You are on page 1of 18

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE

1. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi merupakan prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa
yang lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan untuk
menentukan curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang berdasarkan perhitungan
distribusi frekuensi yang cocok dengan wilayah penelitian (Suroso, 2006). Distribusi Gumbel,
Distribusi Normal, dan Distribusi Log-Pearson III, merupakan distribusi frekuensi yang biasa
digunakan dalam analisis frekuensi data hidrologi. Penentuan distribusi frekuensi yang cocok
dengan sebaran sampel data curah hujan maksimum di wilayah penelitian, dapat
menggunakan Uji Chi-Kuadrat.

2. Perhitungan Intensitas Curah Hujan


Curah hujan rencana yang telah didapatkan melalui analisis frekuensi, digunakan untuk
perhitungan intensitas curah hujan yang nantinya diperlukan dalam perhitungan debit banjir
menggunakan Metode Rasional. Perhitungan intensitas curah hujan dari data besaran curah
hujan harian maksimum rencana dapat digunakan metode statistik yang umum digunakan
dalam aplikasi hidrologi yaitu diantaranya Metode Mononobe, Metode Van Breen, dan Metode
Haspers dan Der Weduwen. Untuk menentukan metode perhitungan intensitas curah hujan
yang tepat digunakan persamaan tetapan yang umum digunakan yaitu Persamaan Talbot,
Sherman, dan Ishiguro.

3. Perhitungan Kapasitas Tampung Saluran Drainase


Untuk mengetahui kapasitas tampung maksimum saluran drainase ketika terjadi debit
puncak, diperlukan perbandingan antara debit saluran drainase dengan debit rencana saluran
drainase tersebut dalam berbagai periode ulang.

4. Perencanaan Saluran Drainase


Perencanaan saluran drainase dilakukan dengan melihat kapasitas tampung maksimum
saluran drainase ketika terjadi debit puncak. Jika terdapat debit air yang tidak tertampung
baik dalam jumlah yang sedikit maupun yang besar, maka diperlukan perencanaan perbaikan
saluran drainase tersebut. Perencanaan perbaikan dapat dilakukan dengan menggunakan
perhitungan penampang hidrolis terbaik berdasarkan bentuk saluran drainasenya.
ANALISIS FREKUENSI
Analisis frekuensi secara kasarnya dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memprediksi suatu
besaran curah hujan di masa yang akan datang dengan menggunakan data curah hujan di masa
yang lalu berdasarkan suatu pemakaian distribusi frekuensi.
Dalam analisis frekuensi diperlukan data curah hujan maksimum. Curah hujan maksimum
diperlukan untuk mengetahui seberapa tinggi atau lebatkah kejadian hujan yang terjadi di wilayah
yang diteliti, sehingga diketahui berapa seharusnya kapasitas tampung yang ideal bagi suatu
drainase, sehingga tidak terjadi suatu luapan di wilayah tersebut.
Curah hujan maksimum sendiri secara kasar dapat diartikan curah hujan tertinggi yang terjadi
dan biasanya diambil yang tertinggi dalam satu bulan. Prosedur pemakaian curah hujan
maksimum untuk keperluan analisis frekuensi adalah sebagai berikut :
1. Setiap tahunnya diambil hanya satu besaran maksimum, ini dapat dilakukan dengan
mengambil rata-rata curah hujan maksimum setiap tahunnya.
2. Cara kedua yang dianggap beberapa kalangan lebih presisi perhitungannya adalah dengan
menggunakan seri data parsial. Seri data parsial dilakukan dengan cara menetapkan suatu
besaran tertentu sebagai batas bawah, selanjutnya besaran data yang lebih besar dari
batas bawah tersebut diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis
seperti biasa (Suripin, 2004). Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem
peringkat, dimana semua besaran data yang cukup besar diambil, kemudian diurutkan
dari besar ke kecil. Data yang diambil untuk dianalisis selanjutnya adalah sesuai dengan
panjang data dan diambil dari besaran data yang paling besar. Dalam hal ini dimungkinkan
dalam satu tahun data yang diambil lebih dari satu data, sementara tahun yang lain tidak
ada data yang diambil.

Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin
pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi.
Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana
dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang
berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan
koefisien skewness (tabel 1).

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam
bidang hidrologi, dimana masing-masing distribusi memiliki sifat-sifat khas sehingga setiap data
hidrologi harus diuji kesesuaiannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut.

Pengujian tersebut sangat penting dilakukan karena beberapa kesalahan yang biasa terjadi yaitu
pemilihan distribusi frekuensi dalam penentuan curah hujan rencana. Umumnya peneliti
menggunakan Distribusi Gumbel tanpa adanya dasar yang kuat. Padahal belum tentu sebaran
data curah hujan di wilayah tersebut cocok dengan Distribusi Gumbel. Sehingga kalau distribusi
frekuensinya tidak cocok dengan sebaran data yang ada maka error yang didapat akan sangat
besar.
1. Distribusi Gumbel
Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Gumbel, mempunyai perumusan sebagai
berikut :

2. Distribusi Normal
Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Distribusi Normal, mempunyai
perumusan sebagai berikut :
3. Distribusi Log Pearson III
Perhitungan curah hujan rencana menurut Metode Log Pearson III, mempunyai langkah-
langkah perumusan sebagai berikut :
LAMPIRAN :
METODE INTENSITAS CURAH HUJAN
Metode Rasional
Salah satu metode yang umum digunakan untuk memperkirakan laju aliran puncak (debit banjir
atau debit rencana) yaitu Metode Rasional USSCS (1973). Metode ini digunakan untuk daerah
yang luas pengalirannya kurang dari 300 ha (Goldman et.al., 1986, dalam Suripin, 2004). Metode
Rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa curah hujan yang terjadi mempunyai
intensitas seragam dan merata di seluruh daerah pengaliran selama paling sedikit sama dengan
waktu konsentrasi (tc).

Persamaan matematik Metode Rasional adalah sebagai berikut :


Q=0,278.C.I.A

dimana :
Q : Debit (m3/detik)
0,278 : Konstanta, digunakan jika satuan luas daerah menggunakan km2
C : Koefisien aliran
I : Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A : Luas daerah aliran (km2)

Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana sangat
diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah drainase,
agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan intensitas curah hujan adalah sebagai berikut:

a) Metode Mononobe

_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
t : Lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
R24 : Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang, yang nilainya didapat dari tahapan
sebelumnya (tahapan analisis frekuensi)
Catatan
R24 , dapat diartikan sebagai curah hujan dalam 24 jam (mm/hari)
Contoh kasusnya seperti ini, jika ingin diketahui intensitas curah hujan dari data curah hujan
harian selama 5 menit, pengerjaannya adalah sebagai berikut (jika diketahui curah hujan
selama satu hari bernilai 56 mm/hari) :

_
Ket :
Ubah satuan waktu dari menit menjadi jam. Contoh durasi selama 5 menit menjadi durasi
selama 5/60 atau selama 0,833 jam.

b) Metode Van Breen


Berdasarkan penelitian Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, curah hujan
terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah curah hujan sebesar 90% dari jumlah curah
hujan selama 24 jam (Anonim dalam Melinda, 2007). Perhitungan intensitas curah hujan
dengan menggunakan Metode Van Breen adalah sebagai berikut :

_
dimana :
IT : Intensitas curah hujan pada suatu periode ulang (T tahun)
RT : Tinggi curah hujan pada periode ulang T tahun (mm/hari)

Dengan nilai yang sama dengan nilai yang digunakan dalam Metode Mononobe, maka
perhitungan intensitas curah hujan dengan Metode Van Breen, menghasilkan nilai sebagai
berikut :
_

c) Metode Haspers dan Der Weduwen


Metode ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar
anggapan bahwa curah hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi curah hujan
lebih kecil dari 1 jam dan durasi curah hujan lebih kecil dari 1 sampai 24 jam (Melinda, 2007).
Perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Haspers & der Weduwen
adalah sebagai berikut :

_
dimana :
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
R, Rt : Curah hujan menurut Haspers dan Der Weduwen
t : Durasi curah hujan (jam)
Xt : Curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm/hari)
Dengan nilai contoh yang sama diatas :

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau
volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi
(Wesli, 2008). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya
berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan yang meliputi
daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi
cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang
terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari
langit. (Suroso, 2006)
Memilih Metode Intensitas Curah Hujan
Memilih metode intensitas curah hujan dari tiga metode yang tersedia yaitu Metode Van Breen,
Mononobe, serta Haspers dan Der Weduwen. Untuk menentukan metode perhitungan intensitas
curah hujan yang tepat digunakan persamaan tetapan yang umum digunakan yaitu Persamaan
Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Langkah pendekatan yang perlu dilakukan adalah :

• Menentukan minimal 8 jenis durasi curah hujan (t menit)


• Menggunakan harga-harga t tersebut untuk menentukan besarnya intensitas curah
hujan. Untuk periode ulang tertentu, nilainya disesuaikan dengan perhitungan debit
rencana.
• Menggunakan harga-harga t yang sama untuk menetapkan tetapan-tetapan dengan cara
kuadrat terkecil (Least Square Method).

Perhitungan tetapan dapat dilakukan dengan beberapa persamaan sebagai berikut :


Contoh :
Tabel dibawah ini merupakan hasil perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan
Metode Van Breen pada berbagai periode ulang (2-100 tahun) dengan durasi 5 menit sampai
dengan 240 menit atau 2 jam.

Dari data tersebut kita dapat menggunakan persamaan tetapan yang diatas untuk mengetahui
metode yang cocok dengan data intensitas curah hujan yang ada.
Tabel dibawah ini memperlihatkan deviasi antara data terukur dengan data hasil prediksi

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa nilai deviasi antara data terukur dan data hasil prediksi
Metode Van Breen dengan menggunakan Persamaan Talbot memberikan nilai deviasi terkecil
yaitu nilai nol. Dengan demikian nilai intensitas curah hujan yang akan digunakan adalah hasil
perhitungan Metode Van Breen dengan Persamaan Talbot.

You might also like