You are on page 1of 65

GAMBARAN TANDA DAN GEJALA SERTA PENANGANAN

KELUARGA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI DESA


TAMBAKBOYO KECAMATAN MANTINGAN
KABUPATEN NGAWI

SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”

Oleh :
Fikres Kartika Sari
NIM. S11015

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
SURAT PERNYATAAN

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan

nikmat dan anugerah-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal skripsi dengan judul “Gambaran tanda dan gejala serta penanganan

keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di Desa Tambakboyo

Kec. Mantingan Kab. Ngawi”.

Dalam proses penyusunan skripsi ini tentunya banyak pihak yang membantu

Penulis, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Wahyu Rima Agustin, SKep, Ns, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1

STIkes Kusuma Husada Surakarta.

2. Pembimbing utama Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep, Ns, M.Kepdan

pembimbing pendamping Ibu Rufaida Nur Fitriana, S. Kep, Nsyang telah

banyak memberikan masukan dan arahan kepada peneliti dengan penuh

kesabaran.

3. Kepala Desa Tambakboyo yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk

melakukan studi pendahuluan dan pengambilan data dalam penelitian ini.

4. Bapak ibu dan keluargaku yang telah banyak memberikan semangat dan

supportnya selama ini.

5. Teman-teman satu angkatan program S-1 Keperawatan STIkes Kusuma

Husada Surakarta yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

6. Kepada responden yang sudah bersedia mengisi kuesioner.

iv
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak sekali kesalahan dan

kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dan masukan

yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depan.

Surakarta,Agustus 2015
Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
ABSTRAK ................................................................................................... xi
ABSTRAC.....................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1Latar belakang ............................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah......................................................................... 4
1.3 Tujuan penelitian.......................................................................... 4
1.4 Manfaat penelitian........................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 6

2.1 Perilaku kekerasan ....................................................................... 6

2.1.1 Pengertian........................................................................... 6

2.1.2 Respon perilaku kekerasan.................................................. 6

2.1.3 Proses terjadinya masalah perilaku kekerasan .................... 9

2.1.4 Penanganan perilaku kekerasan ........................................ 14

2.2 Keluarga .................................................................................... 17

2.2.1 Pengertian........................................................................... 17

2.2.2 Fungsi keluarga .................................................................. 18

2.2.3 Tugas keluarga ................................................................... 19

2.2.4 penanganan keluarga terhadap anggotakeluarga dengan

vi
perilaku kekerasan.............................................................. 23

2.3 Keaslian penelitian ..................................................................... 25

2.4 Kerangka teori ............................................................................ 26

2.5 Kerangka konsep ........................................................................ 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 27

3.1 Jenis dan desain penelitian ......................................................... 27

3.2 Populasi teknik sampling dan sampel ........................................ 27

3.2.1 Kriteria inklusi .................................................................. 28

3.2.2 Kriteria ekslusi .................................................................. 28

3.3 Tempat dan waktu penelitian ..................................................... 28

3.4 Variabel, definisi operasional dan skala pngukuran .................. 29

3.5 Alat penelitian ............................................................................ 29

3.6 Pengumpulan, pengolahan dan analisa data ............................... 31

3.7 Etika penelitian........................................................................... 34

BAB IV HASIL........................................................................................... 35

4.1 Karakteristik responden ............................................................. 35

4.2 Data primer responden (tanda gejala dan penanganan) ............. 37

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 40

5.1 Karakteristik responden ............................................................. 40

5.2 Gambaran tanda gejala keluarga dengan perilaku kekerasan


di Desa Tambakboyo Kec. Mantingan Kab. Ngawi ................... 43
BAB VI PENUTUP .................................................................................... 47
6.1 Simpulan .................................................................................... 47
6.2 Saran........................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Nomor tabel Judul tabel Halaman

2.3 Keaslian Penelitian 25

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 29

4.1 Distribusi frekuensi penderita berdasarkan jenis kelamin 35

4.2 Varian data berdasarkan usia responden 35

4.3 Varian data berdasarkan lamanya menderita 35

4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan 36

hubungan dengan penderita

4.2.1 Respon kognitif 36

4.2.2 Respon afektif 37

4.2.3 Respon fisiologis 37

4.2.4 Respon Perilaku 37

4.2.5 Respon Sosial 38

4.2.6 Respon Keluarga 38

viii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul gambar Halaman

2.4Kerangka teori penelitian 26

2.5Kerangka konsep penelitian 26

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Jawaban Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Jawaban Izin Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Penelitian & Analisis SPSS Penelitian

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi

Lampiran 8 : Jadwal Penelitian

x
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015

Fikres Kartika Sari

GAMBARAN TANDA DAN GEJALA SERTA PENANGANAN


KELUARGA DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI DESA
TAMBAKBOYO KECAMATAN MANTINGAN
KABUPATEN NGAWI

Abstrak

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama salah
satu diantaranya adalah perilaku kekerasan,baik di negara maju maupun
berkembang. Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang
dihadapi oleh seseorang yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan
perilaku kekerasan baik pada diri sendiri atau orang lain dan lingkungan secara
verbal dan non verbal. Di Desa Tambakboyo terdapat 11 kasus perilaku amuk.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi gambaran tanda dan gejala serta
penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di Desa
Tambakboyo Kec. Mantingan Kab. Ngawi.
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menggambarkan
suatu fenomena.Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah cross
sectionaldengan menggunakan sampel sejumlah 11 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon kognitifyaitu respon dengan
berkata tidak masuk akal sebanyak 11 responden, sering berfikir negatif sebanyak
11 responden.11 responden mempunyai respon afektif sering marah, dan penderita
terlihat cemas sebanyak 11 responden. Respon fisiologis wajah kemerahan
sebanyak 11responden. Respon perilaku mudah tersinggung, kadang sedih tiba-
tiba dan sering mengumpat sebanyak 11 responden. Respon sosial terlihat
menyendiri sebanyak 11 responden.Sebagian besar atau sebanyak 54,54%keluarga
belum melakukan penanganan yang baik terhadap anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
Dari segi penanganan keluarga terhadap penderita dengan gangguan jiwa
perilaku kekerasan menunjukkan sebagian besar belum melakukan penanganan
yang baik terhadap anggota yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.

Kata kunci: tanda gejala, penanganan, perilaku kekerasan


Daftar pustaka: 37 (2003-2015)

xi
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015

Fikres Kartika Sari

DESCRIPTION OF INDICATION, SYMPTOM AND TREATMENT FOR


FAMILY WITH VIOLENT BEHAVIORS IN TAMBAKBOYO VILLAGE
MANTINGAN SUBDISTRICT NGAWI CITY

ABSTRACT

Mental disorder is one of four main health problems. One of them is violent
behavior, both in developed countries and developing countries. Violent behavior
is one of the responses on the people’s stress shown by real violent action on the
actors themselves or other people and environment verbally and non-verbally.
There were 11 violent behavior cases in Tambakmoyo village. The objective of
this research is to investigate the description of indication, symptom, and
treatment of family on the family’s members with violent behaviors in
Tambakmoyo Village Mantingan Sub-district, Ngawi City.
This research used the descriptive method to describe the phenomenon with
the cross sectional approach. The samples of research were consisted of 11
respondents. The result of the research shows that in term of cognitive response,
11 respondents had words that do not make sense, and 11 respondents often had
negative thinking. In term of affective response, 11 respondents had frequent
anger, and 11 respondents had anxiety. In term of physiological response, 11
respondents had redness. In term of behavioral response, 11 respondents were
easily irritable and suddenly sad and frequently cursed. In term of social
response, 11 respondents were often alone. 54.54% of families never held any
good handling toward their family members suffering mental disorders with
violent behavior. Thu, almost families did not do any good treatment to their
family members suffering mental disorders with violent behavior.

Keywords: indication symptom, treatment, violent behavior


Daftar pustaka: 37 (2003-2015)

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa

tidak hanya dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara

langsung, namun juga menimbulkan ketidakmampuan individu untuk

berperilaku tidak produktif (Hawari, 2009). Departemen Kesehatan (2003)

mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu perubahan pada fungsi jiwa

yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa sehingga

menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan

peran sosial serta menimbulkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma

lokal dan budaya setempat yang menyebabkan timbulnya perilaku amuk

ketika responnya maladatif.

Data dari WHO tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa dunia

sebesar 459 juta jiwa. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk

Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh,

Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi rumah tangga yang

pernah memasung anggota rumah tangga dengan gangguan jiwa berat

14,3% dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di pedesaan (18,2%),

serta pada kelompok penduduk dengan kualitas indeks kepemilikan

1
2

terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada

penduduk Indonesia 6,0% (Riskesdas, 2013).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku agresif/kekerasan

dalam faktor psikologis diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu,

konsep diri, dan pertahanan psikologi. Suatu pandangan psikologi tentang

perilaku agresif menyatakan bahwa pentingnya faktor perkembangan atau

pengalaman hidup dalam membatasi kemampuan individu untuk memilih

koping mekanisme yang bukan perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2005).

Hasil penelitian Saragih, Jumadi, dan Indriati (2014) dengan judul

Gambaran tingkat pengetahuan dan sikap keluarga tentang perawatan

pasien resiko perilaku kekerasan di rumah menunjukkan pengetahuan

keluarga tentang perawatan anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di

rumah adalah kurang sebanyak 15 responden (45,5%), cukup sebanyak 9

responden (27,3%) dan baik sebanyak 9 responden (27,3%). Sikap

responden tentang perawatan anggota keluarga dengan perilaku kekerasan

dirumah adalah negatif sebanyak 21 responden (63,6%) dan sikap positif

sebanyak 12 orang (36,4%). Sikap responden dalam penelitian

memperlihatkan perlakuan keluarga dengan klien sehari-hari, dimana

kebanyakan diantara keluarga pasien jarang melakukan interaksi dengan

pasien selama di rumah.

Peran dan fungsi keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam memberikan

kasih sayang serta memberkan dukungan pada anggota keluarga yang


3

mengalami gangguan stabilitas mental (Friedman, 2010). Hasil Penelitian

Puspitasari (2009) dengan judul peran dukungan keluarga pada penanganan

penderita menunjukkan ada hubungan antara peran dukungan keluarga

dengan merawat klien perilaku kekerasan melalui dukungan keluarga yang

meliputi : dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan instrumental

dan dukungan penilaian.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Tambakboyo

didapatkan hasil bahwa di Desa Tambakboyo terdapat 23 kasus yang terbagi

atas 11 kasus dengan perilaku amuk, 2 kasus menarik diri, 1 kasus waham, 4

kasus isolasi sosial, dan 5 kasus harga diri rendah. Berdasarkan hasil

wawancara dengan keluarga bahwa perilaku amuk atau kekerasan dapat

timbul disaat seseorang sendirian dan saat bersama orang lain. Perilaku

amuk atau kekerasan dapat terjadi akibat dirinya merasa dendam terhadap

orang lain sehingga merasa marah dalam dirinya lalu melampiaskan

emosinya dengan mencederai diri atau orang lain dan perilaku kekerasan

juga sering terjadi akibat sindiran atau ejekan oleh orang lain ketika sedang

bersama orang lain. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan oleh

penderita antara lain melukai dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan

sekitar. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul“ Gambaran tanda dan gejala serta

penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di

Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi”.


4

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran

tanda dan gejala serta penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan

perilaku kekerasan di Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten

Ngawi?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengidentifikasi gambaran tanda dan gejala serta

penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan perilaku

kekerasan di Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan Kabupaten

Ngawi.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui gambaran tanda dan gejala pada anggota

keluarga dengan perilaku kekerasan.

2. Untuk mengetahui gambaran penanganan yang dilakukan

keluarga dengan anggota salah satu anggota keluarga

mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.


5

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan

pengetahuan serta wawasan peneliti tentang penanganan perilaku

kekerasan pada keluarga.

1.4.2 Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber referensi bagi

institusi dalam menyusun asuhan keperawatan dalam penanganan perilaku

kekerasan pada anggota keluarga.

1.4.3 Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber

referensi serta sumber rujukan untuk penelitian selanjutnya tentang

penanganan perilaku kekerasan pada anggota keluarga.

1.4.4 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

keluarga khususnya di Desa Tambakboyo dengan anggota keluarganya

mengalami gangguan kejiwaan perilaku kekerasan dan masyarakat luas

dalam penanganan perilaku kekerasan yang terjadi pada anggota keluarga.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Perilaku Kekerasan

2.1.1 Pengertian

Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap

stressor yang dihadapi oleh seseorang yang ditunjukkan dengan

perilaku aktual melakukan perilaku kekerasan baik pada diri

sendiri atau orang lain dan lingkungan secara verbal dan non verbal

(Stuart dan Laraia, 2005). Menurut Varcarolis (2006) perilaku

kekerasan adalah sikap atau perilaku kekerasan yang

menggambarkan perilaku amuk, bermusuhan berpotensi untuk

merusak secara fisik atau dengan kata-kata.

2.1.2 Respon Perilaku Kekerasan

1. Respon Kognitif

Bentuk yang berbeda dari agresi dapat dihubungan dan

berhubungan dengan psikologis seperti perusuhan, kemarahan,

dan keyakinan yang irrasional. Hubungan pemikiran dan emosi

ini berperan penting dalam menerjemahkan marah menjadi

perilaku agresif (Cristopher, 2010). Pada individu dengan

perilaku agresif atau perilaku kekerasan berpikir secara

irrasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-

kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang tidak

6
7

tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri

harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis,

yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan

cara verbalisasi yang rasional (Faizmh, 2009). Menurut Putri

(2010) tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat diketahui

secara kognitif yaitu akan ditemukan tekanan atau gangguan

pada pikiran.

2. Respon Afektif (Emosi)

Marah sebagai suatu emosi yang mempunyai ciri-ciri

aktivitas saraf simpatik yang tinggi (Trianto, 2009). Bagaimana

pengalaman emosional dari marah tidak selalu mengarah pada

respon antagonis (Cristopher, 2010). Menurut Putri (2010)

tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat diketahui secara

afektif yaitu akan ditemukan irritabilitas, depresi, marah,

kecemasan, dan apatis.

3. Respon Fisiologis

Respon fisiologis marah timbul karena kegiatan sistem

syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga

tekanan darah meningkat, frekuensi jantung meningkat, wajah

merah, pupil melebar, dan frekuensi pengeluaran urin

meningkat (Triantoro, 2009).


8

4. Respon Perilaku

Respon perilaku dapat menarik perhatian dan

menimbulkan konflik pada diri sendiri seperti melarikan diri,

bolos bekerja atau penyimpangan seksual (Triantoro, 2009).

Marah selalu dihubungan dengan perilaku agresif dan bentuk

perilaku kekerasan lainnya (Putri 2010). Tanda dan gejala

perilaku kekerasan secara perilaku akan ditemukan merasa

tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, merasa ingin

berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan,

menuntut, mudah tersinggung, euporia yang berlebihan atau

tidak tepat, dan afek labil (Stuart & Laraia, 2009).

5. Respon Sosial

Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain.

Sebagian orang menyaalurkan kemarahan dengan menilai dan

mengkritik tingkah laku orang lain. Dalam memenuhi

kebutuhan seseorang memerlukan saling berhubungan dengan

orang lain. Pengalaman marah dapat menggangu hubungan

interpersonal. Cara seseorang mengungkapkan marah,

merefleksikan latar belakang budayanya (Triantoro, 2010).

Menurut Putri (2010) tanda dan gejala perilaku kekerasan

secara sosial akan ditemukan penurunan interaksi sosial.


9

2.1.3 Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan

Proses terjadinya kekerasan menurut Stuart dan Laraia

(2005) meliputi faktor predisposisi dan faktor Presipitasi.

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi meliputi faktor biologis, psikologis dan

sosial budaya.

a. Faktor Biologis

Berdasarkan teori biologik terdapat beberapa hal yang

mempengaruhi, yaitu :

1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen dari

sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi

dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik sangat

terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku

bermusuhan dan respon agresif.

2) Pengaruh biokimia adalah berbagai neurotransmitter:

epinephrin, nonepineprhin, dopamine, asetekolin dan

serotonin sangat berperan dalam memfasilitasi dan

menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon

androgen dan nonepinephrin serta penurunan serotonin

dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cairan

serebrospinal dapat menjadi faktor predisposisi yang

penting terjadinya perilaku agresif.


10

3) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif

sangat erat kaitannya dengan genetik, yaitu termasuk

genetik type karyotype XYY, yang pada umumnya

dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal.

Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai

penengah antara perilaku yang berarti dan pemikiran

rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat

interaksi antara rasional dan emosi. Kerusakan pada

lobus frontal dapat menyebabkan ketidakmampuan

membuat keputusan, perubahan kepribadian, perilaku

yang tidak sesuai dan ledakan agresif (Stuart dan Laraia,

2005). Sistem limbik merupakan penengah dari

dorongan ekspresi emosi dan perilaku. Sistem limbik

berfungsi untuk memproses informasi dan daya ingat,

juga berfungsi sebagai penengah antara ekspresi takut

dan amuk. Perubahan pada sistem limbik dapat

menyebabkan peningkatan atau penurunan resiko

perilaku kekerasan. Hipotalamus merupakan sistem

alarm otak, stress dapat menimbulkan peningkatan

steroid dan kondisi ini dapat terjadi berulang yang akan

mengakibatkan trauma saat kanak-kanak dapat menetap

sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan

resiko perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005).


11

Penelitian yang dilakukan Keliat (2003) menyebutkan

karakteristik jenis kelamin berhubungan dengan kejadian

perilaku kekerasan verbal dan klien laki-laki dua kali

lipat lebih banyak dari klien perempuan, serta usia

paling banyak 30 tahun ke bawah, sedangkan penelitian

karakteristik klien yang dirawat dibangsal MPKP

menyebutkan ada 63,9% berjenis kelamin laki-laki dan

82,5% terdapat pada golongan umur dewasa yaitu umur

33 tahun sampai dengan 55 tahun (Keliat dkk, 2008).

Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan bahwa

berdasarkan bukti penelitian laki-laki yang mempunyai

testoteron tinggi cenderung lebih agresif dibandingkan

laki-laki yang mepunyai testoteron sedang. Dari

penjelasan di atas faktor predisposisi biologis perilaku

kekerasan yaitu gangguan sistem limbik, lobus frontal,

hipotalamus, dan neurotransmitter serta jenis kelamin

manusia.

b. Faktor Psikologi

Menurut Townsend (1996), dalam Stuart dan Laraia,

(2005). Faktor psikologi perilaku kekerasan meliputi:

1) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak

terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat

mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat


12

konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat

memberikan kekuatan dan meningkatkan citra diri.

2) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan

perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki

pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih

cenderung untuk dipengaruhi oleh peran eksternal.

Faktor psikologis lainnya yang sangat mempengaruhi

terjadinya perilaku kekerasan, kegagalan untuk

mengembangkan kontrol impuls (kemampuan untuk

menunda terpenuhinya keinginan), kualitas tersebut

dapat menyebabkan individu yang impulsif, mudah

frustasi, dan rentan terhadap perilaku agresif (Videbeck,

2008). Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan bahwa

factor psikologi penyebab terjadinya perilaku kekerasan:

ketidakberdayaan, harga diri rendah, pengalaman masa

lalu, koping dan keterampilan komunikasi secara verbal,

kegagalan dalam mengembangkan kualitas control

impuls, stress ditempat kerja, pengangguran dan

kepribadian antisosial.

c. Faktor Sosiokultural

Faktor sosial budaya yang dipengaruhi oleh proses

globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi

memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya


13

pada masyarakat. Disisi lain, tidak semua orang

mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan

dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan

stress (Ahmad, 2005).

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi meliputi: sifat stresor, asal stresor,

lamanya stresor yang dialami dan banyaknya stresor yang

dihadapi oleh seseorang. Faktor presipitasi terjadinya masalah

perilaku kekerasan yaitu stresor biologis, stresor psikologis dan

stressor sosial budaya. Sifat dari stresor yang tergolong

komponen biologis, misalnya penyakit infeksi, penyakit kronis

atau kelainan struktur otak. Komponen psikologis, misalnya:

stresor terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan seperti

adanya abuse dalam keluarga, atau adanya kegagalan dalam

hidup. Selanjutnya komponen sosial budaya misalnya adanya

aturan yang sering bertentangan antara individu dan kelompok

masyarakat, tuntutan masyarakat yang tidak sesuai dengan

kemampuan seseorang, ataupun adanya stigma dari masyarakat

terhadap seseorang yang mengalami gangguan jiwa (Stuart dan

Laraia, 2005). Faktor presipitasi lainnya secara umum

seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya

terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis

atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri


14

seseorang. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal,

contoh stresor eksternal serangan secara psikis, kehilangan

hubungan yang dianggap bermakna dan adanya kritikan dari

orang lain, sedangkan contoh dari stressor internal adalah

merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang

dicintai dan ketakutan terhadap penyakit yang dideritanya

(Yosep, 2009).

2.1.4 Penanganan Perilaku Kekerasan

Penanganan perilaku kekerasan dapat dilakukan dengan

berbagai cara antara lain (Keliat, 2009) :

1. Penanganan intervensi keperawatan yang diberikan pada klien

riwayat perilaku kekerasan dengan terapi generalis dan terapi

spesialis, terapi generalis meliputi tujuan khusus dan strategi

komunikasi untuk klien, sedangkan terapi spesialisnya meliputi:

Cognitif Behavioral Therapy, Assertive Training, sedangkan

terapi keluarga: Family Psycho Education dan terapi

kelompoknya Therapy Supportif Group. Sedangkan

penanganan intervensi keperawatan pada klien perilaku

kekerasan dengan memberikan strategi komunikasi pada klien

meliputi :

a. Intervensi keperawatan pada klien perilaku kekerasan

bertujuan untuk mengontrol perilaku kekerasannya, dengan

cara:
15

1) Bersama klien mendiskusikan penyebab, tanda dan gejala

perilaku kekerasan.

2) Bersama klien mendiskusikan akibat & perilaku

kekerasan yang dilakukan

3) Bersama klien mendiskusikan cara mengontrol & melatih

perilaku kekerasan dengan cara fisik I (tarik nafas dalam)

dan fisik 2 (melakukan aktivitas yang disukai).

4) Bersama klien melatih pasien mengontrol perilaku

kekerasan dengan cara verbal.

5) Bersama klien melatih melatih pasien mengontrol

perilaku kekerasan dengan cara spiritual.

6) Bersama klien mengontrol perilaku kekerasan dengan

cara patuh minum obat.

7) Bersama klien menganjurkan pasien memasukan dalam

jadwal kegiatan harian.

8) Bersama klien mengevaluasi jadwal kegiatan harian yang

sudah dibuat dan dilaksanakan.

9) Memberikan Cognitif Behavioral Therapy; dan

Memberikan Assertive Training.

b. Intervensi keperawatan yang diberikan pada keluarga

dengan riwayat perilaku kekerasan, bertujuan agar keluarga

mampu merawat klien dengan perilaku kekerasan, dengan

cara:
16

1) Bersama keluarga mendiskusikan masalah yang dirasakan

keluarga dalam merawat pasien.

2) Bersama keluarga menyamakan pengalaman definisi

perilaku kekerasan tanda dan gejala, proses terjadinya

perilaku kekerasan.

3) Bersama keluarga menyamakan pengalaman &

mempraktekkan cara merawat pasien perilaku kekerasan.

4) Bersama keluarga dalam memberikan Family Pscho

Education.

5) Memberikan Therapy Supportif Group; dan Bersama

keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk

minum obat (discharge planning) & menjelaskan follow

up pasien setelah pulang.

c. Intervensi keperawatan dengan terapi kelompok pada pasien

perilaku kekerasan menurut Stuart dan Laraia (2005),

bertujuan untuk merubah perilaku destruktif dan maladaftif

menjadi perilaku yang kontruktif, sehingga mampu

berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan menurut Keliat

(2009), manfaat terapi kelompok adalah saling berbagi

pengalaman, saling membantu menyelesaikan masalah dan

mempraktekkan cara marah yang asertif. Terapi kelompok

perilaku kekerasan yang diberikan adalah terapi aktivitas

kelompok yaitu stimulasi pengalaman meliputi:


17

1) Bersama kelompok mengenal perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

2) Bersama kelompok belajar mencegah tidak melakukan

perilaku kekerasan secara fisik.

3) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku kekerasan

secara sosial.

4) Bersama kelompok belajar mencegah perilaku kekerasan

dengan spiritual.

5) Bersama kelompok belajar dan mencegah perilaku

kekerasan dengan patuh mengkonsumsi obat.

2. 2. Keluarga

2. 2. 1. Pengertian

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan

perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk

menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional serta social dari tiap

anggota keluarga (Zaidin Ali, 2009). Keluarga adalah suatu sistem

interaksi emosional yang diatur secara kompleks dalam posisi,

peran dan norma yang lebih jauh diatur dalam subsistem didalam

keluarga, subsistem ini menjadi dasar struktur atau organisasi

keluarga (Friedman, 2003).


18

2. 2. 2. Fungsi Keluarga

Friedman (2010) mendefinisikan fungsi dasar keluarga

adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya dan

masyarakat yang lebih luas, meliputi :

1. Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian

dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi

kebutuhan psikologis anggota keluarga, peran keluarga

dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.

2. Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota

keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga

yang produktif dan memberikan status pada anggota keluarga,

keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan interakasi dengan

anggotanya.

3. Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan

generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga dan

menambah sumberdaya manusia.

4. Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk

meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan

keluarganya.

5. Fungsi perawatan kesehatan, keluarga mempertahankan

kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang


19

tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga

dibidang kesehatan.

2. 2. 3. Tugas Keluarga

Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan (Friedman,

2010) yang meliputi:

1. Mengetahui kemampuan keluarga untuk mengenal masalah

kesehatan keluarga klien dengan perilaku kekerasan, keluarga

perlu mengetahui penyebab tanda-tanda klien kambuh dan

perilaku maladaftifnya meliputi keluarga perlu mengetahui

pengertian prilaku kekerasan, tanda dan gejalanya, cara

mengontrol prilaku kekerasaannya dengan cara minum obat dan

cara spiritual.

2. Mengetahui kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan

mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi

anggota keluarga dengan prilaku kekerasan, menanyakan

kepada orang yang lebih tahu, misalnya membawa kepelayanan

kesehatan atau membawa untuk dirawat ke rumah sakit jiwa.

3. Mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam merawat

anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang perlu

dikaji pengetahuan tentang akibat lanjut perilaku kekerasan

yang dilakukan, pemahaman keluarga tentang cara merawat

anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang perlu

dilakukan oleh keluarga, pengetahuan keluarga tentang alat-alat


20

yang membahayakan bagi anggota keluarga dengan riwayat

prilaku kekerasan, pengetahuan keluarga tentang sumber yang

dimiliki keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan

riwayat perilaku kekerasan, bagaimana keluarga dalam merawat

anggota keluarga dengan riwayat perilaku kekerasan yang

membutuhkan bantuan.

4. Mengetahui kemampuan keluarga dalam memodifikasi

lingkungan,yang perlu dikaji: pengetahuan keluarga tentang

sumber-sumber yang dimiliki keluarga dalam memodifikasi

lingkungan khususnya dalam merawat anggota keluarga dengan

riwayat perilaku kekerasan, kemampuan keluarga dalam

memanfaatkan lingkungan yang asertif.

5. Mengetahui kemampuan keluarga menggunakan fasilitas

pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat, yang perlu

dikaji pengetahuan keluarga tentang fasilitas keberadaan

pelayanan kesehatan dalam mengatasi perilaku kekerasannya.

Pemahaman keluarga tentang manfaat fasilitas pelayanan yang

berada di masyarakat, tingkat kepercayaan keluarga terhadap

fasilitas pelayanan kesehatan, apakah keluarga mempunyai

pengalaman yang kurang tentang fasilitas pelayanan kesehatan,

apakah keluarga dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang

ada di masyarakat.
21

2.2.3. Peran Keluarga

Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien

gangguan jiwa, diantaranya: memberikan bantuan utama terhadap

penderita gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman tentang

berbagai manifiestasi gejela-gejala sakit jiwa yang terjadi pada

penderita, membantu dalam aspek administratrif dan finansial yang

harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan penderita.

untuk itu yang harus dilakukan oleh keluarga adalah nilai

dukungan dan kesediaan menerima apa yang sedang dialami oleh

penderita serta bagaimana kondisi kesehatan penderita dapat

dipertahankan setelah dklaim sehat oleh tenaga psikolog, psikiater,

neurolog, dokter, ahli gizi dan terapis dan kembali menjalani hidup

bersama keluarga dan masyarakat sekitar (Solahuddin, 2009).

Adanya kesadaran bahwa mereka bisa pulih dan mempunyai masa

depan yang lebih baik dibandingkan keadaan sekarang merupakan

pendorong dan motivator pemulihan. Kesadaran bahwa banyak

penderita gangguan jiwa bisa mengatasi tantangan, masalah dan

hambatan seperti yang mereka hadapi saat itu akan menjadi

pendorong munculnya pemulihan. Harapan bisa tumbuh dan

diperkuat oleh dukungan keluarga, teman, penderita yang telah

pulih, tenaga kesehatan maupun relawan gangguan jiwa. Adanya

harapan merupakan pendorong proses pemulihan.


22

Salah satu faktor penting dalam pemulihan adalah adanya

keluarga, saudara dan teman yang percaya bahwa seorang

penderita gangguan jiwa bisa pulih dan kembali hidup produktif di

masyarakat. Mereka bisa memberikan harapan, semangat dan

dukungan sumber daya yang diperlukan untuk pemulihan. Melalui

dukungan yang terciptanya lewat jaringan persaudaraan dan

pertemanan, maka penderita gangguan jiwa bisa mengubah

hidupnya, dari keadaan kurang sehat dan tidak sejahtera menjadi

kehidupan yang lebih sejahtera dan mempunyai peranan di

masyarakat. Hal tersebut akan mendorong kemampuan penderita

gangguan jiwa mampu hidup mandiri, mempunyai peranan dan

berpartisipasi di masyarakatnya. Keluarga, pemberi pelayanan

kesehatan jiwa dan anggota masyarakat perlu memperlakukan

penderita gangguan jiwa dengan sikap yang bisa menumbuhkan

dan mendukung tumbuhnya harapan dan optimisme. Harapan dan

optimisme akan menjadi motor penggerak pemulihan dari

gangguan jiwa. Dilain pihak, kata-kata yang menghina,

memandang rendah, memasung dan menumbuhkan pesimisme

akan bersifat melemahkan proses pemulihan (Friedman, 2010).


23

2.2.4. Penanganan Keluarga Terhadap Anggota Dengan Perilaku

Kekerasan

Adapun beberapa penanganan keluarga terhadap penderita

gangguan jiwa khususnya perilaku kekerasan selama dirumah

berdasarkan workshop keperawatan jiwa ke delapan pada bulan

Agustus 2014 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

adalah sebagai berikut:

1. Keluarga membimbing (melatih) penderita untuk melakukan

tindakan mengendalikan marah dengan cara tarik napas dalam

2. Keluarga membimbing (melatih) penderita untuk melakukan

tindakan mengendalikan marah dengan cara memukul kasur

dan bantal

3. Keluarga memberikan bimbingan kepada penderita dengan cara

verbal/bicara baik-baik ketika pasien mengamuk atau marah

4. Keluarga memberikan bimbingan kepada penderita dengan cara

spiritual: mengajak beribadah

5. Keluarga dapat meningkatkan dosis obat misal menjadi 2 tablet

sekali minum jika pasien mengamuk.

6. Keluarga memberikan obat hanya kepada penderita saja

7. Keluarga memberikan obat sesuai dengan waktu yang

ditentukan misal: pagi, siang, malam

8. Keluarga memberikan obat dengan cara yang sesuai misal: obat

diminum, tidak disuntikkan.


24

9. Keluarga memberikan obat sesuai anjuran, misal sebelum

makan atau sesudah makan

10. Keluarga memberi obat secara rutin dan terus menerus ke

penderita selama penderita masih mengalami gangguan jiwa

11. Keluarga membiarkan penderita ketika penderita mengalami

marah atau mengamuk.

12. Keluarga berusaha menciptakan lingkungan yang nyaman dan

tenang.

13. Ketika pasien mengamuk keluarga meminta tolong masyarakat

untuk membantu menenangkan penderita

14. Ketika pasien mengamuk keluarga membawa pasien langsung

ke rumah sakit (pelayanan kesehatan)

15. Ketika obat pasien akan habis keluarga langsung membawa ke

rumah sakit (pelayanan kesehatan) untuk kontrol


25

2. 3. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian yang terkait adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti Judul Metode Hasil

penelitian

Aedil, Syafar, Perilaku petugas Penelitian Kualitatif Hasil penelitian

dan Suriah kesehatan dalam dengan rancangan menunjukkan

(2013) perawatan pendekatan studi bahwa tindakan

pasien gangguan kasus yang petugas

jiwa skizofrenia dilakukan melalui kesehatan dalam

di rumah sakit teknik wawancara menciptakan

khusus daerah mendalam dan suasana aman

provinsi observasi. bagi pasien

Sulawesi selatan skizofrenia

dilakukan dengan

cara pendekatan,

pemindahan

pasien ke ruangan

lain, pemberian

obat dan juga

tindakan fiksasi

(pengikatan).
26

Saragih, Gambaran Desain penelitian ini Pengetahuan baik

Jumadi, dan tingkat adalah penelitian sebanyak Sembilan

Indriati (2014) pengetahuan dan deskriptif responden,

sikap keluarga pengetahuan cukup

tentang sembilan responden

perawatan dan pengetahuan

pasien resiko kurang sebanyak 15

perilaku responden.

kekerasan di

rumah
27

2. 4. Kerangka Teori

Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku
Tanda gejala
Kekerasan
Perilaku Kekerasan perilaku
1. Faktor predisposisi kekerasan
2. Faktor presipitasi

Penanganan Perilaku Kekerasan


di keluarga

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Stuart dan Laraia, 2005, Keliat, 2009 & Friedman, 2010)

2. 5. Kerangka Konsep

Tanda dan gejala Perilaku Penanganan Perilaku


perilaku kekerasan Kekerasan Kekerasan di keluarga

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu

penelitian yang berusaha menggambarkan suatu fenomena (Wasis, 2008).

Yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah gambaran tanda dan gejala

serta penanganan keluarga dengan perilaku kekerasan di Desa Tambakboyo

Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi.

Desain yang di gunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu

penelitian yang dilakukan satu kali pengamatan saja.

3.2 Populasi, Teknik Sampling dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga dengan anggota

keluarga mengalami gangguan kejiwaan perilaku kekerasan di Desa

Tambakboyo, Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi sebanyak 11

keluarga.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode

total sampling yaitu semua populasi dijadikan responden penelitian.

Berdasarkan teknik sampling jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

semua keluarga dengan anggota keluarga mengalami gangguan kejiwaan

perilaku kekerasan yaitu tersebut 11 keluarga.

28
29

3.2. 1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek

penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan

diteliti (Nursalam, 2009).

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan

kejiwaan perilaku kekerasan.

2. Keluarga bisa baca tulis dan tidak buta huruf.

3. Bersedia menjadi responden.

3.2. 2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena

berbagai sebab (Nursalam, 2009). Kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah: keluarga yang tidak bersedia menjadi

responden dalam penelitian.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Tambakboyo Kecamatan

Mantingan Kabupaten Ngawi Jawa Timur pada bulan Desember-Juli 2015.


30

3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Table 3.1 Variabel, definisi operasional dan skala pengukuran.

Nama Definisi
Alat Ukur Indikator Skala
Variabel Oprasional
Respon Respon yang Kuesioner 1. Respon kognitif Nominal
perilaku menjadi 2. Respon Afektif
kekerasan indikator (Emosi)
tanda gejala 3. Respon Fisiologis
penderita 4. Respon Perilaku
perilaku 5. Respon Sosial
kekerasan

Penangana Merupakan Kuesioner 1. Penanganan baik jika Nominal


n keluarga suatu ≥ 10,78
terhadap tindakan 2. Penanganan kurang
perilaku yang baik jika <10,78
kekerasan dilakukan
oleh keluarga
terhadap
anggota
keluarga
yang
mengalami
gangguan
jiwa perilaku
kekerasan.

3.5 Alat Penelitian

3.5.1 Kuesioner

Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu

dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah

pertanyaan/ pernyataan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden.


31

Kuesioner pada penelitian ini adalah kuesioner tanda dan

gejala serta penanganan keluarga pada anggota keluarga dengan

perilaku kekerasan. Item pertanyaan jenis kelamin dan hubungan

responden dengan penderita menggunakan kuesioner tertutup

sedangkan usia penderita dan lamanya penderita mengalami

gangguan jiwa menggunakan jenis kuesioner terbuka.

Data primer meliputi tanda dan gejala (respon) dan

penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien dengan

perilaku kekerasan dirumah. Kuesioner data primer menggunakan

jenis kuesioner tertutup dimana jawaban telah disediakan. Data

primer tanda gejala (respon) terdiri dari 5 aspek yaitu respon

kognitif, respon afektif, respon fisiologis, respon perilaku dan

social dimana masing-masing item terdiri dari 3 sampai dengan 6

pernyataan. Keluarga mempunyai 2 pilihan jawaban yaitu ya dan

tidak dimana jawaban tersebut menyesuaikan kondisi penderita di

rumah. Jika keluarga menjawab ya=1 dan tidak =0.

Data primer penanganan keluarga terhadap penderita

gangguan jiwa perilaku kekerasan terdiri dari 15 butir pernyataan.

Dari 15 pernyataan terdapat 13 pernyataan favourable dan 2

unfavourable. Dua pernyataan unfavourable tersebut adalah

pernyataan nomor 5 dan pernyataan nomor 11. Pada kuesioner

penanganan ini keluarga juga mempunyai 2 pilihan jawaban

dimana jika jawaban benar maka skor = 1, namun jika keluarga


32

menjawab salah maka skor = 0. Nilai maksimal pada kuesioner ini

adalah 15 dan nilai minimal adalah 0. Keluarga dikatakan telah

melakukan penanganan pada penderita gangguan jiwa perilaku

kekerasan dengan baik jika ≥ 10,78 dan keluarga dikategorikan

dalam penanganan yang kurang baik jika < 10,78. Alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, dengan cara

peneliti mencentang jawaban pernyataan kuesioner dari responden.

3.5.2Uji Validitas

Konten validitas adalah jenis lain dari validitas yang sangat

tergantung pada interpretasi pribadi, dan mengacu pada pada

apakah instrumen tersebut mengandung semua dimensi yang akan

dipertimbangkan oleh pengamat menjadi penting dalam mengukur

hasil yang diinginkan. Jika instrumen memiliki kandungan tinggi

validitas, seseorang dapat menarik kesimpulan yang luas tentang

individu yang diukur dalam kaitannya dengan komunitas yang

lebih besar (Jennings, 2012).

3.6 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data

3.6. 1. Pengumpulan data

Pengumpulan dataadalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang

diperlukan dalam suatu penelitian. Adapun metode pengumpulan

data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


33

1. Peneliti meminta surat pengantar penelitian dari akademi.

2. Peneliti memasukkan surat pengantar penelitian ke tempat

penelitian yaitu Desa Tambakboyo Kecamatan Mantingan

Kabupaten Ngawi.

3. Setelah mendapatkan persetujuan dari Kepala desa kemudian

peneliti melakukan penelitian dengan menyebar kuesioner ke

responden.

4. Peneliti meminta persetujuan untuk menjadi responden dengan

memberikan lembaran informed consent sebagai bukti

kesediaan sebagai responden kemudian peneliti memberi

pertanyaan sesuai kuesioner kepada responden.

5. Setelah itu responden diminta untuk menjawab kuesioner

tersebut.

6. Hasil dari kuesioner yang telah terkumpul kemudian ditabulasi.

7. Setelah ditabulasi data kemudian dianalisa dan disimpulkan.

3.6. 2. Pengolahan Data

Peneliti melakukan beberapa tahap dalam pengolahan data

meliputi pengecekan data (editing), pemberian kode data (coding)

dan pemprosesan data (entering).

1. Pengecekan data (editing)

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data


34

terkumpul. Dalam penelitian ini peneliti akan memeriksa data

tentang hasil dari kuesioner.

2. Pemberian kode data (coding)

Coding yaitu kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian

kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data

menggunakan komputer. Adapun kode dalam kuesioner ini

adalah jika menjawa “ya” diberi kode 1 , dan jika menjawab

“tidak” diberi kode 0.

3. Pemprosesan data (entering)

Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,

kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa

juga dengan membuat tabel kontigensi.

3.6. 3. Analisa Data

Analisis data menggunakan analisis univariat adalah analisis

yang menggambarkan karakteristik setiap variabel (Sugiyono

2013). Sebagai hasilnya akan tergambar karakteristik responden

seperti: jenis kelamin, usia responden, lama menderita, hubungan

penderita dengan responden serta tanda dan gejala serta

penanganan keluarga terhadap perilaku kekerasan di rumah dalam

bentuk distribusi frekuensi dan varian data.


35

3.7 Etika Penelitian

3.7. 1. Informed consent (lembar persetujuan)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan informan

dengan memberikan lembar persetujuan menjadi informan.

Tujuannya agar informan mengetahui maksud dan tujuan peneliti

serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika informan

setuju, maka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan.

3.7. 2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan masalah etika dengan tidak memberikan nama

informan pada alat bantu penelitian, cukup dengan kode yang

hanya dimengerti oleh peneliti.

3.7. 3. Confidentially (kerahasiaan)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan

informasi yang diberikan oleh informan. Peneliti hanya

melaporkan kelompok data tertentu saja.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Responden

1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)


Laki-laki 6 54,5
Perempuan 5 45,5
N 11 100

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 11 responden sebagian

besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 6 orang (54,5%).

2. Varian data berdasarkan usia responden

Tabel 4.2 Varian data berdasarkan usia responden (dalam tahun)

Nilai
Mean Median SD
Min Max
34,81 40 14 54 14,05

Pada tabel 4.2 distribusi frekuensi responden berdasarkan usia

dapat dilihat bahwa responden mempunyai usia yang bervariasi dari

mulai usia 14 sampai dengan 54 tahun, rerata umur pasien 34,81 tahun

dengan standar deviasi 14,05.

36
37

3. Varian data responden berdasarkan lamanya penderita mengalami

gangguan jiwa (dalam tahun)

Tabel 4.3Distribusi frekuensi berdasarkan lama penderita mengalami


gangguan jiwa

Nilai
Mean Median SD
Min Max
6,09 6 2 11 2,8

Pada tabel 4.3varian data penderita berdasarkan lama penderita

mengalami gangguan jiwa dapat dilihat bahwa lama penderita

mengalami gangguan jiwa bervariasi mulai dari 2 tahun hinggga 11

tahun, rerata lama pasien menderita adalah 6,9 tahun denga standar

deviasi 2,8.

4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungan dengan penderita.

Tabel 4.4Distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungan dengan


penderita

Hubungan dengan pasien Frekuensi Persentase (%)


Orang tua 6 54,5
Anak 2 18,2
Kakek/nenek 0 0
Saudara 3 27,3
N 11 100

Dari tabel 4.4 distribusi frekuensi responden berdasarkan hubungan

dengan penderita dapat di lihat bahwa jumlah responden yang

mempunyai hubungan sebagai orang tua sebanyak 6 responden (54.5%)


38

4.2. Respon/tanda gejala dan penanganan

4.2. 1. Respon kognitif

Tabel.4.5 Respon (tanda gejala) kognitif (n=11)

Kategori
Respon (tanda gejala)
F
Berkata tidak masuk akal 11
Berpikir tidak masuk akal 10
Sering berpikir negative 11

Dari tabel 4.5 diketahui hasil dari respon kognitif yaitu

respon dengan berkata tidak masuk akal sebanyak 11 responden, dan

sering berfikir negatif sebanyak 11 responden.

4.2. 2. Respon afektif

Tabel 4.6Respon afektif (emosi) (n=11)

Kategori
Respon (tanda gejala)
f
Sering marah 11
Penderita terlihat cemas 11
Terlihat depresi 8

Dari tabel 4.6diketahui hasil respon afektif yaitu sering

marah 11 responden, dan penderita terlihat cemas sebanyak 11

responden.
39

4.2.3. Respon fisiologis

Tabel 4.7Respon fisiologis (n=11)

Kategori
Respon (tanda gejala)
F
Wajah tegang (kemerahan) 11
Mata melotot 6
Frekuensi BAK meningkat 4

Dari tabel 4.7diketahui hasil respon fisiologis yaitu wajah

tenang (kemerahan) sebanyak 11 responden.

4.2.4. Respon perilaku

Tabel 4.8Respon perilaku (n=11)


Kategori
Respon (tanda gejala)
F
Mudah tersinggung 11
Kadang tertawa berlebihan 10
Kadang sedih tiba-tiba 11
Sering mengumpat 11
Penderita terlihat tak nyaman 7
Menuntut (menyalahkan orang lain) 4

Dari tabel 4.8di atas menunjukkan bahwa respon perilaku

mudah tersinggung, kadang sedih tiba-tiba dan sering mengumat

sebanyak 11 responden.

4.2.5. Respon sosial

Tabel 4.9Respon sosial (n=11)

Kategori
Respon (tanda gejala)
F
Terlihat menyendiri 10
Enggan berkomunikasi 9
Tidak terlibat dalam kegiatan 11

Tabel 4.9respon sosial terlihat menyendiri sebanyak 11 responden.


40

4.2.6 Penanganan Keluarga

Tabel 4.10 Penanganan keluarga

Kategori F Prosentase %
Penanganan baik 5 45,46
Penanganan kurang 6 54,54
N 11 100

Dari tabel 4.10di atas menunjukkan bahwa sebagian besar

(54,54%) keluarga belum melakukan penanganan yang baik terhadap

anggota yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.

Keluarga dikatakan melakukan penanganan yang baik terhadap

anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan perilaku

kekerasan jika total jawaban ≥ 10.78dan keluarga dikatakan belum

melakukan penanganan dengan baik jika total jawaban < 10.78.


BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab ini Penulis akan membahas terkait dengan hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Peneliti di Desa Tambakboyo, Kecamatan Mantingan Kabupaten

Ngawi. Adapun pembahasan pada penelitian ini secara rinci sebagai berikut:

5. 1. KarakteristikResponden

5. Distribusi frekuensi respondenberdasarkan jeniskelamin

Distribusifrekuensipenderitaberdasarkanjeniskelamindari 11

responden sebagianbesarberjeniskelaminlaki-lakiyaitusebanyak 6 orang

(54,5%). Karakteristik jenis kelamin responden dibahas dalam penelitian

Zulfitri (2006) bahwa keluarga mayoritas berjenis kelamin perempuan

sebesar 64,6%. Zulfitri membahas bahwa perempuan dan laki – laki

memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi masalah, laki – laki

cenderung tidak peduli, tidak memperhatikan kesehatannya sedangkan

perempuan lebih banyak ditemukan untuk memeriksakan kesehatannya.

6. Distribusi frekuensi berdasarkan usiaresponden

Distribusi frekuensi respondenberdasarkanusiadapat dilihat bahwa

respondenmempunyaiusia yang bervariasidarimulaiusia14

sampaidengan54tahun, denganrerataumurrespondenadalah

34,81tahun.DalampembagiankelompokumurmenurutErik H Erickson

(1950) rerataumurtersebuttermasukdalamkategoridewasamuda (19-40

tahun).Usiadewasamudamempunyaikarakteristik psikososial keintiman

41
42

versus keterasingansekaligus mengembangkan kekuatan dasar

cinta,Mempunyaitujuan-tujuan yang jelasdankebiasaan-kebiasaankerja

yang efisien. Seseorang yang matangmelihattujuan-tujuan yang

ingindicapainyasecarajelasdantujuan-

tujuanitudapatdidefinisikanyasecaracermatdantahumanapantasdantidaksert

abekerjasecaraterbimbingmenujuarahnya.Pertanggungjawabanterhadapusa

ha-usahapribadi, orang yang sudahmatangmau member kesempatanpada

orang lain untukmembantuusaha-usahanyauntukmencapaitujuan. (Umma,

2014).

7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan

lamanyapenderitamengalamigangguanjiwa

Distribusi frekuensi penderita berdasarkanusia dapat dilihat bahwa

lama penderitamengalamigangguanjiwabervariasimulaidari 2

tahunsampaidengan 11 tahun. Denganreratapasienmenderitaadalah

6,9tahun.Gangguankejiwaanpsikotikumumnyadisebabkanolehindividu

yang tidakmampumenyelesaikanmasalah yang diterima. Proses

penyembuhan yang lama disebabkanolehkarena stigma yang

munculdarimasyarakatkhususnyakeluargabahwapenderitadengangangguan

jiwasebagai orang giladanmengucilkanya. Penanganan yang

kurangbaikolehkeluargakepadapenderitajugamenjadihal yang

sangatberpengaruhterhadap proses

penyembuhanpasiendengangangguankejiwaan (Hasyim, 2013). Penelitian

yang dilakukanolehSulistyowatidenganjudulkeefektifanpenggunaan
43

restrain

terhadappenurunanperilakukekerasanpadapasienskizofreniadidapatkanhasi

ldari 30 respondenterdapat 9

respondanmenderitagangguanjiwaperilakukekerasankurangdari 1 tahun, 12

respondenmengalamigangguanjiwaperilakukekerasandengan lama 2-4

tahundansebanyak 9

respondenmengalamigangguanjiwaperilakukekerasanlebihdari 5 tahun.

8. Distribusifrekuensirespondenberdasarkanhubungandenganpenderita.

Distribusi frekuensi responden berdasarkan

hubungandenganpenderitamenunjukkan bahwa jumlah responden yang

mempunyai hubungansebagai orang tuasebanyak 6 responden

(54.5%).Berdasarkanpenelitian yang

dilakukanolehpenelitimenunjukkanbahwakeluargatidakmungkinmeninggal

kanpasiendengan orang

lainkarenakeluargatakutmengamukbilatidakbersamakeluarga.

Penelitianinisejalandenganpenelitianyang dilakukanolehNancye(2015)

denganjudulpengaruh terapi keluarga terhadap dukungankeluarga dalam

merawat klien dengan masalah perilaku kekerasan di kota

Surabayamenunjukkanhasilhubungankeluargadenganpenderitagangguanji

waperilakukekerasansebagai orang tuasebanyak 24 dari 48 responden.

Penelitian inidiperkuatoleh Davison (2004)

dimanakeluargamerupakansuatubentukkhususterapikelompok.Kelompokn
44

yaterdiridarisuami, istriatau orang tuasertaanaknya yang

bertemudengansatuatauduaterapis.

5. 2. Gambarantandagejalakeluargadenganperilakukekerasan di

DesaTambakboyoKec. MantinganKab. Ngawi

5.2.1 Responkognitif

Hasil dari respon kognitif yaitu respon dengan berkata tidak masuk

akal sebanyak 11 responden, dan sering berfikir negatif sebanyak 11

responden. Individu dengan perilaku agresif atau perilaku kekerasan

berpikir secara irrasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan.

Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang tidak tepat.

Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan

cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal

sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional (Faizmh, 2009).

Putri (2010) menyatakantanda dan gejala perilaku kekerasan dapat

diketahui secara kognitif yaitu akan ditemukan tekanan atau gangguan

pada pikiran.

5.2.2 Responafektif

Dapat diketahui bahwa hasil respon afektif

daripenderitadengangangguanjiwaperilakukekerasan yaitu sering marah 11

responden, penderita terlihat cemas sebanyak 11


45

respondensedangkanpenderita yang terlihatdepresiterdapat8 responden.

Teori yang adadalampenelitianPutri (2010) menyebutkanbahwatanda dan

gejala perilaku kekerasan dapat diketahui secara afektif yaitu akan

ditemukan irritabilitas, depresi, marah, kecemasan, dan

apatis.Berdasarkanpenelitian yang dilakukanolehSinaga (2008) gejala

yang lebihbanyakmunculpadapasienperilakukekerasanyaitudisfungsi social

danpekerjaan

mempengaruhiperilakupadapasienperilakukekerasanmenyebabkandepresip

adapasien yang mengganggukonsepdiripasiensehinggamenjadikan

kurangnyapenerimaanpasien di

lingkungankeluargadanmasyarakatterhadapkondisi yang dialamioleh

pasien.

5.2.3 Responfisiologis

Dari penelitian yang dilakukandapat diketahui bahwa

11penderitamenunjukkanrespon fisiologis yaitu wajah tegang

(kemerahan). Hal tersebutsesuaidenganteori yang

dikemukakanolehYosep(2009)bahwatandagejalapasiendengangangguanji

waperilakukekerasandarisegifisikadal ah

mukamerahdantegangselainitutandan

gejalalainyaadalahmatamelototataupandangantajam, tanganmengepal,

rahangmengatup,

posturtubuhterlihatkakudanpenderitaseringkalijalanmondarmandir.

5.2.4 Responperilaku
46

Menunjukkanbahwarespon perilaku mudah tersinggung, kadang

sedih tiba-tiba dan sering mengumpat sebanyak 11

responden.Tandagejalatersebutsesuaidengantandagejala yang

dikemukakanolehYosep(2009)

bahwapasiendengangangguanjiwaperilakukekerasanmempunyaitandagejal

apenderitaseringmengumpatdengan kata-kata

kotordanmengancambaiksecara verbal maupunfisik.

5.2.5 Responsocial

Dapatdilihatdarirespon sosial

bahwapenderitagangguanjiwadenganperilakukekerasanmenunjukkan 11

respondenatausemuapenderitaseringterlihat

menyendiri.MenurutYosep(2009)

tandagejalagangguanjiwaperilakukekerasandarisegisocialadalahmenarikdir

idarilingkungan, pengasingan, penolakan,

kekerasanejekandansindiran.Berdasarkaninformasidarikeluargabahwapend

eritaterkadangterlihatmenyendirimeskipunkadangjugasecaratiba-

tibamarahdanmengamuk.Perilakukekerasandapatmengakibatkanseseorang

beresikomelakukantindakan yang dapatmembahayakansecarafisik,

baikpadadirisendirimaupun orang lain

disertaidenganamukdangaduhgelisah yang tidakterkontrol. Hal

inidapatterjadikarenabeberapapenyebabyaitukonsepdiri: hargadirirendah,

gangguanpemeliharaankesehatandanketidakmampuankeluargamerawatpasi
47

endenganperilakukekerasan

(Direja, 2011).

5. 3. GambaranPenangananKeluargapadaanggotakeluargadenganperilakuk

ekerasan

Hasilpenelitian yang

dilakukanolehpenelitididapatkanhasilsebagianbesar (6 keluarga)

belummelakukanpenanganan yang baikterhadapanggota yang

mengalamigangguanjiwaperilakukekerasan.Penanganan yang

belumdikatakanbaiklebihdikarenakankarenapengetahuankeluargaterhadapca

rapenanganankeluargadengangangguanjiwaperilakukekerasanmasihkurang.

Adapunfaktor-faktor yang mempengaruhipengetahuanseseorangantara lain:

pendidikan, informasi/media massa, socialbudayadanekonomi, lingkungan,

pengalaman, usia

Penanganan yang

kurangterhadappenderitadengangangguanjiwatentunyajugadipengaruhiolehi

nformasidantingkatpendidikandariresponden.Informasi yang

didapatkanpenelitidarirespondenmenunjukkanbahwasemuaresponden rata-

rata mempunyaipendidikan yang rendahyaitu SMPdanSekolahDasar.

Semakinbanyakinformasi yang

diterimatentunyaakanmenjadikandukungankeluargaterhadapanggotakeluarg

adengangangguanjiwakhususnyaperilakukekerasansemakinbaik.

Dukungankeluargasangatlahpentingdanmenjadifactorutamahubunganyadeng

an proses penyembuhanpasiendengangangguanjiwaperilakukekerasan.
48

Dukungankeluarga yang

positifterhadapanggotakeluargadengangangguanjiwaperilakukekerasanakan

membuatpenderitamempunyai rasa danhargadiri yang

positifdanhaltersebutpentingdalam proses

penyembuhanpenderitadengangangguankejiwaanperilakukekerasan

(Nancye, 2015).
BAB VI

PENUTUP

6. 1. KESIMPULAN

6.1.1 Gambaran tanda dan gejala pada anggota keluarga dengan

perilakukekerasan berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Semua penderita (11 responden) mempunyai respon kognitif yaitu

respon dengan berkata tidak masuk akal sebanyak dan sering

berfikir negatif sebanyak 11 responden responden.

2. Semua penderita (11 responden) dengan perilaku kekerasan

menunjukkan respon afektif yaitu sering marah dan cemas.

3. Semua penderita (11 responden) penderita menunjukkan hasil

respon fisiologis yaitu wajah tenang (kemerahan).

4. Semua penderita (11 responden) mempunyai respon perilaku

mudah tersinggung, kadang sedih tiba-tiba dan sering mengumpat

sebanyak.

5. Respon sosial dari penderita menunjukkan seluruhpenderita (11

responden)mempunyai masalah dalam interaksi sosial yaitu terlihat

menyendiri.

48
49

6.1.2 Gambaranpenanganan yang dilakukan keluarga dengan anggota salah

satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.

Dari segi penanganan keluarga terhadap penderita dengan

gangguan kejiwaan perilaku kekerasan menunjukkan bahwa sebagian

besar (6 keluarga) belum melakukan penanganan yang baik terhadap

anggota yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.

6. 2. SARAN

6.2. 1. Bagi keluarga

Di harapkan keluarga dapat memberikan penanganan yang

lebih baik berupa dukungan dan support kepada anggota keluarga

yang menderita gangguan jiwa perilaku kekerasan sehingga

berdampak positif dalam proses penyembuhan penderita.

6.2. 2. Bagi akademik

Diharapkan akademik khususnya prodi keperawatan

khususnya kompetensi keperawatan jiwa dapat memberikan cara

penanganan yang baik terhadap keluarga dengan gangguan jiwa

perilaku kekerasan kepada masyarakat melalui program kegiatan

akademik sehingga dapat meningkatkan peran serta keluarga

dalam memberikan dukungan dan support terhadap penderita.

6.2. 3. Bagi peneliti lain

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau

referensi bagi bagi peneliti lain.


50

6.2. 4. Bagi masyarakat

Diharapkan masyarakat tidak mengucilkan penderita

gangguan perilaku kekerasan dan seharusnya masyarakat lebih

mengayomi penderita perilaku kekerasan.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu (2005). Psikologi perkembangan. Rineka cipta: Jakarta


Aini, Siti Q (2014). Perilaku keluarga dalam mencari pengobatan bagi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Litbang.patikab.go.id

Arikunto. S (2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Edisi Revisi.


Rineka Cipta: Jakarta

Cristopher, E.(2010).Anger, agression, and irrational beliefs In adolescenis. Cogn


Ter Res. Springer Science LLC.

Direja, Ade Herma (2011). Asuhan keperawatan Jiwa. Nuha Medika. Jogjakarta

Faizmh (2009). Resume teori pendekaran konseling rasional emotive therapy. Di


akses 2 Januari 2015, dari faizperjuangan.blogdetik.com

Friedman. M. M. (2003). Keperawatan keluarga: teoridan praktek: Alih bahasa:


Ina Debora R.L,Yoakin As. Editor: Yasmin Asih. Setiawan, Monica Ester.
Edisi.3. EGC: Jakarta

Friedman. M.M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: Riset, teori dan
praktek. EGC: Jakarta

Hasyim (2013). Gangguan jiwa psikotik bias disembuhkan. diakses 4 Agustus


2015 dari . http://aceh.tribun.com,

Hawari, Dadang. (2007). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa, skizofrenia.


FKUI. Jakarta

Hidayat, A, A(2011). Metode penelitian kebidanan teknik Analisa Data. Salemba


Medika. Jakarta

Keliat, B.A.,(2003). Pemberdayaan klien dan keluarga dalam merawat


klienSkizfrenia dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa
PusatBogordengen , tidak dipublikasikan. Keliat, B.A., (2003). Peran serta
keluarga dalam perawatn klien gangguan jiwa.Jakarta: EGC.

Keliat, B.A.,(2009). Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa.
EGC. Jakarta
Laporan riskesdas 2013-badan litbangkes. Di akses 27 Februari 2015, dari
www.litbang.depkes.go.id
Pane Harmein (2014). Perkembangan dewasa awal. Di akses 11 Agustus 2015
dari www.psychoshare.com/file/psikologi-dewasa/perkembangan-dewasa-
awal.html

Nancye, PM (2015) Pengaruh terapi keluarga terhadap dukungan keluarga


dalam merawat klien dengan masalah perilaku kekerasan di kota Surabaya.
Stikes William Booth. Surabaya.

Nuraenah. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam


Merawat Anggota Keluarga dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS.
Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Tesis. UI : Depok
Nursalam (2009). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan: Pedoman skripsi, tesis dan instrument penelitian
keperawatan. Salemba Medika. Jakarta

Novandhori, D (2014). SAP Jiwa home visit. Diakses 27 Februari 2015, dari
http://academia.edu/7150637/Sap_jiwa_home_visit

Putri, Dewi Eka (2010). Pengaruh rational emotive behaviour therapy terhadap
klien perilaku kekerasan di ruang rawat inap RSMM Bogor tahun
2010.Fakultas Keperawatan.Depok.
Riyanto, A. (2009). Pengolahan dan analisa data kesehatan.Nulia Medika.
Yogyakarta

Saragih, Sasmaida. (2014). Gambaran tingkat pengetahuan dan sikap keluarga


tentang perawatan pasien resiko perilaku kekerasan di rumah. PSIK.
Universitas Negeri Riau

Sinaga, B. R (2008) Skizofreinia dan diagnose banding. Fakultas kedokteran


universitas Indonesia. Jakarta

Solahudin, Muhammad. (2009). Peran keluarga terhadap proses


penyembuhanpasien gangguan jiwa Kabupaten Magelang. Skripsi: fakultas
Psikologi Universitas Islam Negeri. Tidak dipublikasikan.

You might also like