Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
KARTIKA APRIANI
10101012
Pembimbing :
dr. Irwan, Sp.JP-FIHA
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala klinik yang sejalan
dengan gejala iskemia miokard. SKA merupakan bagian dari perjalanan penderita
penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner). SKA dapat berupa angina
pectoris tidak stabil, infark miokard tanpa ST elevasi dan infark miokard dengan
ST elevasi dan atau kematian jantung mendadak.
Data dari European Society of Cardiolog (ESC) pada tahun 2012
menunjukkan bahwa secara global penyakit jantung koroner adalah penyebab
kematian nomor satu. Lebih dari 7 juta orang meninggal akibat penyakit jantung
koroner setiap tahunnya yang menjadikan penyakit jantung koroner penyumbang
12.8% kematian di seluruh dunia.
Dengan melihat besarnya angka kematian akibat penyakit jantung koroner
dan adanya faktor resiko yang dapat diubah, maka pemberian edukasi yang tepat
pada masyarakat mengenai penyakit jantung koroner adalah langkah yang baik.
CHF menyumbang angka mortalitas sebesar 34% dalam kasus
kardiovaskuler. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat
dan akan memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi bagi
keluarga penderita, masyarakat, dan negara. Prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2013 berdasarkan diagnosis dokter yaitu sebesar 0.13%.4 Selain
itu, data dari WHO pada tahun 2013 menyatakan lebih dari 17,3 juta orang
meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan 80%-nya terjadi di negara miskin
dan berkembang.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau PPOK. Pada Survai Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki
peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan
utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma,
bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab
tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit
tersebut : kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70
%), pertambahan penduduk, meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun
pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an, industrialisasi, polusi
udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk
pertahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.4 Penatalaksanaan
Penatalakasanaan terbagi dua , yaitu penatalaksanaan pra rumah sakit dan
rumah sakit.
a. Penatalaksanaan pra rumah sakit
Monitoring dan amankan ABC. Persiapan RJP dan defibrilasi
Beri aspirin , dan pertimbangkan beri oksigen, nitrogliserin, dan morfin
jika diperlukan.
Pemeriksaan EKG 12-sadapan dan interpretasi
Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan
pasien dengan SKA.
Bila akan diberi fibronolitik prehospital, lakukan check-list terapi
fibrinolitik.
b. Penatalaksanaan rumah sakit
Penilaian awal di IGD (<10menit)
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
Pasang jalur intravena
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah
Lengkapi check-list fibrinolitik, cek kontraindikasi
Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan darah
Pemeriksaan sinar X (<30menit setelah pasien sampai di IGD).
1. Terapi awal di IGD
Segera beri oksigen 4L/menit nasal kanul, terutama bila saturasi <94%
Pemberian oksigen dianjurkan dalam 6 jam pertama terapi. Pemberian
oksigen lebih dari 6 jam tidak bermanfaat kecuali pada keadaan :
Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau
hemodinamik yang tidak stabil
Pasien dengan tanda bendungan paru
Pasien dengan saturasi oksigen < 90%
Beri aspirin 160-325mg dikunyah
Aspirin direkomendasikan untuk semua pasien dengan SKA kecuali
terdapat kontraindikasi. Aspirin diberikan 160-325mg dikunyah untuk
pasien tanpa riwayat alergi, pasien yang belum mendapat aspirin dan
tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan.
Nitrogliserin sublingual atau spray
Pemberian nitrogliserin tablet sublingual dapat diulang sampai 3 kali
dengan interval 3-5menit jika tidak ada kontraindikasi.
Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin
sublingual atau semprot.
2.2.2 Etiologi
Etiologi gagal jantung terbanyak adalah penyakit arteri koroner,
hipertensi, idiopatik kardiomiopati dan penyakit katup jantung. Gagal jantung
yang disebabkan oleh penyakit arteri koroner mencapai angka kejadian sebesar
60 – 70% (gagal jantung sistolik) dan penyakit arteri koroner merupakan
prediktor untuk progresifitas disfungsi sistolik ventrikel kiri dari asimptomatis
menjadi simptomatis. Hipertensi dan penyakit katup jantung juga merupakan
faktor resiko yang cukup signifikan dalam menyebakan gagal jantung yaitu
dengan angka kejadian sebesar 1.4 – 1.6%. Diabetes melitus, DM,
meningkatkan resiko gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati
menjadi dua kali lipat dan pada wanita, DM menjadi faktor resiko utama
terjadinya penyakit arteri koroner yang juga bisa berakibat menjadi gagal
jantung. Merokok, pola hidup inactive, dan obesitas juga termasuk faktor resiko
yang harus diperhatikan, karena banyak faktor lain yang meningkatkan resiko
gagal jantung.
Secara rinci, penyebab gagal jantung kongestif antara lain:
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4) Peradangan dan penyakit miokardium degenerative
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi CHF terdiri atas klasifikasi berdasarkan New York Heart
Association, NYHA, (berdasarkan kemampuan seseorang dalam
menjalankan aktivitas fungsionalnya atau melakukan kegiatan sehari-hari)
dan klasifikasi oleh American College of Cardiology (ACC) atau American
Heart Association (AHA) (berdasarkan perkembangan dan progresifitas
dari penyakit).
3
Terjadi limitasi 4
2
1 aktivitas fisik. Setiap aktivitas
Sedikit limitasi
Saat istirahat, fisik yang
Tanpa limitasi aktivitas fisik,
tidak ada dilakukan
aktivitas fisik. hilang saat
keluhan. menimbulkan
Aktivitas fisik istirahat.
Aktivitas fisik gejala CHF,
yang biasa tidak Aktifitas fisik
yang lebih ringan bahkan saat
menimbulkan yang biasa
dari aktifitas fisik istirahat juga
gejala CHF menimbulkan
biasa menimbulkan
gejala CHF
menimbulkan keluhan
gejala CHF
still NYHA
class II-IV?
Ya tidak
Beri Ivabradine
Still NYHA II -
IV? LVEF
≤35%
Durasi QRS
≥120ms?
Tidak ada
Pertimbangkan terapi spesifik,
CRT-P/CRT-D lanjutkan terapi
penyakit dasar
Still NYHA II -
IV
DIGOKSIN / H-ISDN
end stage --> LVAD /
transplantation
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
2.3.6 Penatalaksanaan
2.4.2 Klasifikasi4
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma
(mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2.3 klasifikasi CKD berdasarkan LFG
2.4.4 Penatalaksanaan
Nonfarmakologis
a.Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit CKD sesuai dengan derajatnya,
dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.4 rencana tatalaksana penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Terapi Farmakologis
a. Kontrol tekanan darah
- Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi
kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35%
atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
- Penghambat kalsium
- Diuretik
b. Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM
tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi hiperkalemia
g. Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h. Terapi ginjal pengganti.
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Identitas pasien
• Nama : Tn M. A
• No RM : 87 23 86
• Umur : 76 tahun 8 bulan
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• Pekerjaan : Petani
• Status : Menikah
• Masuk RS : 8 Mei 2015
Anamnesis
Autoanamnesis Dan Alloanamnesis (istri dan anak pasien yang mengetahui perjalan
penyakit pasien.
Keluhan utama
Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 6 jam SMRS (sebelum masuk rumah
sakit)
- Pasien mengeluhkan sesak nafas yang hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu,
sesak memberat 6 jam SMRS. Sesak muncul secara tiba-tiba, pada saat
serangan pasien sedang tidur malam hari. Sesak seperti ada rasa tertindih
benda berat pada dada. Serangan muncul pukul satu malam hingga pagi hari
pasien dibawa ke RS. Ketika sesak pasien langsung duduk dengan posisi
menunduk, kepala bertumpu pada tangan yang memegang pada teralis
jendela untuk meringan nafas yang sesak. Keluhan sesak bertambah berat
ketika pasien berjalan ke kamar mandi. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada
bersamaan dengan serangan sesak, nyeri dirasakan mendesak kedada, rasa
tertekan. Nyeri terasa hilang timbul serangan sesak. Nyeri menjalar kearah
bahu dan leher, hingga kepunggung. Nyeri berkurang jika rasa sesak
berkurang ketika pasien duduk. Pasien mengatakan sejak satu minggu
terakhir nafsu makan menurun, badan terasa lemas. Keluhan batuk (-),
demam (-).
- 3 tahun yang lalu pasien pasien berobat ke poli klinik jantung di RSUD
Arifin Achmad dengan keluhan sering pusing dan badan tidak enak, setelah
dilakukan pemeriksaan pasien didiagnosa memiliki Penyakit Hipertensi
(pasien dan keluarga tidak ingat jelas tekanan darah pasien saat itu). Pasien
tidak mengontrol TD secara terus menerus ke dokter, pasien minum obat
tensi sekali-sekali saja yang dibeli dari apotik.
- 7 bulan yang lalu (18 - November - 2014) pasien berobat ke poli klinik
jantung di RSUD Arifin Achmad dengan keluhan nyeri dada, mual dan
pusing. Tensi 130/80 mmHg. Gambaran T-inverted (tidak jelas lead
berapa). Didiagnosa CAD (Coronnary Artery Disease)
- 5 bulan yang lalu (07 – Januari – 2014) pasien berobat ke poli klinik jantung
di RSUD Arifin Achmad dengan keluhan kaki bengkak (edema), nafas
sesak. Tensi 140/90 mmHg. Didiagnosa CHF (Congestive Heart Failure) +
CAD (Coronnary Artery Disease).
- Tanggal 19 Januari 2015 pasien berobat ke poli klinik jantung di RSUD
Arifin Achmad dengan keluhan sesak dan nyeri dada. TD : 160/90 mmHg.
Didiagnosa CHF + CAD + UAP (unstable angina pectoris). Pasien dirawat
inap selama 5 hari sampai tanggal 23 Januari 2015.
- 3 bulan yang lalu (24 – Februari – 2015) pasien berobat ke poli klinik
jantung di RSUD Arifin Achmad dengan keluhan sesak, nyeri dada, kedua
tungkai kaki bengkak (edema), batuk (berdahak). TD : 140/80 mmHg.
Pemfis thorax paru : Rhonki (+). Pem. Lab : Hb : 9.3 mg/dl. Didiagnosa
CHF + CAD + COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease). Pasien
dirawat inap selama 3 hari sampai tanggal 26 februari 2015. Rencana
kateterisasi jantung 2 bulan kemudian.
- 2 bulan yang lalu ( 04 - maret – 2015) pasien berobat ke poli klinik jantung
di RSUD Arifin Achmad dengan keluhan nafas sesak, nyeri dada sekali-
kali, dan kepala pusing. TD : 110/70. Didiagnosa : CHF FC-1 + COPD +
CAD.
- 1 bulan yang lalu ( 02 April 2015) pasien berobat ke poli klinik jantung di
RSUD Arifin Achmad dengan keluhan nafas sesak. TD : 130/90 mmHg.
Didiagnosa CHF + COPD + CKD (chronic kidney disease)
- 4 hari SMRS (04 – Mei – 2015) pasien berobat ke poli klinik jantung di
RSUD Arifin Achmad dengan keluhan sesak nafas. TD 130/80 mmHg.
Didiagnosa CHF + COPD + CKD.
Hipertensi (+)
Penyakit jantung (+)
Diabetes melitus (-)
Penyakit paru (+)
Pasien sudah menikah. Dulu bekerja sebagia petani,1 tahun terakhir tidak
bekerja lagi. Ekonomi menengah. Riwayat merokok (-), minum alkohol (+), dulu
suka memakan makanan berlemak seperti gulai, gorengan, dll. Sejak 5 bulan
terakhir sudah mengurangi aktivitas fisik, sesuai anjuran dokter.
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Komposmentis
Nafas : 26 x/menit
Suhu : 37,2 °C
Kesadaran : Komposmentis
Nadi : 82 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,5 °C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Rambut : distribusi normal, tidak mudah dicabut, warna hitam.
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5+4 cmH2O.
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Sekret (-), deformitas (-), nyerti tekan (-)
Hidung : Sekret (-), deviasi (-), nyeri tekan (-)
Dada (thorax)
Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada : normal, gerakan dinding dada simetris kiri
dan kanan, retraksi otot-otot pernafasan dinding dada (+).
Palpasi : VF melemah di lapangan paru segmen atas, tengah, dan
bawah di kedua lapangan paru.
Perkusi : hipersonor di kedua lapangan paru segmen atas dan tengah,
redup di kedua lapangan paru segmen bawah.
Auskultasi : Wheezing (+/+) di kedua lapangan paru segmen atas dan
bawah, ekspirasi memanjang (di IGD). Rhonki basah basal di kedua
lapangan paru segmen bawah (+/+).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada linea axillaris anterior sinistra SIC
VI, thrill (-), tidak kuat angkat.
Perkusi
o batas jantung kanan SIC V-VI 1 jari lateral linea sternal dekstra.
o batas jantung kiri SIC V-VI linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, gallop S3 (+).
Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, pelebaran vena (-), scar (-),
inflamasi (-), asites (-)
Auskultasi: bising usus (+)
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Ekstremitas : Oedem tungkai (-)
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan darah rutin:
Hb : 8.7 mg/dl
Leukosit : 7.7 /ul
Trombosit : 203 /ul
Ht : 25 %
- Kimia darah:
- Tanggal 09/5/2015
GLUC : 78 mg/dl
Chor : 197 mg/dl
DHDL : 480
LDL-Chol : 133 mg/dl
TBG1 : 82 mg/dl
Bil-D : 0.13 mg/dl
Bil-I : 0,76 mg/dl
Bil-T : 0,89 mg/dl
Ureum : 138 mg/dl
Creatinin : 5.86 mg/dl
SGPT/ALT : 10 U/L
SGOT/AST : 21 U/L
Albumin : 4.07 g/dl
Globulin : 3,70 mg/dl
TpI : 0,43 mg/dl
- Pemeriksaan Elektrolit : tidak tersedia
- Rontgent thorax
Dari keterangan keluarga : belum ada foto rontgen thorax.
- EKG:
Pada pemeriksaan EKG tanggal 11 Mei 2015
didapatkan
DAFTAR MASALAH
1. NSTEMI
2. CHF NYHA-III
3. COPD
4. CKD
PENATALAKSANAAN
Nonfarmakologis :
Memposisikan semi fowler
Mengurangi asupan garam untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh
Membatasi aktivitas fisik untuk mengurangi sesak
Farmakologis :
IVFD Nacl 0.9% / 12 jam
Inj. Furosemide 1 ampul / 24 jam
Inj. Ranitidin 2 ampul / 24 jam
Ramipil tab 2,5 mg 2 dd 1
ISDN tab 5 mg 3 dd 1
Aspilet (miniaspi) tab 80 mg 1 dd 1
Inj. Aristra 2.5 mg / 24 jam (diberikan tanggal 10 mei 2015)
Nebu (combivent + pulmicort) / 8 jam
Transfusi PRC : sebanyak 2 kantong, sudah masuk tanggal 8 dan 9 Mei 2015.
BAB IV
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. NSTEMI
Diagnosis NSTEMI pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri dada,
nyeri dada menyesak, menjalar kebahu, leher hingga ke punggung belakang,
nyeri hilang timbul selama serangan sesak, jika dibawa istirahat sedikit
menghilang. Pada pemeriksaan EKG didapatkan T-inverted Lead I – aVL–
V4 –V5–V6 (adanya iskemik pada otot jantung). Pada pemeriksaan
penunjang laboratorium enzim jantung didapatkan peningkatan Tropinin I,
yaitu 0,43 mg/dl.
2. CHF NYHA-III
Diagnosis CHF NYHA-III pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
pasien didapatkan keluhan sesak nafas, sesak diperberat dengan aktivitas
fisik ringan, pasien sering terbangun malam karena sesak, pasien pernah
memiliki riwayat kaki bengkak (edema). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
peningkatan JVP, kardiomegali, rhonki basah basal (+/+), irama gallop S3
(+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan. Pada pemeriksaan penunjang
EKG ditemukan left axis deviation.
3. COPD
Diagnosis COPD ditegakkan pada pasien ini berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien
didapatkan riwayat penyakit paru 2 bulan yang lalu, pasien juga
mengeluhkan sesak, riwayat batuk berdahak. Pada pemeriksaan fisik ketika
terjadi serangan sesak di IGD ditemukan Wh (+/+) dan Rh (+/+). Adanya
kelainan suara nafas seperti wheezing perlu dipirkan bahwa terjadi suatu
penyempitan pada jalan nafas pasien. Namun sesak pada pasien dengan
CHF bisa disebabkan oleh efusi pleura atau edema paru. Pada pasien ini
juga perlu dipertimbangkan adanya penyakit pneumonia yang juga memiliki
gejala sesak, batuk, dan demam. Pneumonia biasanya didukung oleh
pemeriksaan labor, yaitu peningkat leukosit diatas nilai normal yg
menunjukkan suatu infeksi.
4. CKD stage 3
Diagnosis CKD pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang laboratorium. Dari
anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan badan terasa lemas satu minggu
terakhir. Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (+/+). Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb : 8.7 mg/dl. Keadaan pasien ini menunjukkan
tanda anemia. Kemudian kita mencari etiologi atau penyebab anemia pada
pasien ( perdarahan masif, penyakit kronik yang menyebakan kehilangan
darah yang lama atau yang menghambat pembentukan sel darah merah).
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai ureum dan kreatinin
mengalami peningkatan yaitu Ureum : 138 mg/dl Creatinin : 5.86 mg/dl.
kemudian setelah dihitung berdasarkan rumus Kockcorft-Gault didapatkan
LFG (41.3 ml/menit/1,73m²), hasil LFG ini menunjukkan CKD stage 3.
KESIMPULAN
FOLLOW-UP PASIEN
Tanggal S O A P
10 Mei 2015 Sesak (+) TD : 130/80 NSTEMI - IVFD Nacl 0.9% / 12
Nyeri dada (+) N : 78 x/i + CHF + jam.
mual (+) R : 22 x/i COPD + - Inj. Furosemide 1
S : 36,3 C CKD ampul / 24 jam.
- Inj. Ranitidin 2 ampul
/ 24 jam.
- Ramipil tab 2,5 mg 2
dd 1
- ISDN tab 5 mg 3 dd 1
- Aspilet (miniaspi) tab
80 mg 1 dd 1 Nebu
(combivent +
pulmicort) / 8 jam
- Diruangan
ditambahkan : Inj.
Aristra 2.5 mg / 24
jam.
11 Mei 2015 Sesak (+) TD : 130/80 NSTEMI + salbutamol tab 4 mg 3 dd 1
nyeri dada N : 78 x/i + CHF + + retapil tab 2 dd 1 + Simarc
(berkurang) R : 22 x/i COPD + tab 2 mg 1 dd 1
S : 36,3 C CKD
12 Mei 2015 Sesak TD : 130/80 NSTEMI Terapi lanjut
(berkurang) N : 78 x/i + CHF +
nyeri dada R : 22 x/i COPD +
(berkurang) S : 36,3 C CKD
13 mei 2015 Sesak TD : 130/80 NSTEMI Terapi lanjut
(berkurang) N : 78 x/i + CHF +
nyeri dada R : 22 x/i COPD +
(berkurang) S : 36,3 C CKD
DAFTAR PUSTAKA
1. Kursus Bantuan Hidup Lanjut ACLS INDONESIA. Jakarta:2011. Hal 60-
76.
2. Steg GP, James SK, Atar D, Bandano LP, Blomstrom-Lundqvist C, Borger
MA, et.al. ESC guidelines for the management of acute myocardial
infarction in patients presenting with ST-segment elevation. European Heart
Journal (2012) 33. 2569-619.
3. Gray HH, Dawkins KD, Simpson IA, Morgan JM. Lecture Notes:
Kardiologi. Edisi IV. Jakarta:2002. Hal 107-50.
4. ACC/ AHA , 2014 : Guidelines for management patient with ST- Elevasi
Myocardial Infarction.
5. ACC/ AHA, 2014: Guidelines for managemen of patient with Unstable
Angina/ NonSTEMICME
6. Lisa AB,Taletha Carter(2008) Cardiovascular Care,Philadelphia.
7. McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M,
Dickstein K, et all. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure 2012. European Heart Jurnal. 2012.
8. Remme WJ, Swedberg K. Guidelines for the diagnosis and treatment of
chronic heart failure. In: European heart journal. 2001; 22, 1527-60.
9. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). PPOK (Penyakit Paru
obstruksi Kronik). Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatal aksanaan di
Indonesia. Revisi 2011.
10. PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). ASMA. Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Revisi 2010.
11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). National
Heart Lung and Blood Institute, update 2009.
12. Global Initiative for Asthma (GINA). National Heart Lung and Blood
Institute, update 2013.
13. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.2.
14. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
15. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku
Ajar
16. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-434.
17. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006.