Professional Documents
Culture Documents
Investasi dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung maupun investasi tidak langsung. Investasi
aktiva langsung dapat dilakukan dengan pembelian langsung aktiva keuangan suatu perusahaan. Sedangkan investasi
tidak langsung dilakukan dengan membeli saham (surat-surat berharga) dari perusahaan investasi yang diperdagangkan
di pasar modal. Beberapa penulis memberikan sumbangan pemikiran terhadap model dalam menganalisis dan menilai
saham dengan istilah yang beragam; Karen (1971) menyebut dengan istilah a flow diagram of stock price
determination; Husnan (1998) menyebut dengan analisis teknikal; sedangkan Sharpe, Alexander dan Bailey (1999)
menyebut dengan istilah the big picture. Dari ketiga analisis tersebut, secara umum bahwa untuk menganalisis dan
menilai harga saham dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi ekonomi atau kondisi pasar yang terdiri dari
variabel makroekonomi maupun kondisi spesifik perusahaan.
Indikator ekonomi adalah salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dan merupakan bagian penting dari
keseluruhan faktor fundamental itu sendiri. Indikator yang berupa Informasi-informasi kondisi makro ekonomi
diperlukan investor untuk melakukan investasi. Kondisi makro ekonomi secara keseluruhan akan mempengaruhi
kegiatan ekonomi masyarakat, pengusaha dan investor. Kondisi makro ekonomi yang baik akan menciptakan iklim
investasi yang baik. Beberapa variabel ekonomi nasional yang biasanya digunakan adalah tingkat pertumbuhan
ekonomi yang biasanya dilihat dari Produk Domestik Bruto, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar
rupiah.
Analisis ekonomi perlu dilakukan karena adanya kecenderungan hubungan yang kuat antara apa yang terjadi
pada lingkungan ekonomi makro dengan kinerja suatu pasar modal. Perubahan kinerja pasar modal akan
mencerminkan apa yang terjadi pada perubahan perekonomian makro. Perubahan kinerja pasar modal tidak bisa
dipisahkan dengan perubahan yang terjadi pada prospek yang berbagai perusahaan yang ada di pasar yang selanjutnya
bisa mempengaruhi aliran kas yang bisa diperoleh dari suatu perusahaan di masa datang. Dengan demikian, jika ingin
mengestimasi aliran kas, bunga atau premi risiko dari suatu sekuritas maka kita harus mempertimbangkan analisis
ekonomi makro.
Tingkat inflasi
Inflasi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan kenaikan harga-harga barang dan
jasa dalam suatu periode tertentu. Bagi sebuah negara, keadaan perekonomian yang baik umumnya diwakili dengan
tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali. Penggunaan tingkat inflasi sebagai salah satu indikator fundamental
ekonomi adalah untuk mencerminkan tingkat PDB dan PNB ke dalam nilai yang sebenarnya. Nilai PDB dan PNB riil
merupakan indikator yang sangat penting bagi seorang investor dalam membandingkan peluang dan resiko investasinya
di mancanegara.
Indikator-indikator inflasi yang biasanya digunakan oleh para investor antar lain:
Indeks harga produksi atau Producer Price Index (PPI) adalah indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga
yang diterima oleh produsen domestik untuk setiap output yang dihasilkan dalam setiap tingkat proses produksi.
Data PPI dikumpulkan dari berbagai sektor ekonomi terutama dari sektor manufaktur, pertambangan, dan
pertanian.
Indeks harga konsumen atau Consumer Price Index (CPI) adalah digunakan untuk mengukur rata-rata perubahan
harga eceran dari sekelompok barang dan jasa tertentu. Index CPI dan PPI digunakan oleh seorang Trader sebagai
indikator untuk mengukur tingkat inflasi yang terjadi.
Neraca pembayaran atau balance of payment adalah suatu neraca yang terdiri dari keseluruhan aktivitas transaksi
perekonomian internasional suatu negara, baik yang bersifat komersial maupun finansial, dengan negara lain pada
suatu periode tertentu. Neraca pembayaran ini mencerminkan seluruh transaksi antara penduduk, pemerintah, dan
pengusaha dalam negeri dan pihak luar negeri, seperti transaksi ekspor dan impor, investasi portofolio, transaksi
antar Bank Sentral, dan lain-lain. Dengan adanya neraca pembayaran ini kita mengetahui kapan suatu negara
mengalami surplus maupun defisit. Secara garis besar Balance of Payment dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
o Neraca Perdagangan yang merupakan selisih antara total ekspor dan impor barang, jasa, dan transfer. Dalam
perhitungannya, neraca perdagangan ini tidak mencakup transaksi-transaksi asset finansial dan kewajiban
(hutang). Data ini merupakan indikator tren perdagangan luar negeri yang merupakan aliran bersih dari total
ekspor dan impor barang dan jasa sebagai penerimaan atau penghasilan. Dengan adanya transaksi ekspor
maka akan diterima sejumlah uang yang nantinya akan menambah permintaan terhadap mata uang negara
eksportir. Begitu pula sebaliknya pada impor barang dan jasa dimana sejumlah uang harus dikeluarkan guna
membayar barang dan jasa yang diimpor, hal ini akan menambah penawaran akan mata uang negara importir.
o Aliran Modal yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung, dimana pada investasi langsung, investor
dari luar negeri melakukan penanaman modal dalam aset riil misalnya saja membangun pabrik, gedung
perkantoran dan lain-lain. Investasi ini biasanya bersifat jangka panjang. Sedangkan investasi tidak langsung
dapat ditemui di dalam investasi instrument keuangan. Misalnya seorang investor melakukan pembelian
saham atau obligasi di bursa Indonesia. Maka investor tersebut harus menukarkan mata uangnya ke rupiah
supaya dapat membeli saham ataupun obligasi di Indonesia.
Tingkat pengangguran adalah suatu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi rill berbagai
sektor ekonomi. Indikator ini dapat dijadikan alat untuk menganalisa sehat/tidaknya perekonomian suatu negara.
Apabila perekonomian berada dalam kondisi baik maka akan tercapai tingkat pengangguran yang rendah. Tetapi
jika perekonomian dalam keadaan lesu maka tingkat pengangguran pun meningkat.
Kurs valuta asing adalah nilai perbandingan atau bisa juga disebut nilai tukar antara suatu mata uang terhadap
mata uang lainnya. Kurs ini biasanya digunakan sebagai indikator utama untuk melihat kekuatan ekonomi ataupun
tingkat kestabilan perekonomian suatu negara. Jika kurs mata uang negara tersebut tidak stabil maka dapat
dikatakan bahwa perekonomian negara tersebut tidak baik atau sedang mengalami krisis ekonomi. Untuk itu perlu
bagi suatu negara untuk memiliki mata uang yang stabil agar perekonomian negara tersebut dapat berjalan dengan
lancar dan membentuk suatu tren pertumbuhan.
PSNCR - Public Sector Net Cash Requirement atau kebutuhan tunai sektor publik yaitu jumlah uang yang harus
dipinjam pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Sebab pemerintah kerapkali mengeluarkan
lebih dari yang mereka terima dari penerimaan pajak, dan satu-satunya cara untuk menambah kekurangannya
adalah dari meminjam.
Teori yang dapat menjelaskan fenomena hubungan tingkat inflasi dan return saham pada khususnya dan pasar
modal pada umumnya tidak berdasar hanya pada satu sisi. Minimal ada tiga teori yang dapat menjelaskan fenomena
hubungan tersebut :
1) teori makroekonomi yang dipelopori oleh Fama (1981:545) disatu kubu dan teori Geske dan Roll (1983:856) di
kubu lain. Dua teori ini ikut mempertimbangkan pengaruh variabel ekonomi riil seperti Gross Domestic Product
(GDP), jumlah uang beredar, tingkat harga umum, tingkat bunga dan pajak;
Saham merupakan klaim terhadap cash flows yang dihasilkan dari aset riil. Investasi saham menghasilkan
returns yang dihitung dari selisih harga pada dua titik waktu yang berbeda dan deviden. Apabila pasar modal efisien,
maka ada hubungan antara return saham dengan variabel ekonomi riil (Fama, 1991:1609). Ada dua teori
makroekonomi yang menjelaskan tentang korelasi harga saham dengan tingkat inflasi, yaitu teori yang dipelopori oleh
Eugene F. Fama (1981:545) dan teori Geske dan Roll (1983:856). Kedua teori tersebut menyatakan bahwa harga saham
adalah indikator yang baik tentang aktivitas ekonomi riil, sehingga return saham dapat digunakan untuk memprediksi
pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) riil, kinerja industri, corporate earnings dan employment.
Teori makroekonomi yang dipelopori oleh Fama (1981:545) mengajukan suatu proposisi bahwa hubungan
negatif antara return saham dan tingkat inflasi adalah karena faktor permintaan uang. Dengan menggunakan teori
permintaan uang tradisional, Fama mengklaim bahwa jika anticipated GDP rendah berarti ex ante stock riil return
rendah. Dengan tingkat penawaran uang yang tetap, anticipated GDP yang rendah ini menyebabkan tingkat harga
umum cenderung naik atau inflasi. Jadi menurut Fama, penurunan ex ante stock riil return adalah suatu tanda
penurunan GDP. Jika jumlah uang beredar cenderung tetap maka akan mengakibatkan kenaikan tingkat inflasi.
Geske dan Roll (1983:856) melihat hubungan antara return saham dan tingkat inflasi berdasarkan penawaran uang.
Prinsip model Geske-Roll adalah bahwa penurunan anticipated GDP yang berarti penurunan ex ante stock riil return
dapat mengakibatkan penurunan penerimaan pajak. Jika tingkat pengeluaran pemerintah tetap, penurunan penerimaan
pajak ini akan mengakibatkan kenaikan defisit anggaran yang berakibat pada inflasi. Hal ini karena pemerintah akan
melakukan hutang untuk menutup defisit anggaran.
2) teori Fisher tentang tingkat bunga yang diaplikasikan pada saham sebagai aset yang beresiko, dikembangkan oleh
Jaffe dan Mandelker (1976:447);
Irving Fisher mengemukakan bahwa tingkat bunga bisa diuraikan menjadi tingkat bunga riil dan premi resiko
inflasi. Berdasarkan asumsi rasionalitas, orang juga akan menghendaki hal yang sama pada return lainnya, atau
berlakunya generalisasi Fisher Effect pada semua aset. Jaffe dan Mandelker (1976:450) menyebut hal ini sebagai
Generalized Fisher Effect. Jaffe dan Mandelker menguji Fisher Hypothesis pada saham sebagai aset yang beresiko, hal
yang sama dilakukan pula oleh Nelson (1976:471) dan Firth (1979:743). Asumsi yang digunakan Jaffe dan Mandelker
dalam menentukan anticipated inflation adalah menggunakan Markov Inflationary Expectation dengan beberapa
modifikasi.
3) teori yang dikembangkan oleh Bodie (1976:459) yang menganggap bahwa saham seharusnya dapat digunakan
sebagai hedge terhadap inflasi.
Masing-masing teori telah dibuktikan secara empirik terutama di negara maju yang memiliki pasar modal mapan.
Telaah teori mengungkapkan bahwa inflasi akan cenderung meningkatkan biaya produksi dari perusahaan.
Berarti margin keuntungan dari perusahaan menjadi lebih rendah dan dampak lebih lanjut menjadikan harga sahamnya
di bursa efek menjadi menurun. Jika terjadi demikian, maka penurunan tersebut cenderung tidak akan berlangsung
seketika tetapi melalui proses waktu. Dilihat dari sisi investor, tingginya inflasi akan mengurangi nilai keuntungan dan
juga mengurangi daya beli modal investasinya. Dengan demikian jika angka inflasi naik, maka IHSG akan menurun
dan demikian sebaliknya.
Secara teoretis, investasi pada saham dapat memberikan perlindungan nilai (hedge) yang baik dari pengaruh
inflasi karena saham merupakan klaim terhadap aset-aset riil. Teori tersebut dikemukakan antara lain oleh Bodie
("Common stocks as a hedge against inflation", Journal of Finance, 31, 459-470, 1976) serta Fama dan Schwert ("Asset
returns and inflation", Journal of Business, 55, 201-231, 1977). Berdasarkan teori tersebut, tingkat pengembalian riil
dari saham seharusnya tidak terpengaruh oleh perubahan harga-harga barang dan jasa.
Berlawanan dengan harapan dari teori tersebut, kenyataan empiris di Amerika Serikat (AS) menunjukkan
bahwa inflasi dan tingkat pengembalian investasi pada saham berkorelasi secara negatif dalam arti inflasi yang sangat
tinggi cenderung disertai dengan tingkat pengembalian investasi pada saham yang rendah.
Kenyataan empiris di AS pada periode 1953-1971 tersebut dikemukakan Fama ("Stock returns, real activity, inflation
and money", American Economic Review, 71, 545-565, 1981). Kenyataan empiris yang berlawanan dengan teori
tersebut dijelaskan oleh Fama (1981) dengan menggunakan hipotesa pendekatan (proxy) yang menjelaskan bahwa
karena tingkat pengembalian investasi pada saham berkorelasi positif dengan aktivitas ekonomi riil dan aktivitas
ekonomi riil berkorelasi negatif dengan perubahan harga-harga barang dan jasa (inflasi), maka tingkat pengembalian
investasi pada saham berkorelasi negatif dengan inflasi. Hipotesa tersebut menyiratkan bahwa tingkat pengembalian
investasi pada saham lebih erat terkait dengan aktivitas ekonomi riil daripada dengan inflasi.
Di sisi yang lain, studi yang dilakukan oleh Spyrou ("Are stocks a good hedge against inflation? Evidence
from emerging markets", Applied Economics, 36, 41-48, 2004) menyimpulkan bahwa di beberapa negara berkembang,
selain Indonesia, kenyataan empiris menunjukkan bahwa pada beberapa emerging stock markets inflasi berkorelasi
secara positif dengan tingkat pengembalian investasi pada saham. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa dengan
tingkat inflasi yang tinggi dapat diharapkan tingkat pengembalian investasi pada saham yang tinggi pula. Menurut
Spyrou (2004), indikasi tersebut kemungkinan disebabkan oleh korelasi positif antara inflasi dan aktivitas ekonomi riil
di banyak emerging countries serta kemungkinan adanya keterkaitan erat antara kebijakan moneter dengan kebijakan
sektor riil di negara-negara tersebut
Penelitian empiris di BEJ Indonesia melalui analisis regresi dengan menghubungkan secara langsung (dirrect
effect) antara inflasi dengan IHSG dalam kurun waktu tahun 2003 sampai 2005-2006, ternyata hasilnya tidak
ditemukan bukti yang signifikan bahwa inflasi berpengaruh terhadap IHSG. Artinya penurunan IHSG bukan karena
pengaruh secara langsung dari kenaikan inflasi.
Sebagai ilustrasi, pada akhir Maret 2004, tingkat inflasi tahunan di Indonesia adalah sebesar 5,11 persen,
suatu tingkat yang relatif rendah sepanjang sejarah inflasi di Indonesia sejak tahun 1997. Sejak akhir Oktober 2003,
IHSG telah membukukan kenaikan yang signifikan, dari level 625,55 ke level 735,68 pada akhir Maret 2004. Pada
periode tersebut, tingkat inflasi di Indonesia mulai terkendali dan berada di bawah angka enam persen. Karena kedua
hal tersebut terjadi secara bersamaan, keterkaitan antara inflasi dengan kenaikan IHSG menjadi hal yang menarik untuk
dikaji.
Indonesia sebagai salah satu negara dalam kelompok emerging countries memiliki
kaitan antara inflasi tahunan dan kinerja tahunan indeks saham yang menarik untuk dikaji. Secara keseluruhan dalam
periode Januari 1997 hingga Maret 2004, IHSG mengalami apresiasi nilai dalam 41 dari 87 bulan yang diamati. Rata-
rata tingkat pengembalian investasi pada saham dan tingkat inflasi tahunan dalam periode tersebut adalah berturut-turut
sebesar 5,78 persen dan 17 persen. Pada periode yang sama menunjukkan bahwa apresiasi nilai IHSG melebihi laju
inflasi tahunan dalam delapan dari sepuluh bulan ketika laju inflasi berada di bawah angka empat persen. Ketika laju
inflasi tahunan berada di antara empat sampai dengan enam persen, apresiasi nilai IHSG melebihi laju inflasi dalam 13
dari 16 bulan yang diamati. Sedangkan ketika laju inflasi tahunan melebihi angka enam persen, apresiasi nilai IHSG
hanya melebihi laju inflasi dalam sepuluh dari 61 bulan yang diamati.
Hasil studi yang dlakukan oleh Yuki Indrayadi, tentang kaitan antara inflasi dan kinerja IHSG dalam periode
Januari 1997 sampai dengan Maret 2004 mengindikasikan bahwa dengan inflasi tahunan sebesar 5,92 persen pada akhir
bulan April 2004, investasi pada saham dapat diharapkan untuk memberikan tingkat pengembalian yang lebih menarik
dibandingkan dengan penyimpanan uang di bank. Namun, perlu diingat bahwa investasi di bursa saham adalah
investasi yang mengandung riesiko, Sebagai contoh, IHSG yang ditutup di level tertinggi baru 818,16 pada tanggal 27
April 2004 mengalami penurunan nilai sebesar 4,71 persen menjadi 779,60 dalam empat hari perdagangan, walaupun
laju inflasi masih terkendali di bawah angka enam persen. Terlepas dari lebih sederhananya metode yang digunakan
dan pendeknya rentang data dalam studi, hasil studi ini mengindikasikan bahwa pola kinerja bursa saham Indonesia
mirip dengan pola kinerja bursa saham di Amerika Serikat seperti yang dikemukakan oleh Fama (1981) di mana kinerja
positif dari investasi pada saham didorong oleh tingkat inflasi yang terkendali dan meningkatnya aktivitas ekonomi riil.
Terlepas dari sentimen negatif terhadap saham-saham di BEJ yang disebabkan instabilitas politik menjelang pemilu
presiden di bulan Juli 2004, mulai pulihnya aktivitas ekonomi riil Indonesia tampak dari membaiknya profitabilitas dari
emiten-emiten di BEJ pada kuartal pertama tahun 2004.
Namun demikian, sekali lagi, pengaruh inflasi terhadap kinerja bursa tidak hanya dilihat pengaruh secara
langsung tetapi juga harus dilihat pengaruhnya secara tidak langsung. Secara metodologis dikenal pengaruh secara
langsung (direct effect), pengaruh secara tidak langsung (indirect effect) dan pengaruh total (total effect). Pengaruh
tidak langsung dalam hal ini yaitu inflasi akan berpengaruh pada tingginya suku bunga dan lebih lanjut suku bunga
akan berpengaruh pada kinerja bursa.
Salah satu cara pemerintah dalam menanggulangi inflasi adalah dengan melakukan kebijakan menaikkan
tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga merupakan ukuran keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh investor
dan juga merupakan ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan dana dari
investor. Hubungan antara tingkat bunga dengan pergerakan harga saham adalah berlawanan. Apabila terjadi kenaikan
tingkat suku bunga, maka pergerakan harga saham akan menurun, sebaliknya apabila terjadi penurunan tingkat suku
bunga, maka harga saham akan naik (Bodie, et.al., 2002) Semakin tinggi tingkat bunga perbankan, akan menyebabkan
investor mengalihkan investasinya pada investasi di perbankan, obligasi atau aset-aset keuangan berpendapatan tetap.
Karena investor mengurangi portofolio saham dengan melepas saham maka supplay saham di bursa saham atau pasar
modal meningkat dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan harga saham tersebut.
Dari berbagai faktor ekonomi, untuk saat ini suku bunga merupakan faktor kunci terhadap perkembangan
Bursa Efek Jakarta. Pada tingkat suku bunga seperti sekarang ini, merupakan level yang sudah cukup menarik bagi
investor untuk menanamkan modalnya pada investasi yang menghasilkan bunga. Dilihat dari segi risiko relatif kecil,
tetapi hasilnya yang berupa bunga sudah cukup menarik untuk dinikmati. Jika suku bunga naik lagi maka akan
cenderung terjadi pengalihan investasi dari bursa efek kepada alternatif investasi yang menghasilkan bunga.
Menariknya investasi dalam bursa saham juga didorong oleh rendahnya suku bunga penyimpanan di perbankan. Suku
bunga penyimpanan tersebut dapat dilihat dari dua aspek, yaitu nominal dan riil. Suku bunga penyimpanan nominal
adalah suku bunga penyimpanan per tahun yang dipublikasikan oleh bank-bank setiap harinya, sedangkan suku bunga
penyimpanan riil adalah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi pada saat yang bersangkutan.
Secara teoretis, apabila suku bunga penyimpanan riil di suatu negara mengalami penurunan, maka investasi di bursa
saham menjadi lebih menarik karena investor cenderung untuk mencari tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarwono (2003) menunjukkan bahwa tingkat suku bunga merupakan
variabel yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Okty, (2002) yang menyebutkan bahwa faktor ekstern yang mempunyai pengaruh besar terhadap harga saham adalah
tingkat suku bunga dan inflasiHasil penelitian empiris tentang pengaruh suku bunga terhadap IHSG dalam kurun waktu
tahun 2003 sampai 2004 di BEJ, terdapat bukti yang signifikan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG.
Semakin tinggi kenaikan suku bunga berarti akan semakin melemahkan kinerja BEJ. Angka sensitivitasnya sekitar 0,5
berarti jika suku bunga naik 1% maka indeks harga saham gabungan akan turun 0,5%. Sebaliknya jika suku bunga
turun sebesar 1% maka IHSG akan naik sebesar 0,5%. Perubahan lebih lanjut dari suku bunga merupakan faktor kunci
yang perlu diwaspadai. Dengan mengacu hasil penelitian dengan angka sensitivitas 0,5, maka jika sampai terjadi suku
bunga naik lagi dari 12% menjadi 13% maka cenderung akan terjadi penurunan kinerja bursa efek atau penurunan
IHSG kembali posisi menuju 950-an. Namun demikian jika suku bunga membaik atau turun kembali dari 12% ke
posisi 11% atau lebih rendah lagi, maka IHSG akan naik kembali menuju posisi 1.100 atau lebih tinggi lagi .
Dalam memperlajari analisis industri maka kita juga akan mempelajari tentang tahap-taham
dalam menganalisis industri mulai dari pengertiannya, siklus kehidupan industi, serta analisis
siklus bisnis. Maka penjelasannya sebagai berikut:
1. Industri
Terlepas dari permasalahan yang dihadapi, analis dan pemodal perlu cara pengklasifikasian
industri. Cara yang sering dipergunakan adalah dengan mendasarkan diri pada International
Standart Industrial Classification (ISIC) system.System ini menggunakan kode dengan jumlah
digit tertentu.Jumlah digit yang sedikit menunjukkan klasifikasi dengan dasar yang lebih luas, dan
makin banyak digitnya makin terinci klasifikasi yang dilakukan.
Sebelum melakukan analisis industri atau sector tertentu, perlu melihat perkembangan atau
kinerja industry/ sector tersebut.Seharusnya pengamatan perlu dilakukan untuk periode yang
cukup panjang sehingga barangkali dapat dideteksi pola perkembangannya atau pengaruh akibat
kondisi ekonomi.
Suatu industry yang mempunyai kepekaan lebih tinggi dari pasar mengindikasikan bahwa
industry tersebut mempunyai risiko pasar yang tinggi (artinya lebih tinggi dari rata-rata).Meskipun
demikian, risiko tersebut akan bergerak dalam dua arah, yaitu: menjadi lebih buruk dari pasar
atau sebaliknya. Dengan kata lain, kalau kondisi pasar membaik, maka sector/ industry yang
mempunyai kepekaan tinggi juga akan membaik lebih besar dari pasar.
2. Menganalisis Industri
Untuk menganalisis industry langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan
mengidentifikasikan tahap kehidupan produknya. Tahap ini bermaksud untuk mengenali apakah
industry tempat perusahaan beroperasi merupakan industry yang masih akan berkembang cepat,
sudah stabil ataukah sudah menurun. Langkah berikutnya adalah menganalisis industry dalam
kaitannya dengan kondisi perekonomian. Langkah ketiga adalah analisis kualitatif terhadap
industry tersebut, yang dimaksudkan untuk membantu pemodal menilai prospek industry dimasa
yang akan datang.
a. TahapPertumbuhan
Tahap pertumbuhan ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang relative masih
tinggi.Meskipun risiko sudah tidak setinggi pada tahap perkenalan.Paling tidak sudah
terbukti bahwa produk yang ditawarkan, diterima oleh pasar.Karena tingginya
pertumbuhan penjualan, laba yang diperoleh mungkin tidak cukup untuk membiayai
ekspansi yang diperlukan. Dengan demikian mungkin sekali perusahaan dalam tahap ini
akan mempunyai dividend payout ratio yang rendah, sehingga memerlukan pendanaan
eksternal untuk membiayai ekspansinya.
b. Tahapkedewasaan
Pada tahap ini pertumbuhan penjualan masih terjadi, tetapi sudah dalam tingkatan yang
lebih rendah daripada tahap pertumbuhan.Karena produksi sudah dalam jumlah yang
cukup besar untuk memenuhi permintaan pasar, umumnya laba yang diperoleh cukup
untuk membiayai pertumbuahan usaha. Dengan kata lain, internal financing cukup untuk
mendukung penjualan, dan karenanya porsi laba yang dibagikan sebagai dividen lebih
besar daripada tahap pertumbuhan.
c. Tahappenurunan
Pada tahap ini permintaan akan produk tersebut sudah mengalami penurunan, sehingga
pertumbuhan penjualan menjadi negative. Strategi yang dipergunakan oleh perusahaan
yang menghasilkan produk yang sudah masuk dalam tahap ini adalah melakukan
diversifikasi ke produk lain.
ANALISIS TEKNIKAL
Membahas soal analisa harga saham, sebenarnya analisis fundamental bukan satu-satunya alat
analisis yang digunakan para investor dan analis. Banyak orang yang menganut metode lain
yang disebut analisis teknikal saham. Bagi mereka, jika dibandingkan dengan analisis
fundamental, analisis teknikal dianggap lebih jitu untuk melahirkan rekomendasi investasi.
Sebagian orang berpendapat bahwa analisis teknikal lebih sebagai seni ketimbang ilmu
pengetahuan.
Pada prinsipnya analisis teknikal merupakan metode analisis instrumen investasi yang
menggunakan data-data historis mengenai perubahan harga saham maupun instrumen lainnya,
volume dan beberapa indikator pasar yang lain untuk melahirkan rekomendasi keputusan
investasi. Analisis ini bisa diterapkan pada bursa saham, pasar valuta asing, bursa komoditas
atau pasar apapun yang pergerakan harga dagangannya dipegaruhi oleh permintaan dan
penawaran.
Analisis teknikal saham lebih banyak menggunakan data-data pasar. Oleh karena itu, para analis
teknikal lebih suka memperhatikan pergerakan harga saham di bursa dibanding mengamati
laporan keuangan atau membaca berita-berita koran yang berkaitan dengan emiten yang sedang
diamati. Tugas mereka memang mengamati perubahan harga saham tersebut untuk mempelajari
pola berpikir atau perilaku pihak-pihak lain yang terlibat di bursa. Dari analisa harga saham
tersebutlah mereka lalu memprediksikan arah pergerakan harga saham tersebut melalui data-
data yang tersaji dalam bentuk grafilk (charts).
Mengidentifikasikan suatu tren atau pola pergerakan harga saham yang berulang adalah tujuan
utama dari pada analis teknikal, tentunya dengan harapan agar dapat menemukan sinyal untuk
beli (buy), tahan (tahan) atau jual (sell). Dalam melakukan analisis teknikal saham hanya ada
beberapa data utama yang diperlukan, yaitu perubahan harga saham (atau instrumen lainnya)
dan nilai transakasi. Para analis teknikal (chartist) memilah harga menjadi empat jenis : harga
pembukaan, harga tertinggi, harga terendah dan harga penutupan.
Kita semua memahami, bahwa harga saham dapat naik dan turun secara cepat atau pun secara
berangsur-angsur sehingga pada grafik akan terlihat membentuk beberapa puncak, lembah atau
bisa juga mendatar (harga bergerak dalam kisaran sempit). Dalam upaya menganalisa harga
saham dan mengidentifikasikan suatu tren perubahan harga saham, para chartist berpedoman
pada dua asumsi penting. Pertama, harga bergerak pada tren tertentu dan kedua, tren ini akan
terus berlangsung hingga terdapat suatu kejadian yang membuat tren akan berubah.
Untuk memberikan gambaran mengenai cara bekerja para analis teknikal, berikut ini ada
beberapa metode analisis teknikal saham yang paling umum digunakan dan mudah dipahami.
Buatlah sebuah grafik bersumbu X (horizontal) dan Y (vertical). Sumbu X melambangkan hari
(tanggal) da sumbu Y melambangkan harga. Kemudian hitunglah rata-rata harga saham selama
10 hari kebelakang, termasuk hari ini (MA-10). Hubungkanlah titik-titik dari harga rata-rata
tersebut dalam garis MA. Bersamaan dengan itu, sambungkan pula titik-titik harga penutupan
saham (harga aktual) setiap harinya pada grafik yang sama sampai jangka waktu yang Anda
kehendaki. Lama-lama akan terbentuk 2 buah kurva yaitu kurva MA dan kurva aktual.
Cara menganalisanya adalah jika kurva aktual menembus kurva MA dari bawah ke atas dengan
volume perdagangan yang cukup tinggi, hal tersebut memberi sinyal saat yang tepat
untuk membeli saham. Sebaliknya jika kurva aktual menembus kurva MA dengan volume
perdagangan tingg dari atas ke bawah, hal tersebut memberi sinyal untuk jual. Pergerakan harga
saham berupa kenaikan harga diikuti dengan volume perdagangan yang tinggi ditafsirkan
sebagai sinyal pasar akan membaik (bullish). Sedangkan perubahan harga berupa penurunan
harga yang diikuti volume perdagangan yang tinggi ditafsirkan sebagai sinyal pasar akan
memburuk (bearish).
Metode analisa teknikal saham berikutnya adalah metode double top dan double bottom. Double
Top, pola ini terbentuk ketika ada perubahan harga saham berupa kenaikan sampai pada level
tertentu, lalu turun dan kemudian naik lagi (dengan volume perdagangan lebih kecil) menyamai
level harga tertinggi sebelumnya dan kemudian menurun lagi. Jika kejadian tersebut berulang
sekali lagi, maka akan terbentuk kurva yang memiliki dua puncak kembar (seperti huruf M). Pola
dari analisa harga saham ini menunjukan bahwa pasar telah dua kali gagal mencoba menembus
batas harga atas (tertinggi) tersebut. Jika harga kemudian menurun sampai menembus tingkat
harga terendah sebelumnya (sebelum puncak yang kedua), itu mengindikasikan tren pergerakan
harga saham akan terus menurun. Pola double top ini memberikan sinyal untuk segera
melakukan aksi jual.
Kebalikan dari pola Double Top yaitu pola double bottom (seperti huruf W). Dengan logika yang
sama, pola ini memberikan sinyal untuk melakukan aksi beli karena diperkirakan harga akan
terus meningkat.
Triangle
Metode analisa teknikal saham triangle (pola kurva segitiga) dibagi menjadi dua, yaitu Ascending
Triangle (segitiga menaik) dan Descending Triangle (segitiga menurun). Descending Triangle
terbentuk jika ada beberapa lembah yang sama rendah dengan beberapa puncak yang semakin
menurun. Dengan kata lain, terjadi perubahan harga saham antara garis batas bawah yang
horizontal dengan garis batas yang mempunyai kemiringan menurun. Jika harga menembus
garis batas bawah disertai dengan peningkatan volume perdagangan, ini memberi sinyal untuk
melakukan aksi jual karena analisa harga saham tersebut diperkirakan harga akan terus
menurun.
Sementara Ascending Triangle terbentuk jika pergerakan harga saham mengikuti pola yang
berkebalikan dengan Descending Triangle. Pola ini memberikan sinyal untuk melakukan aksi beli
saham karena diperkirakan harga akan terus menaik.
Head & Shoulder
Analisis teknikal saham Head & Shoulder memberikan sinyal untuk jual karena diperkirakan
harga akan terus menurun. Garis leher (neckline) digambarkan dengan menarik garis lurus dari
bagian paling bawah kedua bahu untuk mendapatkan suatu sinyal kapan aksi jual dilakukan. Jika
dari analisa harga saham, pergerakan harga saham (bahu kanan) menembus garis leher dari
atas ke bawah (piercing the neckline), inilah sinyal untuk segera menjual saham untuk
mengurangi kerugian (cut loss).
Head & shoulder dapat terjadi secara terbalik (Inverse Head & Shoulder), dua bahu dan kepala
mengarah kebawah. Garis leher terbentuk dengan menarik garis lurus diatas kedua bahu. Jika
pola itu terbentuk dan kurva harga dibahu kedua (bahu kanan) menembus garis leher dari bawah
keatas, maka itu adalah sinyal untuk beli karena ada kecenderungan perubahan harga saham di
mana harga bakal terus naik.
Bentuk dan ukuran Head & Shoulder maupun Inverse Head & Shoulder ini dapat bervariasi,
kurva ini bisa dalam jangka waktu yang pendek dan panjang, bisa mendatar atau memiliki
kemiringan tertentu.
Untuk mendapatkan keuntungan Anda dapat menggunakan prinsip beli murah, jual mahal (buy
low sell high). Jadi, dengan analisa harga saham yang tepat, Anda harus membeli saham pada
saat harga berada pada SL dan menjual saham pada saat harga diperkirakan berada pada RL.
Tentu saja keuntungan yang diperoleh tidaklah bertahan lama. Makin banyak orang mengetahui
adanya SL dan RL pada suatu saham dan memanfaatkannya, pola ini akan hancur dengan
sendirinya. Kunci dalam menggunakan metode analisa teknikal saham ini adalah kecepatan
memperoleh informasi. Orang yang pertama tahu adanya SL dan RL inilah yang punya potensi
cukup besar untuk memetik keuntungan, sementara yang belakangan hanya kebagian sisanya
saja, atau malah rugi karena sebenarnya RL dan SL-nya sudah berubah lagi.
Para ahli meyakini bahwa jika SL ditembus, maka biasanya SL tersebut akan menjadi RL yang
baru. Begitu pula jika RL yang ditembus maka RL tersebut menjadi SL yang baru. Semakin besar
volume perdagangan yang terjadi akan semakin memperkuat posisi SL dan RL yang terjadi.
Demikianlah beberapa contoh metode analisa teknikal saham yang sederhana, masih banyak
lagi metode lain yang menganalisa perubahan harga saham yang lebih rumit dengan banyak
parameter yang disertakan. Umumnya para analis menggunakan beberapa metode sekaligus
agar hasil analisa harga saham dan keputusan investasi yang diambil lebih akurat. Ada banyak
aplikasi komputer untuk menghitung rumus analisis teknikal saham yang semakin canggih, Anda
hanya tinggal menginput database harga saham yang Anda kehendaki dan beberapa metode
berbentuk grafik pergerakan harga saham siap dianalisa.
Investasi Portofolio Internasional (Portofolio Investment) yaitu arus modal internasional dalam bentuk
investasi aset-aset finansial, seperti saham (stock), obligasi (bond), dancommercial pepers lainnya. Arus
portofolio investment inilah saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui
pasar uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti New York, London, Paris,
Frankfurt, Tokyo, Hong Kong, dan Singapura.
Batram dan Dufey (2001) menjelaskan ada beberapa faktor yang menjadi daya tarik bagi investor untuk
melakukan investasi portofolio internasional yaitu:
a. Partisipasi dalam pertumbuhan pasar asing.
b. Investor dapat melakukan hedging.
c. Kemungkinan adanya efek diversifikasi.
d. Pasar yang tersegmentasi biasanya tingkat return tidak normal atau berfluktuasi.
Selain dari faktor di atas tersebut investor juga memperoleh manfaat jika melakukan investasi pada saham
asing diantaranya:
a. Tingginya expected return.
b. Rendahnya variasi return.
c. Kemungkinan rendahnya korelasi return saham asing dengan home marketinvestor.
d. Besarnya share konsumsi atas barang impor dan jasa. Pada kenyataanya pergerakan return pada
pasar cross border tidak selalu sama untuk memperoleh manfaat diversifikasi, hal ini disebabkan
rendahnya korelasi antar pasar juga ditentukan oleh faktor negara dan faktor industri.
Dalam kontek investasi portofolio internasional, investor bukan hanya investor domestik akan tetapi
mencakup investor asing. Salah satu keuntungan dari investasi internasional bagi para investor
internasional didapat dari international portfolio investment, yaitu investasi aset berupa aset saham dan
hutang jangka panjang yang dipengaruhi oleh perekonomian, tingkat inflasi dan iklim politik suatu negara.
2. TEORI PORTOFOLIO
Teori Portofolio (portfolio) lahir dari seseorang yang bernama Henry Markowitz. Dasar pemikiran
dibentuknya portofolio seperti yang dikatakan Markowitz yaitu: “do not put all eggs in one basket”
(janganlah menaruh semua telur ke dalam satu keranjang), karena jika keranjang tersebut jatuh, maka
semua telur yang ada dalam keranjang tersebut akan pecah. Begitu pula dengan investasi yang dilakukan,
jangan menanamkan seluruh dana dalam satu bentuk investasi, karena ketika investasi tersebut gagal, maka
seluruh dana yang tertanam kemungkinan tidak akan kembali. Teori portofolio yang diperkenalkan oleh
Markowitz (yang di kalangan ahli manajemen keuangan disebut sebagai the father of modern portfolio
theory) ini telah mengajarkan konsep diversifikasi portofolio secara kuantitatif.
Portofolio diartikan sebagai serangkaian investasi sekuritas yang diinvestasikan dan dipegang oleh investor,
baik individu maupun entitas. Kombinasi aktiva/asset tersebut bisa berupa aktiva riil, aktiva finansial
ataupun keduanya. Biasanya seorang investor dalam melakukan investasi tidak hanya memilih satu saham
saja, tetapi melakukan kombinasi. Alasannya dengan melakukan kombinasi saham, investor bisa meraih
return yang optimal dan sekaligus bisa memperkecil risiko melalui diversifikasi. Dengan kata lain, jika
seorang investor mengumpulkan beberapa sekuritas yang akan digunakan untuk investasi, artinya investor
telah membentuk suatu portofolio saham, tujuannya adalah untuk melakukan diversifikasi dalam investasi,
yang dapat memperkecil risiko yang dihadapi investor bila dibandingkan dengan melakukan investasi pada
saham individu. Meskipun demikian memilih portofolio yang optimal bukanlah hal yang mudah. Berikut
hal-hal yang berkaitan dengan portofolio:
a. Diversifikasi dilakukan untuk mengurangi risiko portofolio, yaitu dengan cara mengkombinasi atau
dengan menambah investasi (asset/aktiva/sekuritas) yang memiliki korelasi negatif atau positif rendah
sehingga variabilitas dari pengembalian atau risiko dapat dikurangi.
b. Korelasi merupakan alat ukur statistik mengenai hubungan dari serial data yang menunjukkan
pergerakan bersamaan relatif (relative comovements) antara serial data tersebut. Jika serial data bergerak
dengan arah yang sama disebut dengan korelasi positif, sebaliknya jika bergerak dengan arah berlawanan
disebut korelasi negatif.
c. Sedangkan koefisien korelasi merupakan ukuran dari tingkat korelasi, yaitu:
- Korelasi positif sempurna (koefisien korelasi +1)
- Tidak ada korelasi (koefisien korelasi 0)
- Korelasi negatif sempurna (koefisien korelasi -1)
d. Investasi / aktiva yang tidak berkorelasi artinya tidak ada interaksi di antara pengembaliannya
(returnnya). Mengkombinasikan aktiva yang tidak berkorelasi dapat mengurangi risiko meskipun tidak
seefektif seperti aktiva yang memiliki korelasi negatif. Kombinasi aktiva yang tidak berkorelasi dapat
mengurangi risiko daripada mengkombinasikan aktiva yang berkorelasi positif.
3. DIVERSIFIKASI INTERNASIONAL
Dari sudut pandang investor, diversifikasi internasional merupakan suatu cara yang dilakukan dengan
tujuan untuk meminimalkan risiko dengan cara membentuk suatu portofolio investasi yang terdiri atas
kombinasi berbagai macam aset keuangan yang investasinya dilakuakan di negara–negara yang berbeda
sehingga terbentuk suatu portofolio yang optimal yang menjanjikan return yang optimal pula.
Contoh senderhana dari diversifikasi international ini adalah seorang investor yang memiliki suatu
portofolio investasi yang terdiri atas kombinasi dari dua saham perusahaan yang listing di Bursa Efek
Jakarta, Surat Berharga Bank Indonesia, tiga saham yang listing di Bursa Straits Time Singapura, dua
saham yang listing di Bursa Nikkei Jepang, dan tiga saham yang listing di London Stock Exchange.
Dari sudut pandang emiten (perusahaan-perusahaan yang mencatatkan sahamnya di bursa), diversifikasi
internasional merupakan suatu alternatif yang menguntungkan dalam hal mengumpulkan dana bagi
operasional perusahaan, cara yang ditempuh adalah dengan listing di bursa–bursa dunia (tidak hanya lokal
saja).
Dalam melakukan diversifikasi, karakter instrumen investasi yang harus dipertimbangkan, yaitu:
1. Potensi tingkat pengembalian (return),
2. Risiko,
3. Likuiditas.
Dapat kita ambil contoh antara investasi pada saham dengan deposito. Umumnya, saham memberikan
tingkat pengembalian atau return yang lebih tinggi daripada deposito. Namun, risiko untuk berinvestasi
pada saham cenderung lebih besar karena fluktuasi atau perubahan harga saham lebih tinggi sehingga dapat
menyebabkan peluang untuk mengalami kerugian menjadi lebih tinggi daripada berinvestasi di deposito.
Aspek ketiga adalah likuiditas. Maksud likuiditas disini adalah kemudahan untuk membeli dan menjual
sebuah instrumen investasi. Tentunya jika berinvestasi di deposito, kita tidak dapat menguangkan investasi
tersebut sewaktu-waktu karena deposito memiliki masa jatuh tempo. Sedangkan jika berinvestasi di saham,
kita dapat dengan mudah menjualnya sesuai dengan keinginan kita.
4. STRUKTUR KORELASI
Kaitan antara korelasi dengan manfaat pengurangan risiko dapat digambarkan di bawah ini:
a. Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi positif sempurna (+1,0) tidak akan memberikan
manfaat pengurangan risiko.
b. Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi nol, akan mengurangi risiko portofolio secara
signifikan.
c. Penggabungan dua sekuritas yang berkorelasi negatif sempurna (-1,0) akan menghilangkan
risiko kedua sekuritas tersebut.
Dalam dunia nyata, ketiga jenis korelasi ekstrem tersebut (+1,0; 0,0; dan –1,0) sangat jarang terjadi. Oleh
karena itu, investor tidak akan bisa menghilangkan sama sekali risiko portofolio. Hal yang bisa dilakukan
adalah ‘mengurangi’ risiko portofolio. Investor melakukan diversifikasi investasi dalam berbagai portofolio
dikarenakan hasil yang diharapkan dari setiap sekuritas dapat saling menutup.
Sebagai contoh, jika seorang warga AS hanya menjual saham di sebuah perusahaan Inggris yang memiliki
return 15% (dalam pound) selama periode ketika pound terdepresiasi 5%. Maka return dollar nya adalah
9.25%:
Ri$ = (1 + 0.15)(1 - 0.05) – 1 = 0.925
b. Pengaruh perubahan kurs tukar valas terhadap risiko investasi luar negeri:
Var(Ri$) = Var(Ri) + Var(ei) + 2Cov(Ri,ei) + Var
Persamaan ini menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar berkontribusi terhadap risiko investasi asing
melalui tiga jalur :
Var (ei) = Volatilitas sendiri,
Cov (Ri, ei) = Kovariannya dengan pengembalian pasar lokal
Var = Kontribusi istilah cross-produk,
c. Biaya-biaya pajak dan transaksi/ informasi ekstra untuk sekuritas luar negeri dapat menghambat investasi
lintas batas, memberikan kenaikan terhadap bias rumah.
MANAJEMEN ASET
PENGERTIAN MANAJEMEN ASET MENURUT AHLI
Dari yang telah dikutip melalui blog destrianirahayu.blogspot.co.id, terdapat tiga pendapat ahli mengenai definisi
manajemen aset. Berikut ini masing-masing pendapat mereka yaitu A Gima Sugiaman, Doli D. Siregar, dan menurut
Manajemen aset menurut beliau adalah ilmu dan seni untuk memandu pengelolaan kekayaan yang mencakup proses
merencanakan kebutuhan aset, mendapatkan, menginventarisasi, melakukan legal audit, menilai, mengoperasikan,
memelihara, membaharukan atau menghapuskan hingga mengalihkan aset secara efektif dan efisien.
DOLI D. SIREGAR
Sedangkan Doli D. Siregar menuturkan bahwa manajemen aset merupakan salah satu profesi atau keahlian yang belum
sepenuhnya berkembang dan populer di lingkungan pemerintahan maupun di satuan kerja atau instansi.
Menurut Kaganova dan McKellar sendiri manajemen aset bisa didefinisikan sebagai proses pengambilan keputusan dan
implementasinya sesaui dengan akuisisi, penggunaan, dan pembagian dari aset tersebut.
Dari berbagai definisi itu kita bisak tarik benang merah bahwa manajemen aset memiliki dua definisi umum, salah satu
yang berkaitan dengan jasa konsultasi dan lainnya yang berkaitan dengan keuangan perusahaan.
Dalam contoh pertama, sebuah perusahaan penasihat atau jasa keuangan memberikan pengelolaan aset dengan
mengkoordinasikan dan mengawasi portofolio keuangan klien. Protofolio ini misalnya, investasi, anggaran,
Pada contoh lain yaitu perusahaan keuangan, manajemen aset adalah proses untuk memastikan bahwa aset berwujud
dan tidak berwujud perusahaan dipertahankan, dicatat, dan dikondisikan pada posisi optimal untuk digunakan.
TUJUAN MANAJEMEN ASET
Selain definisi tersebut para ahli juga menyebutkan berbagai tujuan dari manajemen aset. Salah satu pendapatnnya
adalah dari Hambali yang menyatakan manajemen aset memiliki 5 tujuan seperti berikut ini.
Mengoptimasi penggunaan dan pemanfaatan untuk meningkatkan pendapatan dimana aset yang berstatus idle
Mengoptimasi aset agar dapat mengidentifikasi dan mengetahui pemanfaatannya untuk apa, peruntukkan aset kepada
Pengamanan aset
Nah secara umum tujuan dari pengelolaan aset tidak berbeda jauh dengan manajemen lainnya yaitu membantu
Dalam hal ini mencakup perencanaan, panduan pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, optimasi, penghapusan aset dan
pengaturan risiko serta biaya yang terkait selama siklus hidup aset.
Pengelolaan aset juga bertujuan untuk mengetahui kejelasan dari kepemilikan aset sehingga pemilik aset dapat dengan
aman dan tidak terbentur masalah legalitas dalam mendayagunakan aset yang dimilikinya.
Dalam manajemen aset terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Setiap tahapan ini terhubung sehingga
membentuk suatu siklus. Setidaknya terdapat delapan tahapan dari manajemen aset yaitu
PERENCANAAN KEBUTUHAN ASET
Pada tahap ini pihak manajemen aset merencanakan apa saja hal yang diperlukan untuk pengelolaan aset. Misalnya
Kegiatan pengadaan aset ini merupakan kegiatan untuk mendapatkan aset. Aset seperti barang atau jasa bisa didapatkan
dengan menggunakan biaya sendiri atau dari pihak lain begitu juga dengan pelaksanaannya.
INVENTARISASI ASET
Tahapan ini merupakan rangkaian kegiatan mengidentifikasi kualitas dan kuantitas aset secara fisik maupun non fisik,
dan secara yuridis / legal. Setiap aset diberikan kodefikasi dan didokumentasikan untuk kepentingan pengelolaan aset
bersangkutan.
LEGAL AUDIT ASET
Pada proses ini dilakukan pengauditan tentang status aset, sistem dan prosedur penguadaan, sistem dan prosedur
pengalihan. Selain itu juga dilakukan pengidentifikasian adanya indikasi permasalahan legalitas, sekaligus pencarian
solusi untuk masalah tersebut atau yang terkait dengan penguasaan dan pengalihan aset.
PENILAIAN ASET
Sebuah proses kerja untuk menentukan nilai aset yang dimiliki, sehingga dapat diketahui secara jelas nilai kekayaan
yang dimiliki, atau yang akan dialihkan maupun yang akan dihapuskan.
Tahap ini aset yang dimiliki dimanfaatkan dalam menjalankan tugas dan pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan. Selain
itu segala bentuk aset juga dijaga dan diperbaiki agar dapat dioperasikan dan berfungsi sesuai dengan harapan.
PENGHAPUSAN ASET
Setelah melakukan penilaian maka akan terlihat beberapa aset yang kira-kira tidak terlalu menguntungkan bagi
perusahaan. Nah aset tersebut selanjutnya akan masuk tahap pengahapusan. Dalam tahap ini terbagi menjadi dua
bagian yaitu :
Pengalihan Aset
Upaya memindahkan hak dan atau tanggung jawab, wewenang, kewajiban penggunaan, pemanfaatan dari sebuah unit
kerja ke unit yang lainnya di lingkungan sendiri, seperti penjualan, penyertaan modal, hibah, dll.
Pemusnahan Aset
Upaya untuk mengurangi aset dengan cara dimusnahkan atau dihancurkan karena sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi.
PEMBAHARUAN/REJUVINASI ASET
Selain dilakukan penghapusan, aset yang sudah tidak produktif tadi bisa kita perbaharui agar bisa dimanfaatkan lagi
hingga umur ekonomisnya habis. Peremajaan ini dapat berupa perbaikan menyeluruh ataupun penggantian suku cadang