You are on page 1of 39

LAPORAN PBL MODUL 2

PRODUKSI URINE MENURUN


Makassar 8 Januari 2017

Oleh Kelompok 1 :
Widayani Idris 110 2012 0067
Arafah 110 2014 0008
Suci Walidalhuda 110 2014 0023
Dian Hariati 110 2014 0039
Muh. Akbar 110 2014 0051
Dewinsya Medisujiannisa MS 110 2014 0065
Qonita Faizah Basri 110 2014 0096
Rezki Amalia 110 2014 0115
Angga Nugraha Hamid 110 2014 0129
Muh. Nur Ansyari Syakir 110 2014 0150
Dewi Arfina Sari 110 2014 0160
Tutor : dr. Erwin Rachman M.kes, Sp.S

Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2017
SKENARIO
Seorang pria, 49 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing
berkurang. Selain itu pasien merasa sangat lemas, sering muntah,dan nafsu makan
menurun. Sekitar sebulan terakhir pasien sering mengeluh nyeri badan dan minum
obat penghilang rasa nyeri.

KATA SULIT
-
KATA KUNCI
 Pria 49 tahun
 MRS dengan keluhan produksi kencing menurun
 Lemas, sering muntah, dan nafsu makan menurun
 Sebulan terakhir mengeluh nyeri badan
 Riwayat mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri

PERTANYAAN PENTING
1. Sebutkan organ yang terkait dan jelaskan hubungan dengan gejala pada skenario !
2. Jelaskan Pembentukan Urin !
3. Bagaimana patomekanisme Oligouri ?
4. Jelaskan Tentang gejala yang terkait pada skenario !
5. Tentukan Diferential Diagnosis
JAWABAN PERTANYAAN

1. Sebutkan organ yang terkait dan jelaskan hubungan dengan gejala pada
skenario !

Ginjal
Ginjal suatu organ yang terletak di
bagian belakang dari cavum
abdominalis do belakang
peritoneum pda kedua sisi vertebra
lumbalis III, yang melekat langsung
pada dinding belakang abdomen.
Berbentuk seperti biji kacang,
panjangnya sekitar 12.5 cm dan
tebalnya 2,5 cm seperti kepalan
tangan. Berjumlah 2 buah kiri dan
kanan. Ginjal berfungsi dalam proses pembentukan urin.1

Ureter
Terdiri dari dua saluran seperti pipa
masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesica urinaria. Panjangnya 25-30 cm, dengan
penampang kurang lebih 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak dalam rongga abdomen dan
sebagian terletak dalam rongga perlvis. Lapisan
dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik
setap 5 menit sekali yang akan mendorong air
kemih masuk ke dalam vesica urinaria. Ureter berjalan hampir vertical ke bawah
sepanjang ascia muskulus psoas dan dilapisi peritoneum. 1
Vesica Urinaria

Kandung kemih dapat


mengembang dan mengempis
seperti balon karet, terletak di
belakang simpissi pubis di dalam
rongga pnggul. Bentuknya seperti
kerucut yang dikeliligi oleh otot
yang kuat, berhubungan dengan
ligamentum vesika umbilikalis
medius. 1

Uretra
Merupakan saluran sempt yang
berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih
keluar. Pada laki-laki urertra berjalan
berkelok-kelok melalui tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa,
yang menembus tulang pubis ke
bagian penispangjanya kurang lebih
20 cm.1
Pada laki-laki : - uretra pars prostatika
- Uretra pars membranacea
- Uretar pars spongiosa
2. Jelaskan Pembentukan Urin !

A. FILTRASI GLOMERULUS
Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal,
20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi
glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata, 125 ml
filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari seluruh
glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon) setiap
hari. Dengan mempertimbangkan bahwa volume rerara plasma pada orang dewasa
adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa ginjal menyaring keseluruhan volume
plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua
plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah jam! Namun, hal ini
tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh
panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat dipertukarkan antara cairan di dalam
tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus.(2)

Gambar 1.1 bagian-bagian nefron(2)


Sumber : Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed. 6.
Komposisi Filtrat Glomerulus. Filtrat glomerulus mempunyai komposisi yang
hampir tepat sama dengan komposisi cairan yang merembes dari ujung arteri kapiler
ke dalam cairan interstisial. Tidak mengandung eritrosit dan hanya mengandung
sekitar 0,03 persen protein, atau sekitar 1/200 protein di dalam plasma. Elektrolit dan
komposisi solut lain dari filtrat glomelurus juga serupa dengan yang ditemukan di
dalam cairan interstisial.(3)
Di dalam glomerulus dihasilkan urine primer melalui filtrasi plasma. Urine primer
merupakan cairan isotonic terhadap plasma. Pori-pori yang dilalui oleh plasma,
mempunyai garis tengah efektif rata-rata sekitar 2,9 nm. Hal ini memungkinkan
seluruh komponen plasma dengan berat molekul hingga kira-kira 5 kDa dapat melalui
pori-pori tanpa hambatan. Dengan bertambahnya berat molekul, molekul akan
ditahan, tetapi pertama-tama molekul dengan suatu M>65 kDa tidak dapat lagi masuk
kedalam urine primer. Karena protein darah secara umum mempunyai suati M>54
kDa, maka protein-protein darah hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di
dalam urine. (3)

Gambar 1.2 Fungsi bagian-bagian nefron(2)


Sumber : Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed. 6.

B. REABSORPSI TUBULUS
Sewaktu filtrat mengalir melaiui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan
dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi
tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi
dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk
diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter
direabsorpsi. Sisa 1,5 iiter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh
secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak dibutuhkan dan harus
dikeluarkan tetap berada di urin.(2)
Reabsorbsi memengang peranan yang jauh lebih penting daripada sekresi dalam
pembentukan urina ini. Tetapi sekresi sangat penting dalam menentukan jumlah ion
kalium, ion hydrogen, dan beberapa zat lain didalam urina. Biasanya, lebih dari 99%
air di dalam filtrat glomerulus direabsobsi ketika mengalir melalui tubulus tersebut.
Oleh karena itu, jika suatu unsur terlarut dalam filtrat glomelurus tidak direabsorbsi
sama sekali sepanjang perjalanan tubulus. Rebsorbsi air ini tentu saja memekatkan zat
tersebut lebih dari 99 kali. Sebaliknya, beberapa unsure seperti glukosa dan asam
amino, hampir seluruhnya direabsorbsi sehingga kosentrasi mereka menurun hampir
ke nol sebelum cairan tersebut menjadi urina dengan cara ini tubulus ginjal
memisahkan zat-zat yang harus dikeluarkan didalam urina. (3)
C. SEKRESI TUBULUS
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari
kapilel peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi
masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama adalah
melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melaiui
kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80% mengalir melalui
arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme
untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah
tertentu bahan dari 80% plasma yang Tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan
memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus sebagai hasil filtrasi. (2)

3. Bagaimana patomekanisme Oligouri ?

Oliguria di definisikan sebagai pengeluaran urin yang kurang dari 1ml/kg


bb/jam jika pada bayi, jika pada anak pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kg bb/jam,
dan pada dewasa kurang dari 400 ml/kg bb/jam. Oliguria juga digunakan sebagai
criteria klinik untuk diagmosis dari penyakit gangguan ginjal akut.
Oliguria adalah pertanda yang jelas pada penurunan produksi urin. Gejala oliguria
biasanya dibarengi dengan muntah, demam, diare, pusing, dan takikardi.
Oliguria mungkin bisa dikarenakan 3 proses patofisiologi:
 Pre renal
Ketidakcukupan respon fungsional pada struktur normal ginjal yang
menyebabkan hipoperfusi. Penurunan dalam sirkulasi menimbulkan sebuah system
respon yang ditargetkan pada pemulihan volume di intravascular yang memediasi laju
filtrasi glomerulus. Baroreceptor-mediated mengaktivasi system saraf simpatis dan
poros rennin angiotensin yang menyebabkan vasokontriksi pada ginjal dan
menyebabkan penurunan pada laju filtrasi glomerulus.
 Renal
Gangguan pada intrinsic ginjal berhubungan dengan kerusakan pada struktur
ginjal. Gangguan ini menyertai pada akut tubular nekrosis (dikarenakan iskemia yang
berkepanjangan, obat-obatan, dan toksin), penyakit glomerulus primer, dan penyakit
vascular. Pada akut tubular nekrosis yang menyebabkan oliguria diawali dengan
iskemia, yang mengubah tempat metabolisme sel tubular dan kemudian sel mati dan
menghasilkan deskuasi sel, sehingga terjadi obstruksi pada intra tubular, terjadi
kebocoran pada saluran caiaran di tubular, sehingga terjadi oliguria.
 Post renal
Terjadi obstruksi pada aliran fungsional urin. Ini mengakibatkan oliguria dan
kekurangan fungsi ginjal dalam melepaskan respon pada obstruksi.
Penyebab post renal oliguria bisa disebabkan beberapa keadaan yakni obstruksi
saluran urin (pelvis renal, ureter, vesica urinaria, urethra). Post renal oliguria biasanya
bermanifestasi menjadi anuria. Onset dari anuria terjadi secara tiba-tiba pada saat
pengamatan, atau melalui kateter urinaria untuk dilakukan pengamatannya.
Ketika oliguria pre renal telah berat, atau telah terkombinasi dengan
kerusakan lain dari nephrotoxic, dan intra renal bisa mengakibatkan kemungkinan
gangguan ginjal akut. Renal tubulus menjadi rusak yang mengakibatkan iskemia yang
4injury dan kehilangan keseimbangan yang mempertahankan sodium dan air.4

4. Jelaskan Tentang gejala yang terkait pada skenario !

z
Gangguan fungsi
ginjal

Uremia Kreatinin Hiperfosfatemi


meningka meningkat a

Merangsang Menumpuk Hipercalsemia


pusat muntah pada tulang
Kejang
Muntah Kram Otot malaise
a. Pengaruh minum obat
OAINS merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengontrol
nyeri tingkat sedang pada beberapa gangguan muskuloskeletal, aktivasi
OAINS menghambat biosintesis prostaglandin, yang bekerja menginhibisi
enzim siklooksigenase (COX). Salah satu fungsi prostaglandin ialah bekerja
pada messengial sel dalam glomerulus dari ginjal untuk meningkatkan laju
filtrasi glomerulus, apabila pasien ini mengonsumsi OAINS dalam waktu
yang lama maka laju filtrasi glomerulus akan menurun yang dapat
menyebabkan oligouria.5

b. Oligouria
Oligouri atau menurunnya produksi kencing dapat disebabkan oleh
terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang
mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti
oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) sehingga terjadi oligouri.
Keadaan ini umumnya ringan yang cepat dengan cepat dapat reversible
apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada gangguan aliran darah ginjal
walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolic
yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan mengakibatkan NTA (nekrosis tubular akut). Penurunan GFR
selain oleh karena penurunan darah ke ginjal yaitu karena hipovolemia oleh
perdarahan, diare, dehidrasi, atau muntah atau karena adanya obstruksi juga
disebabkan oleh peningkatan ADH, akibat obat, dan NaCl yang menurun.6
5. Differential Diagnosis !

A. Gagal Ginjal Akut 7

Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan gangguan fungsi ginjal yang menurun
secara tiba-tiva dan mengakibatkan timbulnya gangguan keseimbangan air dan
elektrolit, asam basa dan tertumpuknya bahan-bahan sisa dalam darah (ureum dan
kreatinin).

GGA ini bisa terjadi mulai dari neonates sampai dewasa dengan kausa yang
berbeda-beda tergantung dari umur penderita, misalnya GGA pada neonates dapat
disebabkan oleh kelainan kongenital ginjal atau saluran kemih , sepsis atau asfiksia
neonatorum.

Akhir-akhir ini istilah GGA diganti dengan istilah Cedera Ginjal Akut
(CGA) (Acute Kidney Injury).

ETIOLOGI 7

Berbagai macam penyebab dapat menimbulkan CGA ini, tetapi pada


umumnya dapat digolongkan dalam 3 bagian besar yaitu:

1. GGA Prerenal

GGA yan terjadi pada bentuk ini adalah akibat kurangnya darah menuju ke
ginjal sehingga terjadi hipoperfusi ginjal. Hal terakhir ini mudah terjadi mengingat
25% dari curah jantung menuju ke ginjal. Hipoperfusi ginjal dapat disebabkan oleh:

a. Penurunan volume intravaskuler:


Kehilangan darah atau plasma:
 Perdarahan
 Luka bakar
b. Penurunan curah jantung: payah jantung
c. Sebab-sebab lain:
 Sepsis + renjatan
 Renjatan anafilaktik
2. CGA Renal
CGA renal ini dapat disebabkan secara primer oleh penyakit dalam ginjal
sendiri maupun sekunder dari CGA prerenal dan CGA renal.
a. Primer:
 GNA
 Systemic lupus erythematosus
 Polyarthritis nodosa
b. Sekunder:
 Nekrosis tubuler akut
 Nekrosis korteks ginjal
3. CGA Postrenal
CGA bentuk ini terumtama terjadi akibat obstruksi saluran kemih walaupun
pembentukan urin cukup.
Penyebab obstruksi:
 Kelainan kongenital saluran kemih
 Tumor
 Batu
 Tinja mengeras
 Bekuan darah di ureter

Hal ini mencurigakan kea rah kemungkinan obstruksi ialah adanya poliuri
yang diikuti anuri. Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan ialah ada tidaknya
hidronefrosis yang dapat diketahui dari palpasi ginjal. Juga jangan dilupakan palpasi
kandung kemih.
Berdasarkan gangguan fungsi ginjal yang terjadi pada CGA, maka dibuat
suatu kriteriapenurunan fungsi ginjal berdasarkan peningkatan kadar kreatinin darah,
laju filtrasi glomerulus dan jumah urin dalam waktu tertentu.

Kriteria tersebut disusun berdasar atas derajat kerusakan ginjal yaitu dimulai
dengan Risk, kemudian Injury, Failure, Loss dan berakhir dengan End stage disingkat
menjadi RIFLE.

PATOFISIOLOGI 7

Oleh sebab-sebab prerenal seperti dehidrasi akan menyebabkan aliran darah


ke ginjal berkurang, mengakibatkan aliran darah ke korteks juga berkurang. Yang
terakhir ini akan menyebabkan reabsorbsi Na di tubulus proksimal meningkat
sehingga Na di lumen tubulus distalis menurun dan merangsang apparatus juxta
glomeruli sehingga memproduksi renin. Renin bersama angiotensinogen berubah
menjadi angiostensin I, seterusnya menjadi angiotensin II yang menyebabkan
vasokonstriksi arteriole afferent sehingga GFR menurun menyebabkan oligouri.

Bila hipoperfusi ginjal ini berlangsung lama akan timbul iskemik ginjal yang
akhirnya menyebabkan Nekrosis Tubuler Akut (NTA). NTA ini dapat pula
disebabkan oleh zat-zat toksik seperti metil alcohol, obat-obatan tertentu (kanamisin,
polimiksin) dan zat-zat lain misalnya racun ular, logam berat (Pb).

GEJALA-GEJALA

Pada umumnya GGA ini dalam perjalanan penyakitnya mengalami 3 periode


yaitu: 7

1. Periode oligouri
Periode ini berlangsung 1-3 minggu. Bila lenih 3 minggu harus dipikirkan
kemungkinan terjadinya NTA.
Gejala kliik yang sering dijumpai pada fase ini adalah:
 Gangguan kesadaran: mulai dari bentuk disorientasi, gelisah, apati,
letargi, depresi, somnolen sampai koma. Hal ini mungkin disebabkan
oleh meningginya kadar ureum dan kreatinin darah (uremia).
 Gejala gastrointestinal: anoreksia, mual sampai muntah.
 Gejala kardiovaskuler: hipertensi, payah jantung. Hal ini diduga akibat
gangguan keseimbangan air sehingga terjadi hypervolemia.
 Gejalan pernapasan: pernapasan kussmaul, karena gangguan
keseimbangan asam basa yang menyebabkan asidosis metabolic.
Kadang-kadang napas berbau ureum.
 Gejala-gejala lain: anemis akibat perdarahan, kejang-kejang yang
dapat disebabkan oleh uremia, hyperkalemia ataupun hypokalemia.

Selain gejala-gejala di atas perlu pula dilakukan pemeriksaan laboratorium


pada fase oligouri ini yaitu kadar ureum, kreatinin, kalium, fosfat yang meninggi
dalam darah, sedangkan Na, Ca menurun.

2. Periode poliuri (periode diuretic)

Fase ini terjadi sesudah fase olugouri dengan produksi urin lebih dari normal
bahkan kadang-kadang mencapai 4-6 liter/24 jam (poliuri). Diduga poliuri
disebabkan oleh efek diuretic ureum, disamping kemungkinan diakibatkan
pula oleh gangguan faal tubuli dalam hal reabsorbsi air dan Na. Pada masa ini
pembatasan diet dan cairan tidak diperlukan lagi. Penting diketahui bahwa
pada periode ini kehilangan cairan dan elektrolit bisa begitu banyak sehingga
kemungkinan terjadinya dehidrasi atau gangguan keseimbangan elektrolit
perlu diperhatikan.

3. Periode penyembuhan (periode rekonvalesensi)


penyembuhan faal ginjal tergantung dari penyebabnya. Bila penyebabnya
prerenal atau postrenal umumnya fungsi ginjal cepat kembali normal. Bila
penyebabnya renal, maka penyembuhan secara sempurna akan tercapai
sesudah 6-12 bulan. Faal ginjal yang palling akhir menjadi normal adalah tes
konsentrasi.

DIAGNOSIS

Diagnosis GGA tentunya dapat ditegakkan berdasar atas pemeriksaan gejala-gejala


klinik dan laboratorik tetapi ada 3 kelainan utama yang mengharuskan kita untuk
berpikir kea rah GGA yaitu: 7

1. Oligouri atau anuri:


Untuk menentukan produksi urin menurun atau tidak, diperlukan suatu
kriteria dasar dengan memakai waktu dan volume urin sebagai tolok ukurnya.
Batas minimal produksi urin harus diukur pada waktu puasa yaitu 300
mOsm/m2/24 jam. Pada ginjal sehat dibutuhkan 0,8 ml urin untuk
mengeskresi 1 mOsm cairan, oleh karena itu jumlah produksi urin pada
keadaan puasa ialah: 300 mOsm/m2/24 jam x 0,8 ml = 240 ml/ m2/24 jam
disebut sebagai oligoutti. Pada bayi dikatakan oligouri bila produksi urin
kurang dari 15-20 ml/kg BB/24 jam.
2. Kadar ureum darah: >40 mg%
3. Kadar kreatinin darah: >1,5 mg%

Ketiga kelainan tersebut di atas tentunya tidak selalu ada, misalnya GGA bisa
terjadi tanpa oligouri bahkan dapat terjadi poliuri sehingga keadaan ini disebut
High output failure yang dapat disebabkan obat-obat nefrotoksik. Pada keadaan
lain, ureum ?40 mg% dan kreatinin >1,5 mg% tetapi belum ada tanda-tanda
GGA, mengingat banyang mengandung protein dan massa otot. Oleh karena itu
usaha lain untuk menegakkan diagnosis ialah melakukan tes diagnostic dengan
diuretic misalnya mannitol, furosemide dengan dosis 1 mg/kgBB/kali (iv). Bila
diuresis belum terjadi, dosis dinaikkan secaara berganda sampai 10
mg/kgBB/kali. Bila belum juga timbul diuresis berarti sudah terjadi GGA renal.
Seringkali GGA renal dikacaukan dengan GGA prerenal. Table dibawah ini
memperlihatkan beberapa perbedaan antara kedua bentuk GGA tersebut.

NO KETERANGAN GGA GGA RENAL


PRERENAL (NTA)
1. Albuminuria (-) (+)
2. Sedimen urin Normal Eritrosit (+),
lekosit (+). Epitel
3. Berat jenis urin >1,020 (+)
4. Osmolalitas >400 1,010 – 1,012
(mOsm/it) Isoosmotik
5. Na+ urin (mEq/lt) <20
>20
6. Na+ urin <1
K+ urin >1
7. Ureum urin >10
Ureum plasma <10
8. Ureum plasma >10
Kreatinin plasma <10

PENGELOLAAN

Dipandang dari segi pengelolaan dini, pembagian 3 bagian besar GGA ini
merupakan pembagian yang praktis dan sangat bermanfaat. GGA renal merupakan
bentuk yang terbanyak, dan NTA merupakan kausa terbanyak dari GGA renal.

Bila kita jumpai penderita GGA, pertama harus disingkirkan sebab-sebab


prerenal dan post renal oleh karena kedua hal yang disebut belakangan ini dapat
diketahui dengan jelas dan juga bersifat reversible. Penatalaksanaan GGA renal lebih
sulit mengingat banyak kasus-kasus yang bersifat ireversibel walaupun tak dapat
disangkal bahwa NTA yang merupakan kasus terbanyak GGA renal, dapat sembuh
sempurna.

Bila kausanya prerenal, misalnya perdarahan, kehilangan plasna atau


dehidrasi tentunya tindakan pertama ialah infus plasma atau ringer laktat.

Bila kausanya postrenal dengan kausa obstruksi saluran kemih maka


dipertimbangkan tindakan operasi.

Bila sebabnya renal maka tindakan yang harus dilakukan ialah: 7

A. Pengelolaan konservatif
1. Diet:
Tujuan pengaturan diet ialah:
 Menegah katabolisme dengan pemberian kalori: 120
kcal/kgBB/hari
 Pemberian protein dibatasi: 0,8 – 1 gr/kgBB/hari
 Intake cairan harus seimbang dengan output selama terjadi
oligouri

Elektrolit: yanh diperhatikan ialah intake Na dan K

 Bila terjadi hiponatremi, dapat diberi Nacl hipertonik 3%


 Bila timbul hiperkalemi, diberikan:
 Ca glukonas 10%: 0,5 ml/kgBB/hari
 NaHCO3 7,5%: 3 ml/kgBB/hari
 Kayexalate: 1 gm/kgBB/hari (K+ exchange)

Hiperkalemi dapat terjadi sesudah pemberian makanan yang


mengandung K dari luar atau akibat pemberian transfuse atau adanya proses
katabolisme sepsis atau infeksi berat.
Hiponatremi terjadi sebagai akibat: hemodilusi (fluid overloaded) atau
pengeluaran Na melalui saluran cerna atau pemakaian diuretic dosis tinggi.

2. Mencegah infeksi:
Infeksi mudah terjadi pada GGA, mengingat uremi dapat
menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Oleh karena itu segala
tindakan yang mempunyai resiko untuk timbulnya infeksi dihindarkan.
3. Pengobatan simtomatik:
 Oligouri; biasanya dimulai dengan dosis 1-3 mg/kgBB/hari.
Dapat diberikan dosis sampai 10 mg/kgBB/hari (force
diuretic). Bila dengan furosemide tidak berhasil, dapat
diberikan mannitol dosis 0,5 01 gr/kgBB yang diberikan secara
iv selama 30 menit.
 Hipertensi: pada hipertensi ringan dan sedang tak perlu diberi
obat-obatan. Oleh karena dengan istirahat yang cukup dan
pembatasan Na dan cairan, tekanan darah akan turun. Pada
hipertensi berat dapat diberikan methyldopa, hydralazine atau
clonidine. Bila terjadi hipertensi ensefalopati diberikan
clonidine dengan dosis 0,002mg/kgBB/kali yang dapat
dinaikkan sampai dua kali lipat dan diulangi tiap 2-3 jam
sampai tekanan darah normal.
 Kejang-kejang: kejang pada GGA dapat disebabkan oleh
hiperkalemi, hipokalsemi, hiponatremi, ensefalopati atau
uremi. Kejang dibatasi dengan pemberian diazepam sebesar 0,5
mg/kgBB/kali dan dilanjutkan dengan fenobarbital 5-8
mg/kgBB/hari.
B. DIALISIS
Pada prinsipnya dialysis dilakukan bila dengan pengobatan konservatif gagal.
Dapat dilakukan dialysis peritoneal atau hemodialysis.pada anak lebih sering
dialysis peritoneal. Tindakan ini dapat berupa: 7
a. Dialysis pencegahan:
Dialysis yang dilakukan segera sesudah diagnosis GGA ditegakkan.
b. Dialysis atas indikasi tertentu:
 Indikasi klinik:
 Uremi (muntah, kejang, kesadaran menurun)
 Overhidrasi atau asidosis berat
 Indikasi biokimia:
 Ureum darah: >150 mg%
 Kreatinin darah: >10 mg%
 Kalium darah: > 7 mEq/liter
 Bikarbonat plasma: <12 mEq/liter

PENCEGAHAN

1. Segala hal yang dapat menyebabkan iskemik atau hipoperfusi ginjal


sebaiknya dihindari atau sesegera mungkin dikoreksi seperti diare
dehidrasi, payah jantung, luka bakar, renjatan anafilktik, dan lain-lain.
2. Pemakaian obat-obat nefrotoksik harus diberikan dengan dosis yang
tepat.

PROGNOSIS

Prognosis GGA tergantung dari penyebab dan pengelolaannya. Bila penyebabnya


prerenal atau postrenal, umumnya prognosis baik oleh karena kausanya diketahui dan
dapat dihilangkan dengan catatan pengelolaannya cepat dan tepat. Begitupula dengan
sebab-sebab renal dapat sembuh sempurna bila ditangani secara baik.7
B. Batu Saluran Kemih

1) Definisi
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah batu yang terbentuk dari berbagai
macam proses kimia di dalam tubuh manusia dan terletak di dalam ginjal serta
saluran kemih pada manusia seperti ureter

2) Etiologi
a. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri.
Termasuk faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat
keluarga.
1 Umur
Umur terbanyak penderita BSK di negara-negara Barat adalah 20-50
tahun, sedangkan di Indonesia terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
Penyebab pastinya belum diketahui, kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya, dan diet. Berdasarkan
penelitian Latvan, dkk (2005) di RS.Sedney Australia, proporsi BSK 69%
pada kelompok umur 20-49 tahun. Menurut Basuki (2011), penyakit BSK
paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
2 Jenis kelamin
Kejadian BSK berbeda antara laki-laki dan wanita. Jumlah pasien
laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.
Tingginya kejadian BSK pada laki-laki disebabkan oleh anatomis saluran
kemih pada laki laki yang lebih panjang dibandingkan perempuan, secara
alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi
dibandingkan perempuan, dan pada air kemih perempuan kadar sitrat
(inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon testosterone yang dapat
meningkatkan produksi oksalat endogen di hati, serta adanya hormon
estrogen pada perempuan yang mampu mencegah agregasi garam
kalsium. Insiden BSK di Australia pada tahun 2005 pada laki-laki 100-
300 per 100.000 populasi sedangkan pada perempuan 50-100 per 100.000
populasi.
3 Heriditer/ Keturunan
Faktor keturunan dianggap mempunyai peranan dalam terjadinya
penyakit BSK. Walaupun demikian, bagaimana peranan faktor keturunan
tersebut sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Berdasarkan
penelitian Latvan, dkk (2005) di RS. Sedney Australia berdasarkan
keturunan proporsi BSK pada laki-laki 16,8% dan pada perempuan
22,7%.

b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu
seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
1 Geografi
Prevalensi BSK banyak diderita oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pegunungan. Hal tersebut disebabkan oleh sumber air bersih yang
dikonsumsi oleh masyarakat dimana sumber air bersih tersebut banyak
mengandung mineral seperti phospor, kalsium, magnesium, dan
sebagainya. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden BSK di suatu
tempat dengan tempat lainnya. Faktor geografi mewakili salah satu aspek
lingkungan dan sosial budaya seperti kebiasaan makanannya, temperatur,
dan kelembaban udara yang dapat menjadi predoposisi kejadian BSK.
2 Faktor Iklim dan Cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh langsung, namun
kejadiannya banyak ditemukan di daerah yang bersuhu tinggi.
Temperatur yang tinggi akan meningkatkan jumlah keringat dan
meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang
meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air kemih. Pada
orang yang mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko
menderita penyakit BSK.
3 Jumlah Air yang di Minum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian BSK adalah jumlah
air yang diminum dan kandungan mineral yang terdapat dalam air minum
tersebut. Bila jumlah air yang diminum sedikit maka akan meningkatkan
konsentrasi air kemih, sehingga mempermudah pembentukan BSK.
4 Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya BSK.
Misalnya saja diet tinggi purine, kebutuhan akan protein dalam tubuh
normalnya adalah 600 mg/kg BB, dan apabila berlebihan maka akan
meningkatkan risiko terbentuknya BSK. Hal tersebut diakibatkan, protein
yang tinggi terutama protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air
kemih, akibatnya kadar asam urat dalam darah akan naik, konsumsi
protein hewani yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan
memicu terjadinya hipertensi.
5 Jenis Pekerjaan
Kejadian BSK lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak
duduk dalam melakukan pekerjaannya. b.6 Kebiasaan Menahan Buang
Air Kemih Universitas Sumatera Utara Kebiasaan menahan buang air
kemih akan menimbulakan statis air kemih yang dapat berakibat
timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan oleh
kuman pemecah urea dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu struvit.
3) Klasifikasi Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP), xantin,dan
sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat
yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya batu residif

a. Batu Kalsium
Batu Kalsium ini jenis batu yang banyak dijumpai dan merupakan
tampilan ion yang besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium
plasma yang terionisasi dan tersedia untuk difiltrasi di glomerulus. Lebih
dari 95% kalsium difiltrasi di glomerulus kemudian di reabsorbsi kembali
di kedua tubulus proksimal dan distal tubulus dan jumlahnya terbatas di
tubulus pengumpul
b. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.Di
antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya
merupakan campuran kalsium oksalat.Penyakit batu asam urat banyak
diderita oleh pasienpasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif,
pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak
mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah sulfinipirazone,
thiazide, dan salisilat.Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi
protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan
penyakit ini
c. Batu Struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) dan kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi
saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea.Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis
dan kaliks ginjal.Batu ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas
yang berbeda. Di urin kristal batu struvit berbentuk prisma empat persegi
panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn dan struvit mungkin
berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dan ginjal hal ini mungkin
karena proteus merupakan bakteri urease yang poten
d. Batu Sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum, berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air
kemih tampak seperti plat segi enam,sangat sukar larut dalam air. Bersifat
radioopak karena mengandung sulfur
e. Batu Xantin
Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi
xantin oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian
alopurinol yang berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi
dari hypoxantin menjadi 13 xantin dan dari xantin kemudian diproses
menjadi asam urat. Gambaran batunya biasanya adalah radiolusen dan
berwarna kuning

4) Gejala Klinis Penderita Batu Saluran Kemih


Gejala klinis pada penderita BSK bervariasi bergantung kepada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Keluhan yang disampaikan oleh pasien
tergantung kepada : posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah
terjadi. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik.Nyeri
kolik terjadi karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran
kemih.Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi perenggangan dari terminal saraf yang
memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul
ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal

Batu saluran kemih dibagian atas biasanya menyebabkan rasa


nyeri.Karakteristik nyerinya tergantung kepada lokasi. Batu yang cukup kecil
yang turun kedalam ureter biasanya akan mengalami kesulitan dan rasa nyeri
saat batu melewati persimpangan ureteropelvik

Gejala klinis yang bisa dirasakan oleh pasien BSK adalah :

a. Rasa Nyeri
Rasa nyeri dapat dirasakan oleh setiap pasien penderita BSK. Rasa
nyeri yang dialami dapat bervariasi tergantuk lokasi nyeri dan letak
batu.Rasa nyeri yang berulang (kolik) tergantung lokasi batu.Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai rasa nyeri tekan diseluruh area
kostovertebral, tidak jarang disertai mual dan muntah, maka pasien
tersebut sedang mengalami kolik ginjal.Batu yang berada di ureter dapat
menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke
paha dan daerah genitalia.Pasien sering mengeluhkan ingin selalu
berkemih, namun hanya sedikit air kemih yang keluar, dan biasanya air
kemih disertai dengan darah, maka pasien tersebut mengalami kolik
ureter
b. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali
menyebabkan mual dan muntah
c. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal
tubuh.Gejala ini disertai takikardi,hipotensi,dan vasodilatasi pembuluh
darah di kulit
d. Hematuria dan kristaluria
Terdapatnya sel darah merah bersama dengan air kemih (hematuria)
dan air kemih yang berpasir (kristaluria) dapat membantu menegakkan
diagnosis adanya penyakit BSK
e. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan saluran
kemih.Infeksi yang terjadi di saluran kemih karena kuman Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Staphilococcus

5) Penatalaksanaan Medis Batu Saluran Kemih


Tujuan dasar penatalaksanaan medis BSK adalah untuk menghilangkan
batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan
infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.Batu dapat dikeluarkan dengan
cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-
obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.

 Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan
diet makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu (
misalnya kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien BSK harus minum
paling sedikit 8 gelas air sehari.

 Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan


Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar
batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat
yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti ketorolac
dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri. Propantelin
dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotik apabila
terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu untuk mencegah
infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, BSK dapat dianalisis untuk
mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah
atau menghambat pembentukan batu berikutnya.

 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah Universitas Sumatera Utara batu. Alat ESWL adalah pemecah batu
yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat
memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen
kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat
mengurangi keharusan melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat
menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.

 Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut
adalah :

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan


batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat
endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat
ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
d. Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia.

 Tindakan Operasi
Penanganan BSK, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk mengeluarkan
batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan
jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa
jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut
tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu :

a. Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang


berada di dalam ginjal
b. Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di ureter
c. Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang
berada di vesica urinearia
d. Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di uretra

6) Pencegahan Batu Saluran Kemih


Tujuan dari pencegahan adalah untuk mencegah agar tidak terjadinya
penyakit BSK dengan cara mengendalikan faktor penyebab dari penyakit
BSK. Sasarannya ditujukan kepada orang-orang yang masih sehat, belum
pernah menderita penyakit BSK. Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi
kesehatan, pendidikan kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya
adalah untuk menghindari terjadinya penyakit BSK, dianjurkan untuk minum
air putih minimal 2 liter per hari. Konsumsi air putih dapat meningkatkan
aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih.
Serta olahraga yang cukup terutama bagi individu yang pekerjaannya lebih
banyak duduk atau statis.

C. Gagal Ginjal Kronik

1. Definisi 7
Keadaan gangguan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung
progresif dan irreversible(tidak dapat kembali ke keadaan semula) yang
dapat berupa kelainan jaringan, komposisi darah dan urine atau tes
pencitraan ginjal, yang dialami lebih dari tiga bulan. Dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah).

2. Epidemiologi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 oleh Kementrian
Kesehatan RI, sebanyak 0.2% dari total jumlah penduduk Indonesia
mengalami kondisi ini. Provinsi Sulawesi Tengah merupakan daerah dengan
angka tertinggi yaitu, 0.5% dari total jumlah penduduk di provinsi tersebut.

Dari data 7th Report of Indonesian Renal Registry tahun 2014, pasien gagal
ginjal yang melakukan cuci darah paling banyak disebabkan karena
hipertensi (37%). Diikuti diabetes (27%), dan kelainan bawaan (10%).

Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis dijaga sebagai Data


epidemiologi telah menunjukkan bahwa menyebabkan semua kematian.
(Tingkat kematian secara keseluruhan) meningkat sebagai penurunan fungsi
ginjal, Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit ginjal kronis
adalah penyakit jantung, terlepas dari apakah ada perkembangan ke tahap 5

Sementara terapi pengganti ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa


batas waktu dan memperpanjang kehidupan, kualitas hidup adalah sangat
terpengaruh. Ginjal transplantasi meningkatkan kelangsungan hidup pasien
dengan stadium 5 CKD signifikan bila dibandingkan dengan terapi pilihan.

3. Patomekanisme
Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit
glomerulus baik primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis
interstisial, obstruksi saluran kemih. Patofisiologi penyakit ginjal kronik
melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) mekanisme pencetus spesifik yang
mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator
inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit
tubulus ginjal dan interstitium; (2) mekanisme kerusakan progresif yang
ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang tersisa.

Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki


kontribusi terhadap total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi
seperti yang telah dijelaskan di atas, pada awalnya ginjal masih memiliki
kemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya nefron
sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam mengatur
autoregulasi tekanan glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik
dalam glomerulus. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan
menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan
hiponatremia akibat ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan
tekanan glomerulus ini akan menyebabkan proteinuria. Derajat proteinuria
sebanding dengan tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi protein pada
sel tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur
lisosomal intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi
lokal growth faktor, dan melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya
akan menyebabkan inflamasi dan fibrosis tubulointerstitiel melalui
pengambilan dan aktivasi makrofag.

Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis


matriks ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi
kolagen tubulointerstitiel yang berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis
tubulointerstitiel, dan atropi tubuler akan menyebabkan massa ginjal yang
sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus progresi penyakit
oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.

Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi


ekskretorik maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik
ginjal antara lain penurunan ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na
pada tubuli, penurunan ekskresi kalium, penurunan ekskresi fosfat,
penurunan ekskresi hidrogen.

Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal antara lain kegagalan mengubah


bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi eritropoetin (EPO),
menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem
imun, dan sistem reproduksi.

Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan


intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal
di ginjal dan merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mengatur tekanan
intraglomerular dengan cara meningkatkan irama arteriole efferent.
Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang pada akhirnya akan
meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan kemoaktraktan, sehingga
angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi CKD.

Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkan karena


banyak sebab, salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25-
dihydroxyvitamin D atau kalsitriol, yang akan menyebabkan kegagalan
mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca.
Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan
osteodistrofi. Pada CKD akan terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang
terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi skeletal terhadap
PTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor,
sedangkan hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.

Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul
hiperfosfatemia. Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor
ini akan menyebabkan inhibisi 1- α hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam
sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka sintesis kalsitriol pun
akan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D. Sehingga
feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon
parathormon. Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder.
Hiperparatiroidisme sekunder akan menyebabkan depresi pada sumsum
tulang sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin yang pada
akhirnya akan menyebabkan anemia. Selain itu hiperparatiroidisme sekunder
juga akan menyebkan osteodistrofi yang diklasifikasikan menjadi osteitis
fibrosa cystic, osteomalasia, adinamik bone disorder, dan mixed
osteodistrofi.

Penurunan ekskresi Na akan menyebabkan retensi air sehingga pada


akhirnya dapat menyebabkan oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi kalium
juga terjadi terutama bila GFR < 25 ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5.
Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia sehingga
meningkatkan resiko terjadinya kardiak arrest pada pasien.

4. Gejala Klinis
CKD awalnya tanpa gejala spesifik dan hanya dapat dideteksi sebagai
peningkatan dalam serum kreatinin atau protein dalam urin. Sebagai [ginjal
[]] fungsi menurun:
a. Tanda atau gejala umum awal adalah gatal-gatal secara terus-menerus
di bagian tubuh atau badan (bervariasi).
b. Tidak nafsu makan.
c. Pembengkakan cairan di bagian kulit, contohnya di bagian kulit kaki,
betis, dan area yang tidak biasanya
d. Hemoglobin menurun drastis pada kisaran 6-9, ditandai dengan lemas
dan tidak kuat untuk berjalan kaki dalam waktu yang lama, gejala ini
merupakan tanda awal sebelum ke arah yg lebih kritis.
e. Karena Hemoglobin menurun, aktivitas normal biasanya terasa lebih
berat dari biasanya.
f. Sulit buang air kecil, jika volume atau kuantitas buang air kecil
menurun, perlu diwaspadai.
g. Tekanan darah meningkat karena kelebihan cairan dan produksi
hormon vasoaktif yang diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-
angiotensin system). Ini meningkatkan risiko seseorang untuk
mengalami hipertensi dan / atau gagal jantung.
h. Urea terakumulasi, yang dapat menyebabkan azotemia dan
akhirnya uremia (gejala mulai dari kelesuan
ke perikarditis dan ensefalopati). Urea diekskresikan oleh keringat dan
mengkristal pada kulit ("frost uremic").
i. Erythropoietin sintesis menurun (berpotensi menyebabkan anemia,
yang menyebabkan kelelahan)
j. overload volume yang Fluida - gejala dapat berkisar dari
ringan edema untuk mengancam kehidupan edema paru
k. Hyperphosphatemia - karena ekskresi fosfat berkurang, terkait
dengan hipokalsemia, karena stimulasi faktor pertumbuhan fibroblast
l. Belakangan ini berkembang menjadi hiperparatiroidisme
sekunder, osteodistrofi ginjal dan kalsifikasi vaskular yang berfungsi
juga mengganggu jantung.
m. Metabolik asidosis, karena akumulasi sulfat, fosfat, asam urat dll ini
dapat menyebabkan aktivitas enzim diubah oleh kelebihan asam yang
bekerja pada enzim dan eksitabilitas juga meningkat membran jantung
dan saraf.

5. Komplikasi
Orang dengan penyakit ginjal kronis menderita
dipercepat aterosklerosis dan lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit
kardiovaskuler daripada populasi umum. Pasien yang menderita penyakit
ginjal kronis dan penyakit kardiovaskular cenderung memiliki prognosis
lebih buruk dibanding mereka yang menderita hanya dari yang terakhir.
a. Hiperkalemia
akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diet berlebih.
b. Perikarditis
efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi
akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron dan dapat berlanjut menjadi penyakit
kardiovaskuler
d. Anemia
akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastro intestinal.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat

6. Penanganan
Jika telah mencocokkan ciri-ciri atau gejala tersebut dengan kondisi diri
pribadi, harap segera dibawa ke rumah sakit untuk diagnosis lanjutan.
Sampaikan kondisi-kondisi yang telah ada, biasanya dianjurkan test
laboratorium menyeluruh. Langkah-langkah medis ditempuh tergantung hasil
tes laboratorium. Indikator penting :
a. Darah lengkap, termasuk Hemoglobin.
b. Ureum dan kreatinin

Pengobatan Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal ginjal kronis


berupa pengganti ginjal. Ada 2 jenis pengobatan yang diterapkan pada
pasien:

a. Hemodialisis menggunakan mesin, keunggulannya, tidak perlu repot.


Harap dicatat setiap pasien yang sudah terkena Gagal ginjal kronis harus
mengontrol asupan / masuk nya cairan / air minum per hari, maksimal
600 milliliter atau 0.6 Liter (setara 1 botol). Ingat per hari. Jika tidak
terkontrol, pada saat proses rutin Hemodialisis, biasanya mesin akan
menarik sampai kepada berat kering terpenuhi sehingga akhirnya pasien
mengalami keram pada kaki, atau tekanan darah tidak stabil (biasanya
menjadi turun drastis). Berat kering adalah berat normal karena air
sudah dibuang dari tubuh (karena pasien Gagal ginjal kronis tidak dapat
buang air kecil lagi).
b. CAPD mandiri
c. Selain Hemodialisis atau CAPD, poin ke tiga adalah pengobatan
alternatif. Akan tetapi, jangan mencoba sedikitpun meninggalkan
Hemodialisis atau CAPD selagi menjalani pengobatan alternatif. Karena
kenyataan di lapangan, memang ada yang berhasil dalam
mengimplementasikan pengobatan alternatif, namun tidak sedikit pula
yang sia-sia bahkan berakhir lebih parah lagi.

Tujuan terapi adalah untuk memperlambat atau menghentikan


perkembangan CKD ke tahap 5. Pengendalian tekanan darah dan pengobatan
penyakit asli, kapanpun layak, adalah prinsip-prinsip yang luas dari
manajemen. Umumnya, angiotensin converting inhibitor enzim s (ACEIs)
atau angiotensin II reseptor antagonis (ARB) yang digunakan, karena mereka
telah ditemukan untuk memperlambat perkembangan CKD ke tahap
Meskipun penggunaan penghambat ACE dan ARB merupakan standar saat ini
perawatan untuk pasien dengan CKD, pasien semakin kehilangan fungsi
ginjal sedangkan pada obat-obat ini, seperti yang terlihat pada pasien yang
diobati oleh metode konvensional.

Saat ini, beberapa senyawa dalam pembangunan untuk CKD. Ini


termasuk, tetapi tidak terbatas pada, bardoxolone metil,[18] olmesartan
medoxomil, sulodexide, dan avosentan.

Penggantian eritropoietin dan calcitriol, dua hormon diproses oleh ginjal,


sering diperlukan pada pasien dengan CKD maju. Fosfat binder juga
digunakan untuk mengontrol serum fosfat tingkat, yang biasanya meningkat
pada penyakit ginjal kronis lanjut. Ketika seseorang mencapai tahap 5
CKD, terapi penggantian ginjal diperlukan, dalam bentuk
baik dialisis atau cangkok.
7. Pencegahan
Pengidap kondisi-kondisi tertentu yang berisiko mengarah ke penyakit
ginjal kronis seperti diabetes dan tekanan darah tinggi disarankan untuk
mewaspadai perkembangan penyakit mereka. Perubahan gaya hidup seperti
pola makan sehat, berolahraga teratur, menghindari konsumsi obat-obatan
yang dapat merusak ginjal dan menghindari kelebihan konsumsi minuman
keras akan membantu mencegah terjadinya gagal ginjal.
Selain konsumsi obat-obatan, perkembangan GGK dan tekanan darah
tinggi dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup sebagai berikut:
a. Mengurangi berat badan, terutama jika Anda mengalami obesitas.
b. Berolahraga teratur.
c. Berhenti merokok.
d. Mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang dan rendah lemak
e. Membatasi konsumsi minuman keras.
f. Menjaga konsumsi garam tidak lebih dari 6 gram.
g. Kecuali diresepkan oleh dokter, hindari konsumsi obat anti-inflamasi
non-steroid seperti ibuprofen.

8. Prognosis
Penyakit ginjal tidak dapat disembuhkan. Perawatan difokuskan untuk
mencegah dan memperlambat agar penyakit tidak berkembang serta
meredakan rasa sakit. Selain itu, pengobatan juga bertujuan untuk
mengurangi risiko munculnya penyakit lainnya yang terkait.

Gagal ginjal kronis (GGK) yang berada pada stadium satu hingga tiga
umumnya bisa ditangani langsung oleh seorang dokter umum. Pada stadium
yang lebih lanjut, yaitu stadium empat dan lima, pasien biasanya akan
dirujuk ke seorang dokter spesialis.

DAFTAR PUSTAKA

1. S. Snell, Richard, editor; Alih Bahasa, dr. Liliana Sugiharto, M.S. PAK.
Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokeran. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006

2. Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed. 6. Jakarta: EGC;


2011

3. Guyton, A C. fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (Human physiology


and mechanism of disease). Ed. 33. Jakarta: EGC; 1990

4. Oliguria [serial online].available from:E-medicine.medscap.com/oliguria

5. Corwin, EJ, editor. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC; 2001


6. Price, Sylvia A., and Lorraine M. Wilson, editor: Alih bahasa. dr. Brahm U.
Pendit, dkk. Patofisiologi, Volume II. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003

7. Referensi: Bagian ilmu kesehatan anak. Nefrologi anak. Prof. Dr. dr.
Syarifuddin Rauf, SpA(K). FK UH. Hal 73-79.
8. Price, sylvia A, dan Lorraine M. Wilson 2005. Patofisiologi : konsep klinis
prosses-prosses penyakit. Volume 2 Jakarta : EGC

You might also like