You are on page 1of 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi kurang pada balita yang masih tinggi di Asia Tenggara
belum dapat diatasi hingga saat ini. Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) menyebutkan prevalensi gizi kurang paling tinggi
adalah Timor Leste sebesar 37,7%. Indonesia masuk pada peringkat ke 7
dari 11 negara. Gizi sebagai salah satu faktor yang menentukan kualitas
tumbuh kembang dan merupakan faktor masalah di berbagai negara
berkembang termasuk Indonesia (Kemenkes,2013).
Data Riskesdas prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U < -2SD)
memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% (2007) menurun menjadi
17,9% (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% (tahun 2013).
Sumatera Utara menduduki peringkat gizi kurang ke 16 dari 33 Provinsi di
Indonesia. Angka diatas belum mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu
15,5%. Sedangkan sasaran SDGs tahun 2030 adalah zero (Kemenkes,
2013).
Faktor penyebab gizi kurang secara langsung adalah konsumsi
makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi. Gizi kurang dapat
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan balita yang tidak optimal.
Sedangkan penyebab tidak langsung dipengaruhi oleh pengetahuan ibu,
pendidikan ibu, ketersediaan pangan, sosial ekonomi dan pola asuh balita
(Baculu,dkk. 2015).
Seorang anak bisa dikatakan tumbuh apabila anak tersebut
mengalami perubahan fisik yang dapat diukur, dan tingkat sel yang
bertambah atau organ tubuh, maupun individu yang dapat diukur dengan
berat badan, dan panjang badan. Sedangkan perkembangan bisa dilihat
dari bertambahnnya fungsi tubuh yang lebih kompleks seperti kemampuan
gerak, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian balita
(Soetjiningsih, 2012).

1
Hemoglobin sangat mempengaruhi keadaan gizi kurang pada
balita. Dan penyakit anemia menjadi salah satu faktor yang terjadi pada
anak gizi kurang. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Faktor-faktor penyebab
anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola makanan,
sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan. Khumaidi
(1989) mengemukakan bahwa faktor yang melatarbelakangi tingginya
prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang adalah keadaan sosial
ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang
rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk. Meskipun
anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus
anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh
kurangnya masukan zat gizi besi. Selain itu penyebab anemia gizi besi
dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap
penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi
parasit (cacing).
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb
dalam darah dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat
lupa. Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan
produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan daya
tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi (Studi Anemia
Defesiensi Besi Anak Sekolah Dasar. Majalah Kedokteran Indonesia Vo.
45. No. 10, Oktober, 2007).
Ada dua jenis alat angkut protein di dalam sel mukosa usus halus
yang membantu penyerapan besi, yaitu transferin dan feritin. Diperkirakan
hanya 5-15% besi makanan diabsorpsi oleh orang dewasa yang berada
dalam status besi baik. Dalam keadaan defisiensi besi absorpsi dapat
mencapai 50%. Banyak faktor berpengaruh terhadap absorpsi besi, yaitu
bentuk besi dalam makanan vitamin asam folat dan tanin.
(Almatsier,2013).

2
Vitamin C mudah diabsorpsi secara aktif dan mungkin pula secara
difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui
vena porta. Rata-rata absorpsi adalah 90% untuk konsumsi diantara 20-
120 mg sehari. Tubuh dapat menyimpan 1500 mg vitamin C bila konsumsi
mencapai 100 mg sehari. Vitamin C mempunyai banyak fungsi didalam
koenzim dan kofaktor. Asam askorbat adalah bahan yg kuat kemampuan
reduksinya dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi
hidroksilasi. Vitamin C mereduksi feri menjadi fero dalam usus halus
sehingga di absorbsi. Vitamin C menghambat pembentukan hemosiderin
yg sukar di mobilisasi untuk membebaskan besi bila diperlukan. Absorbsi
besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C.
Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dr transferin di dalam
plasma ke feritin hati. Protein menjadi salah satu faktor yang membantu
penyerapan zat besi yaitu asam organik, seperti vitamin C dan faktor yang
menghambat penyerapan zat besi adalah asam fitat dan asam oksalat
(Almatsier, 2013)
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang “Hubungan Asupan Zat Besi dan Vitamin C terhadap Hemoglobin
pada Anak Gizi Kurang 12-59 bulan di wilayah kerja puskesmas
Petumbukan”.
A. Perumusan Masalah
Adakah hubungan asupan zat besi dan vitamin C dengan kadar
hemoglobin pada anak gizi kurang usia 12-59 di wilyah kerja puskesmas
petumbukan?
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan asupan zat besi dan vitamin C dengan kadar
hemoglobin pada anak gizi kurang usia 12-59 bulan di wilyah kerja
puskesmas petumbukan.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai Asupan Zat Besi pada Anak Gizi Kurang Usia 12 - 59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.

3
b. Menilai Asupan Vitamin C pada Anak Gizi Kurang Usia 12 - 59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.
c. Menilai Kadar Hemoglobin pada Anak Gizi Kurang Usia 12 - 59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan..
d. Menganalisis Hubungan Asupan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin
pada Anak Gizi Kurang Usia 12 - 59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan.
e. Menganalisis Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin
pada Anak Gizi Kurang Usia 12 - 59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan.
f. Manfaat
1. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada orangtua yang memilliki anak gizi
kurang mengenai hubungan asupan zat besi dan vitamin C dengan kadar
hemoglobin pada anak gizi kurang usia 12-59 di wilyah kerja puskesmas
petumbukan
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai referensi tentang hubungan asupan zat besi dan vitamin C
dengan kadar hemoglobin pada anak gizi kurang usia 12-59 di wilyah
kerja puskesmas petumbukan.
3. Bagi Puskesmas
Untuk bahan informasi tentang asupan zat besi dan vitamin C
dengan kadar hemoglobin pada anak gizi kurang usia 12-59 di wilyah
kerja puskesmas petumbukan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi balita
1. Golongan usia balita
World Health Organization (WHO) (2002) mengelompokkan usia
anak dibawah lima tahun (balita) menjadi tiga golongan, yaitu golongan
usia bayi (0–1 tahun), usia bawah tiga tahun (batita) (2-3 tahun), dan
golongan pra sekolah (4-5 tahun). Usia batita dan pra sekolah merupakan
usia yang pertumbuhannya tidak sepesat masa bayi, tetapi aktifitas pada
masa ini lebih tinggi dibandingkan masa bayi. (Susetyowati, 2016).
2. Kebutuhan gizi balita
Usia 12- 59 bulan ialah usia yang sangat penting bagi
perkembangan dan pertumbuhan anak sehingga semua kebutuhan
gizinya harus terpenuhi. Anak juga baru diperkenalkan pada makanan
pendamping ASI (MPASI).Pertumbuhan yang cepat berada dalam periode
sejak mulai diberikan ASI sampai usia lima tahun, yang merupakan masa-
masa rawan dalam siklus hidup. Apabila seorang anak tidak mendapatkan
perhatian khusus, maka masalah gizi akan sangat mudah terjadi pada
anak tersebut. Oleh karena itu, anak harus diberikan penanganan berupa
perawatan dan pengasuhan yang tepat, khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizinya. (Widodo dkk, 2015).
Untuk memastikan pertumbuhan serta perkembangan pada anak,
makanan memiliki peranan penting dalam hal kebutuhan gizi pada anak
seperti halnya karbohidrat yang berfungsi sebagai penghasil energi bagi
tubuh yang mempengaruhi aktivitas anak yang mulai aktif bergerak. Dan
biasanya membutuhkan sebesar 1300 kkal per hari. Protein yang
berfungsi untuk membangun dan memperbaiki sel tubuh dan
menghasilkan energi. Anak membutuhkan protein sebesar 35 gram per
hari. Mineral dan vitamin yang memiliki peranan penting pada makanan
anak adalah iodium, kalsium, zinc, asam folat, asam folat, zat besi, vitamin
A,B,C,D,E, dan K. Mineral dan vitamin berperan dalam perkembangan
motorik, pertumbuhan, dan kecerdasan anak serta menjaga kondisi tubuh

5
anak agar tetap sehat. Sementara pertumbuhan fisik tubuh sedikit
melambat, karenanya anak perlu makan makanan yang memberikan
asupan gizi yang mendukung pertumbuhan otaknya.( Medicomz Indonesia
Medical RPG, kebutuhan gizi bayi dan balita, 2013 ).

B. Status Gizi Balita


1. Pengertian
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu (Supariasa dkk, 2008). Status gizi merupakan gambaran
ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang diperoleh dari asupan dan
penggunaan zat gizi oleh tubuh (Susetyowati, 2016).
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi terbagi atas 3 bagian yaitu gizi baik, gizi kurang, dan gizi lebih.
Gizi kurang dan gizi lebih merupakan suatu masalah gizi. Baik pada status
gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi
disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer adalah bila
susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas
yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya
distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang
salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua faktor yang
menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel–sel tubuh setelah makanan
dikonsumsi. Misalnya faktor-aktor yang menyebabkan terganggunya
pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran
cerna dan kekurangan enzim. (Almatsier, 2013).
2. Status Gizi Baik
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan sacara efisien sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja
dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier,
2013). Untuk pemenuhan gizi yang baik dibutuhkan konsumsi gizi
seimbang dari berbagai makanan untuk tumbuh kembang anak.

6
3. Gizi lebih
Status gizi lebih terjadi karena ketidakseimbangan antara energi
yang masuk dengan yang keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit
olahraga, atau keduanya. Gizi lebih dapat menyebabkan berat badan
berlebih. Jika tidak teratasi, berat badan berlebih (apabila jika telah
mencapai obesitas) akan berlanjut sampai remaja dan dewasa (Arisman,
2010)
Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan
energi yang dikonsumsi disimpan didalam jaringan dalam bentuk lemak.
Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko dalam terjadinya berbagai
penyakit degeneratif, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi,
penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu
(Almatsier, 2013).
4. Gizi Kurang
Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan
satu atau lebih zat gizi esensial (Susetyowati, 2016). Akibat kurang gizi
terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang.
Kekurangan gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses-
proses:
1. Pertumbuhan
2. Produksi tenaga
3. Pertahanan tubuh
4. Struktur dan fungsi otak
5. Perilaku (Almatsier, 2013)

C. Asupan Zat Besi (Fe)


1. Pengertian Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan mikroelemen yang ensensial bagi tubuh, yang
diperlukan dalam pembentukan darah yaitu untuk mensintesis
hemoglobin. Kelebihan zat besi disimpan sebagai protein feritin dan
hemosiderin di daam hati, sumsung tulang belakang, dan selebihnya
disimpan dalam limfa dan otot. Kekurangan zat besi akan menyebabkan

7
terjadinya penurunan kadar feritin yang diikuti dengan penurunan
kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin. Jika keadaan ini terus
berlanjut akan terjadi anemia defisiensi besi, dimana kadar hemoglobin
turun dibawah nilai normal (Almatsier, 2013).
2. Fungsi Zat Besi (Fe)
a. Pembentukan Sel Darah Merah
Zat besi dalam tubuh manusia sebagian besar terdapat sel darah
merah yaitu sekitar 65%, dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang
30% dan sekitar 5% terdapat dalam inti sel, dalam plasma dan dalam otot
sebagai moglobin. sebagaimana diketahui, dalam sel darah merah
terdapat hemoglobin yaitu molekul protein yang mengandung zat besi dan
merupakan pigmen darah yang membuat darah berwarna merah. Zat besi
merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin (Almatsier,
2013).
b. Meningkatkan kemampuan belajar
Hubungan defisiensi besi dengan fungsi otak terutama pada fungsi
sistem neurotransmitter (pengantar saraf). Otak memiliki kadar besi tinggi
yang diperoleh dari transpor besi yang dipengaruhi oleh reseptor
transferin. Daya konsentrasi, daya ingat dan kemampuan belajar
terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun (Almatsier, 2013).
c. Sistem Kekebalan
Zat besi memegang peranan dalam sistem kekebalan tubuh. Hal ini
dapat berkurangnya sintesis DNA yang disebabkan gangguan enzim
reduktase ribonukleotida yang membutuhkan zat besi untuk dapat
berfungsi. Sel darah putih yang menghancurkan bakteri tidak dapat
bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan zat besi
(Almatsier, 2013).
3. Sumber Zat Besi (Fe)
Sumber zat besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging,
ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping itu

8
kualitas zat besi yang dinamakan ketersediaan bilogi (biovailability). Pada
umumnya zat besi didalam daging, daging ayam dan ikan memiliki
ketersediaan biologik tinggi, serelia dan kacang-kacangan memiliki
biologik sedang, dan didalam sayuran ketersediaan biologiknya rendah
(Almatsier, 2013).
4. Akibat Kekurangan Zat Besi (Fe)
Kekurangan konsumsi zat besi (Fe) dalam makanan sehari-hari
dapat menimbulkan kekurangan darah yang dikenal dengan anemia gizi
besi karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah sehingga
konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang yang pada akhirnya
menyebabkan anemia. Kelebihan zat besi jarang terjadi karena makanan.
Tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi, gejalanya seperti rasa
muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau, dan
pingsan (Almatsier, 2013).
5. Angka Kecukupan Zat Besi (Fe)

Tabel .1 Angka kecukupan besi yang dianjurkan:

Golongan Umur AKB (mg)


0-6 bulan 0,5
7-11 bulan 7
1-3 tahun 8
4-6 tahun 9
7-9 tahun 10
Sumber : Almatsier 2013

D. Asupan Vitamin C
1. Pengertian Vitamin C
Pengertian Vitamin C adalah sekelompok senyawa organic yang
sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin
berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh
(vitamin mempunyai peran sangat penting dalam metabolisme tubuh),
karena vitamin tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Jika manusia, hewan
dan ataupun makhluk hidup lain tanpa asupan vitamin tidak akan dapat

9
melakukan aktivitas hidup dengan baik, kekurangan vitamin menyebabkan
tubuh kita mudah terkena penyakit.

2. Peranan vitamin C dalam tubuh


Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai senyawa
pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun jaringan
kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Vitamin C merupakan
senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas
dari polusi di sekitar lingkungan kita. Vitamin C juga berperan penting
dalam membantu penyerapan zat besi dan mempertajam
kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal
bebas di seluruh tubuh. Vitamin ini juga dapat meningkatkan pembuangan
feses atau kotoran. Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal
radikal bebas, vitamin C dapat membantu menurunkan laju mutasi dalam
tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degenaratif, seperti
kanker, dapat diturunkan. Selain itu, vitamin C berperan dalam menjaga
bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam tubuh, seperti otot.
Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan
dan memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen.
Melalui mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran
tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Defisiensi
vitamin C juga dapat menyebabkan gusi berdarah dan nyeri pada
persendian. Akumulasi vitamin C yang berlebihan di dalam tubuh dapat
menyebabkan batu ginjal, gangguan saluran pencernaan, dan rusaknya
sel darah merah. (Arisman 2010 dalam buku Gizi Dalam Daur Kehiduapan
EGC).
3. Fungsi Vitamin C bagi kesehatan tubuh
Fungsi vitamin C dalam tubuh berkaitan dengan sifat alamiahnya
yaitu sebagai antioksidan. Vitamin C berperan serta dalam banyak proses
metabolisme yang berlangsung pada tubuh. Fungsi fisiologis yang telah
diketahui membutuhkan vitamin C adalah:
a. Berperan dalam menjaga kesehatan substansi matrik
jaringan ikat

10
b. Integritas epitel melaui kesehatan zat perekat antar sel
c. Meningkatkan mekanisme imunisasi atau peningkatan daya
tahan tubuh terhadap berbagai serangan penyakit dan toksin
d. Berperan dalam menjaga kesehatan epithel pembuluh darah
e. Membantu dalam penurunan kadar kolesterol
f. Membantu pertumbuhan tulang dan gigi
4. Manfaat Vitamin C
Berbagai manfaat vitamin C dalam tubuh yaitu :
a. Sebagai Antioksidan
Vitamin C mengandung antioksidan yang banyak yang juga
dibutuhkan oleh kulit, di mana antioksidan berfungsi untuk menetralkan
radikal bebas yang menumpuk akibat terkena paparan sinar matahari.
"Pemberian asupan vitamin C yang digabungkan dengan bahan lainnya
dapat memperbaiki beberapa tanda-tanda penuaan termasuk berupa
garis-garis halus, pigmentasi yang tidak merata, warna kulit dan juga
tekstur,". Merupakan salah satu fungsi vitamin C dibidang kesehatan kulit.
(Jung K, dkk., 2007).
b. Psikologis Anak
Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan perubahan psikologis.
Secara signifikan dapat membantu meningkatkan suasana keadaan hati
pada anak. Ini adalah salah satu manfaat vitamin C yang sangat
dianjurkan bagi yang sering merasa gelisah, dan sebagainya (Indonesia
Medical RPG, kebutuhan gizi bayi dan balita, 2013)
E. Kadar Hemoglobin
1. Definisi Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa dalam
tubuh yang berfungsi ntuk membawa oksigen pada sel darah merah yang
dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan
sebagai pembawa oksigen pada darah. Pemeriksaan kadar Hb bertujiuan
untuk mengetahui adanya anemia. Kandungan hemoglobin yang rendah

11
dengan demikian mengindikasikan anemia. Nilai normal pada anak-anak
adalah 11.0 gr/100 ml (Supariasa, 2016).
2. Fungsi Hemoglobin
a.Mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh.
b.Mengikat dan membawa karbondioksida dari seluruh jaringan tubuh
ke paru-paru.
c. Memberi warna merah pada darah.
d.Mempertahankan keseimbangan asam-basa dari tubuh (Sadikin,
2006).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Hemoglobin
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin dan
sel darah merah (eritrosit) pada seseorang adalah makanan, usia, jenis
kelamin, aktivitas, merokok, dan penyakit yang menyertainya seperti
leukemia, thalasemia, dan tuberkulosi. Kekurangan kadar Hb dalam darah
dapat menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa.
Akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar, olah raga dan produktifitas
kerja. Selain itu menurunnya daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah
terkena infeksi. Makanan merupakan zat-zat gizi atau komponen gizi yang
terdapat dalam makanan yang dimakan digunakan untuk menyusun
terbentuknya hemoglobin yaitu Fe (zat besi) dan protein. Wanita usia
subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil (Setianingish
2008).

12
Tabel 2. Kadar Hb yang Normal Untuk kelompok Umur dan Jenis
kelamin
Kelompok Umur Hemoglobin Hematokrit g/L
(g/dl)
Anak 6 bulan-2 tahun 11,0 <0.33
5-11 tahun 11,5 <0.34
12-14 tahun 12,0 <0.36
Dewasa Wanita >14 12,0 <0.39
tahun
Wanita hamil 11,0 <0.36
Laki-laki >14 13,0 <0.33
tahun
Sumber : Supariasa, 2016

4. Macam Macam Pemeriksaan Kadar Hemoglobin


a. Metode Tallquist
Cara ini menentukan kadar Hb tidak teliti, kesalahan kira-kira 50%.
Tallquist mempergunakan suatu skala warna dalam suatu baku, mulai dari
merah muda (100%). Di tengah-tengahnya ada lubang, dimana tempat
darah yang akan di bandingkan dapat dilihat. Darah dibandingkan secara
langsung (Chairlain & Estu Lestari 2011).
b. Metode sahli
Metode sahli banyak dilakukan banyak di indonesia. Kesalahan
biasanya kira-kira 10%. Kelemahan cara ini berdasarkan kenyataan
bahwa asam hematin itu bukanlah merupakan laritan sejati dan juga alat
hemoglobimeter tu sukar distandarkan, selain itu tidak semua macam
hemoglobin dapat diubah hematin misalnya : karboxyhemoglobin,
sulfahemoglobin.
c. Metode kupersulfat B.D 1,053
Metode ini hanya dipakai untuk menetapkan kadar Hb dari donor
yang diperlukan untuk transfusi darah. Tidak dapat mendapatkan kadar
Hb yang tepat. Untuk pemeriksaan klinik cara kupersulfat tidak dapat
digunakan. Hasil dari metode ini adalah persen Hb. Cara ini masih

13
digunakan PMI (Palang Merah Indonesia) untuk mengetahui kadar Hb
secara cepat.
d. Metode Photoelektrik Kalorimeter
Dengan Photoelektrik kalorimeter, didapatkan kadar Hb lebiih teliti
dari pada cara visual (Sahli). Kesalahan hanya berkisar 2%. Penetapan
kadar Hb dengan photoelektrik kalorimeter ini banyak cara yang
dikemukakan, antara lain:
1). Metode Cyanmethemoglobin
Metode ini merupakan metode paling tepat untuk menentukan kadar
Hb dengan standar cyanmethemoglobin yang bersifat stabil yang mana
kadarnya tidak berubah pada umumnya standar ini taan 1 tahun. Ketelitian
mencapai 2%.
2). Metode Oxihemoglobin
Metode ini lebih singkat dan sederhana. Kelemahan metode ini
adalah tidak ada larutan standar oxihemoglobin yang stabil sehingga
photokalorimeter sukar diteliti.
3). Metode Alkali-hematin
Metode ini menetapkan total Nh baik dari carboxyhemoglobin,
methemoglobin atau sulphemoglobin. Metode ini kurang teliti bila
dibandingkan dengan cara cyanmethemoglobin dan oxyhemoglobin.
5. Langkah-langkah mengukur Kadar Hb
Langkah-langkah mengukur kadar Hb dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin.
1. Usapkan kapas yang telah ditetesi alkohol ke nadi lengan kiri
sampel.
2. Dara sampel diambil dengan spuit 2 cc, lalu darah sampel
dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan
antikoagulan EDTA (Ethlyl Diamine Tetra Acecaid).
3. Tabung di tutup dan di kocok agar larutan EDTA tercampur rata.
4. Darah probandus diambil sebanyak 1 cc yang sudah tercampur
dengan EDTA.
5. Larutan amonium 0.1% diambil sebanyak 20 ml dan dimasuk

14
6. kan kedalam erlenmeyer
7. Sampel whole blood diambil sebanyak 10 cc dengan menggunakan
yellow tip, kemudian whole blood dimasukkan ke erlenmeyer diberi
larutan amonia
8. Kemudian campuran dibagi menjadi dua tabung masing-masing
sebanyak 5 ml, tabung pertama ditambahkan sodium dithionit dan
tabung kedua tidak ditambahkan sodium dithionit.
9. Kedua larutan masing-masing diukur absorbansinya pada
sprektofometer dengan panjang gelombang 546 nm dan nilai faktor
6,08
10. Kemudian hasil dibaca.
6. Hubungan Asupan Zat Besi dan Vitamin C dengan Hemoglobin
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 terdapat 28,1 persen anak
umur 12 — 59 bulan di Indonesia memiliki kadar Hemoglobin (Hb) < 11
g/dL Sedangkan, survei mikronutrien di 12 provinsi di Indonesia pada
tahun 2009 menunjukkan bahwa defisiensi seng pada anak balita rata-rata
sebesar 36,1 persen (Herman, 2009). Defisiensi zat besi merupakan
penyebab terbesar anemia zat besi dan merupakan defisiensi
mikronutrien yang paling sering terjadi di seluruh dunia, terutama di
negara berkembang (Dijkhuijen, 2001 dan Demellof, 2002). Apabila
seorang anak mengalami defisiensi satu zat gizi mikro, maka hampir
dipastikan anak tersebut juga mengalami defisiensi zat gizi mikro lainnya
(Herman, 2009). Defisiensi zat besi dan seng terjadi jika asupan zat besi
dan seng tidak cukup. Penyerapan zat besi dan seng akan terganggu
sehingga kebutuhan tubuh pada zat besi dan seng akan meningkat, dan
akibatnya penyakit yang mempengaruhi penyerapan terjadi dalam usus,
seperti sakit lambung dan diare. Zat besi dan seng sangat berperan di
dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Defisiensi zat besi pada
masa balita dapat mengganggu pertumbuhan dan menyebabkan
keterlambatan fungsi motorik dan mental. Sedangkan defisiensi seng
pada anak balita dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan,imunitas

15
menurun, mempengaruhi frekuensi dan lama diare, dan pada tingkat berat
dapat menyebabkan cacat bawaan (Herman, 2009).

Penelitian (BPS Sukoharjo, 2011) tentang hubungan asupan Fe dan


Vitamin C terhadap kadar hemoglobin pada anak usia 59 bulan – 11 tahun
sebanyak 120 anak yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan masing-
masing adalah 30 anak untuk tiap kelompok perlakuan. Kelompok
Perlakuan 1 adalah diberi suplemen Fe dan vitamin C, kelompok
perlakuan 2 adalah diberi suplemen Fe saja, kelompok perlakuan 3
diberikan suplemen vitamin C saja dan kelompok perlakuan 4 diberikan
placebo. Seluruh subjek penelitian baru memenuhi kriteria inklusi serta
harus disingkirkan dari kriteria eksklusi yang dapat mempengaruhi
pengukuran daya tahan aerob serta pengukuran kadar hemoglobin. Pada
penelitian ini dilakukan double blind sehingga baik peneliti maupun subjek
penelitian tidak mengetahui perlakuan apa yang diterimanya.Hal ini
dilakukan untuk menjamin obyektifitas pemeriksaan. Pemberian obat
cacing sebelum intervensi tidak dilakukan di penelitian ini. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan kadar
hemoglobin pada kelompok yang mendapatkan obat cacing sebelumnya
dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan obat cacing
sebelumnya (Isniati, 2007). Pemberian suplemen besi dapat
meningkatkan sintesis hemoglobin, apabila diberikan pada individu
dengan defisiensi besi, namun tidak berpengaruh pada individu tanpa
defisiensi besi (Ibrahim et al, 2006). Kekurangan besi menyebabkan
penurunan sintesis hemoglobin yang pada akhirnya menurunkan jumlah
transport oksigen dalam darah. Hal inilah yang dirasakan secara fisik oleh
individu yang bersangkutan sebagai penurunan Daya Tahan Aerob yang
tampak dengan kelelahan (Patterson et al, 2008). Pada akhirnya
mempengaruhi kinerja seseorang serta produktivitas kerja (Oppusunggu,
2009). Selain itu besi juga mempengaruhi tingkah laku dan kecerdasan
seseorang (Sen dan Kunani, 2008; Nur, 2010).
Hasil analsis statistik menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap kadar Hb yang pada akhirnya juga signifikan memberi pengaruh

16
kepada Daya Tahan Aerob. Hal ini sejalan dan mendukung dengan
penelitan-penelitian sebelumnya yaitu oleh Nur tahun 2010 yang
menyebutkan bahwa pemberian supelmen besi dapat meningkatkan kadar
hemoglobin dan prestasi belajar. Penelitian ini juga menyatakan bahwa
pemberian vitamin C sebagai antioksidan dapat mncegah kerusakan
erithrosit yang ahirnya dapat mencegah penurunan Hb dan meningkatkan
daya tahan aerob (Bailo, 2011).

7. Kerangka Konsep

Asupan Zat besi


(Fe)

Kadar Hemoglobin

Asupan Vitamin C

Gambar 1. Kerangka Konsep

17
8. Defenisi Operasional
Tabel 3. Devenisi Operasional dari Hubungan Zat Besi (Fe) dan
Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin pada Anak Gizi Kurang
No Variabel Definisi Skala
1 Asupan Jumlah rata-rata asupan zat gizi, zat besi Rasio
Zat Besi dalam gr yang diasup dari makanan yang
(Fe) dikonsumsi sampel dalam 2 hari tidak
berturut-turut, baik makanan yang di rumah
maupun yang di luar rumah, dikumpullkan
dengan metode food recall 24 jam dengan
melakukan wawancara kepada responden.
2. Vitamin Jumlah rata-rata asupan vitamin C dalam gr Rasio
C yang diasup dari makanan yang dikonsumsi
sampel dalam 2 hari tidak berturut-turut, baik
makanan yang di rumah maupun yang di
luar rumah, dikumpullkan dengan metode
food 24 jam recall dengan melakukan
wawancara kepada responden.
3. Kadar Nilai kadar HB yang diperoleh dari Rasio
Hb pengambilan darah pada anak gizi kurang Mg/dl=
usia 12-59 bulan. Kadar HB dalam darah
diperiksa dengan
menggunakan metode cyanmethemoglobin,
darah diambil secara vena pada lengan
sampel. Nilai kadar HB dalam mg/dl.

9. Hipotesis
Ha = Ada hubungan rata-rata asupan protein dan kadar hemoglobin pada
anak gizi kurang usia 12 – 59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Petumbukan.

18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas
Petumbukan. Penelitian ini berlangsung dari September 2017 – Juli 2018.
Pengumpulan data direncanakan di bulan Januari 2017.

B. Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian adalah survei/observasional dengan rancangan
penelitian adalah cross sectional yaitu menilai Hubungan Asupan Zat Besi
dan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin pada Anak Gizi Kurang Usia 12-
59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh balita gizi kurang di wilayah
kerja Puskesmas Petumbukan. Wilayah kerja Puskesmas Petumbukan
memiliki 14 desa dengan jumlah balita gizi kurang sebanyak 31 orang.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah bagian dari populasi anak gizi kurang
usia 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Petumbukan, sedangkan
penentuan sampel dalam penelitian ini ditentukan secara systematic
sampling dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Sampel Berumur 12-59 bulan
b. Status gizi anak usia 12-59 bulan tersebut gizi kurang
c. Responden mengisi Informed Consent dan memperbolehkan anak
usia 12 – 59 bulan untuk diambil darahnya.
3. Responden
Responden adalah orang tua atau pengasuh anak gizi kurang usia 12-
59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Petumbukan yang menjadi sampel.

19
D. Jenis dan Cara Pengambilan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder.
a. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung
oleh peneliti yang terdiri dari:
1) Data identitas sampel (nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
BB, dan alamat).
2) Data responden (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
alamat).
3) Data recall balita.
4) Data kadar hemoglobin.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi
yang telah dikumpulkan dari Dinas Kesehatan, yakni meliputi
gambaran umum lokasi penelitian dan data balita.

E. Cara Pengumpulan Data


a. Pertama meminta ijin ke Dinas Kesehatan untuk melakukan
penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan.
b. Data asupan Zat Besi dan Vitamin C dikumpulkan dengan metode
food recall yaitu dengan cara mewawancarai makanan yang
dikonsumsi selama 24 jam yang lalu, selama dua hari tidak berturu-
turut. Pada responden ditanyakan jenis dan jumlah bahan makanan
yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, baik yang dirumah
ataupun yang diluar rumah dan suplemen.
c. Pengumpulan data Hemoglobin dilakukan di Puskesmas
Petumbukan.
d. Data Hemoglobin dikumpulkan oleh tenaga analis kesehatan dari
RSUD Deli Serdang. Tenaga Analis kesehatan RSUD Deli Serdang
mengambil darah, pemeriksaan dilakukan di laboratorium RSUD
Deli Serdang.
Langkah-langkah mengukur kadar Hb dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin :

20
1. Usapkan kapas yang telah ditetesi alkohol ke nadi lengan kiri
sampel.
2. Darah sampel diambil dengan spuit 2 cc, lalu darah sampel
dimasukkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan
antikoagulan EDTA (Ethlyl Diamine Tetra Acecaid).
3. Tabung di tutup dan di kocok agar larutan EDTA tercampur rata.
4. Darah probandus diambil sebanyak 1 cc yang sudah tercampur
dengan EDTA.
5. Larutan amonium 0.1% diambil sebanyak 20 ml dan dimasukkan
kedalam erlenmeyer.
6. Sampe whole blood diambil sebanyak 10 cc dengan menggunakan
yellow tip, kemudian whole blood dimasukkan ke erlenmeyer diberi
larutan amonia.
7. Kemudian campuran dibagi menjadi dua tabung masing-masing
sebanyak 5 ml, tabung pertama ditambahkan sodium dithionit dan
tabung kedua tidak ditambahkan sodium dithionit.
8. Kedua larutan masing-masing diukur absorbansinya pada
sprektofometer dengan panjang gelombang 546 nm dan nilai
faktor 6,08.
9. Kemudian hasil dibaca.
e. Setelah pengambilan darah, responden diberi bahan kontak.

F. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
a. Data identitas sampel dan responden diperiksa dan dilengkapi.
Data tersebut diolah secara manual dengan program komputer.
b. Data konsumsi makanan yang diperoleh, diperiksa, dilengkapi
dan dientry menggunakan program nutrisurvey sehingga
diketahui asupan zat besi dan vitamin C yang terdapat pada
makanan tersebut, kemudian di rata - ratakan.
c. Data kadar Hb yang sudah diperoleh dan diperiksa. Kadar
normal Hb dalam darah 11 mg/dL.

21
2. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan karakteristik
sampel, variabel asupan zat besi dan vitamin C dengan kadar
hemoglobin. Asupan zat besi dan vitamin C di bandingkan dengan angka
kecukupan dan digambarkan dalam bentuk tabel distribusi. Demikian juga
kadar hemoglobin, dibandingkan dengan batas normal dan di gambarkan
dalam bentuk tabel distribusi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis yaitu:
ha = Ada hubungan rata-rata asupan protein dan kadar albumin pada
anak gizi kurang usia 12 – 59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Petumbukan.
Sebelum dilakukan uji Bivariat, maka masing-masing data variabel asupan
protein dan kadar albumin dilakukan uji kenormalan data dengan uji
Kolmogrov Swirnov. Kemudian dilakukan uji korelasi Pearson atau
Spearman. Dengan tingkat kepercayaan 95% dan pengambilan
kesimpulan jika nilai p<0,05 maka ha diterima.

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi
1.1. Wilayah Kerja Puskesmas Petumbukan
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Petumbukan yang terletak di
Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Petumbukan. Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan memiliki luas 34,66 km yang memiliki 14 Desa
dengan jumlah penduduk sebanyak 29.074 orang penduduk berjenis
kelamin laki-laki, 14.667 orang berjenis kelamin perempuan. Wilayah
Kerja Puskesmas Petumbukan berbatasan dengan beberapa wilayah
antara lain: Sebelah Utara: Kecamatan Pagar Merbau, Sebelah Selatan:
Kecamatan Bangun Purba, Sebelah Timur: Kecamatan Galang, Sebelah
Barat: Kecamatan Tanjung Morawa.

23
2. Gambaran Karakteristik Sampel
2.1. Umur
Umur adalah lama waktu menjalani kehidupan yang dimulai sejak
lahir hingga sekarang yang diukur dengan patokan skala tahun.
Pengelompokan umur disusun berdasarkan kategori angka kecukupan
gizi 2013. Distribusi frekuensi sampel berdasarkan umur disajikan pada
gambar 3.

Kelompok Umur
12.90%

1-3 tahun
87.09% 4-6 tahun

Gambar 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur


Gambar 3 menunjukkan bahwa dari 31 sampel anak gizi kurang usia
12-59 bulan. Proporsi usia terbanyak terdapat pada kelompok usia 1-3
tahun sebanyak 27 orang (87,09) dan usia 4-6 tahun tahun sebanyak 4
orang (12,90%).
2.2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menggambarkan perbedaan antara perempuan
dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Distribusi sampel
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 4.

Jenis Kelamin

35.48%

Laki-laki
64.52%
Perempuan

24
Gambar 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 4 menunjukkan bahwa proporsi anak autis usia 12-59 bulan
berdasarkan jenis kelamin lebih dominan adalah perempuan sebanyak 20
orang (68,52%) dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebanyak 11 orang
(35,48%).

3. Gambaran Karakteristik Responden


3.1. Pendidikan Responden
Pendidikan adalah proses seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih luas didapat dari pendidikan formal maupun non
formal. Tingkat pendidikan berpengaruh dalam cara berpikir, bertindak,
tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang gizi kurang.
Distribusi responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada gambar 5.

Tingkat Pendidikan
6.45%
12.90%
SD
25.81%
SMP
54.84%
SMA
D3

Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan


Gambar 5 menunjukkan bahwa presentase pendidikan responden
sebagian besar didominasi pendidikan SMA sebesar 54,84% (17
orang), SMP sebesar 25,81% (8 orang) dan SD sebesar 12,90% (4 orang)
Perguruan Tinggi sebesar 6,45% (2 orang).

3.2. Pekerjaan Responden


Pekerjaan merupakan salah satu sumber penghasilan bagi tiap
keluarga. Dimana penghasilan yang di dapat dijadikan pokok kehidupan,

25
sesuatu yang dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Distribusi responden
berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada gambar 6.

Pekerjaan
3.23%

IRT
Wiraswasta
PNS
96.77%

Gambar 6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Gambar 6 menunjukkan bahwa status pekerja responden (ibu)
anak gizi kurang paling dominan sebagai ibu rumah tangga yaitu
sebanyak 30 orang (96,77%), wiraswasta sebanyak 1 orang (3,23%) dan
tidak ada responden yang bekerja sebagai PNS.

4. Asupan Zat Besi ( Fe )


Dalam penelitian ini terdapat 31 responden yang telah diwawancarai
riwayat makan dengan metode food recall 24 jam. Zat besi (fe) adalah
mikroelemen yang ensensial bagi tubuh, yang diperlukan dalam
pembentukan darah yaitu untuk mensintesis hemoglobin (Almatsier,
2013). Rata-rata nilai minimum dan maksimum asupan makronutrien
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Zat Besi
N Minimun Maksimun Mean St. Deviasi
31 5.1 13.9 9.239 2.4466

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat besi (fe) 9.239 gr,
dengan asupan tertinggi 6.9 mg dan terendah 1,9 mg. Bila dibandingkan
dengan AKG 2013 untuk golongan umur 1-6 tahun ialah 8-9 mg maka nilai
rata-rata asupan Zat Besi (Fe) sudah terpenuhi dengan baik.

26
5. Asupan Vitamin C
Dalam penelitian ini terdapat 31 responden yang telah diwawancarai
riwayat makan dengan metode food recall 24 jam. Vitamin C adalah
sekelompok senyawa organic yang sangat penting dan sangat
dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin berfungsi untuk membantu
pengaturan atau proses kegiatan tubuh (vitamin mempunyai peran sangat
penting dalam metabolisme tubuh), karena vitamin tidak dapat dihasilkan
oleh tubuh (Almatsier, 2013). Rata-rata nilai minimum dan maksimum
asupan makronutrien dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Vitamin C
N Minimun Maksimun Mean St. Deviasi
31 5.8 95.4 30.51 18.2579
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata asupan vitamin C 30.51,
dengan asupan tertinggi 46.5 mg dan terendah 29.2 mg. Bila
dibandingkan dengan AKG 2013 untuk golongan umur 1-6 tahun ialah 40-
45 mg maka nilai rata-rata asupan Vitamin C belum terpenuhi dengan
baik.
6. Kadar Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa dalam tubuh
yang berfungsi ntuk membawa oksigen pada sel darah merah yang dapat
diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai
pembawa oksigen pada darah. (Supariasa, 2016) Rata -rata, nilai
Minimum dan Maksimum dari hasil pemeriksaan darah dapat dilihat pada
tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar Hemoglobin
N Minimun Maksimun Mean St. Deviasi
31 9.0 13.3 11.406 1.0302

Hari tabel 6 menunjukkan bahwa kadar Hemoglobin pada 31 sampel


anak gizi kurang didapati rata-rata 11.4 g/dL dengan kadar Hemoglobin
tertinggi 13.3 g/dL dan terendah 9.0 g/dL. Bila dibandingkan dengan WHO

27
2016 untuk golongan umur 1-6 tahun ialah 11.0 g/dl maka nilai rata-rata
Hemoglobin sudah terpenuhi dengan baik.
7. Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dan Vitamin C dengan Kadar
Hemoglobin pada Anak Gizi Kurang
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 terdapat 28,1 persen anak
umur 12 — 59 bulan di Indonesia memiliki kadar Hemoglobin (Hb) < 11
g/dL Penelitian (BPS Sukoharjo, 2011) tentang hubungan asupan Fe dan
Vitamin C terhadap kadar hemoglobin pada anak usia 59 bulan – 11 tahun
sebanyak 120 anak yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan masing-
masing adalah 30 anak untuk tiap kelompok perlakuan. Kelompok
Perlakuan 1 adalah diberi suplemen Fe dan vitamin C, kelompok
perlakuan 2 adalah diberi suplemen Fe saja, kelompok perlakuan 3
diberikan suplemen vitamin C saja dan kelompok perlakuan 4 diberikan
placebo. Seluruh subjek penelitian baru memenuhi kriteria inklusi serta
harus disingkirkan dari kriteria eksklusi yang dapat mempengaruhi
pengukuran daya tahan aerob serta pengukuran kadar hemoglobin. Pada
penelitian ini dilakukan double blind sehingga baik peneliti maupun subjek
penelitian tidak mengetahui perlakuan apa yang diterimanya. Hal ini
dilakukan untuk menjamin obyektifitas pemeriksaan. Pemberian suplemen
besi dapat meningkatkan sintesis hemoglobin, apabila diberikan pada
individu dengan defisiensi besi, namun tidak berpengaruh pada individu
tanpa defisiensi besi (Ibrahim et al, 2006). Kekurangan besi menyebabkan
penurunan sintesis hemoglobin yang pada akhirnya menurunkan jumlah
transport oksigen dalam darah. Hal inilah yang dirasakan secara fisik oleh
individu yang bersangkutan sebagai penurunan Daya Tahan Aerob yang
tampak dengan kelelahan (Patterson et al, 2008). Pada akhirnya
mempengaruhi kinerja seseorang serta produktivitas kerja (Oppusunggu,
2009). Selain itu besi juga mempengaruhi tingkah laku dan kecerdasan
seseorang (Sen dan Kunani, 2008; Nur, 2010).
Hasil analsis statistik menunjukkan pengaruh yang signifikan
terhadap kadar Hb yang pada akhirnya juga signifikan memberi pengaruh
kepada Daya Tahan Aerob. Hal ini sejalan dan mendukung dengan

28
penelitan-penelitian sebelumnya yaitu oleh Nur tahun 2010 yang
menyebutkan bahwa pemberian supelmen besi dapat meningkatkan kadar
hemoglobin dan prestasi belajar. Penelitian ini juga menyatakan bahwa
pemberian vitamin C sebagai antioksidan dapat mncegah kerusakan
erithrosit yang ahirnya dapat mencegah penurunan Hb dan meningkatkan
daya tahan aerob (Bailo, 2011).
Hubungan asupan protein dengan kadar pada anak gizi kurang dapat
dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Distribusi Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dengan Kadar
Hemoglobin
Asupan N R p Value
Protein 31 0.177 0.340
Hasil uji statistik korelasi pearson menunjukkan ada hubungan
bermakna antara asupan Zat Besi (Fe) dengan kadar Hemoglobin
(p=0.05< ᾳ) dengan tingkat keeratan hubungan lemah (r= 0.177) sehingga
diketahui bahwa semakin tinggi asupan Zat Besi (Fe) semakin tinggi kadar
Hemoglobin bahkan sebaliknya.
Tabel 8. Distribusi Hubungan Asupan Vitamin C dengan Kadar
Hemoglobin
Asupan N R p Value
Protein 31 0.358 0.048
Hasil uji statistik korelasi pearson menunjukkan ada hubungan
bermakna antara asupan Vitamin C dengan kadar Hemoglobin (p=0.05<
ᾳ) dengan tingkat keeratan hubungan sedang (r= 0.358) sehingga
diketahui bahwa semakin tinggi asupan Vitamin C semakin tinggi kadar
Hemoglobin bahkan sebaliknya.

29
B. Pembahasan
1. Karakteristik Sampel
Gizi kurang merupakan masalah gizi yang membawa dampak negatif
terhadap pertumbuhan fisik maupun mental, menurunkan daya tahan
tubuh, menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, menimbulkan
kecacatan, meningkatkan angka kesakitan serta angka kematian (Rahim,
2014).
Total sampel pada penelitian ini sebanyak 31 sampel, sebagian besar
anak gizi kurang berjenis kelamin perempuan sebesar 64,52% (20 orang).
(BPS Sukoharjo, 2011) tentang hubungan asupan Fe dan Vitamin C
terhadap kadar hemoglobin pada anak usia 59 bulan – 11 tahun
sebanyak 120 anak yang dibagi dalam 4 kelompok perlakuan masing-
masing adalah 30 anak untuk tiap kelompok perlakuan. Kelompok
Perlakuan 1 adalah diberi suplemen Fe dan vitamin C, kelompok
perlakuan 2 adalah diberi suplemen Fe saja, kelompok perlakuan 3
diberikan suplemen vitamin C saja dan kelompok perlakuan 4 diberikan
placebo.
Hal ini bisa terjadi bila dihubungkan dengan asupan harian pada
perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Status gizi kurang
terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial
(Susetyowati, 2016). Kekurangan gizi secara umum menyebabkan
gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh,
fungsi otak dan perilaku (Almatsier, 2013).
Penelitian ini juga menggunakan sampel anak gizi kurang usia 12-
59 bulan di wilayah puskesmas petumbukan. Recall 24 jam selama 2 hari
tidak berturut-turut untuk mendapat gambaran ukuran terpenuhinya
asupan zat besi (Fe) dan vitamin C yang berpengaruh dalam kadar
hemoglobin. Dalam penelitian ini menunjukkan rata-rata asupan zat besi
(Fe) sampel anak gizi kurang usia 12-59 bulan yaitu 42.71 gr/hr. Kadar
Hemoglobin sampel rata-rata 11.406 g/dl yang sudah sesuai dengan
kadar albumin normal yaitu 12.0-14.0 g/dl.

30
2. Karakteristik Responden
Penelitian ini mendapat presentase pendidikan ibu anak gizi kurang
yang sebagian besar didominasi pendidikan SMA dan SMP yang masing-
masing sebesar 54,84% (17 orang) dan 25,81% (8 orang).
Menurut (Winarno, 1997 dalam Handarsari, 2010) menyatakan bahwa
tingkat Pendidikan dan kemampuan sosial yang rendah pada masyarakat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi.
Pendidikan ibu yang rendah akan mengakibatkan ibu tidak mengetahui
bagaimana susunan makanan yang baik dan telah mencukupi
kebutuhannya.
Berdasarkan hasil analisis peneliti ternyata ibu yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi seperti Perguruan tinggi dan SMA sudah
mencapai kadar albumin normal. Ini dikarenakan ibu sudah memberikan
asupan protein harian yang cukup bagi anak gizi kurang.
Penelitian ini juga mendapat presentase pekerjaan responden (ibu)
anak gizi kurang yang sebagian besar didominasi pekerjaan ibu rumah
tangga sebesar 96,77% (30 orang). Hal ini sesuai dengan penelitian
Suranadi dan Chandradewi tahun 2008 yang mendapatkan sampel anak
gizi kurang, dimana orang tuanya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang
dipengaruhi oleh peranan seorang ibu yang digantikan oleh nenek balita
dan bahkan seorang nenek balita juga yang mengantarkan balita ke
posyandu untuk melakukan penimbangan.
Ibu adalah orang yang paling berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak, dengan banyaknya bekerja sebagai ibu rumah
tangga diharapkan lebih memperhatikan dan mengasuh anaknya secara
ekstra dan langsung sehingga anak gizi kurang selalu berada di bawah
pengawasan ibu diharapkan akan mendapatkan kualitas pengasuhan
yang terbaik sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak gizi kurang
pun akan tercukupi.
Berdasarkan hasil wawancara ibu yang sebagian besar bekerja
sebagai ibu rumah tangga mengaku mereka lebih fokus memberikan
makanan kepada anaknya dibandingkan kepada pengasuh. Kaitannya ibu

31
lebih paham betul makanan yang harus dikonsumsi oleh anaknya yang
mengalami gizi kurang.
3. Asupan Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan mikroelemen yang ensensial bagi tubuh, yang
diperlukan dalam pembentukan darah yaitu untuk mensintesis
hemoglobin. Kelebihan zat besi disimpan sebagai protein feritin dan
hemosiderin di daam hati, sumsung tulang belakang, dan selebihnya
disimpan dalam limfa dan otot. Kekurangan zat besi akan menyebabkan
terjadinya penurunan kadar feritin yang diikuti dengan penurunan
kejenuhan transferin atau peningkatan protoporfirin. Jika keadaan ini terus
berlanjut akan terjadi anemia defisiensi besi, dimana kadar hemoglobin
turun dibawah nilai normal (Almatsier, 2013).
Zat besi dalam tubuh manusia sebagian besar terdapat sel darah
merah yaitu sekitar 65%, dalam jaringan hati, limpa dan sumsum tulang
30% dan sekitar 5% terdapat dalam inti sel, dalam plasma dan dalam otot
sebagai moglobin. sebagaimana diketahui, dalam sel darah merah
terdapat hemoglobin yaitu molekul protein yang mengandung zat besi dan
merupakan pigmen darah yang membuat darah berwarna merah. Zat besi
merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin (Almatsier,
2013).
Sumber zat besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging,
ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk,
kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping itu
kualitas zat besi yang dinamakan ketersediaan bilogi (biovailability). Pada
umumnya zat besi didalam daging, daging ayam dan ikan memiliki
ketersediaan biologik tinggi, serelia dan kacang-kacangan memiliki
biologik sedang, dan didalam sayuran ketersediaan biologiknya rendah
(Almatsier, 2013).
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata asupan zat besi (fe) 9.239 gr,
dengan asupan tertinggi 6.9 mg dan terendah 1,9 mg. Bila dibandingkan
dengan AKG 2013 untuk golongan umur 1-6 tahun ialah 8-9 mg maka nilai
rata-rata asupan Zat Besi (Fe) sudah terpenuhi dengan baik. Hasil temuan

32
ini berkaitan dengan frekuensi dan jumlah bahan makanan akan
kandungan zat besi (fe) tinggi yang diberikan pada anak baik yang
bersumber dari hewani dan nabati.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh bahan
makanan yang sering dikonsumsi dari sumber hewani seperti daging dan
sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah Makanan ini bila dikonsumsi akan
memberikan efek terhadap akumulasi zat besi (fe) didalam tubuh
sehingga asupan zat besi (fe) terpenuhi dengan baik.
4. Asupan Vitamin C
Pengertian Vitamin C adalah sekelompok senyawa organic yang
sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh tubuh, karena vitamin
berfungsi untuk membantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh
(vitamin mempunyai peran sangat penting dalam metabolisme tubuh),
karena vitamin tidak dapat dihasilkan oleh tubuh. Vitamin C merupakan
senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas
dari polusi di sekitar lingkungan kita. Vitamin C juga berperan penting
dalam membantu penyerapan zat besi dan mempertajam
kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal
bebas di seluruh tubuh. . (Arisman 2010 dalam buku Gizi Dalam Daur
Kehiduapan EGC).
Sumber asupan vitamin C yang baik adalah buah buahan, seperti
jambu biji, papaya, kiwi, stroberi, nanas dan mangga. Disamping itu
kualitas vitamin C yang dinamakan ketersediaan bilogi (biovailability).
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata asupan vitamin C 30.51, dengan
asupan tertinggi 46.5 mg dan terendah 29.2 mg. Bila dibandingkan
dengan AKG 2013 untuk golongan umur 1-6 tahun ialah 40-45 mg maka
nilai rata-rata asupan Vitamin C belum terpenuhi dengan baik. Hasil
temuan ini berkaitan dengan frekuensi dan jumlah bahan makanan akan
kandungan vitamin C tinggi yang diberikan pada anak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh bahan
makanan yang sering dikonsumsi dari sumber hewani seperti daging dan

33
sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan beberapa jenis buah, namun sangat jarang. Hal ini
memberikan efek terhadap vitamin C didalam tubuh sehingga asupan
vitamin C belum terpenuhi dengan baik.
5. Kadar Hemoglobin
Hemoglobin (Hb) adalah parameter yang digunakan secara luas
untuk menetapkan prevalensi anemia. Hb merupakan senyawa dalam
tubuh yang berfungsi ntuk membawa oksigen pada sel darah merah yang
dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan
sebagai pembawa oksigen pada darah. Pemeriksaan kadar Hb bertujiuan
untuk mengetahui adanya anemia. Kandungan hemoglobin yang rendah
dengan demikian mengindikasikan anemia. Nilai normal pada anak-anak
adalah 11.0 gr/100 ml (Supariasa, 2016).
Pada penelitian ini hasil pemeriksaan kadar hemglobin memiliki
kategori normal bahkan tinggi. Kadar hemoglobin normal didapati rata-rata
11.4 g/dL dengan kadar Hemoglobin tertinggi 13.3 g/dL dan terendah 9.0
g/dL. Bila dibandingkan dengan WHO 2016 untuk golongan umur 1-6
tahun ialah 11.0 g/dl maka nilai rata-rata Hemoglobin sudah terpenuhi
dengan baik.
Kadar hemoglobin pada anak gizi kurang normal bahkan tinggi karena
asupan makanan yang mengandung zat besi (fe) dan vitamin c seperti
lebih sering memberikan lauk berupa telur dan ikan pada anak gizi kurang
untuk dikonsumsi, dan juga memberikan buah serta sayur hasil tanaman
sendiri.
6. Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dan Asupan Vitamin C dengan
Kadar Hemoglobin pada Anak Gizi Kurang
Zat besi merupakan mikroelemen yang ensensial bagi tubuh, yang
diperlukan dalam pembentukan darah yaitu untuk mensintesis
hemoglobin. Zat besi dalam tubuh manusia sebagian besar terdapat sel
darah merah yaitu sekitar 65%, dalam jaringan hati, limpa dan sumsum
tulang 30% dan sekitar 5% terdapat dalam inti sel, dalam plasma dan
dalam otot sebagai moglobin. sebagaimana diketahui, dalam sel darah

34
merah terdapat hemoglobin yaitu molekul protein yang mengandung zat
besi dan merupakan pigmen darah yang membuat darah berwarna merah.
Zat besi merupakan komponen yang sangat penting dari hemoglobin
(Almatsier, 2013).
Hasil penelitian yang di uji berdasarkan analisis dengan uji statistic
korelasi pearson diperoleh nilai p value adalah 0.177 < 0.05 maka Ho
diterima yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara
asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada anak gizi kurang di
wilayah kerja Puskesmas Petumbukan.
Hasil penelitian yang di uji berdasarkan analisis dengan uji statistic
korelasi pearson diperoleh nilai p value adalah 0.048 < 0.05 maka Ho
ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara asupan
vitamin C dengan kadar hemoglobin pada anak gizi kurang di wilayah
kerja Puskesmas Petumbukan.
Hasil analisis zat besi (fe) dan vitamin C diperoleh dari recall 24 jam
asupan makanan anak gizi kurang. Rata-rata asupan zat besi (fe) pada
seluruh sampel sebanyak 9.239 mg, bila dibandingkan dengan AKG 2013
untuk golongan umur 1-5 tahun sudah terpenuhi dengan baik. Dan rata-
rata asupan vitamin C 30.51, Bila dibandingkan dengan AKG 2013 untuk
golongan umur 1-6 tahun ialah 40-45 mg maka nilai rata-rata asupan
Vitamin C belum terpenuhi dengan baik akan meningkatkan
kadarhemoglobin darah.
Fakta bahwa ada korelasi positif antara asupan vitamin C dan kadar
hemoglobin berarti kadar hemoglobin darah dipengaruhi oleh asupan
vitamin C, oleh karena itu kekurangan asupan vitamin C dapat
mempengaruhi kadar hemoglobin di dalam tubuh.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Rata-rata asupan Zat Besi (Fe) 9.239 gr, dengan asupan tertinggi 6.9
mg dan terendah 1,9 mg. Bila dibandingkan dengan AKG 2013 untuk
golongan umur 1-6 tahun ialah 8-9 mg maka nilai rata-rata asupan Zat
Besi (Fe) sudah terpenuhi dengan baik
2. Rata-rata asupan Vitamin C 30.51, dengan asupan tertinggi 46.5 mg
dan terendah 29.2 mg. Bila dibandingkan dengan AKG 2013 untuk
golongan umur 1-6 tahun ialah 40-45 mg maka nilai rata-rata asupan
Vitamin C belum terpenuhi dengan baik.
3. Rata-rata 11.4 g/dL dengan kadar Hemoglobin tertinggi 13.3 g/dL dan
terendah 9.0 g/dL. Bila dibandingkan dengan WHO 2016 untuk
golongan umur 1-6 tahun ialah 11.0 g/dl maka nilai rata-rata
Hemoglobin sudah terpenuhi dengan baik.
4. Hasil penelitian yang di uji berdasarkan analisis dengan uji statistic
korelasi pearson diperoleh nilai p value adalah 0.177 < 0.05 maka Ho
diterima yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan signifikan
antara asupan zat besi dengan kadar hemoglobin pada anak gizi
kurang di wilayah kerja Puskesmas Petumbukan.
5. Hasil penelitian yang di uji berdasarkan analisis dengan uji statistic
korelasi pearson diperoleh nilai p value adalah 0.048 < 0.05 maka Ho
ditolak yang menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara
asupan vitamin C dengan kadar hemoglobin pada anak gizi kurang di
wilayah kerja Puskesmas Petumbukan.

B. Saran
1. Perlu diadakan penyuluhan atau konseling kepada ibu anak gizi
kurang tentang pentingnya asupan Vitamin C dalam meningkatkan
maupun mempertahankan kadar Hemoglobin darah agar dalam
kategori normal.

36
2. Perlu dilakukan pemeriksaan kadar Hemoglobin pada anak gizi
kurang minimal 6 bulan sekali guna untuk mengetahui kadar
Hemoglobin darah anak gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas
Petumbukan.
3. Perlu diberikan PMT/makanan tambahan berupa snack pada anak gizi
kurang untuk menambah asupan gizi selain dari makanan pokok yang
dikonsumsi anak gizi kurang.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z ; Kushartati, W ; Noerhadi, M, 2008, Efek Suplementasi


Kombinasi Besi, Vitamin C dan Asam Folat terhadap Peningkatan
Kadar Hemoglobin dan Kapasitas VO2maks pada Atlet Sepakbola
Divisi Utama dan Satu Nasional di Daerah Istimea Yogyakarta

BPS Sukoharjo, 2012, Pembagian daerah administrative di Kabupaten


Sukoharjo, www.bpssukoharjo.go.id. Diakses tanggal 3 Februari
2010.

Anggraini, L. Status gizi vegetarian pada komunitas vegetarian di


Yogyakarta (kajian pada lactoovo vegetarian dan vegan terhadap
status IMT, hemoglobin, feritin, dan protein). Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 2015;11(4).

(Studi Anemia Defisiensi Besi Anak Sekolah Dasar. Majalah Kedokteran


Indonesia Vo. 45. No. 10, Oktober, 2007).

Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta. ( Wikepedia


Bahasa Indonesia ).

Almatsier, S. (2013) prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta

Baculu, Eka Prasetia Hati, M.Juffrie, Siti Helmyati. Faktor risiko gizi buruk
pada balita di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah,
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia, Vol. 3, No. 1, Januari 2015:51-59

(Setianingish 2008, I. Anemia Defisiensi, Besi dan Prestasi. Bagian Ilmu


Kesehatan Anak FKUI / RSCM ).

Damayanti, Didit (2016). Protein dalam Hardinsyah, I Dewa Nyoman


Supariasa. (Ed). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. EGC. Jakarta

38
(Arisman 2010. Gizi Dalam Daur Kehiduapan EGC Jakarta. Wikepedia
Bahasa Indonesia ).
Chairlain & Estu Lestari 2011, Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan,EGC, Jakarta.

JA, Morales-Molina, Grau, S., Espona, M., Zarzuelo, A., et al., Sun Burn:
Photoprotection and Treatment, Depaetemen de Farmacologisa,
Facultad de Farmacia, Universidad de Granda, 2007.

Indonesia Medical RPG, kebutuhan gizi bayi dan balita, 2013).

Jurnal Gizi Pangan. Volume 10. Nomor 2. Halaman 85-92 (Medicomz


Indonesia Medical RPG, kebutuhan gizi bayi dan balita, 2013).

Kemenkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar. Balitbangkes.


Jakarta

Muchtadi, Deddy. 2010. Nilai Gizi Protein. Bandung: ALFABETA, CV

WHO. 2016. Strategic Action Plan to reduce the double burden of


malnutrition in the South-East Asia Region 2016–2025, (Online),
(http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/253377/1/, diakses 17
Oktober 2016
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2008. Penilaian
Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Susetyowati (2016). Gizi Bayi dan Balita dalam Hardinsyah, I Dewa


Nyoman Supariasa. (Ed). Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. EGC. Jakarta

Widodo, Selamet, Hadi Riyadi, Ikeu Tanziha, Made Astawan. 2015.


Perbaikan Status Gizi Anak Balita degan Intervensi Biskuit Berbasis
Blondo, Ikan Gabus (Channa striata), dan Beras Merah (Oryza
nivara).

39
40
Lampiran I. MASTER TABEL HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI (FE) DAN VITAMIN C DENGAN KADAR
HEMOGLOBIN PADA ANAK GIZI KURANG USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETUMBUKAN

Umur Nama Pendidikan Pekerjaan Kadar AKG Asupan AKG Asupan


Nilai
J Zat Zat Vitamin Vitamin
No Nama Sampel Hb Normal
K Responden Responden Responden Besi Besi C (mg) C (mg)
(bulan) (g/dl) (g/dl)
(mg) (mg)
12.0 – 40 mg
1 Adam Azhari L 29 Rini Yuliani SMA IRT 11.8 14.0 g/dL 8 mg 5.1 19.1

12.0 – 40 mg
2 Adenaya P 33 Andini SMA IRT 12.0 14.0 g/dL 8 mg 12.3 28.2

Afriansyah 12.0 – 40 mg
3 Yusra L 26 Yurlita SMP IRT 11.2 14.0 g/dL 8 mg 8.1 22.5

Anisa Alifa 12.0 – 40 mg


4 Bahmi P 23 Sri Sulasih SMA IRT 12.0 14.0 g/dL 8 mg 9 14.5

12.0 – 40 mg
5 Arkazio L 24 Andriyani SMA IRT 13.0 14.0 g/dL 8 mg 6.1 14

Arsaila 12.0 – 45 mg
6 Rahma P 55 Suprawati SMA IRT 11.0 14.0 g/dL 9 mg 9.4 25.3

41
Azizah Julia 12.0 – 45 mg
7 Rahma P 48 Suci SMP IRT 12.0 14.0 g/dL 9 mg 10.4 33.4

12.0 – 45 mg
8 Azkia Shofiah P 47 Nurfitri D3 IRT 11.3 14.0 g/dL 9 mg 8.3 39.4

12.0 – 40 mg
9 Azzka L 36 Wahyuni SMP IRT 12.0 14.0 g/dL 8 mg 6.2 13

Safitri 12.0 – 40 mg
10 Calista Zahira P 30 Ermayani SMA Wiraswasta 9.0 14.0 g/dL 8 mg 10.7 28.2

12.0 – 40 mg
11 Cantika P 26 Ria SMA IRT 12.9 14.0 g/dL 8 mg 8.4 39.2

12.0 – 40 mg
12 Della Sabrina P 15 Rosita SD IRT 9.4 14.0 g/dL 8 mg 12 20.9

Deviana 12.0 – 40 mg
13 Savira P 20 Rita Dewi SMA IRT 10.2 14.0 g/dL 8 mg 9.2 23.8

Desi 12.0 – 40 mg
14 Dila Mawarni P 33 Sundari SMP IRT 13.3 14.0 g/dL 8 mg 7.6 21.1

12.0 – 40 mg
15 Fariz Alfarizi L 24 Eva Aprina SMA IRT 10.4 14.0 g/dL 8 mg 11.9 95.4

Evi 12.0 – 40 mg
16 Fatir Al Fatan L 24 Handayani SMP IRT 11.4 14.0 g/dL 8 mg 8.2 18.1

42
Galih Alfa 12.0 – 45 mg
17 Purba L 39 Purwati SMA IRT 10.9 14.0 g/dL 9 mg 6.1 5.8

12.0 – 45 mg
18 Ibnu Alfadin L 39 Novi SMA IRT 12.7 14.0 g/dL 9 mg 10 41.8

Khanifah 12.0 – 40 mg
19 Azahra P 20 Siti Rahayu SMA IRT 11.5 14.0 g/dL 8 mg 11.9 50.4

12.0 – 40 mg
20 M. Rifai L 27 Mira Nurul SMP IRT 12.1 14.0 g/dL 8 mg 9.4 23.8

12.0 – 40 mg
21 Mega Nirmala P 23 Sinta SMA IRT 12.1 14.0 g/dL 8 mg 7 18.7

Mikaila Safitri 12.0 – 40 mg


22 Anidya P 44 Mulia SMP IRT 12.3 14.0 g/dL 9 mg 13.5 25.2

Muhammad 12.0 – 40 mg
23 Rifaiz L 21 Siti Rohani SD IRT 10.6 14.0 g/dL 8 mg 13.4 42.7

12.0 – 40 mg
24 Nazwa P 22 Dewi Putri SD IRT 11.1 14.0 g/dL 8 mg 6.1 16.6

Raisa 12.0 – 40 mg
25 Hardianti P 26 Sugiarti SMA IRT 11.2 14.0 g/dL 8 mg 6.4 55.4

Safinatun 12.0 – 40 mg
26 Naza P 29 Ramadhani D3 IRT 10.2 14.0 g/dL 8 mg 13.9 66.6

43
4,0 - 5,4 40 mg
27 Sahir Arkana P 26 Susilawati SMA IRT 10.2 g/dL 8 mg 7 24.1

4,0 - 5,4 45 mg
28 Sherly P 56 Juniatik SMP IRT 11.8 g/dL 9 mg 7.8 40.2

12.0 – 40 mg
29 Siti Fatonah P 21 Susanti SMA IRT 10.3 14.0 g/dL 8 mg 10.4 34.5

Septika 12.0 – 40 mg
30 Sultan Rifaiz L 35 Ayu SMA IRT 12.2 14.0 g/dL 8 mg 10.9 10.3

12.0 – 45 mg
31 Syahrini P 58 Novita Sari SD IRT 11.5 14.0 g/dL 9 mg 9.7 33.6

44
Lampiran II Frekuensi Variabel

1. Frekuensi Umur
umur sampel

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 15 1 2.9 3.2 3.2

20 2 5.9 6.5 9.7

21 2 5.9 6.5 16.1

22 1 2.9 3.2 19.4

23 2 5.9 6.5 25.8

24 3 8.8 9.7 35.5

26 4 11.8 12.9 48.4

27 1 2.9 3.2 51.6

29 2 5.9 6.5 58.1

30 1 2.9 3.2 61.3

33 2 5.9 6.5 67.7

35 1 2.9 3.2 71.0

36 1 2.9 3.2 74.2

39 2 5.9 6.5 80.6

44 1 2.9 3.2 83.9

47 1 2.9 3.2 87.1

48 1 2.9 3.2 90.3

55 1 2.9 3.2 93.5

56 1 2.9 3.2 96.8

45
58 1 2.9 3.2 100.0

Total 31 91.2 100.0


Missing System 3 8.8
Total 34 100.0

2. Frekuensi Jenis Kelamin


jenis kelamin sampel

Frequenc Valid Cumulative


y Percent Percent Percent

Valid laki-laki 11 32.4 35.5 35.5

perempua
20 58.8 64.5 100.0
n

Total 31 91.2 100.0

3. Frekuensi Pendidikan Responden


pendidikan responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid SD 4 11.8 12.9 12.9

SMP 8 23.5 25.8 38.7

SMA 17 50.0 54.8 93.5

D3 2 5.9 6.5 100.0

Total 31 91.2 100.0

46
pendidikan responden

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid SD 4 11.8 12.9 12.9

SMP 8 23.5 25.8 38.7

SMA 17 50.0 54.8 93.5

D3 2 5.9 6.5 100.0

Total 31 91.2 100.0

4. Frekuensi Pekerjaan Responden


pekerjaan responden

Frequenc Valid Cumulative


y Percent Percent Percent

Valid IRT 30 88.2 96.8 96.8

Wiraswast
1 2.9 3.2 100.0
a

Total 31 91.2 100.0

47
Lampiran III

HASIL UJI STATISTIK

1. Zat Besi (Fe)

Correlations

Zat Besi Hemoglobin

Zat Besi Pearson


1 .177
Correlation

Sig. (2-tailed) .340

N 31 31

Hemoglobin Pearson
.177 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .340

N 31 31

A. Uji Normalitas Data Zat Besi (Fe)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 31
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 2.40778979
Most Extreme Absolute .104
Differences Positive .104
Negative -.054
Kolmogorov-Smirnov Z .581
Asymp. Sig. (2-tailed) .889

48
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 31
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 2.40778979
Most Extreme Absolute .104
Differences Positive .104
Negative -.054

Kolmogorov-Smirnov Z .581
Asymp. Sig. (2-tailed) .889

a. Test distribution is Normal.

2. Vitamin C
Correlations

Vit C Hemoglobin

Vit C Pearson
1 .358*
Correlation

Sig. (2-tailed) .048

N 31 31

Hemoglobin Pearson
.358* 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .048

N 31 31

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

49
B. Uji Normalitas Data Vitamin C
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 31
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation 2.40778979
Most Extreme Absolute .104
Differences Positive .104
Negative -.054
Kolmogorov-Smirnov Z .581
Asymp. Sig. (2-tailed) .889

a. Test distribution is Normal.

3. Analisis Korelasi Asupan Zat Besi (Fe) dengan Kadar Hemoglobin


Correlations

Zat Besi Hemoglobin

Zat Besi Pearson


1 .214
Correlation

Sig. (2-tailed) .248

N 31 31

Hemoglobin Pearson
.214 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .248

N 31 31

50
4. Analisis Korelasi Asupan Vitamin C dengan Kadar Hemoglobin
Correlations

Vitamin C Hemoglobin

Vitamin C Pearson
1 .346
Correlation

Sig. (2-tailed) .057

N 31 31

Hemoglobin Pearson
.346 1
Correlation

Sig. (2-tailed) .057

N 31 31

51
Lampiran IV

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Putri Adelina Lumban Gaol

NIM : P01031115044

Menyatakan bahwa data penelitian yang terdapat di KTI saya adalah benar
saya ambil dan bila tidak saya bersedia mengikuti ujian ulang (ujian utama
saya dibatalkan).

Yang membuat pernyataan

(Putri Adelina Lumban Gaol)

52
Lampiran V

PERNYATAAN KETERSEDIAAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN


(INFORMED CONSENT)
Selamat Pagi/Siang/Sore

Saya Putri Adelina Lumban Gaol Mahasiswa Semester VI Program


Studi D-III Jurusan Gizi Poltekkes Medan, bermaksud melakukan penelitian
mengenai “Hubungan Asupan Zat Besi dan Vitamin C dengan Kadar
Hemoglobin pada Anak Gizi Kurang Usia 12- 59 Bulan di Wilyah Kerja
Puskesmas Petumbukan”. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari proses
pembelajaran dalam penyelesaian studi di Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes
Medan.

Saya berharap ketersediaan ibu menjadi responden dalam penelitian ini


dimana akan dilakukan pengisian kuesioner melalui wawancara dan
kunjungan ketempat (home visit) responden yang terkait dengan penelitian
dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan
untuk penelitian ini.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :…………………………………………………..
Tempat, Tanggal Lahir :…………………………………………………..
Alamat :…………………………………………………..
No.Telpon/HP :…………………………………………………..
Demikian pernyataan ini dibuat untuk seperlunya dan apabila dalam
penelitian ini ada perubahan dan keberatan menjadi responden dapat
mengajukan pengunduran diri. Atas perhatian dan ketersedian ibu menjadi
responden dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Lubuk Pakam,……………2017
Peneliti Responden
( Putri Adelina Lumban Gaol ) (.........................................)

53
Lampiran VI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Putri Adelina Lumban Gaol

Tempat/Tanggal Lahir : Doloksanggul / 28 February 1998

Jumlah Anggota Keluarga : 6

Alamat Rumah : Jl. Karya No.53 Doloksanggul

No Handphone : 082165785123

Riwayat Pendidikan : 1.TK Santa Maria Doloksanggul Selesai

2. SD Santa Maria Doloksanggul Selesai

3. SMP Negeri 1 Doloksanggul Selesai

3. SMA Negeri 1 Pollung Selesai

4. Poltekkes Kemenkes Medan Jurusan Gizi

Hobby : Membaca novel dan komik

Motto : Setiap pekerjaan/aktivitas yang dilakukan ialah


pelayanan, oleh karena itu memberi yang terbaik.

54
Lampiran VII
A. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :

Tempat/Tanggal Lahir :

Alamat tempat tinggal :

Umur :

Jenis Kelamin : a. Laki-laki


b. Perempuan

Pekerjaan : a. PNS/TNI/POLRI
b. Nelayan
c. Petani
d. Wiraswasta
e. Pegawai Swasta
f. Lain-lain……..
Agama : a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Katolik
d. Hindu
e. Budha
Suku : a. Batak
b. Jawa
c. Sunda
d. Melayu
e. Lain-lain……………
Jumlah anak kandung : a. 1 anak
b. 2-3 anak
c. >3 anak

55
B. IDENTITAS SAMPEL

Nama :

Tempat/Tanggal Lahir :

Alamat tempat tinggal :

Umur :

Berat Badan :

Tinggi Badan :

Jenis Kelamin : a. Laki-laki


b. Perempuan

Agama : a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Katolik
d. Hindu
e. Budha

Suku : a. Batak
b. Jawa
c. Sunda
d. Melayu
e. Lain-lain……………

56
Nama Sampel :

Kode Sampel :

Bahan Makanan
Waktu
Nama Masakan Banyaknya
Makan Jenis
URT gr

Tanggal....................................

Enumerator

( )

57
Lampiran VIII

LEMBAR BUKTI BIMBINGAN KTI


MAHASISWA D-III JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES MEDAN
TAHUN AJARAN 2017/2018

NAMA MAHASISWA : Putri Adelina Lumban Gaol

NIM : P01031115044

JUDUL KTI :Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dan Vitamin


C dengan Kadar Hemoglobin pada Anak Gizi
Kurang Usia 12-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Petumbukan

BIDANG PEMINATAN : Gizi Masyarakat

NAMA PEMBIMBING UTAMA : Novriani Tarigan, DCN, M.Kes

NIP : 196511171989032001

58
Lampiran IX
Bukti Bimbingan KTI

Nama : Putri Adelina Lumban Gaol


Nim : P01031115108
Nama Pembimbing Utama : Novriani Tarigan, DCN, M.Kes

No Tanggal Judul/Topik Bimbingan T.Tangan


T.Tangan
Pembimbing
Mahasiswa

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

59
60

You might also like