You are on page 1of 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka
kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada
meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah
penduduk golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat
sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang
kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar
11,37% dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di
peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (2012),
kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2018 mencapai 414%, tertinggi di
dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, harapan hidup penduduk
Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut
kajian WHO (2012) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati
peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun).
Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN
2010 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan
berperan aktif dalam pembangunan. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei
sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia.
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita
golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen
populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek
disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat
keperawatan yang tinggi.
Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi
keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik,
sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang
menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang.
Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas
Gerontologic nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya
dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah
perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia
diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat
apapun penyebabnya dan dimanapun dia bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda
dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita
lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah
psikologik maupun sosial.
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari siklus hidup manusia, bagian
dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap
individu. Individu akan mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya (Soejono, 2000).
Kondisi fisik lansia berbeda dengan dewasa normal. Banyak penelitian yang
telah membuktikan bahwa terjadi perubahan degeneratif, fisiologis, dan biologis yang
sangat kompleks pada tubuh akibat proses menua. Perubahan–perubahan tersebut
mengakibatkan lansia rentan terhadap penyakit sistemik yang serius dan berdampak
pada kualitas hidupnya. Selain Hipertensi, penyakit yang paling sering ditemukan
pada populasi lansia adalah Diabetes mellitus (DM) dan Reumatik (Ludirdja dkk.,
2010).

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menerapkan konsep keperawatan komunitas guna meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat di Desa Langensari RT 01 & 02 RW 03, Kab. Semarang
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas di Desa Langensari RT 01 & 02
RW 03 selama 5 minggu diharapkan mahasiswa dapat:
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang ada di Desa
Langensari RT 01 & 02 RW 03
b. Merumuskan alternative untuk memecahkan masalah yang telah teridentifikasi
c. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam peningkatan
derajat kesehatan dan pencegahan penyakit di Desa Langensari RT 01 & 02
RW 03
d. Menanamkan perilaku sehat melalui kegiatan pendidikan kesehatan pada
masyarakat di Desa Langensari RT 01 & 02 RW 03
e. Mengevaluasi dan merumuskan rencana tindak lanjut untuk mengatasi masalah
kesehatan yang ada di Desa Langensari RT 01 & 02 RW 03

D. MANFAAT
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. TEORI LANSIA
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (R. Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2),(3), (4)
UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorangyang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk,
2008: 32).
2. Batasan Lanjut Usia
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Lanjut Usia meliputi:
1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
b. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
1) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih denganmasalah kesehatan (Depkes RI, 2009).
4) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2009).
5) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan oranglain (Depkes RI, 2009).
3. Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisifisik, mental, sosial, dan ekonominya (R. Siti Maryam, dkk,
2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyaikesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan, danmenjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergauldengan teman, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudahtersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apasaja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(ketergantungan), tipedefensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalandalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan
kemampuan untukmelakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para
lansia dapat digolongkanmenjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya,
lansia mandiri dengan bantuan langsungkeluarganya, lansia mandiri dengan
bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badansosial, lansia dip anti
werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguanmental.
4. Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal.Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-
sel yang ada di dalamtubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan-lahan.Itulah yang dikatakan proses
penuaan.Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsinormalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
serta memperbaiki kerusakan yangdiderita (Budi Anna Keliat, 2009). Seiring
dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan
atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
5. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampaiujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur.
Menurut Nugroho (2010) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
a. Perubahan Fisik
1) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler,menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati,
jumlah sel otak menurun,terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun,
berat otak menurun10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga
mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan
dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif
terhadapsuhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif
terhadap sentuhan.
3) Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan padalensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya
membedakan warna menurun.
4) Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara
atau nada yangtinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,membran timpani menjadi atrofi
menyebabkan otosklerosis.
5) Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
menurun 1% setiap tahunsesudah berumur 20 tahun, kehilangan
sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnyaefektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk
(dudukke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65
mmHg dan tekanan darahmeninggi akibat meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer, sistole normal ±170mmHg, diastole normal ± 95
mmHg.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitumenetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi
beberapa faktor yang mempengaruhinyayang sering ditemukan antara lain:
temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dantidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7) Sistem Respirasi
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik
nafas lebih berat,kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman
nafas turun. Kemampuan batukmenurun (menurunnya aktivitas silia), O2
arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
8) Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun,
pelebaran esophagus,rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu
pengosongan menurun, peristaltik lemah,dan sering timbul konstipasi,
fungsi absorbsi menurun.
9) Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun
sampai 200 mg,frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi
vulva, selaput lendir mongering,elastisitas jaringan menurun dan disertai
penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek padaseks sekunder.
10) Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresihormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.
11) Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses
keratinisasi dankehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat
penurunan cairan dan vaskularisasi,kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk
sel epidermis.
12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan
pemendekan
tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut ototsehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah
kram dan tremor.
b. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1) Perubahan fisik.
2) Kesehatan umum.
3) Tingkat pendidikan.
4) Hereditas.
5) Lingkungan.
6) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya
kekakuan sikap.
7) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8) Kenangan lama tidak berubah.
9) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
c. Perubahan Psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan
rasa tidak aman,takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung
panik dan depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status,
teman atau relasi.
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.Permasalahan pada Lansia
6. Tugas perkembangan pada lanjut usia
Menurut Havighurst dalam Stanley (2013), tugas perkembangan adalah tugas
yang muncul pada periode tertentu dalam keidupan suatu individu. Ada beberapa
tahapan perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu
a. Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.
b. Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.
c. Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya.
d. Pembantukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai denganya.
e. Pemenuhan kewajiban social dan kewarganegaraan.
f. Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan
7. Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia
antaralain (Setiabudi, 1999: 40-42):
a. Permasalahan Umum.
1) Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang be
rusia lanjut kurangdiperhatikan, dihargai, dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan
lansia.
5) Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.
b. Permasalahan Khusus
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik, mental maupunsosial.
2) Berkurangnya integrasi sosial lansia.
3) Rendahnya produktivitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisiklansia.
8. Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada Lansia
Penyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:
a. Depresi Mental
b. Gangguan Pendengaran
c. Bronkitis Kronis
d. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalan
e. Gangguan pada koksa/sendi panggul
f. Anemia
g. Demensia
9. Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada
orangdewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:
a. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen).
Hal ini disebabkan karena pada lansia telahterjadi penurunan fungsi dari
berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena prosesmenua,
sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk
kekebalan tubuhmenjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih
mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis
(multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupunsaling
berkaitan dan memperberat.
b. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati
demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit
sebenarnya cukup serius, sehingga penderitamenganggap penyakitnya tidak
berat dan tidak perlu berobat.
c. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)
Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya
memerlukan obatyang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa.
Selain itu, perlu diketahui bahwafungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan
ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obatyang masuk ke dalam tubuh
telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obattersebut akan
menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala
komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. O
leh karena itu, dosis obat perludikurangi pada lansia. Efek samping obat sering
pula terjadi pada lansia yang menyebabkantimbulnya penyakit-penyakit baru
akibat pemberian obat tadi (iatrogenik),
misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meni
ngkatkan pengeluaran airseni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat
penurun tekanan darah, penenang, antidepresi,dan lain-lain. Efek samping obat
pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat,ketidakpatuhan
meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-
ulangdalam waktu yang lama.
d. Sering mengalami gangguan jiwa
Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan
jiwa (depresi). Olehkarena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan
fisiknya saja yang diobati, tetapi jugagangguan jiwanya yang justru seing
tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak telitiakan mempersulit
penyembuhan penyakitnya.
10. 10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2011) adalah
sebagaiberikut:
a. Makanan cukup dan sehat (healthy food).
b. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).
c. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).
d. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).
e. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial
assistance).
f. Transportasi umum (facilities for public transportations).
g. Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).
h. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).
i. Rasa aman dan tentram (safety feeling).
j. Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan
dana danfasilitas (continuation of subsidies and facilities).
B. KONSEP PENYAKIT
1. KONSEP DIABETES MELLITUS
a. Pengertian
Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut American Diabetes Association (ADA) DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelaianan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI,
2011).
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit dengan gejala konsentrasi
glukosa dalam darah yang meningkat (hiperglikemia) dan lama kelamaan
dapat menimbulkan terjadinya komplikasi kronis pada mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah (Soegondo, 2011).
Jadi dapat disimpulkan Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit
kronik yang mengalami kelainan metabolisme yang ditandai dengan keadaan
hiperglikemia akibat terjadi gangguan pada produksi insulin, kerja insulin atau
keduanya yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
b. Klasifikasi
DM dibagi menjadi beberapa tipe yang berbeda, klasifikasi DM dibagi
berdasarkan penyebab, perjalanan klinis dan terapinya. Menurut Smeltzer &
Bare (2002), adapun klasifikasi yang paling utama DM dibagi menjadi DM
tipe I dan tipe II.
1) DM tipe I terjadi jika pankreas hanya menghasilkan sedikit atau sama
sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita selamanya
tergantung insulin dari luar, umumnya terjadi pada penderita yang berusia
kurang dari 30 tahun.
Pada DM tipe I terjadi kerusakan sel beta pankreas atau penyakit-
penyakit yang mengganggu produksi insulin. Infeksi virus atau kelainan
autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas pada banyak
pasien DM tipe I, meskipun faktor herediter juga berperan penting untuk
menentukan kerentanan sel-sel beta terhadap gangguan-gangguan tersebut.
Pada beberapa kasus, kecenderungan faktor herediter dapat menyebabkan
degenerasi sel beta, bahkan tanpa adanya infeksi virus atau kelainan
autoimun.
Onset DM tipe I biasanya dimulai pada umur sekitar 14 tahun di
Amerika Serikat, dan oleh sebab itu, diabetes ini sering disebut diabetes
melitus juvenilis.Diabetes tipe 1 dapat timbul tiba-tiba dalam waktu
beberpa hari atau minggu dengan tiga gejala sisa yang utama : (1) naiknya
kadar gula darah, (2) peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber
energi dan untuk pembentukan kolesterol oleh hati dan (3) berkurangnya
protein dalam jaringan tubuh. Kurangnya Insulin mengurangai efisiensi
penggunaan glukosa di perifer dan akan menambah produksi glukosa,
sehingga glukosa plasma akan meningkat. Insulin dan glukagon secara
menjadi 300 sampai 1200mg/100ml. Peningkatan kadar glukosa plasma
selanjutnya menimbulkan berbagai pengaruh diseluruh tubuh (Guyton,
2006).
2) DM tipe II terjadi pada keadaan pankreas tetap menghasilkan insulin,
terkadang lebih tinggi dari normal, tetapi tubuh membentuk kekebalan
terhadapefeknya. Biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun karena kadar
gula darah meningkat secara ringan namun progresif setelah usia 50 tahun
terutama pada orang yang tidak aktif dan mengalami obesitas. Pada
Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah utama yangberhubungan
dengan insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulinakan
berikatan pada reseptor untuk memasukkan glukosa ke dalam sel.
Padapenderita dengan Diabetes Melitus tipe II, meskipun kadar insulin
tinggi dalamdarah tetap saja glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel akibat
terjadi penurunankerja insulin yang tidak efektif, sehingga sel akan
kekurangan glukosa.Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi
insulin (Corwin, 2009).Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan (Brunner and Suddart, 2002). Ketidakefektifan insulin
menyebabkan Glucose transporter (GLUT-4) yang merupakan senyawa
asam amino yang terdapat didalam berbagai sel yang berperan dalam
proses metabolisme glukosa tidak bisa bekerja memasukkan glukosa dari
ekstra ke intrasel karena tidak adanya rangsangan dari insulin.
Awalnya resistensi insulinmasih belum menyebabkan diabetes secara klinis.
Pada saat tersebut sel betapankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini
dan terjadi suatuhiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru
sedikit meningkat.Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta
pankreas, baru akan terjadiDiabetes mellitus secara klinis, yang ditandai
dengan terjadinya peningkatankadar glukosa darah yang memenuhi kriteria
diagnosis Diabetes Melitus (Sudoyo, 2009).
DM tipe II terjadi karena sebetulnya insulin tersedia, tetapi tidak bekerja
dengan baik dimana insulin yang ada tidak mampu memasukkan glukosa dari
peredaran darah untuk ke dalam sel-sel tubuh yang memerlukannya sehingga
glukosa dalam darah tetap tinggi yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia
(Soegondo, 2011).

c. Tanda dan Gejala


1) Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL
2) Glukosa plasma 8 jam puasa ≥ 126 mg/dL
3) Glukosa plasma 2 jam PP ≥ 200 mg/dL
4) Polidipsi (mudah haus)
5) Poliuria (sering kencing)
6) Polifagia (mudah lapar)
7) Lelah dan mengantuk
8) Kesemutan
9) Gatal
10) Mata kabur

d. Patofisiologi
Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat
tipe sel dalam pulau langerhans pankreas. Insulin merupakan hormone
anabolik atau hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Apabila
sesorang makan makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan
glukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak. Dalam sel-sel tersebut, insulin
menimbulkan efek berikut ini :
1) Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk
glikogen).
2) Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adiposa.
3) Mempercepat pengangkutan asam-asamamino (yang berasal dari
proteinmakanan) ke dalam sel (Smeltzer & Bare, 2002).Insulin juga
menghambat pemecehan glukosa, protein dan lemak yangdisimpan.
Selama masa “puasa” (antara jam-jam makan dan pada saat tidurmalam),
pankreas akan melepaskan secara terus menerus sejumlah kecil
insulinbersama dengan hormon pankreas lain yang disebut glukogon
(hormon inidisekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans) bersama-sama
mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan
menstimulasi pelepasan glukosa dari hati. Pada mulanya, hati
menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen (glikogenolisis).
Setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan, hati membentuk glukosa dari
pemecahan zat-zat selain karbohidrat yang mencakup asam-asam amino
(glukoneogenesis) (Smeltzer & Bare, 2002).

e. Manifestasi Klinis
Jika kosentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar: akibatnya, glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan
berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan (Smeltzer & Bare, 2002).

f. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua
kategori mayor yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikas-komplikasi
vascular jangka panjang (Price & Wilson, 2006). Keadaan yang termasuk
komplikasi akut dari DM adalah diabetic ketoacidosis (DKA) dan
hiperglikemia hiperosmolar koma nonketotik (HHNK) (Price & Wilson,
2006).
Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melibatkan kelainan
pada pembuluh-pembuluh darah kecil (mikroangiopati) dan pembuluh-
pembuluh darah sedang dan besar (makroangiopati). Makroangiopati diabetik
mempunyai histopatologis berupa aterosklerosis. Mikroangiopati merupakan
lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati
diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik), dan saraf-saraf perifer
(neuropati perifer diabetik) (Price & Wilson, 2006).
Patogenesis kelainan vaskular pada penderita DM disebabkan karena
adanya ketidakseimbangan metabolik maupun hormonal. Jaringan
kardiovaskular, jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta
lensa memiliki kemampuan untuk memasukkan glukosa dari jaringan sekitar
sel masuk ke dalam sel tanpa bantuan insulin (insulin independent), agar
jaringan-jaringan penting tersebut mendapat cukup pasokan glukosa sebelum
glukosa tersebut digunakan sebagai energi di otot atau di simpan sebagai
cadangan lemak (Waspadiji, 2009 ).
Lebih lanjut Waspadiji menjelaskan pada keaadan hiperglikemia
kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistem tranportasi glukosa
yang tidak memerlukan insulin tersebut, sehingga glukosa dengan jumlah
yang berlebih akan masuk kedalam sel, keadaan ini disebut dengan
hiperglisolia. Hiperglisolia yang terus menerus terjadi dalam waktu yang lama
akan mengubah homeostasis biokimiawi sel tersebut yang akan berpotensi
untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi kronik diabetes,
yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur reduktase aldosa, jalur
stress oksidatif sitoplasmik, jalur pleiotropik protein kinase C dan
terbentuknya spesies glikolisasi lanjut intraseluler.

g. Pengelolaan
1) Perawatan Umum/Kaki.
Perawatan kaki dilakukan dengan menjaga kebersihan kulit kaki,
hindari trauma kaki seperti menggunakan sepatu yang sempit serta
mencegah trauma berulang pada neuropati kompresi.
2) Pengendalian Kadar Glukosa Darah
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, maka langkah awal yang harus
dilakukan adalah pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1C secara
berkala. Selain itu pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin,
albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu
diperlukan.
Berdasarkan tiga studi epidemiologi besar oleh DCCT, Kumamoto
Study dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS)
membukitkan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi
kronik diabetes termasuk neuropati dapat dikurangi.
3) Terapi Medikamentosa
Pedoman pengelolaan DPN dengan nyeri, yang dianjurkan ialah:
a) NSAID (ibuprofen 600mg 4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari).
b) Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malamhari, imipramin
100mg/hari, nortriptilin 50-150mg malam hari, paroxetine 40mg/hari)
c) Antikonvulsan (gabapentin 900mg 3x/hari, karbamacrepin 200mg
4x/hari)
d) Antiaritimia (mexilletin 150-450mg/hari)
e) Topikal: capsaicin, 0,075% 4x/hari, fluphenazine 1mg 3x/hari,
transcutaneous electrical nerve stimulatian.
4) Edukasi
Disadari bahwa perbaikan total sangat jarang terjadi, sehingga dengan
kenyataan seperti itu, edukasi pasien menjadi sangat penting dalam
pengelolaan nyeri ND. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak
awal, dan hindari memberi pengharapan yang berlebihan. Perlu penjelasan
akan bahaya dari penurunan atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya
pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan dokter, dan pentingnya
evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya neuropati pada
pasien DM.

h. Penatalaksanaan (Amin & Hardhi, 2013)


1) Pemberian Insulin, khususnya bagi penderita diabetes tipe I.
2) Rutin melakukan olahraga.
3) Mempertahankan berat badan ideal.
4) Kurangi makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan gula.
5) Hindari makanan yang tinggi lemak dan mengandung kolesterol LDL :
daging merah, produk susu, kuning telur, mentega, saus salad. Hindari
minuman berakohol.
6) Kurangi konsumsi garam.

2. KONSEP HIPERTENSI
a. Pengertian
Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik
muda maupun tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena
termasuk penyakit yang mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak dapat secara
langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya
penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat
meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal
(Pudiastuti, 2013). Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit
degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan
seiring bertambahnya umur. (Triyanto, 2014).
b. Klasifikasi
Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi; (Kemenkes RI, 2013)
1) Berdasarkan Penyebab
a) Hipertensi Primer atau Hipertensi Esensial Hipertensi yang
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan
kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivas) dan
pola makan. Hipertensi jenis ini terjadi pada sekitar 90% pada semua
kasus hipertensi.
b) Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Non Esensial Hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Pada sekiar 5-10% penderita hipertensi,
penyebabnya adalah penyakit ginjal, sekitar 1-2% penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu, misalnya pil
KB.
2) Berdasarkan bentuk hipertensi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension, hipertensi campuran (sistol
dan diastol yang meninggi). Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension). Jenis hipertensi yang lain, adalah sebagai berikut;
(Kemenkes RI, 2013)
a) Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah
pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak
nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar
penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang
ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan aktivitas dan
gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer sering didapatkan
pada usia muda dan usia pertengahan, lebih sering didapatkan pada
perempuan dengan perbandingan 2:1, angka kejadian pertahun sekitar
2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean survival/sampai
timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria diagnosis untuk
hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health; bila
tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau
"mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat
istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan
adanya kelainan katup pada jantung kiri, penyakit myokardium,
penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru.
b) Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat
pada saat kehamilan, yaitu:
 Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi
yang diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan ( selain
tekanan darah yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air
kencingnya ). Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan
tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan.
 Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum
ibu mengandung janin.
 Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan
gabunganpreeklampsia dengan hipertensi kronik.
 Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab
hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan
pembuluh darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi
ada juga yang mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain
sebagainya.

c. Tanda dan gejala


1) Tekanan darah < 120/80 mmHg
2) Pusing yang berlebihan
3) Pandangan kabur
4) Pendarahan pada hidung
5) Sesak nafas
6) Gelisah
d. Patofisiologi
Beberapa faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relakasi pembuluh
darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Bila seseorang emosi, maka
sebagai respon korteks adrenal mengekskresikan epinefrin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Selain itu, korteks adrenal mengekskresi
kortisol dan steroid lainnya yang bersifat memperkuat respon vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi menyebabkan penurunan aliran darah ke
ginjal sehingga terjadi pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah oleh enzim ACE (Angiotensin
Converting Enzyme) menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan
peningkatan usia, terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah, dan
kemampuan meregang pada arteri besar. Secara hemodinamik hipertensi
sistolik ditandai dengan penurunan kelenturan pembuluh darah arteri besar,
resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik yang abnormal, dan
bertambahnya masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output
jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan
diastolik. Lanjut usia dengan hipertensi sistolik dan diastolik memiliki output
jantung, volume intravaskuler, aliran darah ke ginjal dan aktivitas plasma
renin yang lebih rendah, serta terjadi resistensi perifer. Perubahan aktivitas
sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin menyebabkan
penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik sehingga terjadi
penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri,
2008). Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada
arteri besar yang membawa darah dari jantung yang menyebabkan semakin
parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.
e. Manifestasi klinik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak ditemukan selain tekanan darah yang
tinggi, akan tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti
pendarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah dan pada kasus berat
terdapat edema pupil ( Smeltser dan Bare, 2010). Tanda gejala lain yang
meskipun secara tidak sengaja terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi yaitu sakit kepala, pendarahan di hidung, pusing
dan terkadang juga terjadi pada seseorang dengan tekanan darah normal.
Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak terobati dapat timbul gejala
gejala seperti sakit kepala berlebihan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
pandangan kabur hal itu karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal (Ruhyanudin,2007).
f. Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel
arteri dan mempercepat aterosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular
lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan
kardiovaskularnya tersebut (Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan,
2006). Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat hipertensi antara lain:
1) Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan sehingga aliran
darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak
yang mengalami ateroskelosis dapat melemah dan kehilangan elastisitas
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2) Infark miokardium
Penyakit ini dapat terjadi apabila arteri koroner yang asterosklerotik
tidak dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke mitokardium atau
apabila terbentuk trobus yang menghambat darah melalui arteri koroner.
3) Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
yang tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan
rusaknya glomerulus, aliran darah ke unit-unit fungsional ginjal
terganggu, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia
serta kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan
keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang
menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4) Enselopati (kerusakan otak)
Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan
ke dalam ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-
neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian mendadak.
g. Pengelolan
Pengelolaan hipertensi dapat dilakukan menggunakan berbagai metode
baik yang bersifat farmakologi maupun nonfarmakologi. Pengelolaan
hipertensi lansia secara farmakologi dapat dilakukan menggunakan obatobat
modern yang bersifat kimiawi maupun pengobatan secara herbalis.
Pengobatan secara herbal tergolong pengobatan komplementer merupakan
suatu fenomena yang muncul saat ini diantara banyaknya fenomena-
fenomena pengobatan non konvensional yang lain, seperti pengobatan
dengan ramuan atau terapi herbal, akupunktur, dan bekam. Pemanfaatan
herbal merupakan salah satu alternative pengobatan yang dipilih masyarakat
selain pengobatan secara konvensional (medis) (WHO, 2003). Pemanfaatan
herbal untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini
sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya
biaya pengobatan. Dengan maraknya gerakan kembali ke alam (back to
nature), kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia
semakin meningkat. Gerakan tersebut dilatarbelakangi perubahan
lingkungan, pola hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit (Paulus,
2012).
h. Edukasi
1) Pertahankan berat badan ideal
2) Olahraga rutin
3) Batasi penggunaan garam
4) Hindri penggunaan alkohol
5) Banyak konsumsi buah dan sayur
6) Hindari minuman yang berkafein tinggi

3. KONSEP REUMATIK
a. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit non-inflamasi yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat
sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu bedah Ortopedi,
hal 165, 2015).
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit inflamasi kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
(Arif Mansjour, 2011)
b. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini belum diketahui dengan jelas tapi dianggap
kelainan autoimun memegang peranan penting. Penyakit ini sering
didapatakan pada usia 40-50 tahun tetapi dapat pula dijumpai pada usia lain.
Wanita 3x lebih sering dibanding pria. Penyakit ini akan menonaktifkan dan
menimbulkan rasa nyeri pada sendi saat terjadi mobilitas.
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.
Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal,
dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor
infeksi seperti bakteri, mikoplasma, dan virus (Lemone & Burke, 2011). Ada
beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid,
yaitu:
a. Infeksi Streptococcus hemolitikus dan Strepcoccus non-hemolitikus
b. Endokrin
c. Autoimun
d. Metabolik
e. Faktor genetic serta pemicu lingkungan
Pada saat ini Artritis Reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi pada kolagen tipe II, faktor
infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma
atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang
rawan sendi penderita.
c. PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial seperti edema,
kongesti vascular, eksudat fibrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, synovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikular. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari
kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan
tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial
bisa menyebabkan osteoporosis setempat.
Lamanya artritis rheumatoid berada dari setiap orang. Ditandai dengan
masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selajutnya tidak terserang lagi. Yang lain,
terutama yang mempunyai faktor reumatoid (seropositif gangguan
rheumatoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
Secara singkat dapat dikatakan reaksi autoimun dalam jaringan
synovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim-enzim
dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi
membran synovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan
menghancurkan tulang rawan dan menim bulkan erosi tulang sehingga akan
berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan menganggu gerak
sendi.
d. MANIFESTASI KLINIS
Ada beberapa gambaran/manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada
penderita reumatik. Gambaran klinis ini tidak harus muncul sekaligus pada
saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
sangat bervariasi. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu
makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat
demikian hebatnya.
1) Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama
pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak
melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua
sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakkan dengan bebas) dapat
terserang.
2) Kekauan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi
terutama menyerang sendi-sendi. Kekauan ini berbeda dengan kekauan
sendi pada orsteoporosis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya
hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
3) Artritis erosive merupakaan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan pengikisan di
tepi tulang.
4) Deformitas: kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan
penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang
telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah
beberapa deformitas tangan yang dijumpai pada penderita. Pada kaki
terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi
metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan
ekstensi.
5) Nodula-nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling
sering dari deformitas ini adalah buirsa olecranon (sendi siku) atau di
sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan
ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula
ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih
berat.
6) Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang
organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivis siccs
yang merupakan sindrom Sjogren. System cardiovascular dapat
menyerupai pericarditis konstruktif yang berat, lesi inflamatif yang
menyerupai nosul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katub
jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena
embolisasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
e. DIAGNOSIS ARTRITIS
Diagnosis rheumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya
empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Kriteria diagnosis artritis rheumatoid
adalah terdapat poli-arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi
proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu
atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler
pada foto rontgen. Kriteria arthritis rheumatoid menurut American
rheumatism Association (ARA) adalah:
1) Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
2) Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada
satu sendi.
3) Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan)
pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6
minggu.
4) Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5) Pembengkakan sendi yang bersifat simetris.
6) Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7) Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid.
8) Uji aglutinasi faktor rheumatoid.
9) Pengendapan cairan musin yang jelek
10) Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovis.
11) Gambaran histologic yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut:
1) Klasik: bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 6 minggu.
2) Definitif: bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 6 minggu.
3) Kemungkinan rheumatoid: bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu.
f. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi adalah:
1) Meringankan rasa nyeri dan peradangan.
2) Mempertahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
3) Mencegah atau memperbaiki deformitas.
Program terapi dasar terdiri dari 5 komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1) Istirahat
2) Latihan fisik
3) Panas
4) Pengobatan:
a) Aspirin
b) Natrium kolin dan asetamenofen meningkatkan toleransi saluran
cerna terhadap terapi obat
c) Obat anti malaria mengatasi keluahn sendi, memiliki efek steroid
sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan
d) Garam emas
e) Kortiosteroid
f) Nutrisi diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila rheumatoid arthtritis progresif dan menyebabkan kerusakan sendi,
pemebdahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi.

Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:


1) Sinovektomi, untuk mencegak arthtitis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi
2) Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian
3) Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan
g. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan laboratorium
2) Pemeriksaan rontgen
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Data Inti
Tahap pengkajian dilakukan pada tanggal 06 – 08 Juni 2018 yang dilakukan
oleh 12 mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner di
dapatkan hasil bahwa jumlah KK di RT 01 yaitu 115 KK danRT 02 yaitu 82 KK,
dengan total penduduk berjumlah 528 jiwa.
Hasil pengkajian di Desa Langensari Timur RT 01 dan RT 02 RW 03,
didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1.1 Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi (%)

Laki-laki 268 49

Perempuan 260 51

Jumlah 528 100

Perempuan Laki-laki
49% 51%

Berdasarkan tabel 1.1 warga Desa Langensari Timur RW 3 RT 01 dan 02


terdiri dari laki-laki berjumlah 268 jiwa (49%) dan perempuan 260 jiwa (51%).

Tabel 1.2 Distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan


Pendidikan Frekuensi Persentasi (%)

SD 135 31

SLTP 124 29

SLTA 146 34

SARJANA 25 6

Jumlah 430 100

6%

31%
34%

29%

SD SLTP SLTA SARJANA

Berdasarkan tabel 1.2 tingkat pendidikan sasaran usia dewasa di


Kel.Langensari RW.03 RT.01 dan RT.02 mayoritas berpendidikan SLTA yang
berjumlah 34% dan minoritas dengan tingkat pendidikan SARJANA yang
berjumlah 6%.

Tabel 1.3 Distribusi penduduk berdasarkan masalah kesehatan


Masalah Kesehatan Frekuensi Persentase (%)

Diare 16 3

ISPA Dewasa 41 8

ISPA Anak 10 2

Hipertensi Lansia 27 5
Diabetes Mellitus Dewasa 44 8

Tipoid 13 3

Hipertensi Dewasa 63 12

Rematik 36 7

Merokok 92 17

Diabetes Mellitus Lansia 11 2

Gastritis 22 4

Low back pain 33 6

Sehat 120 23

Jumlah 528 100%

DIARE
3% ISPA Dewasa
8% 2%
ISPA Anak
23%
5% Hipertensi lansia
Diabetes Mellitus Dewasa

8% Tipoid
Hipertensi Dewasa
6%
3% Rematik
4% Merokok
12% Diabetes Mellitus Lansia
2%
Gastritis
17% 7% Low back pain
Sehat
Berdasarkan tabel 1.3 Distribusi penduduk berdasarkan masalah kesehatan
paling banyak adalah masyarakat sehat 120 orang (23%)

Tabel 1.4 Distribusi masalah kesehatan anak

No Masalah Kesehatan Jumlah Frekuensi

1 ISPA 10 20

2 Typoid 13 27

3 Diare 16 53

ISPA
20%

Diare Typoid
53% 27%

Berdasarkan tabel 1.4 didapatkan angka kejadian masalah kesehatan pada


anak sebesar Diare 16 (53%), Typoid 13 (27%), ISPA 10 (20%)

Tabel 1.5 Distibusi jumlah masalah kesehatan remaja


No Masalah Kesehatan Jumlah Frekuensi

1 Merokok 92 83

2 Tidak merokok 27 17

19%

81%
Merokok PMS
Berdasarkan tabel 1.5 didapatkan hasil bahwa angka kejadian masalah
kesehatan remaja merokok sebesar 92 (81%), dan Tidak merokok sebesar 27 (19%)

Tabel 1.6 Distribusi masalah kesehatan pada dewasa


No Masalah Kesehatan Jumlah Frekuensi

1 Hipertensi Dewasa 63 48

2 Diabetes Mellitus Dewasa 44 34

3 ISPA Dewasa 41 18

ISPA
Dewasa
18%

Hipertensi
Dewasa
48%
Diabetes
Mellitus
Dewasa
34%

Berdasarkan tabel 1.6 di dapatkan hasil bahwa angka masalah kesehatan pada
dewasa, hipertensi 63 (48%), kemudian diabetes 44 (34%).

Tabel 1.7 Distribusi masalah kesehatan pekerja

No Masalah Kesehatan Jumlah Frekuensi

1 Gastritis 22 40

2 Low Back Pain 33 60


Berdasarkan Tabel 1.7 didapatkan hasil bahwa masalah kesehatan pekerja,
low back pain sebanyak 33 (60%), dan gastritis sebanyak 22 (40%).

Tabel 1.8 Distribusi masalah kesehatan lansia


Kelompok Lansia Frekuensi Presentase (%)

Hipertensi Lansia 27 36%

Diabetes Mellitus Lansia 11 15%

Reumatik Lansia 36 49%

Jumlah 74 100%

Reumatik Lansia Hipertensi Lansia


49% 36%

Diabetes
Berdasarkan tabel di atas didapatkan hasil bahwa
Mellitus masalah kesehatan lansia
Lansia
reumatik lansia 36 (49%), hipertensi 27 (36%), diabetes
15%mellitus 11 (15%)

Tabel 1.9 Distribusi informasi / pendidikan kesehatan


Pendidikan Kesehatan Frekuensi Persentase (%)

YA 214 41

TIDAK 314 59

Jumlah 528 100

YA
TIDAK 41%
59%

YA TIDAK

Berdasarkan diagram di atas, sasaranusia dewasa yang tidak mendapatkan


informasi/ pendidikan kesehatan sebanyak 59 orang (59%)

Tabel 1.10 Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Wiraswasta 136 26

2 Karyawan swasta 120 23

3 PNS 7 1

4 Buruh harian lepas 22 4

5 Pelajar 110 21

6 Pedagang 11 2

7 Ibu rumah tangga 34 6

8 Tidak bekerja 88 17
Wiraswasta
17% Karyawan swasta
26%
PNS
6%
Buruh harian lepas
2%
Pelajar

21% Pedagang
23%
Ibu rumah tangga
4%
Tidak bekerja
1%

Berdasarkan diagram di atas, distribusi pekerja di Langensari dominan adalah


Wiraswasta sebesar 136 orang (26 %).

Tabel 1.11 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jumlah Presentase

1. Islam 518 98

2. Katholik 5 1

3. Kristen 5 1
Agama
Islam Katholik Kristen

1% 1%

98%
Berdasarkan distribusi menurut Agama, dominan penduduk beragama Islam
yaitu 518 orang (98%).

2. 8 Sub Elemen Komunitas


a. Lingkungan fisik
1) Bentuk rumah
Rata-rata bentuk rumah di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01 &
RT 02 permanen dengan atap genteng dan lantai keramik.

2) Kondisi rumah
No Jenis Lantai Frekuensi Prosenatase

1 Tanah 5 8%

2 Plester 19 29%

3 ubin/keramik 41 63%

Jumlah 65 100%

KONDISI RUMAH
tanah plester keramik

tanah
8%

plester
Mayoritas bangunan adalah bangunan terbuat dari lantai tanah (5
rumah), bangunan semi-permanen terbuat dari tembok lantai masih plester
dan belum keramik (19 Rumah). Permanen terbuat dari tembok dan lantai
sudah memakai keramik (41 Rumah).

No kebersihan Frekuensi Prosentase


rumah

1 bersih 44 68%

2 tidak bersih 21 32%

Jumlah 65 100%

KEBERSIHAN RUMAH
Tidak
Bersih
32%

Bersih
68%

Mayoritas kondisi kebersihan rumah di Desa Langensari Timur RW


03 RT 01&RT 02 sudah bersih.

3) Pembuangan sampah
Di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01 & RT 02 di depan rumah
masing-masing warga sudah terdapat tempat sampah dan ada petugas yang
mengangkut sampah.
4) MCK
Rata-rata warga Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT
02memiliki MCK sendiri, sudah memakai jamban saptictank
5) Sumber air
Sumber air warga Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02
berasal dari PAM dan sumur.
6) MAP/ Denah wilayah

7) Struktur geografis
Posisi geografis Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02
terletak di dataran tinggi daerah kaki gunung Ungaran, terbagi menjadi dua
wilayah yaitu Langensari Barat dan Langensari Timur yang dipisahkan
oleh jalan raya Semarang-Surakarta. Perbatasannya sebelah utara
berbatasan dengan Kelurahan Candirejo dan Gedanganak, sebelah selatan
berbatasan dengan kelurahan Wujil dan Karangjati, sebelah timur
berbatasan dengan Kelurahan Beji dan sebelah barat berbatasan dengan
Kelurahan Gogik dan Gebugan.

8) Kepadatan penduduk
Penduduk di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02 sudah
padat penduduk, sudah tidak ada lahan kosong.
9) Kualitas udara
Kualitas udara sudah tercemar polusi karena letaknya yang berada
disamping jalan raya utama Semarang-Surakarta, selain itu banyak pabrik
industri.

b. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tersedi di Desa Langensari Timur RW 03 RT
01& RT 02 yaitu posyandu. Sedangkan pelayanan kesehatan terdekat meliputi
Pelayanan Kesehatan Desa, klinik, dan bidan.
c. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi masyarakat Desa Langensari Timur RW 03 RT
01& RT 02 sebagian besar tingkat menengah dengan mata pekerjaan sebagai
pegawai pabrik dan pedagang.
d. Keamanan dan transportasi
Transportasi menggunakan kendaraan pribadi (motor, sepeda, mobil),
selain itu juga jalan kaki dan menggunakan angkutan umum. Situasi jalan
beraspal di jalan utama, jalan setiap gang masih memakai plester dan belum
beraspal atau paving, dan jalan tidak setiap waktu ramai.
e. Politik dan pemerintahan
Pemegang pemerintahan tertinggi di Desa Langensari Timur RW 03 RT
01& RT 02 adalah Kepala Kelurahan, kemudian ketua RW, dan dilanjutkan
ketua RT.
f. Komunikasi
Komunikasi warga Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02 rata-
rata menggunakan bahasa Jawa. Apabila ada pengumuman disampaikan
memalui microphone masjid (toa masjid), mulut ke mulut, perkumpulan warga,
dan alat komunikasi jarak jauh menggunakan handphone.
g. Pendidikan
Sarana pendidikan di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02
tersedia sarana pendidikan yaitu SMK, SD dan TK di dekat desa.

h. Rekreasi
Kegiatan rekreasi yang dilakukan warga Desa Langensari Timur RW 03
RT 01& RT 02 yaitu nonton TV, mendengarkan radio, berkunjung ke rumah
keluarga, dan kegiatan rekreasi ke pemancingan.

3. Winshield Survey
a. Batas wilayah
1) Barat : Kelurahan Gogik dan Gebugan
2) Timur : Kelurahan Beji
3) Utara : Kelurahan Gedanganak dan Candirejo
4) Selatan : Kelurahan Wujil dan Karangjati
b. Kondisi perumahan
1) Bangunan
Mayoritas bangunan adalah bangunan terbuat dari lantai tanah (5
rumah), bangunan semi-permanen terbuat dari tembok lantai masih
plester dan belum keramik (19 Rumah). Permanen terbuat dari tembok
dan lantai sudah memakai keramik (41 Rumah).
2) Arsitektur
Hampir sama antara satu rumah dengan yang lain. Lantai tanah (5
rumah), bangunan semi-permanen terbuat dari tembok lantai masih
plester dan belum keramik (19 Rumah). Permanen terbuat dari tembok
dan lantai sudah memakai keramik (41 Rumah).Rata-rata di setiap rumah
terdapat jendela dengan pencahayaan yang baik.
3) Keunikan lingkungan
Keunikan lingkungan di daerah Desa Langensari Timur RW 03
RT 01& RT 02 yaitu aksesnya kepelayanan umum sangat dekat, seperti
jalan raya utama, pasar, pabrik dan pelayanan kesehatan.
c. Kondisi jalan
Situasi jalan di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02
beraspal di jalan utama, jalan setiap gang masih memakai plester dan belum
beraspal atau paving

d. Suasana lingkungan
1) Luas
Luas wilayah Kelurahan Langensari 1,67 Km2.
2) Kualitas
Lingkungan di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02
padat penduduk, lingkungan bersih, kondisi lingkungannya bising karena
dekat dengan jalan raya utama Semarang-Surakarta dan pasar.

e. Kegiatan penduduk
1) Dewasa-tua
Pada pagi dan sore hari sebagian warga bekerja. Dan pada malam
hari warga mempunyai kegiatan rutin mengadakan pengajian di rumah
secara bergilir (tiap minggu atau tiap bulan sekali).
2) Anak-anak
Pada pagi hari mayoritas pergi ke sekolah, siang hari bermain
dengan teman sebaya dan sore hari bermain dengan teman sebaya.
f. Sarana umum
1) Kesehatan
Sarana kesehatan terdekat yaitu PKD, Klinik, dan Bidan.
2) Sekolah
Dekat dengan madrasah/sekolah
3) Agama
Masjid : 1,
4) Ekonomi
Banyak terdapat bengkel dan warung, konveksi (konter HP).
5) Pelayanan umum
Di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02 dekat dengan berbagai
pelayanan umum.
g. Tempat berkumpul
Warga Desa Langensari Timur RW 03 RT 01& RT 02 memiliki
tempat perkumpulan, yaitu di masjid dan di rumah warga.

4. Kelompok Kerja Kesehatan (POKJAKES)


a. Struktur organisasi pokjakes
1) Ketua kader :
2) Wakil Kader :
3) Sekertaris :
4) Anggota :
b. Uraian tugas :
1) Ketua Pokjakes
- Mengkoordinir seluruh kegiatan pokjakes
- Memimpin pertemuan rutin pokjakes
- Membagi tugas kegiatan pokjakes kepada anggota
- Mengadakan penyelenggaraan kader bersama dengan puskesmas
2) Sekretaris
- Mencatat seluruh kegiatan pokjakes dari laporan masing-masng seksi
- Membuat laporan hasil kegiatan pokjakes secara berkala yang
dilaporkan pada ketua RW dan masyarakat
- Mengurus surat menyurat dan kearsipan
- Menyelenggarakan pertemuan
3) Bendahara
- Menghimpun seluruh dana yang masuk dan keluar
- Mencatat pemasukan dan pengeluaran
- Membuat laporan keuangan rutin setiap bulan
- Melaporkan kepada anggota
c. Kegiatan
1) Melakukan survei kesehatan di Desa Langensari Timur RW 03 RT 01&
RT 02 khususnya pada bayi dan balita
2) Mengadakan posyandu balita dan lansia
3) Bekerja sama dengan puskesmas untuk meningkatkan derajat kesehatan
warga.
d. Sasaran
1) Kesehatan Ibu dan Anak
2) Kesehatan Anak Remaja
3) Kesehatan Lansia
4) Kesehatan Lingkungan
e. Target
1) Mengidentifikasi dan memfasilitasi KIA diwilayah dusun blater kidul
2) Menyukseskan pelayanan KB
3) Mengidentifikasi dan memfasilitasi kesehatan usia lanjut (usila) di wilayah
blater kidul
4) Mengidentifikasi dan memfasilitasi kesehatan remaja dan pemuda:
NAPZA
5) Pelaksanaan PHBS
f. Kendala yang dihadapi
1) Kurangnya minat warga untuk berpartisipasi
2) Kurangnya waktu luang antar kader
g. Kerjasama yang dilakukan
1) Bekerja sama dengan puskesmas
2) Bekerjasama dengan bidan desa
h. Jumlah kader kesehatan: 4 kader
i. Kemampuan kader kesehatan
1) Menimbang bayi, balita, dan lansia
2) Memberikan informasi/penyuluhan kesehatan bayi dan balita
3) Memberikan motivasi untuk meningkatkan kesehatan
j. Pelatihan yang pernah diberikan
1) Pelatihan posbindu, kesehatan remaja dan lansia
2) Penyuluhan penakit menular
k. Aktivitas kader kesehatan
1) Melakukan posyandu/posbindu
2) Mengikuti penyuluhan kesehatan di puskesmas
l. Pelaksanaan posyandu
Posyandu dilaksanakan 1 bulan sekali setiap hari Kamis minggu terakhir.

B. PENGKAJIAN KOMUNITAS KELOMPOK LANSIA


1. Distribusi kelompok lansia
Jumlah kelompok lansia di Desa Langensari RT 01 & 02 RW 03 berjumlah 84
orang
Tabel 2.1. Distribusi Kelompok Lansia
No Kelompok Lansia Frekuensi Presentase

1. Hipertensi 27 36%

2. Diabetes Mellitus 11 15%

3. Reumatik 36 48%

4. Tidak sakit 10 1%

jumlah 84 100%

Diagram 2.1. Distribusi Kelompok Lansia

Kelompok Lansia

1% Hipertensi
36% Diabetes Mellitus
48%
Reumatik
15% Tidak Sakit

LANSIA DENGAN DIABETES MELLITUS


No Kebiasaan makan Frekuensi

1. Makanan berkolesterol 10

2. Makanan kacang-kacangan 9

3. Jeroan 5

4. Minuman berkafein 17

5. Makanan bersantan 16

6. Fast food 7

7. Makanan sehat 20

jumlah 84

Kebiasaan Makan Kelompok


Lansia
12% Berkolesterol
11% Kacang-kacangan
24%
6% Jeroan
8%
19% 20% Minuman Berkafein
Bersantan
Aktivitas yg beresiko

Tidak berolahraga 15

Mandi malam 12

Kerja berat 11

Kurang aktivitas 18

Merokok 26

Minum alkohol 2

84

Aktivitas yg beresiko
Tidak berolahraga Mandi malam Kerja berat
Kurang beraktivitas Merokok Minum alkohol
2%

18%
31%
14%
13%
22%

Pengetahuan tentang penyakit

Mengerti 39

Tidak mengerti 35


Pengetahuan tentang penyakit

Mengerti
Tidak mengerti

You might also like