You are on page 1of 4

Skabies Norwegian pada Penderita Sindroma Down

(Norwegian Scabies in Down Syndrome Patient)


Tinna Aswirani*, Suswardana**, AM Adam*, Brahm U. Pendit***
*** Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
   Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
*** Bagian Kesehatan Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut Jala Ammari, Makassar
*** Departemen Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta

Abstrak
Skabies Norwegian (krustosa) merupakan varian skabies klasik yang jarang dijumpai. Diagnosis varian ini sering dikelirukan
dengan berbagai dermatosis eritroskuamosa karena gambaran klinisnya yang berupa lesi eritrodermik, hiperkeratosis ekstensif
disertai krusta-krusta tebal, serta penebalan kuku. Seorang anak laki-laki penderita sindrom Down berusia 14 tahun, dirujuk ke
klinik kulit dan kelamin karena adanya lesi pruritik disertai hiperkeratosis yang luas, krusta-krusta tebal dan penebalan kuku.
Diagnosis dermatitis seboroik, dermatitis kontak, psoriasis serta berbagai penyebab eritroderma yang lain dapat disingkirkan
setelah hasil pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit menggunakan KOH menemukan Sarcoptes scabiei. Terapi menggunakan
permethrin 5% menghasilkan perbaikan klinis yang memuaskan.

Kata kunci: skabies krustosa, sindroma down, eritroderma

Abstract
Norwegian (crusted) scabies is a rare variant of classic scabies. It is characterized by erythrodermic, extensive hyperkeratotic
lesions with thick crusts on the skin and nails. Misdiagnosis with other crusted hyperkeratotic dermatosis often delayed
appropriate diagnosis of this disease. We reported a case of a 14-year-old boy, Down syndrome patient, who developed pruritic,
extensive hyperkeratotic lesions with thick crusts on his skin and nails. Psoriasis, seborrhoeic dermatitis, contact dermatitis and
other causes of erythroderma were excluded as we found Sarcoptes scabiei during potassium hydroxide examination of patient’s
hyperkeratotic scales. Treatment with 5% permethrine gave a good result.

Key words: crusted scabies, down syndrome, erythroderma

Korespondensi: Tinna Aswirani, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin–
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 11 Makassar. Indonesia.
Telp. +62411 580345

Pendahuluan lainnya. Diagnosis sering tertunda hingga berbulan-


bulan dan tidak jarang diketahui setelah adanya orang
Skabies adalah dermatosis akibat infestasi
di sekitar penderita yang terinfeksi.2
tungau Sarcoptes scabiei. Gambaran klinis skabies
pada umumnya adalah ditemukan lesi papul, pustul, Laporan Kasus
lesi-lesi kronik akibat garukan di tempat predileksi
infestasi tungau serta lesi-lesi akibat infeksi sekunder. Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun, penderita
Berbeda dengan manifestasi klasiknya, pada penderita sindroma Down, dirujuk ke Poli Kulit dan Kelamin
yang mengalami defek respon imunitas seluler atau karena adanya lesi pruritik dengan hiperkeratosis
kelemahan mental (mental debilitation), lesi skabies yang luas disertai krusta-krusta tebal dan penebalan
memiliki bentuk khusus yang dikenal sebagai skabies kuku. Keadaan ini dijumpai setelah penderita hilang
Norwegian (krustosa).1 dari rumahnya selama dua bulan.
Skabies Norwegian merupakan varian yang jarang Pemeriksaan fisik menjumpai lesi-lesi kulit
dijumpai. Keadaan ini ditandai oleh lesi eritrodermik, hiperkeratotik disertai krusta tebal pada kulit kepala,
hiperkeratosis ekstensif disertai krusta-krusta tebal wajah, badan, ekstremitas. Kuku-kuku di tangan dan
tebal pada kulit kepala, telinga, siku, lutut, telapak kaki mengalami penebalan. Lesi-lesi ekskoriasi dengan
tangan, telapak kaki, serta penebalan kuku. Gambaran infeksi sekunder dijumpai di badan dan ekstremitas
klinis ini sering dikelirukan dengan dermatosis penderita. Diagnosis skabies Norwegian ditegakkan
berkrusta seperti psoriasis, dermatitis seboroik, setelah pemeriksaan KOH dari spesimen hasil kerokan
dermatitis kontak dan berbagi penyebab eritroderma kulit dari berbagai tempat dinemukan tungau Sarcoptes

Pengarang Utama 2 SKP. Pengarang Pembantu 1 SKP


(SK PB IDI No. 318/PB/A.7/06/1990)

89
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21  No. 1 April 2009

scabiei. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin dalam serta tidak lagi dijumpai tanda-tanda infeksi sekunder
batas normal, kecuali ditemukannya lekositosis. pada kulit penderita.
Penderita dirawat di ruangan isolasi dan diterapi
dengan preparat skabisid topikal (permethrin 5%), Pembahasan
aplikasi dilakukan satu kali dan dibiarkan selama
Skabies Norwegian dilaporkan pertama kali oleh
10 jam. Pemberian permethrin juga dilakukan untuk
Danielssen dan Boeck pada tahun 1848, sebagai suatu
seluruh anggota keluarga yang terlanjur kontak dengan
bentuk skabies yang berat pada manusia. Keadaan
penderita, di saat yang bersamaan dengan aplikasi
ini ditandai oleh adanya lesi berkrusta tebal yang
pada penderita. Antibiotika sistemik (sefaleksin 3 ×
mengandung Sarcoptes Scabiei var. hominis dalam
250 mg) diberikan untuk mengatasi keadaan infeksi
jumlah besar.3 Skabies krustosa biasanya terjadi pada
sekunder sedangkan antihistamin (CTM 2 × 4 mg)
pasien-pasien yang mengalami defek respon imunitas
diberikan untuk keadaan pruritus penderita. Edukasi
seluler4 atau penurunan sensibilitas kutan akibat
untuk eradikasi skabies dan permethrin 5% diberikan
kelemahan fisik atau mental (Sindroma Down). 1
kepada seluruh anggota keluarga yang kontak dengan
Penurunan sensibilitas kutan ini mengakibatkan
penderita pada saat yang bersamaan. Perbaikan klinis
berkurangnya kesadaran dari hospes untuk menggaruk,
yang bermakna sudah dicapai satu minggu setelah
yang merupakan suatu mekanisme pertahanan
terapi. Keluhan gatal dan lesi krustosa menghilang
mekanik terhadap infestasi tungau, sehingga terjadi

Gambar 1. Wajah penderita sindroma


Down yang khas. ���������
Berbagai Gambar 2. L e s i h i p e r k e r a t o s i s d a n
lesi hiperkeratosis, krustosa, eritrodermik di seluruh badan.
ekskoriasi di wajah dan kulit
kepala.

Gambar 3. Lesi serupa di punggung kaki,


sela jari serta kuku pasien.

90
Laporan Kasus ��������������������������������������������
Karsinoma Sel Skuamosa yang Berkembang dari
Ulkus Marjolin Akibat Luka Gigit (Human Bite)

diberikan sebagai terapi penunjang pada keadaan


yang disertai gejala pruritus yang berat dan/atau
infeksi sekunder.11 Permethrin 5% masih merupakan
terapi pilihan untuk eliminasi tungau Sarcoptes scabiei.
Permethrin memiliki toksisitas yang rendah pada
manusia meskipun digunakan dalam jumlah yang
cukup besar. Permethrin ini diabsorpsi minimal dan
cepat dimetabolisme. Penggunaan permethrin untuk
kasus skabies Norwegian adalah sebagai berikut:
1) krim ini diaplikasikan pada seluruh tubuh termasuk
kulit kepala, wajah (hindari daerah sekitar mata,
hidung dan mulut) serta daerah dibawah kuku jari
tangan dan kaki, 2) krim ini kemudian dibilas setelah
pemakaian selama 8–12 jam, 3) pemberian berulang
dianjurkan satu minggu setelah aplikasi pertama.
4) saat memberikan terapi pada penderita, anggota
Gambar 4. Tungau Sarcoptes scabiei ditemukan pada
keluarga (orang yang kontak dengan penderita) juga
pemeriksan mikroskopis menggunakan
perlu diberikan terapi.11,12 Hasil satu kali aplikasi
KOH.
permethrin yang baik pada kasus tersebut diatas
merupakan konfirmasi yang menguatkan diagnosis
multiplikasi tungau dalam jumlah besar di epidermis skabies Norwegian pada penderita.
dan menimbulkan lesi kulit yang hiperkeratotik.5,6 Sebagai ringkasan, telah dilaporkan satu kasus
Skabies juga berhubungan dengan transplantasi, skabies Norwegian pada seorang anak penderita
AIDS, leukemia sel-T atau limfoma, dan didapati sindrom Down. Lesi kulit pruritik disertai keadaan
pula pada pasien-pasien dengan lupus eritematosus hiperkeratosis yang luas dengan krusta-krusta tebal
sistemik, dan dermatomiositis.5,7 Skabies berkrusta dan penebalan kuku yang dialami penderita dapat
juga dapat terjadi pada orang sehat yang menggunakan dikelirukan dengan berbagai dermatosis berkrusta
kortikosteroid topikal potensi kuat.8 lainnya. Diagnosis skabies Norwegian pada kasus
Manifestasi klinis skabies krutosa berupa lesi ditegakkan setelah ditemukan tungau Sarcoptes scabiei
kulit hiperkeratotik difus yang dapat disertai berbagai pada pemeriksaan KOH hasil kerokan kulit dari
derajat eritroderma. Lesi kulit yang hiperkeratotik lesi krustosa. Hasil terapi yang baik menggunakan
ini disebabkan oleh adanya kolonisasi tungau yang permethrin 5% merupakan konfirmasi yang adekuat
jumlahnya mencapai jutaan di epidermis.9 Seluruh untuk diagnosis skabies Norwegian pada penderita.
permukaan tubuh dapat terlibat. Hiperkeratosis yang Diagnosis skabies Norwegian perlu dipikirkan apabila
berat khususnya terjadi pada telapak tangan dan dijumpai lesi eritrodermik dengan pembentukan
kaki, di bawah kuku jari, telinga, kulit kepala, badan, krusta-krusta dan hiperkeratosis yang ekstensif
bokong, dan ekstremitas. Infeksi bakteri sekunder pada penderita sindroma Down atau individu yang
oleh Staphylococcus aureus disertai limfadenopati mengalami defek imunitas seluler.
generalisata sering menjadi penyulit.10 Tungau skabies
ditemukan dalam jumlah yang besar dalam skuama Daftar Pustaka
dan krusta. Penyakit ini sangat menular meskipun
1. Hurwitz S. Pediatrics in Review. Am Acad Pediatr 1979;
melalui kontak biasa. Pruritus seringkali berat, tetapi
1: 91–4.
juga dapat bersifat ringan atau tidak ada keluhan gatal 2. Dragos V, Kecelj N, Zgavec B. Crusted scabies in
sama sekali. Diagnosis banding dermatosis berkrusta an 8-year-old child. Acta Dermatoven APA 2004; 13:
seperti psoriasis, dermatitis seboroik, dermatitis kontak 66–70.
ataupun berbagai penyebab keadaan eritroderma 3. Darmstadt GL. Crusted scabies in an immunocompetent
dapat disingkirkan melalui pemeriksaan mikroskopis child: treatment with ivermectin. Pediatr Dermatol 2000;
(KOH) spesimen hasil kerokan kulit.1,2 17: 144–8.
4. Espy PD, Jolly HW. Norwegian scabies: occurrence
Eliminasi tungau merupakan tujuan utama
in a patient undergoing immunosupression. Arch
manajemen skabies. Antihistamin dan antibiotik dapat
Dermatol 1976; 112: 193–9.

91
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Vol. 21  No. 1 April 2009

5. Cestari SCP, Petri V, Rotta O. Alchorne MMA. Oral ����� 9. O’Donnel BF, O’Loughlin S, Powell FC. Management
treatment of crusted scabies with ivermectin: report of crusted scabies. Int J Dermatol 1990; 29: 258–66.
of two cases. Pediatr Dermatol 2000; 17: 410–4. 10. Predinville J. Scabies and Lice. In: Harper J, Oranje
6. Ayerbe F, Munoz J. Ivermectin for Crusted Norwegian A, Prose N, editors. Textbook of Pediatric Dermatology.
Scabies Induced by Use of Topical Steroid. Arch London: Blackwell Publishing; 2006. p. 659–66.
Dermatol. 1998; 134: 143–5. 11. Stone S. Scabies and Pediculosis. In: Freedberg I,
7. Chen DY, Lan JL. Crusted scabies in systemic lupus Eisen A, Wolff K, Austen K, Goldsmith L, Katz S,
erythematosus: a case report. Chin J Microbiol Immunol editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.
1993; 44–5. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p. 2283–5.
8. Lipitz R, Tur E, Brenner S, krakowsky A. Norwegian 12. Eichenfield L, Frieden I, Esterly N. Fungal Infections,
scabies following topical corticosteroid therapy. Ist Infestations, and Parasitic Infections in Neonates
J Med Sci 1981; 17: 1165–8. Textbook of Neonatal Dermatology. Philadelphia: WB
Saunders Company. 2001. p. 231–3.

92

You might also like