You are on page 1of 26

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Kejang adalah perubahan fugsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Cecily L.
Betz, buku saku keperawatan pediatric, 2002). Kejang merupakan malfungsi singkat pada
sistem listrik otak yang terjadi akibat cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal.
( Whaley & Wongs, edisi 6,2009).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami
hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) berat,hipoglikemia,
asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi.
Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel
apabila stimulus pencetusnya dihilangkan.

2. Epidemiologi
a. Frekuensi
‐ Amerika Serika
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke
5. Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
‐ Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain
berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di
Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.
b. Mortalitas/Morbiditas
‐ Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
‐ Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi
dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
‐ Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang demam
kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan hambatan
pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan
10% mendapatkan kejang demam.
c. Ras
Kejang demam terjadi pada semua ras.
d. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.

1
e. Usia
Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun.

3. Etiologi
Penyebab kejang meliputi beberapa faktor :
a. faktor genetik
b. cedera otak pada masa prenatal, perinatal, atau pascanatal. Cedera dapat berupa
trauma, hipoksia (gangguan sirkulasi), infeksi (encephalitis, menginitis), toksin
eksogen atau endogen dan berbagai faktor lain
c. gangguan biokimia (hipoglikemia, hipokalsemia, dan defisiensi nutrisi tertentu).
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma,
bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus
alcohol dan gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang
merupakan idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya )
1. Intrakranial
Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik
Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular
Infeksi : Bakteri virus dan parasit
Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri
2. Ekstrakranial
Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia,
gangguan elektrolit(Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat
Kelainan yang diturunkan : Gangguan metabolism asam amino,
ketergantungan dan kekurangan asam amino
3. Idiopatik
Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5

4. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (implus sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (implus motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta
neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik
saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat
yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan noropinerprine ialah neurotranmiter
eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Dari fokus ini aktivitas listrik
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neuron-neuron di sekitarnya dan

2
demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemister otak dapat mengalami muatan
listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-
mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada
satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami
depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada
talamus yang selanjutnya akan menyabarkan implus-implus ke belahan otak yang lain
dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Kejang terjadi akibat lepas muatan parosismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi
di otak tengah , talamus, dan korteks serebrum, kemungkinan besar bersifat
apileptogenik, sedangkan lesi di seerebrum dan batang otak umumnya tidak memicu
kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. neuron – neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3. kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetikolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat.
4. ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit.
Yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron.
Perubahan –perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron.
Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-
sel saraf motorik dapat meningkat me1000 per detik. Aliran darah otak meningkat,
demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetikolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami
deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan

3
; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebih ) selama aktivitas
kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal
pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai diantara kejang. Fokus kejang
tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmiter fasilitatorik, fokus-
fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetikolin.

4
Pathway

Etiologi

Demam

Metabolisme basal meningkat 15 % Kelebihan O2 meningkat sampai 20%

Perubahan difusi Na+ dan K+

Perubahan beda potensial mambran sel neuron

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke seluruh sel maupun membran sel sekitarnya
dengan bantuan neurotransliter

Kejang D. 0136 Resiko cedera

Singkat kurang dari 15 mnt Lebih dari 15 menit

Hiperkapni Apnea, keb O2 dan energi u/kontraksi otot sketal

Demam meningkat
Hipoksemia

D. 0130 Hipertermia
Hipotensi, denyut jantung tidak teratur

Hiperkapnia

D. 0003 Sesak nafas


Gangguan akral dingn Asidosis Metabolisme anaerob
Pertukaran Gas

5
5. Klasifikasi
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan
kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal
berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau
kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah -pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung
1–3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya
tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri
akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik. (Lumbang Tebing,1997)

6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
‐ Sakit ringan : masih tertawa & masih banyak bicara
‐ Sakit sedang : anak menangis saja
‐ Sakit berat : tangis lemah / diam saja

b. Kesadaran
‐ Kompos mentis : sadar sepenuhnya & memberi respons
‐ Apatis : sadar, tapi acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya, masih ada respons
‐ Samnolen : lebih rendah dari apatis, tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak
ada respons terhadap stimulus ringan, tapi masih ada respons terhadap stimulus
keras
‐ Sopor : tidak memberi respons ringan / sedang, sedikit respons terhadap stimulus
kuat, refleks pupil terhadap cahaya (+)
‐ Delirium : bicara kacau
‐ Koma : tidak ada respons terhadap stimulus apapun, refleks pupil terhadap cahaya
(-)

c. Tanda vital
1) Nadi
Nadi normal pada bayi dan anak:
Umur Bangun Tidur Demam
baru lahir 100-180 80-160 Sampai 220
1mg-3bln 100-220 80-200 Sampai 220
3bln-2th 80-150 70-120 Sampai 200
2th-10th 70-110 60-90 Sampai 200
>10 th 55-90 50-90 Sampai 200

2) tekanan darah
‐ Diukur saat anak sedang tenang / tidak menangis
‐ Manset : 1/2 dan 2/3 panjang lengan atas
‐ Tekanan darah pada bayi dan anak :
Usia Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Neonatus 80 45
6-12 bln 90 60
1-5 th 95 65
5-10 th 100 60
10-15 th 115 60

3) Pernapasan
Tipe :
‐ bayi : abdominal
‐ anak : torako abdominal : 7-8 th
Laju Pernapasan Normal per menit :
Umur Rentang Rata-rata waktu tidur
Neonatus 30-60 35
1bln - 1thn 30-60 30
1 thn - 2 thn 25-50 25
3 thn - 4 thn 20-30 22
5 thn - 9 thn 15-30 18
10 thn atau lebih 15-30 15

4) Suhu
‐ Rektal ( anus ) : < 2 th
Suhu rektal diukur dengan termometer rektal,sebelum dipakai harus diolesi
vaseline terlebih dahulu
‐ Oral ( mulut ) : > 6 th
‐ Aksilar ( ketiak ) : selama 3 menit suhu ketiak 0,5 derajat celcius lebih rendah
dari rektal
Pada umumnya yang diukur adalah suhu aksila, sebelum termometer dipakai,
permukaan air raksa termometer harus di turunkan sampai dibawah 35 derajat
celsius dengan mengibaskan termometer

d. Berat badan & tinggi badan


Untuk mengetahui pertumbuhan :
‐ BB : umur 4 bln : 2 x BB lahir
‐ Umur 1 thn : 3 x BB lahir
‐ Rumus BB anak : 2n + 8 ; dimana: n = umur

e. Kulit
Warna :
1) Sianosis
‐ Warna kebiruan pada kulit
‐ Hb reduksi > 5 gr/dl
‐ Peny paru / jantung ( pneumonia, jantung bawaan )
2) Ikterus
‐ Warna kuning
‐ Terlihat pada sklera , kulit, selaput lendir
‐ Bilirubin neonatus > 5 mg % , anak besar > 2mg %
f. Kelenjar getah bening
Submental, submaxila, submandibula, sepanjang sternocledomastoideus,
supraklavikula, infraklavikula, aksilaris, inguinal.

g. Kepala
Diperiksa rutin sampai umur 2 thn
‐ makrosefali : hidrosefalus
‐ mikrosefali : infeksi TORCH
Rambut
‐ Malnutrisi : merah jagung, kering, mudah di cabut.
Ubun-ubun
‐ cekung : dehidrasi & malnutrisi
‐ ubun-ubun menutup usia 1 ½ - 2 thn

h. Wajah
‐ Simetri / tidak
‐ Wajah tidak normal : sindrom down

i. Mata
‐ Ketajaman penglihatan
1 bln : melihat benda-benda
2 bln : mengikuti gerakan jari
‐ Bayi baru lahir akan membuka matanya jika ditengkurapkan
‐ Def vit A ( Xeroftalmia ) dengan tanda rabun senja, konjungtiva kering, bercak
bitot
‐ Diameter pupil normal 3- 4 mm

j. Hidung
‐ Gerakan cuping hidung
‐ Perhatikan mukosa hidung
Infeksi : merah, udem
‐ Sekret hidung
purulent : infeksi lokal / sinusitis
purulent, bau, campur darah : benda asing yang dimasukkan sendiri oleh anak
( biji jagung / kacang hijau )
jernih : alergi
‐ Epistaksis
Terjadi akibat pecahnya pleksus kisselbach, demam dll

k. Mulut
‐ Kesukaran membuka mulut : tetanus, infeksi jaringan sekitar mulut
‐ Pertumbuhan gigi yang terlambat masih normal
‐ Lidah
kering : dehidrasi
kotor : demam typhoid
peta : tidak diketahui penyebabnya, mungkin krn alergi / suhu yang meningkat

l. Tenggorok
‐ Dilakukan pada akhir pemeriksaan seluruh tubuh
‐ Tonsil : To, T1, T2, T3

m. Telinga
‐ Luar : daun + liang telinga
‐ Tengah : membran tymphani + tulang pendengaran
‐ Dalam : koklea

n. Leher
‐ Pada bayi leher tampak pendek, memanjang pada umur 4 thn
‐ Periksa kel tyroid : menelan akan bergerak ke atas
o. Pemeriksaan toraks
1) Inspeksi
Macam bentuk dada :
‐ Pectus exsavatum : sternum menonjol kedalam ,ex : kongnital, hipertropi adenoid
‐ Pectus carinatum ( pigion chest ) : sternum menonjol keluar, ex : rakitis,
osteoporosis
‐ Barrel chest : dada bulat seperti tong, ex : penyakit paru menahun, asma
Jenis pernapasan :
Cyne stokes
‐ pernafasan dalam dan cepat diselingi pernafasan yang lambat dan dangkal atau
sama sekali tidak bernafas
‐ normal pada neonatus, menghilang setelah umur > 4 minggu
‐ patologis : TIK meningkat, meningitis, peny ginjal, intoksikasi
Kussmaul
‐ pernafasan yang dalam & cepat
ex : asidosis, penyakit susunan saraf sentral
Biot
‐ pernafasan yang tidak teratur, kadang lambat kadang cepat, kadang dalam kadang
dangkal, diselingi apneu
ex : kel SSP seperti ensefalitis / poliomielitis bulbaris

2) Palpasi
Pada palpasi anak, telapak tangan diletakkan datar pada dada dan meraba dengan
telapak tangan dan ujung jari
Cara ini untuk menentukan :
‐ toraks simetri / asimetri
‐ fremitus suara
pada anak menangis
anak diajak mengatakan : 88
‐ normal : akan teraba getaran yang sama pada kedua telapak tangan
‐ meninggi : konsolidasi, ex : pneumonia
‐ mengurang : obstruksi jalan napas, atelektasis
3) Perkusi
‐ pada anak tidak boleh mengetok terlalu keras karena dinding toraks anak
lebih tipis dan otot-ototnya lebih kecil
‐ batas jantung kanan ( batas paru hati )
perkusi dari midclavicula, sonor ~ pekak
tahan nafas ~ naikan 2 jari ( sonor ) tarik ke medial sampai pekak
‐ batas jantung kiri
ketemu iktus kordis ~ perkusi ke lateral sampai pekak
‐ batas atas jantung
perkusi dari parasternal kiri kearah bawah sampai pekak

4) Auskultasi
 suara nafas dasar
‐ vesikuler ( bunyi normal ) : inspirasi lebih memanjang
‐ bronkial : ekspirasi lebih memanjang
‐ amforik : suara seperti meniup botol, ex: pneumotorak
‐ cog wheel sound : inspirasi / ekspirasi terputus
‐ metamorphosing sound : awalnya vesikuler berubah menjadi bronchial
 suara nafas tambahan
‐ ronkhi : basah
1. halus
2. kasar
3. nyaring ( infiltrat )
4. tidak nyaring ( no infiltrat )
‐ kering
terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi
menghilang setelah dibatukkan
wheezing ( mengi ) : adalah jenis ronkhi kering yang terdengar lebih
musical, mengi lebih sering terdengar pada fase ekspirasi ( asma )
‐ krepitasi
suara membukanya alveoli
terdengar waktu inspirasi dalam
p. Abdomen
Pengecualian : setelah inspeksi~ auskultasi~perkusi~palpasi
Alasan : karena dapat merubah bunyi peristaltik usus sehingga interpretasi pada
auskultasi sering salah
1) Inspeksi
Tampak perut ( datar, cembung, cekung, asites )

2) Palpasi ( kaki ditekuk )


‐ Supel / tidak ( cubit di perut )
‐ Periksa turgor
‐ Pembesaran hati
Normal 1/3 – 1/3, perhatikan tepi, konsistensi, nyeri tekan
‐ Pembesaran lien
Dibagi 8 schuffner, dihitung dari inguinal, umbilikus schuffner 4, normalnya 1-
2cm dibawah arcus costae

3) Perkusi
Normal : tymphani
Pemeriksaan asites
Asites pada anak dapat disebabkan oleh penyakit hati kronik (sirosis
hepatis),penyakit ginjal (sindroma nefrotik), kwarsiokor juga dapat disertai asites
Terdapat cara untuk mendeteksi adanya asites :
1. posisi anak telentang, perkusi sistemik dari umbilikus kearah lateral dan bawah
untuk mencari batas berupa garis konkaf antara daerah tymphani dengan pekak
bila ada asites
2. shifting dullnes : perkusi dari umbilikus kesisi perut untuk mencari daerah
redup / pekak, daerah redup ini akan menjadi timpani apabila anak berubah
posisi dengan cara memiringkan pasien
3. undulasi: pasien telentang, satu tangan pemeriksa diletakan pada satu sisi perut
pasien sedankan jari tangan satunya memegang stetoskop,orang lain dapat
membantu dengan menekan tengah abdomen

4) Auskultasi
‐ Dengarkan 1 menit disetiap tempat
‐ Bising usus normal : 3-5 x / menit

q. Genitalia
Perempuan :
‐ Perhatikan labia mayora : ada perlengketan / tidak
‐ Perhatikan himen : atresia / tidak
Laki- laki :
‐ Perhatikan orifisium uretra
‐ hipospadia ( orifisium uretra terletak dibawah penis)
‐ Epispadia (orifisium uretra terletak diatas penis)
‐ Perhatikan skortum : membesar ~ hernia, hidrokel

r. Anus & rektum


Pada daerah anus & rektum perhatikan adanya tumor/abses perianal/atresia ani

s. Ekstremitas
Refleks :
- Fisiologis : - Patologis :
o biseps > babinski : normal sampai 18 bln
o triseps > chadock
o patela > hofman tromer
> openheim

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus
dari kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) GDA
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah

8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan,dan buka semua pakaian yang ketat. Jalan
nafas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang
tinggi diturunkan dengan kompres air dingin atau pemberian antipiretik. Obat yang
paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal.
b. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan fungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
c. Pengobatan Profilaksis
1) Profilaksis Interitoen
Diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam
3 dosis saat pasien demam. Diazepam juga dapat diberikan secara intrarektal
setiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB <10kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien
menunjukkan suhu >38,5°C.
2) Profilaksis Terus-menerus
Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg/kg/BB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain dapat digunakan adalah asam valproat, dengan
dosis 15-40 mg/kb/BB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan
selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan selama 1-2 bulan.

d. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan
sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang
mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan
pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar). Jika dengan tindakan ini kejang
tidak segera berhenti, hubungi dokter apakah perlu pemberian obat
penenang.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata/identitas
Biodata anak yang mencakup nama, jenis kelamin.Biodata orang
tua perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi :nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan,alamat
b. Riwayat penyakit
Menurut Suharso (2000) antara lain sebagai berikut:
1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
a) Jenis,lama,dan frekuensi kejang
b) Jarak antara timbulnya kejang
c) Lama serangan
d) Pola serangan, apakah bersifat umum,fokal,tonik,klonik
e) Frekuensi serangan,apakah penderita mengalami kejang sebelumnya umur
berapa kejang terjadi untuk pertama kali,dan berapa frekuensi kejang
pertahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali
pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
f) Keadaan sebelum,selama dan sesudah serangan.
g) Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang
dapat menimbulkan kejang misalnya,lapar,mual,muntah,sakit kepala dan lain-
lain
h) Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya
Sesudah kejang perlu ditanyakan pakah penderita segera
sadar, tertidur, kesadran menurun, ada paralise, menangis.
2) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal jantung, kelainan jantung, DHF, ISPA, dan lain-lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pernah mengalami kejang sebelumnya,umur berapa saat kejang terjadi untuk
pertama kali.Apakah ada riwayat trauma kepala,radang selaput otak,dan lain-
lain.
c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Keadaan ibu sewaktu hamil per trimester,apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,perdarahan pervagina sewaktu
hamil,penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan
ditanyakan apakah sukar,spontan atau dengan tindakan,perdarahan ante
partum,asfiksia dan lain lain.Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,diare
muntah,tidak mau menetekdan kejang-kejang.
d. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi.
e. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi:
1) Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak
untuk mengamati sesuatu,melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil
memerlukan koordinasi yang cermat misalnya menggambar,
memegang suatu benda.
3) Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan
sikap tubuh
4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap
suara,mengikuti perintah dan berbicara spontan.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Adakah anggota keluarga yang menderita kejang Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit syaraf atau
lainya.
2) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti
ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
g. Riwayat Sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebayanya.
h. Pola kesehatan dan fungsi kesehatan
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi:
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
a) Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan pengetahuan
tentang kesehatan,pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis.
b) Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.
2) Pola nutrisi
a) Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas
dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
b) Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak
? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
3) Pola eliminasi
a) BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing.
b) BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
4) Pola aktivitas dan latihan
a) Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
b) Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam?
c) Aktivitas apa yang disukai?
5) Pola tidur/istirahat
a) Berapa jam sehari tidur?
b) Berangkat tidur jam berapa?
c) Bangun tidur jam berapa?
d) Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

2. Diagnosa Keperawatan
a. D.0130 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit : infeksi
1) Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Suhu tubuh diatas nilai normal

2) Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

b. D. 0136 Resiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan

c. D.0003 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi


perfusi
1) Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardi
4. Ph arteri meningkat/menurun
5. Bunyi nafas tambahan

2) Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
1. Pusing 1. Sianosis
2. Penglihatan kabur 2. Diaphoresis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola nafas abnormal (cepat/lambat,
regular/ireguler, dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (missal : pucat,
kebiruan
7. Kesadaran menurun
3. Intervensi
No
No Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Diagnosa
1 I Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui status
keperawatan selama …x 24 jam 2. Berikan kompres hangat pada axila kesehatan pasien
2. Untuk mempercepat vasodilatasi
diharapkan Hipertermia dapat 3. Anjurkan keluarga untuk memakaikan
pada pembuuh darah
teratasi dengan Kriteria hasil pakaian tipis dan menyerap keringat
3. Untuk mempercepat proses
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan
1. Tidak Merasa merinding evaporasi
lainnya dalam pemberian antipiretik 4. Untuk mengatur kembali pusat
saat dingin
pengatur panas
2. Tidak Berkeringat saat
panas
3. Tingkat pernapasan dalam
rentan normal
4. Melaporkan kenyamanan
suhu
5. Tidak ada Perubahan
warna
kulit
6.Tidak ada Sakit kepala
2 II Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk 1. Untuk mencegah terjadiny resiko
keperawatan selama …x24 jam pasien cedera pada pasien
2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, 2. Untuk memudahkan dalam
diharapkan risiko cedera dapat
sesuai dengan kondisi fisik, dan fumgsi pemberian perawatan
teratasi dengan kriteria hasil:
3. Untuk memberikan pemahaman
kognitif pasien
1. Klien terbatas dari cedera 3. Berikan penjelasan pada keluarga adannya kepada keluarga mengenai status
2. Klien mampu menjelaskan perubahan status kesehatan dan penyebab kesehatan
4. untuk menjaga pasien agar tetap
cara atau metode untuk penyakit
4. Kolaborasi brsama tim medis lainnya aman selama menerima
mencegah cedera
dalam menyediakan lingkunag yang aman perawatan/pengobatan
3. Klien mampu menjelaskan
untuk pasien
faktor resiko dari lingkungan
4. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
5. Mampu mengenali perubahan
status kesehatan
6. jatuh dari tempat tidur
7. jatuh saat dipindahkan
3 III Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan 1. Untuk mengetahui kedalaman
2. Catat perubahan pada saturasi O2, volume
keperawatan selama …x 24 jam pernafasan pasien
tidal akhir CO2 dan perubahan nilai analisa 2. Untuk mengetahui perubahan O2
diharapkan gangguan pertukaran
gas darah dan CO2 pada tubuh pasien
gas teratasi dengan Kriteria hasil
3. Auskultasi suara nafas, catat area dimana 3. Untuk mengetahui adanya suara
1. Akral hangat
2. Tidak ada tanda sianosis terjadi penurunan atau tidak adanya tambahan
3. Saturasi oksigen normal 95 – 4. Untuk mengatasi sesak pada
ventilasi dan keberadaan suara nafas
100 % pasien
tambahan
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian terapi O2

4. Implementasi
Tindakan yang dilakukan sesuai denganrencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang lebih
dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan observasi, nursing treatment, edukasi dan kolaborasi

5. Evaluasi
Hari/ Nama dan
No NamaDiagnosa Evaluasi
Tgl/Jam TTD
1. Hipertermia S=Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O= Tidak Merasa merinding saat dingin, tidak berkeringat saat panas, tingkat pernapasan
dalam rentan normal, Melaporkan kenyamanan suhu, Tidak ada Perubahan warna
Kulit, Tidak ada Sakit kepala
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi, lanjutkan
intervensi dan/atau modifikasi intervensi
2. Resiko Cedera S=Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
O= Klien terbatas dari cedera, Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah
cedera, Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan, Menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada, Mampu mengenali perubahan status kesehatan, jatuh dari
tempat tidur, jatuh saat dipindahkan
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi, lanjutkan
intervensi dan/atau modifikasi intervensi
3. Gangguan S=Data yang disampaikan langsung oleh klien/keluarga
Pertukaran Gas O= Akral hangat, Tidak ada tanda sianosis Saturasi oksigen normal 95 – 100 %
A=Apakah kriteria hasil pada intervensi tercapai, tercapai sebagian dan /atau tidak tercapai
P=Planning/Rencana yang dibuat berdasarkan hasil analisa: pertahankan kondisi, lanjutkan
intervensi dan/atau modifikasi intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classification Edisi 6. Singapore:


Elsevien Inc
Lestari, T, 2016.Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcome Classification Edisi 5. Singapore: Elsevien Inc
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2012-2014. (Budi Anna
Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2012. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Ridha, N.H, 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak, Yogyakarta : Pustaka Penerbit
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Widagdo, 2012. Tata Laksana Masalah Penyakit Anak dengan Kejang . Jakarta : CV Agung
Seto
Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, L. Schwartz. 2009. Buku Ajar
Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC

You might also like