Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Disusun Oleh :
Auliya Rohmani, S. Ked
J510181086
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing I
KRH. dr. H. Djoko Sindhusakti Widyodiningrat, Sp.THT - KL (K), MBA.,
(.............................................)
Pembimbing II
Pembimbing III
Nama : An. S
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Karanganyar
Tanggal Masuk RS : 21 Mei 2018
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
B. Status Lokalis
1. Telinga
Bagian Telinga
Pemeriksaan
Telinga Kanan Telinga Kiri
Inspeksi Bentuk telinga normal, Bentuk telinga normal,
deformitas (-), bekas deformitas (-),bekas
luka (-), bengkak (-), luka (-), bengkak (-),
hiperemis (-),sekret (-) hiperemis (-),sekret (-)
Palpasi Tragus pain (-) Tragus pain (-)
Hiperemis (-), serumen Hiperemis (-), serumen
Otoskopi (-), membrana timpani (-), membrana timpani
intake, cone of light (+) intake, cone of light (+)
2. Hidung
- Inspeksi : deformitas (-), bekas luka (-), sekret (-), edema (-)
- Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (+)
a.Pemeriksaan
Hidung Kanan Hidung Kiri
Hidung
Hidung luar Bentuk normal, hiperemi Bentuk normal, hiperemi
(-), deformitas (-), nyeri (-), deformitas (-), nyeri
tekan (-), krepitasi (-) tekan (+), krepitasi (-)
b. Rinoskopi Anterior
Tidak tampak
pemebesaran kelenjar
adenoid
4. Pre op
A. Resume Pemeriksaan
1. Anamnesis
Keluhan hidung kiri dirasakan tersumbat
2. Pemeriksaan Fisik
Nyeri tekan hidung luar kiri (+), septum nasi deviasi (+)
B. Diagnosis Banding
1. Suspect sinusitis kronik
2. Polip nasi
C. Diagnosis
Septum nasi deviasi
D. Terapi
Operatif:
Koreksi septum
Terapi post operasi:
- Inf. RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x500mg
- Inj. Dexamethason 3x1 amp
- Inj. Santagesik 3x500mg
E. Prognosis
Dubia ad bonam
F. Edukasi
1. Sehabis operasi sementara bernafas dari mulut dahulu
2. Sehabis operasi sementara makan makanan yang lembut
3. Jaga kebersihan mulut
4. Bed rest
BAB II
SEPTUM DEVIASI
Hidung luar dibentuk oleh 1/3 atas kerangka tulang dan 2/3 bawah
tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil
yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari (Gambar 1) :
a. Tulang hidung (os nasal),
b. Prosesus frontalis os maksila
c. Prosesus nasalis os frontal.
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung (Gambar 1), yaitu :
a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
b. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai
kartilago alar mayor
c. Beberapa pasang kartilago alar minor
d. Tepi anterior kartilago septum.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat
di belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh
kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut
panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding,
yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
2) Penyaring udara
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu
dan bakteri dan dilakukan oleh :
a) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi
b) Silia
c) Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat
pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan
dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan
ke nasofaring oleh gerakan silia.
d) Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut
lysozime.
3) Penyeimbang dalam pertukaran tekanan
4) Mekanisme imunologik lokal
b. Fungsi penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara
difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.
c. Fungsi fonetik
1) Resonansi suara
Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang, sehingga terdengar suara sengau.
2) Proses bicara
Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m, n,
ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka,
palatum molle turun untuk aliran udara.
d. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi
terhadap trauma.
e. Reflek nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Contohnya, iritasi
mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan napas terhenti.
Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan
pankreas.
2. Deviasi
Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk ‘C’ atau ‘S’ yang
dapat terjadi pada bidang horisontal atau vertikal dan biasanya mengenai
kartilago maupun tulang.
3. Dislokasi
Batas bawah kartilago septum bergeser dari posisi medialnya dan
menonjol ke salah satu lubang hidung. Septum deviasi sering disertai
dengan kelainan pada struktur sekitarnya.
4. Sinekia
Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka di
hadapannya. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.
Sedangkan menurut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi
berdasarkan letak deviasi, yaitu :
1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun
masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus media).
4. Tipe IV : “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi
lain masih normal.
6. Tipe VI : tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga
menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII : kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.
Gambar 7. Klasifikasi Deviasi Septum Nasi Menurut Mladina
Jin RH dkk membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya
keluhan :
1) Ringan : Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada
bagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
2) Sedang
Deviasi kurang dari setangah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian
septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
3) Berat
Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung
C. Etiologi
1. Trauma
Trauma adalah penyebab yang paling sering, dapat terjadi saat :
a. Janin intrauterin
Posisi intrauterin yang abnormal dapat menyebabkan tekanan pada
hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi pergeseran septum
b. Kelahiran (partus)
Tekanan torsi pada hidung saat kelahiran (partus) dapat menambah
trauma pada septum
c. sesudah lahir
Resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung
(tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman
ketika berkendara.
2. Ketidakseimbangan pertumbuhan
Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan
inferior telah menetap. Selain itu, karena perbedaan pertumbuhan antara
dasar tulang tengkorak dan palatu menyebabkan septum nasi melengkung.
3. Faktor ras
Ras kaukasia lebih banya dari pada ras negro
4. Faktor herediter
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering timbul pada septum deviasi adalah sumbatan hidung.
Sumbatan dapat terjadi unilateral maupun bilateral, sebab pada sisi deviasi
sisi hidung yang mengalami deviasi terdapat konka yang hipotrofi, sedangkan
pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme
kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.
Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada
bagian atas septum. Deviasi septum juga dapat menyumbat ostium sinus
sehingga merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.
Jadi deviasi septum dapat menyebabkan satu atau lebih dari gejala
berikut ini :
1. Anamnesis
Keluhan yang paling sering terjadi adalah sumbatan hidung, bisa
unilateral atau bilateral. Keluhan lain seperti rasa nyeri di kepala dan di
sekitar mata, gangguan penciuman, sinusitis, otitis media berulang. Pada
deviasi bentuk spina keluhan dapat berupa epistaksis. Perlu juga
ditanyakan mengenai riwayat trauma.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dijumpai adanya penonjolan
septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan,
hasil pemeriksaan bisa normal. Akan tetap untuk pertama-tama penting
melihat vestibulum nasi tanpa spekulum, karena ujung spekulum dapat
menutupi deviasi bagian kaudal.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dinding lateral hidung untuk
menentukan besarnya konka. Piramid hidung, palatum, dan gigi juga
diperiksa karena struktur-struktur ini sering terjadi gangguan yang
berhubungan dengan deformitas septum.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi untuk
memastikan diagnosisnya.
a. Rontgen kepala posisi antero-posterior tampak septum nasi yang
bengkok.
b. Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk
menilai deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat robekan
mukosa.
c. Pemeriksaan X-ray sinus paranasal bila dicurigai terdapat komplikasi
sinus paranasal.
F. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pada prinsipnya terapi medikamentosa hanya bersifat simptomatis,
tergantung pada gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Terapi
medikamentosa dapat diberikan pada pasien dengan keluhan ringan,
sedangkan keluhan berat dilakukan koreksi septum. Kelompok obat yang
dapat diberikan pada deviasi septum adalah :
a. Dekongestan : untuk mengurangi hidung tersumbat dan menjamin
terbukanya jalan nafas pada kedua sisi
b. Analgetik : untuk mengurangi rasa sakit
2. Pembedahan
a. Septoplasti (Reposisi Septum)
Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian
yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat
dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi
submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan saddle nose.
Operasi ini juga tidak berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan wajah
pada anak-anak.
Septoplasty merupakan operasi pilihan (i) pada anak-anak, (ii) dapat
dikombinasi dengan rhinoplasty, dan (iii) dilakukan bila terjadi
dislokasi pada bagian caudal dari kartilago septum. Operasi ini juga
dapat dikerjakan bersama dengan reseksi septum bagian tengah atau
posterior.
b. Reseksi submukosa (Sub-Mucous Resection)
Paling sering terjadi pada bagian kartilago anterior akibat dari pasca
operasi (terutama Sub-Mucous Resection)
4. Deformitas eksternal (External deformity)
Karena kehilangan tulang rawan septum yang berlebih, memungkinkan
dorsum nasi runtuh karena kurangnya penopang. Jika terjadi akan sulit
diperbaiki
5. Anosmia
Biasanya jarang, tapi ketika terjadi tidak bisa diobati
H. Prognosis
Prognosis pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik
dan pasien dalam 10-20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana
biasanya. Hanya saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi
dilakukan. Termasuk juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah
hidung.
BAB III
ANALISA KASUS
Adams, G.L., Boeis, L.R. and Higler, P.A (2015) BOEIS Buku Ajar Penyakit
THT, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Bull PD. The Nasal Septum. In : Lecture Notes on Diseases of The Ear, Nose and
Throat. Ninth Edition. USA : Blackwell Science Ltd. 2002 : p. 81-85.
FK UI (2012) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokan,
Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Hans, S. A., 2016. Self Assessment & Review ENT. 7th edition ed. New Delhi:
Jaypee Brother Medical Publisher.
Moore L, Keith., F. Dalley, Arthur. (2006) Clinically Oriented Anatomy : Penerbit
Lippincott Williams & Wilkins.
Munir, N. & Clarke, R., 2013. Ear, Nose, and Throat at a Glance. First edition ed.
West Sussex: Blackwell's Publishing.
Tuli , B., 2013. Text Book of Ear, Nose, and Throat. Second edition ed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Widjoseno-Gardjito, editor. Kepala dan Leher. Dalam : Sjamsuhidajat R, Win
de Jong, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Cetakan I. Jakarta : EGC.
2005 : hlm 365-366.