You are on page 1of 12

BAGIAN KESEHATAN MATA Terjemahan Jurnal

RSU ANUTAPURA Mei 2018


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT PALU

JURNAL
Evaluasi Klinis Ulkus Kornea pada Pasien yang berada di Rumah
Sakit Pendidikan.

Disusun Oleh:
Gita Regina Agussalim
12-16-777-14-153

Pembimbing :

dr. Tiara Meirani Valeria Savista

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ANESTESIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2018
Evaluasi Klinis Ulkus Kornea pada Pasien yang berada di
Rumah Sakit Pendidikan.
Ulkus kornea didefinisikan sebagai rusaknya epitel disertai oleh nekrosis stroma yang
mendasarinya. Banyak dari kasus-kasus ini pada akhirnya dapat mengembangkan komplikasi
dan kehilangan penglihatan. Ini dapat memicukita untuk mempelajari evaluasi klinis dari
ulkus kornea secara rinci.

Secara global diperkirakan bahwa trauma okular dan ulserasi kornea, menghasilkan 1,5
hingga 2 juta kasus baru kebutaan kornea setiap tahunnya. Menurut WHO, penyakit kornea
merupakan salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan dan kebutaan di dunia saat ini,
kedua setelah katarak. Kebutaan kornea merupakan masalah utama di India, yang menambah
beban besar bagi masyarakat dan sumber daya perawatan kesehatanpada umumnya. Individu
dengan kebutaan kornea biasanya dari kelompok usia yang lebih muda dibandingkan dengan
mereka yang menderita katarak. Oleh karena itu dalam tahun buta total dampak kebutaan
kornea lebih besar.

Di India sekitar 6,8 juta orang memiliki kebutaan kornea unilateral, dengan penglihatan
kurang dari 20/200, sekitar satu juta memiliki kebutaan kornea secara bilateral. Diharapkan
orang buta kornea di India tidak akan menjadi 10,6 jutapada tahun 2020.

Ulserasi kornea di negara berkembang baru-baru ini telah diakui sebagai 'wabah diam'.
Gonzales et al, 1996 menemukan kejadian tahunan Ulkus Kornea yaitu 113 per 100.000
orang (di India Selatan Madurai) yang 10 kali lipat kejadian tahunan sebesar 11 per 100.000
sebagaimana dilaporkan di Amerika Serikat. Dalam APEDS baru-baru ini (studi penyakit
mata Andhra Pradesh) yang dilakukan oleh L. V. Prasad Eye Institute, Hyderabad dari tahun
1996 hingga 2000, ditemukan bahwa 7% kebutaan kornea di negara kita yaitu karena ulkus
kornea.Banyak kasus ulkus kornea berakhir dengan kebutaan kornea atau hasil yang masih
buruk bisa terjadi perforasi kornea, endophthalmitis atau phthisis bulbi. Sekitar 60-70% dari
bekas luka kornea / Adherent Leucoma merupakan hasil dari ulkus kornea yang terabaikan
atau tidak dirawat dengan benar. Keratitis mikroba dan lebih banyak lagi insiden keratitis
jamur meningkat di benua Asia dan Afrika yang berpenduduk padat. Keratitis jamur adalah
penyebab utama kebutaan kornea di Asia sebesar 44 persen dari ulkus kornea
sentral.Penelitian yang sedang berlangsung inidengan tujuan untuk membuat suatu diagnosis
dengan cepat dan terapi obat spesifik untuk dapat meminimalkan morbiditas yang disebabkan
oleh penyakit yang dapat dicegah ini.
BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di antara pasien yang didiagnosis memiliki ulkus kornea, di
departemen rawat jalan Rumah Sakit Mata Regional, Kakatiya Medical College, Warangal
dari November 2012 hingga Oktober 2014. Ini adalah penelitian observasional untuk
mengidentifikasi penyebab umum, faktorpredisposisi, usia, jenis kelamin, dan distribusi
pekerjaan dan untuk mempelajari gambaran klinis dan manajemen ulkus kornea. 80 kasus
dipilih untuk penelitian. Definisi ulkus kornea diambil sebagai kerusakan epitel dengan
peradangan kornea.

Kriteria Inklusi: Dengan persetujuan pasien &gambaran klinis yang sesuai dengan ulkus
kornea, usia di atas 1 tahun, kedua jenis kelamin dan kasus traumatik.

Kriteria Eksklusi: Neonatus dan kasus trauma bedah, pasien dengan degenerasi kornea dan
distrofi.

Pemeriksaan Mata: Terdiri dari pencatatan ketajaman visual, pemeriksaan eksternal dan
pemeriksaan slit lamp pada segmen anterior mata. Memeriksa tingkat keparahan ulkus
dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria jones DB dan lokasi ulkus.

Kriteria untuk ulkus berat: Ukurannya besar, infiltrasi lebih dari 6 mm, terlibatnya stroma
yang dalam, lokasi ulkus yaitudi central danmengancam ketajaman visual, penipisan stroma
yang ditandai dengan terjadinya perforasi, adanya hipopion dan keterlibatan skleral.

Pemeriksaan Laboratorium:Pemeriksaan rutin, Syringing naso-lacrimal passages, RBS,


CBP, ESR, CUE, pewarnaan Fluoresen, Kerokan kornea, Smear atau Pewarnaan, Culture-
Scraping kornea direndam dalam kaldu nutrisi, yang dibawa dari laboratorium mikrobiologi,
dan kemudian segera diangkat untuk mengolesi platebiakan untuk bakteri dan jamur secara
terpisah. Agar nutrisi, agar dekstrosa Saboraud dan agar Darah digunakan untuk biakan.

HASIL

Data berikut merupakan analisis penelitian yang dilakukan pada 80 pasien dengan ulkus
kornea, memenuhi kriteria inklusi, yang menghadiri ophthalmic OPD di Rumah Sakit Mata
Daerah, Kakatiya Medical College, Warangal dari November 2012 hingga Oktober 2014.

Insiden ulkus kornea lebih sering terjadi pada dekade ke-3 dan ke-4 yaitu pada kelompok usia
menengah. Dalam penelitian ini, ulkus kornea lebih sering terjadi pada laki-laki. 60% kasus
memiliki status sosial ekonomi yang rendah, karena kekurangan gizi, sanitasi buruk lebih
umum terjadi di kelompok ini.

Insiden lebih banyak di antara penduduk pedesaan karena mereka lebih terlibat dalam
pekerjaan yang rentan terhadap ulkus kornea seperti pertanian, konstruksi, pertambangan dll.
Dari 80 kasus, 60 kasus mencari pengobatan antara 1-10 hari.

Ulkus dianggap sentral jika terdapat dalam diameter 5 mm. Ulkus dianggap perifer jika ada
dalam 3 mm dari limbus. Dalam penelitian ini dari 80 kasus 55% cas-es memiliki stroma
infiltrate dengan diameter <6mm. Dari 80 kasus, hypopyon hanya ditemukan pada 23 kasus.

Dari 72 kasus, 41 adalah biakan positif yaitu 56,94%, 21 merupakan jamur yang terisolasi
dan 20 adalah bakteri yang terisolasi.

Penyebab paling umum ulkus kornea yaitu jamur 80,95% kultur jamur ulkus positif. Dari 21
kasus, 17 kasus (81%) adalah Fusarium spp., 4 kasus adalah Aspergillus spp.

TABEL
Penatalaksanaan ulkus kornea

Dari 80 kasus dimana pengobatan telah dimulai, salep mata Atropin 1% atau tetes mata
Homatropine 2%, Tablet Vitamin C, Pelindung mata digunakan selama pengobatan.
Pewarnaan Gram dan 10% KOH dipasang dan perawatan dimulai. Dari laporan biakan, 21
kasus memalsukan patologi jamur, 20 kasus bakteri, dan sisanya steril.

DISKUSI

Ulkus kornea merupakan salah satu penyebab utama kebutaan dan morbiditas okular di
negara berkembang. Dalam penelitian ini, sebagian besar pasien (55%) berada di 3 dan 4
dekade yaitu kelompok usia menengah, karena mereka lebih terlibat dalam kegiatan di
lingkungan luar dan kegiatan fisik dan lebih sering terkena faktor risiko.

Dalam sebuah penelitian oleh Panda A. et al, dilakukan pada seribu mata dari seribu
pasien, 50% pasien dengan ulkus kornea berusia antara 36 dan 65 tahun. Penelitian ini
menunjukkan distribusi usia yang sama. Insiden keratitis mikroba lebih tinggi pada laki-laki
(62%) dibandingkan pada perempuan (38%) dengan (Male to Female Ratio 1,63: 1). Rasio
ini mendekati yang dilaporkan oleh Srinivasan M. et Al.

Mayoritas pekerja adalah Pria, maka lebih terpapar faktor risiko. Kedua jenis kelamin
cenderung mendapatkan ulkus kornea pada uysia 3 hingga 5 tahun ketika mungkin mereka
lebih aktif secara fisik dan memiliki risiko cedera kornea yang lebih tinggi. Dari studi
APEDS5, trauma dan keratitis merupakan penyebab paling umum kebutaan kornea pada pria,
sedangkan pada wanita penyebab paling umum adalah pemakaianobat tradisional dan pasca
operasi katarak.

Dalam penelitian saat ini dari 80 kasus, 60% kasus termasuk status sosial ekonomi rendah. 62
kasus (65%) berasal dari daerah pedesaan, dan 35% berasal dari daerah perkotaan. Insiden
lebih banyak terjadi pada mereka karena lebih banyak kemungkinan terkena cedera,
kurangnya kesadaran akan masalah, keterlambatan dalam konsultasi ke dokter mata,
menggunakan modalitas pengobatan seperti aplikasi beberapa iritasi pada mata dan
pengangkatan benda asing dengan bahan yang tidak steril. Kelompok terbesar pasien adalah
pekerja pertanian (47,5%), diikuti oleh pekerja industri (23,75%), IRT (12,5%), dan siswa
(8,75%). Pertanian adalah pekerjaan utama di distrik ini.Pasien-pasien ini lebih rentan terjadi
trauma okular dengan bahan organik, maka ulkus jamur merupakan yang paling umum
terjadi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bharathi MJ et al9, 64,75% pasien
dengan keratitis jamur yaitu pekerja pertanian.

Dalam penelitian APEDS, trauma merupakan penyebab kedua kebutaan kornea pada
populasi, penyebab paling umum dari hilangnya penglihatan unilateral di negara berkembang.
Sejauh ini faktor risiko predisposisi paling umum untuk ulkus kornea di India selatan adalah
riwayat cedera kornea. Dalam studi saat ini, dari 80 kasus, 37 kasus mengalami trauma pada
mata dan benda asing di mata, menyumbang 46,25% dari total kasus. Dalam dunia
berkembang,trauma okular non-bedah menyumbang 65,4% & 48,6% dari semua masing-
masingulkus kornea. Penelitian tersebut saat ini hampir sebanding dengan penelitian ini.Di
negara-negara maju pemakaian lensa kontak merupakan faktor risiko utama.

Menurut studi APEDS penyebab umum kebutaan kornea adalah keratitis di masa kanak-
kanak diikuti oleh trauma. Dan penyebab trauma yang paling umum di daerah perkotaan
adalah terlempar benda, dan daerah pedesaan disebabkan oleh bahan vegetatif. Karakteristik
klinis ulkus kornea jamur dalam penelitian ini adalah riwayat lama, kering, peningkatan
nekrotik pada 80% kasus dan lesi satelit pada 60% kasus. Sementara gambaran keratitis
bakteri memiliki durasi sejarah yang pendek, putih keabu-abuan dengan batuk nanah pada
70% kasus. Viral keratitis diidentifikasi oleh lesi vesikular pada wajah dan kelopak mata
untuk Herpes Zoster dan dengan menekankan keratitis pada herpes sederhana. Sebagian besar
pasien di perlihatkan dengan gejala kompleks yaitu sebagian besar dengan rasa sakit,
kemerahan, air mata dan pengecilan penglihatan. Kornea sentral terlibat dalam sebagian besar
kasus.Pada 36 pasien hanyadengan kornea sentral, dan pada 23 pasien kornea sentral dan
perifer terlibat. Pada sebagian besar kasus, area infiltrasi berdiameter <6 mm dan kedalaman
infiltrasi adalah <2/3 stroma. Ulkus yang berada di lokasi perifer, area yang lebih kecil dari
infilterate dan kurang mendalam memiliki hasil visual yang baik setelah sembuh. Penelitian
telah menunjukkan bahwa Infilterate yang lebih besar merupakan prediktor yang signifikan
dari 3/3 ukuran infilterate / scar yang lebih buruk. Cacat epitel yang lebih besar merupakan
prediktor perforasi yang signifikan. Prediktor waktu yang lebih lama untuk re-epitelisasi
termasuk ukuran infilterate pada presentasi dan usia yang lebih tua. (Prajna N V et al).Lesi
besar> 6mm merupakan prediktor signifikan untuk hasil visual yang buruk. Tananuvat N et
al.11

Dalam penelitian saat ini, pada sebagian besar kasus di mana gejala kurang dengan lesi
satelit, tebal, hypopyon besar, margin infiltrasi tidak teratur, infiltrasi endotel, kultur jamur
positif. Korelasi terbaik pada jamur Keratitis adalah Occupation (Pertanian), Pusat lokasi,
Ukuran <5mm, Kedalaman> 50% dari ketebalan stroma, 10% KOH BTA positif. Dari 80
kasus, kerokan kornea diambil dari 72 kasus, karena 8 kasus didiagnosis sebagai keratitis
viral secara klinis. 72 kerokan kornea ini dikenakan 10% KOH, pewarnaan Gram dan
dibiakan. Dari kerokan ini KOH dapat mengidentifikasi organisme jamur dalam 17 kasus
(23,61%). Sedangkan biakan menunjukkan pertumbuhan jamur pada 21 kasus (29,16%). 10%
KOH basah meningkat positif dan biakan positif yaitu 17 kasus, sedangkan 10% KOH negatif
dan biakan positif yaitu 4 kasus. Oleh karena itu, KOH 10% basah dapat mengidentifikasi
hifa jamur dalam 17 kasus yaitu, 80,95% biakan ulkus jamur positif. Karena sensitivitas
tinggi dari 10% KOH basah ini, kita dapat mulai mengobati kasus-kasus ulkus jamur sebelum
laporan biakan tersedia.Dalam penelitian oleh Garg. Al. Sensitivitas KOH 10% dalam
mengidentifikasi hifa jamur adalah 90%. Terdapat prevalensi tinggi keratitis jamur di India
Selatan. Prevalensi patogen jamur di India Selatan yaitu 44% Sharma.S. et. al, secara
signifikan lebih besar daripada penelitian di Nepal 17% Madan. P.Upadhyay et. al, di
Bangladesh 36% Dunlop A.A. et al, di Ghana 37,6% Hagan M, dkk.

Dalam penelitian ini, insiden keratitis jamur lebih rendah (29,16%) dibandingkan dengan
penelitian di atas, tetapi isolasi jamur lebih banyak bila dibandingkan dengan isolasi bakteri.
Dalam isolasi jamur semuanya adalah jamur berfilamen. Dalam 17 kasus dari 21 yaitu 81%
adalah Fusarium dan hanya19% 4 kasus Aspergillus spp. Dalam sebagian besar penelitian,
jamur berfilamen merupakan patogen jamur utama. Dalam Studi oleh Srinivasan. M. et al dan
Leck. A.K. et al Fusarium adalah yang paling umum, 47% dan 39,9%; Aspergillus 16% dan
21,5% masing-masing. Dalam sebuah penelitian oleh Taneja M et a.

Institusi mata Prasad, Hyderabad, pada keratitis Mikroba setelah cedera bahan vegetatif pada
49 pasien, menunjukkan bahwa infeksi kornea setelah cedera bahan vegetatif menunjukkan
profil etiologi yang bervariasi, namun infeksi bakteri dan polymicrobial lebih umum. Terapi
empiris antijamur, seperti yang biasa dilakukan, harus dihindari dalam kasus-kasus dengan
cedera bahan vegetatif. Dalam penelitian ini juga cedera dengan bahan vegetatif tidak hanya
mengakibatkan ulkus jamur, tetapi juga bisul karena organisme lain. Dari 72 diolesi
pewarnaan gram, organisme bakteri ditemukan dalam 24% kerokan. Dari semua biakan,
27,77% menunjukkan pertumbuhan bakteri. Dari penelitian ini diamati bahwa pewarnaan
gram dapat digunakan untuk memulai terapi yang tepat sebelum laporan biakan tersedia.
Isolasi bakteri dalam penelitian ini diamati pada 20 kasus (27,77%). Dalam penelitian oleh
Leck A.K.et al16 di India selatan (23,9%), Srinivasan. M. et al di Madurai selatan India
(47,1%).

Oleh karena itu antibiotik dilanjutkan dengan menurunkan frekuensi. 4 kasus menunjukkan
bakteri secara klinis tidak menanggapi Fluoroquinolones, antibiotik diubah menjadi obat tetes
mata yang diperkaya. Respon yang baik dalam semua kasus kecuali untuk 3 kasus refrakter
terhadap pengobatan, menunjukkan tidak ada tanda-tanda perbaikan yang dirujuk ke pusat
yang lebih tinggi. Dari 80 kasus dalam penelitian ini, mayoritas (87%) pasien merespon
dengan baik terhadap pengobatan. Tetapi pada tindak lanjut diamati bahwa semua pasien
ditunjukkan dengan berbagai tingkat kekeruhan kornea setelah penyembuhan kasus refrakter
terhadap pengobatan. Banyak kasus refrakter ulkus kornea jamur. Perforasi kornea diamati
pada 3 kasus dan descemetocele dalam 1 kasus. Semua kasus ini dirujuk ke pusat yang lebih
tinggi untuk pengelolaan lebih lanjut.

KESIMPULAN

Ulkus kornea, kebanyakan infektif terlihat pada kelompok usia aktif dari 30 hingga 50 tahun
dan pekerja di luar ruangan seperti pekerja pertanian dan pekerja konstruksi, terkait dengan
faktor predisposisi seperti kekurangan gizi atau kebersihan yang buruk. Faktor etiologi umum
terutama adalah spesies fusarium dan organisme gram positif. Diagnosis dini dan akurat dan
perawatan intensif sangat penting untuk pemulihan visual.

You might also like