You are on page 1of 17

EKSPLORASI SEISMIK

YUSRI PRAYITNA
NRP 3515203201

DOSEN PENGAMPU MK:


Dr. Ayi Syaeful Bahri, S.Si.,MT

PROGRAM MAGISTER
BIDANG KEAHLIAN GEOTHERMAL
JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016
Pemetaan struktur bawah permukaan menggunakan metode seismik dilakukan dengan
memberikan energi gelombang ke dalam bumi dan menganalisis hasil pantulannya. Metode
seismik dibedakan menjadi dua yaitu metode seismik refraksi dan metode seimik refleksi.
Metode yang banyak digunakan dalam bidang eksplorasi hidrokarbon adalah metode seismik
refleksi.

Prinsip metode seismik yaitu pada tempat atau tanah yang akan diteliti dipasang
geophone yang berfungsi sebagai penerima getaran. Sumber getar antara lain bisa ditimbulkan
oleh ledakan dinamit atau suatu pemberat yang dijatuhkan ke tanah (Weight Drop). Gelombang
yang dihasilkan menyebar ke segala arah. Ada yang menjalar di udara, merambat di permukaan
tanah, dipantulkan lapisan tanah dan sebagian juga ada yang dibiaskan, kemudian diteruskan
ke geophone-geophone yang terpasang dipermukaan.

Penjalaran gelombang seismik menembus struktur lapisan sangat bergantung pada sifat
elastisitas batuan yang dilaluinya. Dasar teori untuk menjelaskan kronologis mekanisme
maupun sifat fisis gelombang didasarkan pada teori deformasi dan elastisitas medium yang
dilalui gelombang seismik.

Pembahasan teori deformasi dan elastisitas medium yang dilalui gelombang lebih
ditujukan untuk mencari hubungan antara parameter elastisitas (dalam hal ini adalah konstanta-
konstanta elastisitas) dengan parameter gelombang (dalam hal ini adalah kecepatan
gelombang). Pendekatan teori deformasi didasarkan pada model stress (tegangan) dan strain
(regangan).

Ketika gaya luar bekerja pada benda maka akan timbul gaya internal yang melawannya
sehingga mencapai kesetimbangan. Tegangan (Stress) merupakan ukuran dari intensitas gaya
internal agar tercapai keadaan setimbang. Tegangan bekerja pada seluruh permukaan benda
dapat dijabarkan dalam komponen tegangan normal dan tegangan geser. Tegangan normal
terjadi jika gaya yang bekerja tegak lurus dengan permukaan benda dan tegangan geser terjadi
apabila jika gaya yang diberikan sejajar permukaan benda. Jika gaya yang bekerja dalam arah
tidak sejajar dan tidak tegak lurus permukaan benda, tegangannya dapat diuraikan kedalam
komponen normal dan geser.

Tegangan menunjukkan kekuatan gaya yang menyebabkan perubahan bentuk benda.


Tegangan (stress) didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang bekerja pada benda
dengan luas penampang benda. Adapun regangan (strain) didefinisikan sebagai perbandingan
antara pertambahan panjang batang dengan panjang mula-mula.
Regangan merupakan ukuran mengenai seberapa jauh batang tersebut berubah bentuk.
Tegangan diberikan pada materi dari arah luar, sedangkan regangan adalah tanggapan materi
terhadap tegangan. Pada daerah elastis, besarnya tegangan berbanding lurus dengan regangan.
Perbandingan antara tegangan dan regangan benda tersebut disebut modulus elastisitas atau
modulus Young. Pengukuran modulus Young dapat dilakukan dengan menggunakan
gelombang akustik, karena kecepatan jalannya bergantung pada modulus Young. Secara
matematis dirumuskan:

𝐹⁄
𝐸= 𝐴
∆𝑙⁄
𝑙

perpanjangan batang tersebut akan disertai oleh penurunan diameter; yaitu, batang akan
mengalami regangan pada arah sisinya (lateral) sebesar regangan memanjangnya
(longitudinal). Perbandingan antara regangan lateral dan regangan longitudinal dikenal sebagai
Poisson rasio (σ).

Gambar 1 pola tegangan dan regangan pada benda dengan modulus elastisitasnya

Modulus Bulk (K) menyatakan rasio antara tegangan dan regangan dalam kasus tekanan
hidrostatis P yang diaplikasikan pada elemen kubik. Resultan dari regangan volume merupakan
perubahan volume Δv dibagi dengan volume awal v
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 𝑃
𝐾=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 ∆𝑣⁄𝑣

Modulus geser (shear modulus) µ merupakan perbandingan dari tegangan geser (shear
stress) τ dengan sudut dari regangan geser (shear strain) tan θ

𝑠ℎ𝑒𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠𝑠 𝜏
𝜇=
𝑠ℎ𝑒𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛 𝑡𝑎𝑛 𝜃

Gambar 2 kurva perbandingan tegangan dan regangan pada daerah elastis, plastis dan
fracture point

Klasifikasi Gelombang Seismik

Gelombang seismik berdasarkan tempat penjalarannya terdiri dari dua tipe yaitu :

1. Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian
dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam
bumi. Gelombang badan terdiri atas gelombang longitudinal (compressional wave) dan
gelombang tranversal (shear wave).
2. Gelombang permukaan (surface waves) yang merupakan gelombang elastik yang menjalar
sepanjang permukaan. Karena gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan
atau permukaan. Gelombang permukaan terdiri dari gelombang Rayleigh, gelombang
Love, dan gelombang Stonely.
Dalam hubungannya dengan seismik eksplorasi, terdapat dua jenis gelombang yang
digolongkan berdasarkan cara bergetarnya yaitu:

1. Gelombang longitudinal atau gelombang primer merupakan gelombang yang arah getar
partikel-partikel mediumnya searah dengan arah perambatannya (Gambar 1). Gelombang
ini disebut juga sebagai gelombang kompresi (compressional wave) karena terbentuk dari
osilasi tekanan yang menjalar dari satu tempat ke tempat yang lain.

Gambar 3. Arah gerak partikel dan arah penjalaran gelombang longitudinal (vp).

2. Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah getar partikel-partikel


mediumnya tegak lurus dengan arah perambatannya.

Gambar 4. Arah gerak partikel dan arah penjalaran gelombang transversal (vs)

Kecepatan rambat gelombang body dalam medium isotropic homogen diberikan oleh

𝑚𝑜𝑑𝑢𝑙𝑢𝑠 𝑒𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑠𝑡𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑖 1/2


𝑣=[ ]
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝜌

sehingga kecepatan vp dari gelombang body yang terkompresi yang melibatkan strain kompresi
uniaksial, diberikan oleh
𝜓 1/2
𝑣𝑝 = [ ]
𝜌
dimana ψ = K +4/3 µ, sehingga

4
𝜇+𝑘
𝑉𝑝 = √3
𝜌

dan kecepatan vs dari gelombang shear diberikan oleh

𝜇
𝑉𝑠 = √
𝜌

Persamaan berikut ini menunjukkan gelombang terkompresi (gelombang P) memiliki


kecepatan yang lebih besar dibandingkan dengan gelombang shear (gelombang S) pada
medium yang sama. Perbandingan antara vp / vs pada berbagai material hanya ditentukan oleh
Poisson rasio untuk material tersebut.

𝑣𝑝 2(1 − 𝜎) 1/2
=[ ]
𝑣𝑠 (1 − 2𝜎)

karena Poisson rasio dari gabungan batuan berkisar antara 0.25, maka nilai vp ≈ 1.7 vs.

Hukum Fisika Gelombang Seismik

1. Hukum Snellius
Perambatan gelombang seismik dari satu medium ke medium lain yang mempunyai sifat
fisik yang berbeda seperti kecepatan dan densitas akan mengalami perubahan arah ketika
melewati bidang batas antar medium. Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua
media yang sifat fisiknya berbeda akan dibiaskan jika sudut datang lebih kecil atau sama
dengan sudut kritisnya dan akan dipantulkan jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis.
Sudut kritis adalah sudut datang yang menyebabkan gelombang dibiaskan 900. Jika suatu
berkas gelombang P yang datang mengenai permukaan bidang batas antara dua medium
yang berbeda, maka sebagian energi gelombang tersebut akan dipantulkan sebagai
gelombang P dan gelombang S, dan sebagian lagi akan dibiaskan sebagai gelombang P
dan gelombang S, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 5 :
Gambar 5. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium
untuk gelombang P
Lintasan gelombang tersebut mengikuti hukum Snell, yaitu :
𝑠𝑖𝑛𝜃1 𝑠𝑖𝑛𝜃1′ 𝑠𝑖𝑛𝜃2 𝑠𝑖𝑛𝜑1 𝑠𝑖𝑛𝜑2
= = = = =𝑝
𝑉𝑃1 𝑉𝑃1 𝑉𝑃2 𝑉𝑆1 𝑉𝑆2
dengan, θ1 = sudut datang gelombang P,
θ1’ = sudut pantul gelombang P,
ϕ1 = sudut pantul gelombang S,
θ2 = sudut bias gelombang P,
θ2’ = sudut bias gelombang S,
VP1= kecepatan gelombang P pada medium pertama,
VP2= kecepatan gelombang P pada medium kedua,
VS1= kecepatan gelombang S pada medium pertama,
VS2= kecepatan gelombang S pada medium kedua,
p = parameter gelombang
2. Prinsip Huygens
Huygens mengantakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik sumber gelombang
ke segala arah dengan bentuk bola. Prinsip Huygens mengatakan bahwa setiap titik-titik
penganggu yang berada didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi
terbentuknya gelombang baru. Jumlah energi total dari gelombang baru tersebut sama
dengan energi utama. Pada eksplorasi seismik titik-titik di atas dapat berupa patahan,
rekahan, pembajian, antiklin, dll. Sedangkan gelombang baru tersebut disebut sebagai
gelombang difraksi.

Gambar 6. Prinsip Huygens

3. Prinsip Fermat
Prinsip Fermat menyatakan bahwa gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik yang
lain akan memilih lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Prinsip Fermat dapat
diaplikasikan untuk menentukan lintasan sinar dari satu titik ke titik yang lainnya yaitu
lintasan yang waktu tempuhnya bernilai minimum. Dengan diketahuinya lintasan dengan
waktu tempuh minimum maka dapat dilakukan penelusuran jejak sinar yang telah
merambat di dalam medium. Penelusuran jejak sinar seismik ini akan sangat membantu
dalam menentukan posisi reflektor di bawah permukaan. Jejak sinar seismik yang tercepat
ini tidaklah selalu berbentuk garis lurus.

Gambar 7. Prinsip Fermat


A. Seismik Refleksi
Metode seismik refleksi merupakan metode permukaan yang menggunakan ciri-ciri
gelombang akustik untuk menghasilkan gambar lapisan bawah permukaaan yang rinci dan
beresolusi tinggi serta untuk menghasilkan bidang bedding dengan kedalaman yang signifikan.
Metode ini menggunakan prinsip pencerminan dimana sudut refleksi suatu permukaan ialah
sama dengan sudut insidensi (sudut antara sinyal datang dengan garis normal atau garis yang
tegak lurus dengan permukaan). Pada setiap batas bawah permukaan, persentasi energi atau
sinyal pada gelombang akan terefleksi kembali ke permukaan dimana sinyal tersebut direkam.
Metode ini biasa digunakan untuk menggambarkan patahan, akuifer, antiklin, unconformity,
dan sumber-sumber lain dimana minyak berada atau terperangkap. Selain itu, metode seismik
refleksi ini juga digunakan untuk menentukan titik pemboran minyak dan gas serta untuk
mencari hidrokarbon yang terperangkap.
Kemampuan dari batuan untuk melewatkan gelombang akustik disebut Impedansi
Akustik. Impedansi Akustik Z adalah produk dari densitas ρ dan kecepatan gelombang
kompresional v dimana:
𝑍 =𝜌∙𝑣
Kecepatan memiliki peran yang lebih penting dalam mengontrol harga Z karena
perubahan kecepatan lebih signifikan daripada perubahan densitas secara lateral maupun
vertikal. Perubahan impedansi akustik dapat igunakan sebagai indicator perubahan litologi,
porositas, kepadatan, dan kandungan fluida. Refleksi seismik terjadi bila ada perubahan atau
kontras pada Z.
Untuk koefisien refleksi pada sudut datang nol derajat dapat dihitung menggunakan
rumus berikut:
𝑍2 − 𝑍1
𝑅𝑐 =
𝑍1 + 𝑍2
dimana, Rc = koefisien refleksi
Z1 = Impedansi akustik lapisan atas
Z2 = Impedansi akustik lapisan bawah.

Koefisien refleksi akan mempengaruhi nilai amplitudo gelombang pada penampang seismik
serta polaritas gelombang seismik. Semakin besar kontras Z, semakin kuat refleksi yang
dihasilkan, maka semakin besar juga amplitude gelombang seismik tersebut. Penggambaran
koefisien refleksi dapat dilihat pada
Gambar 8. Koefisien refleksi sudut dating nol menggunakan wavelet zero phase

Persamaan Zoeppritz dan Konsep Pre – Stack AVO

Gelombang yang datang dari suatu medium ke medium lain dengan sudut datang tidak
sama dengan nol (tidak tegak lurus bidang pantul), koefisien refleksi dan transmisinya dapat
dihitung dengan persamaan Zoeppritz. Bentuk persamaan simultan dari persamaan Zoeppritz
(1919) adalah :

Aki dan Richards (1980) mengusulkan penyederhanaan persamaan Zoeppritz untuk nalisis
AVO :

∆𝑉𝑝 ∆𝑉𝑠 ∆𝑉𝑝


𝑅(𝜃) = 𝑎 +𝑏 +𝑐
𝑉𝑝 𝑉𝑠 𝑉𝑝

dimana :

1
𝑎=
2𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 ′
2
𝑉𝑠
𝑏 = 4 ( ) 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
𝑉𝑝

2
𝑉𝑠
𝑐 = 0.5 − 2 ( ) 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
𝑉𝑝
Wiggins (1983) membuat pendekatan terhadap persamaan Zeoppritz oleh Aki dan
Richard ini dalam 3 parameter elastis.

𝑅(𝜃) = 𝐴 + 𝐵𝑠𝑖𝑛2 𝜃 + 𝐶𝑡𝑎𝑛2 𝜃𝑠𝑖𝑛2 𝜃

dimana :

1 ∆𝑉𝑝 ∆𝜌
𝐴= [ + ]
2 𝑉𝑝 𝜌

2 2
1 ∆𝑉𝑝 𝑉𝑠 ∆𝑉𝑠 𝑉𝑠 ∆𝜌
𝐵= − 4[ ] − 2[ ]
2 𝑉𝑝 𝑉𝑝 𝑉𝑠 𝑉𝑝 𝜌

1 ∆𝑉𝑝
𝐶=
2 𝑉𝑝

Persamaan ini merupakan penyelesaian dari hubungan linier antar amplitudo dan sin2 θ
A merupakan intersep yaitu koefisien refleksi zero-offset yang merupakan fungsi dari
kecepatan gelombang dan densitas. B merupakan gradien AVO yang bergantung pada
kecepatan gelombang P dan gelombang S serta densitas batuan. Dibandingkan dengan intersep,
gradien mempunya efek lebih besar pada AVO. C sebagai factor kelengkungan hanya
berpengaruh kecil terhadap amplitudo pada sudut datang dibawah 300. Gambar 9 merupakan
contoh analisis AVO kelas III, adanya kenaikan amplitudo dengan bertambahnya offset.

Gambar 9. Analisis AVO, contoh AVO kelas III, terjadinya kenaikan amplitudo

dengan semakin bertambahnya offset

Atribut A dan B dapat digunakan sebagai indikator hidrokarbaon langsung (DHI),


namun masih sering menimbulkan interpretasi yang ambigu. Kombinasi dari kedua atribut ini
dapat menghasilkan secondary attribute seperti :
1. AVO Product (A*B), secondary attribute ini sangat baik untuk mengidentifikasi
keberadaan gas di dalam reservoar. Nilai positif merupakan indikator keberadaan gas.
2. Scaled Poisson’s Ratio Change (A+B), secondary attribute ini dengan baik mendeteksi
perubahan Poisson’s ratio. Nilai negatif dijadikan indikator keberadaan gas.
3. Shear Reflectivity (A-B), secondary attribute ini sensitif terhadap perubahan gelombang S.

Dengan melakukan cross plot antara intersep (A) dan gradien (B) interpretasi
penentuan anomali AVO menjadi lebih mudah. Rutherford dan Williams (1989)
mengklasifikasikan AVO menjadi 4 kelas (gambar 10), yaitu :

1. Kelas I, adanya kontras impedansi yang tinggi dengan berkurangnya AVO.


2. Kelas II, Near-Zero impedan,Kelas IIP, sama dengan kelas II, dengan adanya perubahan
polaritas.
3. Kelas III, impedansi rendah dengan bertambahnya AVO.
4. Kelas IV, impedansi rendah dengan berkurangnya AVO.

Gambar 10. Klasifikasi kelas AVO (Rutherford & Williams, 1989)


A. Seismik Refraksi
Di dalam pembahasan seismik refraksi, digunakan gelombang-gelombang yang
mengalami penjalaran refraksi pada sudut kritis. Gelombang ini disebut sebagai gelombang
refraksi. Gambar 8 Memperlihatkan gelombang P yang mengalami refraksi pada bidang batas
dua lapisan dengan sudut kritis i. Misalkan gangguan yang terjadi di titik S dan menjalar sampai
ke titik P dalam waktu t, maka berdasarkan prinsip Huygens, titik P menjadi pusat dari
gelombang berikutnya. Setelah selang waktu Δt, jari-jari penyebaran gelombang pada lapisan
atas yang kecepatannya V1 menjadi V1 Δt, sedangkan gelombang yang menjalar sepanjang
bidang refraksi yang berkecepatan V2 sampai di Q, adalah V2 Δt.

Gambar 11. Lintasan muka gelombang pada sudut refraksi kritis

Seismik Refraksi Untuk Model Lapisan Horizontal


Pada Gambar 12 diperlihatkan model dua lapis horizontal :

Gambar 12. Model dua lapis horizontal dan kurva T - X


Kita anggap pada struktur dua lapis terdapat bidang batas L, pada kedalaman h dari
permukaan, sejajar dengan bidang permukaan. Kecepatan perambatan gelombang pada lapisan
atas adalah V1, dan kecepatan perambatan gelombang bias adalah V2, dimana V2 > V1. Waktu
perambatan gelombang langsung dari sumber ke geophone yang berjarak x adalah :
𝑥
𝑇1 =
𝑉1
Jika jejak gelombang biasnya adalah A-C-D-P dan waktu tempuh gelombang sampai di P adalah
T2, maka dapat dituliskan persamaan :
𝐴𝐶 𝐶𝐷 𝐷𝑃
𝑇2 = + +
𝑉1 𝑉2 𝑉1


dimana, 𝐴𝐶 = 𝐷𝑃 = cos 𝑖

𝐶𝐷 = 𝑥 − 2 ℎ tan 𝑖

dengan mensubtitusi kedua persamaan diatan, maka diperoleh :

2ℎ 𝑥 − 2ℎ tan 𝑖
𝑇2 = +
𝑉1 cos 𝑖 𝑉2

2ℎ 1 𝑥
= ( − tan 𝑖 sin 𝑖) +
𝑉1 cos 𝑖 𝑉2

2ℎ cos 𝑖 𝑥
= +
𝑉1 𝑉2

√𝑉22 − 𝑉12 𝑥
= 2ℎ +
𝑉1 𝑉2 𝑉2

𝑉
dimana menurut hokum snellius sin 𝑖 = 𝑉1
2

Kurva waktu tempuh yang dilukiskan pada Gambar 9 menunjukkan kurva waktu tempuh yang
gelombang dari sumber ke geophone (T1) dan waktu tempuh yang melalui lintasan A-C-D-P
(T2). Apabila kedua peramaan waktu tersebut diturunkan terhadap x, maka diperoleh :

𝑑 1
(𝑇1 ) =
𝑑𝑥 𝑉1
𝑑 1
(𝑇2 ) =
𝑑𝑥 𝑉2

Dengan demikian kelihatan bahwa kecepatan perambatan gelombang di lapisan pertama dan
kedua adalah kebalikan dari kemaringan kurva waktu tempuhnya.

Apabila kurva waktu tempuh gelombang bias T2 kita perpanjang menuju titik A, dan
memotong sumbu waktu (biasa disebut dengan “intercept time”) τ.

Berarti τ adalah harga T2 jika x = 0. Dengan kata lain,

2ℎ cos 𝑖 √𝑉22 − 𝑉12


𝜏= = 2ℎ
𝑉1 𝑉1 𝑉2

Dengan demikian kedalaman lapisan kedua atau ketebalan lapisan pertama dapat juga
dihitung menggunakan intercept time τ yang dapat diperoleh dari diagram waktu tempuh,
melalui hubungan berikut:

𝑉1 𝜏 𝜏 𝑉1 𝑉2
ℎ= =
2 cos 𝑖 2 √𝑉22 𝑉12

Seismik Refraksi Untuk Model Patahan atau Sesar

Metode seismik bias dapat mendeteksi adanya patahan atau sesar. Untuk mendeteksi
adanya patahan tersebut dengan seismik bias, dapat dilakukan dengan suatu profil seismik bias
yang memotong patahan dengan arah lintasan relative tegak lurus terhadap bidang patahan atau
sesar tersebut.

Pada Gambar 13 ditunjukkan model dua lapisan batuan dengan kecepatan gelombang
V1, V2, dan V1 < V2. Pada bidang batas terdapat patahan vertical dengan penurunan sebesar Δh.
Pengukuran dilakukan dengan dua titik sumber berlawanan arah di S dan di P, dengan lintasan
memotong patahan.

Waktu perambatan gelombang bias dari bidang batas untuk titik sumber di S adalah:

 Yang melalui bidang AB :


2ℎ1 cos 𝑖12 𝑥
𝑇2 = +
𝑉1 𝑉2
 Pada titik B gelombang terdifraksi sehingga grafik waktu perambatan membentuk
hiperbola yang melalui bidang batas CD dengan lintasan SA’CDP :
𝑆𝐴′ 𝐴′ 𝐶 𝐶𝐷 𝐷𝑃
𝑇2′ = + + +
𝑉1 𝑉2 𝑉2 𝑉1

Gambar 13. Pola pembiasan pada patahan terbatas

Jika jarak AB ≈ AC dan SA ≈ SA’, maka AB ≈ A’C. sehingga persamaan diatas menjadi:

2ℎ1 cos 𝑖12 ∆ℎ cos 𝑖12 𝑥


𝑇2′ = + +
𝑉1 𝑉1 𝑉2

Pergeseran waktu perambatan dari bidang batas karena penurunan lapisan kedua sebesar Δh
adalah :

∆ℎ cos 𝑖12
∆𝑇 = 𝑇2′ − 𝑇2 =
𝑉1

Penurunan patahan adalah :


∆𝑇 𝑉1
∆ℎ =
cos 𝑖12

Dimana :

𝑉1
sin 𝑖12 =
𝑉2

Maka dapat disimpulkan, bahwa metode seismik refraksi dapat digukan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya suatu patahan vertical.

You might also like