You are on page 1of 2

Affandi merupakan maestro seni lukis Indonesia yang paling dikenal dunia internasional.

Affandi
lahir pada 1907 di Cirebon. Affandi adalah putra R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di
Ciledug. Pendidikan yang diperoleh Affandi cukup tinggi. Dia bisa bersekolah di HIS, MULO, dan
AMS. Pada zaman penjajahan Belanda, sedikit sekali pribumi yang dapat menamatkan sekolah
menengah.

Meskipun berpendidikan tinggi, Affandi tidak tertarik bekerja pada pemerintah kolonial. Dia memilih
menjadi pelukis. Sebelum menjadi pelukis, Affandi pernah menjalani beberapa pekerjaan. Dia
pernah menjadi guru, penyobek karcis bioskop, dan pembuat poster film.

Pada 1930-an, bersama Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi, Affandi membentuk Kelompok
Lima Bandung, yang merupakan kelompok lima pelukis Bandung. Kelompok ini bukan sebuah
organisasi, melainkan kelompok belajar bersama dan wadah kerja sama para pelukis. Kelompok Lima
Bandung berperan besar dalam perkembangan seni rupa Indonesia.

Pada masa pendudukan Jepang, Affandi bergabung dalam Poetera (Poesat Tenaga Rakjat),
organisasi yang dipimpin empat serangkai, Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan
Mas Mansyur. Dalam Poetera, Affandi mengurusi seksi kebudayaan bersama S. Soedjojono. Pada
masa ini juga, tepatnya pada 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung
Poetera di Jakarta.

Pada masa Revolusi pascaproklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Affandi, bersama pelukis dan
seniman lain membuat poster-poster perjuangan pembangkit semangat melawan Belanda yang
bermaksud menjajah kembali Indonesia. Seniman yang terlibat dalam pembuatan poster tersebut
antara lain S. Soedjojono, Dullah, Trubus, dan Chairil Anwar. Salah satu poster yang paling terkenal
adalah poster seorang laki-laki memutuskan rantai yang membelenggu tangannya, dengan tulisan
“Boeng, Ajo Boeng”.

Pada 1950-an, Affandi mulai membuat lukisan ekspresionis. Menggendong Cucu Pertama (1953)
merupakan karya yang menandai gaya melukis temuannya, melukis dengan memencet cat langsung
dari tube. Dia menemukan teknik tersebut tanpa sengaja. Suatu hari ia ingin menggambar garis.
Karena pensilnya hilang, ia tidak sabar dan langsung mengoleskan cat dari tubenya. Hasilnya, objek
lukisannya tampak lebih hidup. Dia juga merasa lebih bebas mengekspresikan perasaannya ketika
menggunakan tangannya sendiri dibandingkan menggunakan kuas lukis.

Sebagai seniman ternama, Affandi mengikuti berbagai pameran di luar negeri. Selain di India, Affandi
memajang karya-karyanya di biennale Brazil (1952), Venesia (1954), dan Sao Paolo (1956).

Pada 1957, Affandi mendapat beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk mempelajari metode
pendidikan seni. Affandi tinggal di Amerika selama empat bulan. Di negara Paman Sam ini, Affandi
sempat mengadakan pameran tunggal di World House Galleries di Press Club, New York.

Pada 1962 Affandi diangkat menjadi Guru Besar Kehormatan (Honorary Professor) mata kuliah Ilmu
Seni Lukis di Ohio State University di Columbus, Amerika Serikat. Sementara itu, pada 1974 Affandi
menerima gelar Doctor Honoris Causa dari University of Singapore. Selanjutnya, Dag Hammarskjoeld
Foundationmenganugerahkan Peace Award kepada Affandi pada 1977. Selain itu, Affandi juga
menerima gelar Grand Maestro di Florence, Italia.
Di tepi Sungai Gajah Wong di Jalan Solo, Jogjakarta, Affandi merancang dan membangun rumahnya,
yang sekaligus digunakan sebagai museum untuk memajan karya-karyanya. Konstruksi bangunan
tersebut sangat unik, dengan atap menyerupai daun pisang. Di museum tersebut tersimpan sekitar
250 lukisan Affandi.

Affandi wafat pada 23 Mei 1990. Dia dimakamkan di kompleks museum, seperti yang dinginkannya,
selalu berada di antara keluarga dan lukisannya.

You might also like