Professional Documents
Culture Documents
TINTIN HARIYANI
NIM : 17.033.AKPW.RPL
2018
I. Definisi Herpes
Herpes zoster (HZ) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varisela zoster (VVZ) yang laten berdiam terutama dalam sel neuronal dan kadang--
kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik saraf kranial
menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan segmen yang
dipersarafinya. (Pusponegoro, Nilasari, & Dkk, 2014)
Herpes Zoster adalah penyakit yang di sebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer. (Djuanda, 1999). Herpes Zoster adalah jenis penyakit kulit yang di
sebabkan oleh virus varisela-zoster yang menetap laten di akar saraf. (Ayu,
2015). Herpes ZosterAdalah radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel –
vesikel yang tersusun bekelompok sepajang persarafan sensorik kulit sesuai dermato.
(Siregar, 2005). Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi
virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus. (Harahap & Marwali, 2000)
II. Etiologi
Penyebab dari Herpes Zoster ini secara umum adalah Virus Varicella zoster. Varicella
zoster adalah agens virus penyebab dari cacar air dan herpes zoster. Setelah sembuh
dari cacar air, virus Varicella tetap ada dalam tubuh dalam tahap laten seumur hidup.
Sebagai virus laten, Varicella tidak akan menunjukkan gejala apapun, tetapi potensial
untuk aktif kembali. Pada tahap reaktivitas, Varicella muncul sebagai Herpes zoster
yang sering disebut sebagai shingles. Virus varicella zoster terdiri dari kapsid
berbentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit
protein-virion yang lengkap dengan diameternya 150-200 nm, dan hanya virion yang
terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan
oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi.
Masa inkubasinya 14-21 hari.
III. Klasifikasi
1. Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus
saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi
diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4
hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.
2. Herpes Zoster Fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.
3. Herpes Zoster Brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
4. Herpes Zoster Torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Bintik-bintik kecil yang tumbuh ini lalu berubah menjadi gelembung-gelembung transparan
berisi cairan, persis seperti pada cacar air namun hanya bergerombol di sepanjang kulit yang
di lalui oleh syaraf yang terkena. Bintik-bintik baru dapat terus bermunculan dan membesar
sampai seminggu kemudian. Jaringan lunak di bawah dan di sekitar lepuhan dapat
membengkak untuk sementara karena peradangan yang di sebabkan oleh virus.
Gelembung kulit ini mungkin terasa agak gatal sehingga dapat tergaruk tanpa sengaja. Jika
dibiarkan, gelembung akan segera mongering membentuk keropeng (krusta) yang nantinya
akan terlepas dan meninggalkan bercak berwarna gelap di kulit (hiperpigmentasi). Bercak ini
lama kelamaan akan pudar tanpa meninggalkan berkas. Namun, jika gelembung tersebut
pecah oleh garukan, keropeng akan meninggalkan bekas yang dalam dan dapat membuat
parut permanen.
Virus varisela-zoster umumnya hanya mempengaruhi satu saraf saja, pada satu sisi tubuh.
Sesekali, dua atau tiga syaraf bersebelahan dapat terpengaruh. Saraf di kulit dada atau perut
dan wajah bagian atas (termasuk mata) adalah yang paling sering terkena. Herpes zoster di
wajah sering kali menimbulkan sakit kepala yang parah. Otot-otot wajah untuk sementara
tidak dapat digerakkan. (Ayu, 2015).
V. Patofisiologi
Virus yang menyebabkan herpes zoster ini adalah golongan varicella yang mula-mula adalah
penyebab dari cacar air atau varicella yang sudah tidak aktif atau dorman dan kemudian
diaktifkan lagi oleh tubuh. Herpes zoster disebabkan oleh virus herpes yang sama dengan
virus penyebab varisella.
Selama terjadinya infeksi varisela, VZV (varicella zoster virus) meninggalkan lesi di kulit
dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini
dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam
ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan tidak mengadakan
multiplikasi lagi, namun tidak berarti ia kehilangan daya infeksinya. Meskipun setiap syaraf
dapat terkena, tetapi syaraf torakal, lumbal atau kranial agaknya paling sering terserang.
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus
mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada
saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.
VZV (varicella zoster virus) yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik sehingga
terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan
gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster. Virus varicella yang dorman atau
tidak aktif, akan diaktifkan lagi dan timbul vesikel-vesikel meradang unilateral di sepanjang
satu dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan perdarahan. Keadaan ini biasanya
didahului atau disertai dengan rasa nyeri hebat dan / atau disertai dengan rasa terbakar.
Herpes zoster dapat berlangsung selama kurang lebih tiga minggu. Rasa nyeri yang timbul
sesudah serangan herpes disebut neuralgie posterpetika dan biasanya berlangsung beberapa
bulan, bahkan kadang-kadang sampai beberapa tahun. Neuralgie posterpetika lebih sering
dialami pasien yang lanjut usia. Jika herpes zoster menyerang ke seluruh tubuh, paru-paru
dan otak maka mungkin akan terjadi suatu kefatalan. Penyebaran ini biasanya tampak pada
pasien menderita limfoma atau leukemia. Dengan demikian setiap pasien yang menderita
herpes zoster yang tersebar harus dievaluasi kemungkinan adanya factor keganasan
VI. Pathway
VII. Penatalaksanaan
Catatan Khsusus :
- Pemberian antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih timbul lesi baru/
terdapat vesikel berumur <3 hari
- Bila disertai keterlibatan organ viseral diberikan asiklovir intervena 10 mg/kg BB, 3
x per hari selama 5-10 hari. Asiklovir dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9 % dan
diberikan tetes selama satu jam
- Untuk wanita hamil diberikan asiklovir
Analgetik :
e. Allay anxietas-counselling
- Edukasi mengenai penyakit HZ untuk mengurangi kecemasan serta ketidak pahaman
pasien tentang penyakit dan komplikasinya
- Mempertahankan kondisi mental dan aktivitas fisik adgar tetap optimal
- Memberikan perhatian dapat membantu pasien mengatasi penyakitnya.
1. Pengobatan topikal
2. Terapi suportif
a. Kultur Virus
Cairan dari unilepuh yang baru pecah dapat di ambil dan di masukkan ke dalam media virus
untuk segera dianalisa di laboratorium virologi. Apabila pengiriman cukup lama, sampel
dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varicella-zoster akan memakan waktu 3-14
hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-70% dengan spesifitas mencapai 100%.
b. Deteksi Antigen
Uji antibody fluoresens langsung lebih sensitif bila dibandingkan dengan teknik kultur sel.
Sel dari ruam atau lesi diambil dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum,
kemudian di oleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibody monoklonal yang terkonjugasi
dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi glikoproten virus.
c. Uji Serologi
Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi herpes zoster adalah ELISA.
d. PCR
PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh,
contohnya cairan serebrospina. Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat
sensitif, dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping dasar
vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan sebagai preparat,
sensifitasnya berkisar 97-100%. Test ini dapat menemukan nucleid acid dari virus varicella
zpster. (Ayu, 2015)
e. Tzanck Smear
Preparat diambil dari discraping dasar vesicel yang masih baru, kemudian diwarnai engan
pewarnaan yaitu Hematoxylin-eosin, toluidine blue ataupun papanicolaou’s dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant cell. Pemeriksaan ini
sensitifitasnya sekitar 48 %, test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster
dengan herpes simpleks virus.
Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah membentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif, hasil pemeriksaan sangat cepat, test ini dapat
menemukan antigen virus varricella zoster. Pemeriksaa ini dapat membedakan antara VVZ
dengan herpes simpleks virus.
IX. Komplikasi
1. Komplikasi Neurologis
Neuralgia Paska Herpes (NPH) : Nyeri yang menetap di dermatom yang terkena 3 bulan
setelah erupsi HZ menghilang. Insidensi PHN berkisar sekitar 10-40% dari kasus HZ. NPH
merupakan aspek HZ yang paling mengganggu pasien secara fungsional. dan psikososial.
Pasien dengan NPH akan mengalami nyeri konstan (terbakar, nyeri, berdenyut), nyeri
intermiten (tertusuk-tusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus seperti allodinia (nyeri yang
dipicu stimulus normal seperti sentuhan dll). Risiko NPH meningkat pada usia>50 th (27x
lipat), nyeri prodromal lebih lama atau lebih hebat;; erupsi kulit lebih hebat (luas dan
berlangsung lama) atau intensitas nyerinya lebih berat. Risiko lain : Distribusi di daerah
oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, diabetes. Walaupun mendapat
terapi antivirus, NPH tetap terjadi pada 10-20% pasien HZ, dan sering kali refrakter terhadap
pengobatan, walau pengobatan sudah optimal, 40 % tetap merasa nyeri.
2. Komplikasi Mata
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan HZ Oftalmikus, terjadi pada 10--
25% dari kasus HZ, yang dapat menyebabkan hilangnya penglihatan, nyeri menetap lama,
dan/atau luka parut.
3. Komplikasi THT
Sindrom Ramsay Hunt : sering disebut HZ Otikus merupakan komplikasi pada THT yang
jarang terjadi namun dapat serius. Sindrom ini terjadi akibat reaktivasi VZV di ganglion
genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala sindrom Ramsay Hunt meliputi HZ di liang telinga
luar atau membrana timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri, gangguan lakrimasi,
gangguan pengecap 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan tuli. Banyak pasien yang
tidak pulih sempurna.
X. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Identitas Klien
- Nama :
- Alamat :
- Pekerjaan :
- Umur : dapat terjadi pada semua umur, tetapi yang lebih beresiko terjadi
pada dewasa/lanjut usia
- Jenis Kelamin : dapat terjadi pada pria dan wanita
- Tanggal Masuk RS :
B. Riwayat Kesehatan
Klien mengalami demam, sakit kepala, fatige, malaise, kemerahan, sensitive, sore skin (
penekanan kulit), (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan, nyeri.
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien karna
herpes merupakan penyakit menular.
C. Riwayat psikososial
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu makan, anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola akifitas pasien.
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya gangguan citra
tubuh.
Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum
o Tingkat Kesadaran
o TTV
B. Head To Toe
a. Kepala
- Bentuk
- Kulit kepala
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan, tidak ada penurunan
penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat
hiposmia. Anosmia, parosmia, kakosmia.
e. Telinga (Pendengaran)
1. Inspeksi
2. Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan mastoidius.
3. Pemeriksaan pendengaran
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan
gusi, dan gigi bersih.
h. Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena
jugularis, tidak ada nyeri tekan.
i. Thorak
- Bentuk : simetris
- Pernafasan : regular
- Tidak terdapat otot bantu pernafasan
j. Abdomen
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
k. Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan adalah bagianglans penis,
batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan
adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat
jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limferegional.
l. Ekstremitas
m. Integument
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa.
· Batasan Karakteristik :
· Batasan Karakteristik :
· Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus dan nyeri dari lesi herpes
Intervensi NIC-NOC
ü Control Nyeri
- Kontrol
lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti
suhu ruangan,
kebisingan.
- Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi, &
interpersonal).
- Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi.
- Ajarkan tentang
tehnik
nonfarmakologi
.
- Berikan
analgesic untuk
mengurangi
nyeri.
- Evaluasi
ketidakefektifa
n kontrol nyeri.
- Tindakan
istirahat
- Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri
- Observasi
reaksi
nonverbal dan
ketidaknyaman
an.
- Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri. (Amin
dkk, 2015)
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2012). Nursing
Interventions Classification (NIC) sixth edition. United State of America: ISBN.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2012). Nursing Outcomes
Clasification (NOC) fifth edition. United State of America: ISBN.
M, L., Price, Sylvia,, & Willson,. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. jakarta:
EGC.
Pusponegoro, E. H., Nilasari, H., & Dkk. (2014). Buku Panduan Herpes Zoster. Jakarta:
FKUI.