Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Fani Shamara
Pembimbing :
dr. Adri Rivai, Sp. PD
Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Islam Cempaka Putih
Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta
2016
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas
yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda
emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
2. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas
4 derajat :
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan
(VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%),
disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP
< 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan
kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi)
atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung
kanan.
3. FAKTOR RISIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet,
inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai
oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok
atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor
kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan
neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease
sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease
terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap
perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide,
radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang
berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran
antiprotease.
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang
terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2
rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari
alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd),
menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk
mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk
mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan
terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.
5. DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
b. Pemeriksaan fisis
• Inspeksi
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan
edema tungkai
• Palpasi
• Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
• Auskultasi
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed - lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO 2
yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO 2 yang terjadi pada
gagal napas kronik.
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia
atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih
dari 20%
• Uji bronkodilator
- dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP 1 atau APE < 20%
nilai awal dan < 200 ml
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
• Normal
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
- Sgaw meningkat
- Jentera (treadmill)
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai :
6. Radiologi
- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
9. bakteriologi
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau
puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP 1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon makrolid
baru
d.Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati
Terbutalin 2 - 4 semprot
0,5µgr/semprot → 3 - 4 x/hari
Prokaterol 2 - 4 semprot
10µgr/semprot → 3 x/hari
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ - organ lainnya.
Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit
paru lain
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila
tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan
nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia
yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah.
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure
(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :
- Volume control
- Pressure control
- Bilevel positive airway pressure (BiPAP)
- Continous positive airway pressure (CPAP)
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT /
Long Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
- Analisis gas darah
- Kualiti dan kuantiti tidur
- Kualiti hidup
- Analisis gas darah
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi
sebagai berikut:
- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya
- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
- VAP (ventilator acquired pneumonia)
- Barotrauma
- Kesukaran weaning
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO 2 yang
terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang
masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit
oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada
PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi
muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit
yang terjadi adalah :
- Hipofosfatemi
- Hiperkalemi
- Hipokalsemi
- Hipomagnesemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi
dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih
sering.
Penatalaksanaan di rumah
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa
hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh
keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang
harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.
Tujuan penatalaksanaan di rumah :
24
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas
atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi
atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20%
baseline
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan)
atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah
diedukasi dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator
yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran
25
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
PENCEGAHAN
1. Mencegah terjadinya PPOK
- Hindari asap rokok
- Hindari polusi udara
- Hindari infeksi saluran napas berulang
26
27
DAFTAR PUSTAKA
GOLD (2007). Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic
obstructive lung disease.
28