sekarang, terlihat
perubahan pola mikrorganisme adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan
kekebalan, penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotic yang tidak tepat
menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman
akibat adanya berbagai mekanisme terutama oleh S. aureus, H. influenza dan
Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri gram negatif.
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia, S.
pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini
meningi merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa. Fibronektin
merupakan reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya fibronektin
menyebabkan reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram negative. Sumber
basil gram negative dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau alat respirasi yang
tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat
terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau pada
pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainya
adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau luka tusuk dada
15
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
16
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
17
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa
hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak,
kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau
kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu.
19
Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis.
Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat
adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif /
produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.
Anamnesis
Fisik
Keadaan umum Klinis > temuan Klinis ≤ temuan Klinis < temuan
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis hingga >
15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung jenis. Lekosit >
30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus. Trombositosis >
500.000 khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama
pada anak- anak kecil.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan
diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru.
Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia
bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya
disebabkan oleh Staphylokokus pneumonia.
Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak infiltrat pada paru
kanan
21
b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau
inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin, terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan
tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP
kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.
c. Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Kriteria Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
Diagnosis Banding
Komplikasi
Penatalaksanaan
1 Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada
analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2 Penatalaksanaan khusus
- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif)
Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-kanak
dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini morbiditas yang
berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan
yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.
25
1. KESIMPULAN
2. SARAN
Lakukanlah pola hidup sehat dan waspadalah terhadap faktor resiko terpaparnya
kuman pneumonia, dengan mencegah dan menjauhkan anak dari orang sekitar nya yang
sedang mengalami infeksi saluran nafas, serta menghindari anak dari makanan yang
menyebabkan batuk dengan memberikannya makanan yang sehat dan pemberian vitamin
pada anak.
26
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 2. Jakarta:
EGC; 2000
Price, Sylvia A. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Perjalanan Penyakit. Jakarta: EGC;
2012
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes RI;
2010
World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit. Jakarta.
WHO Indonesia; 2009