Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
basa (Supardjan dan Ridho, 2006). GVT-0 memiliki kekurangan yaitu kelarutan
dalam air yang rendah sehingga absorbsi dan bioavailabilitas GVT-0 menjadi
Salah satu upaya memperbaiki kelarutan suatu senyawa non polar adalah
dijerap, ditangkap, diadsorbsi, atau diikat secara kimia dalam kompleks polimer
banyak diteliti karena dapat digunakan pada jalur non invasif (Tiyaboonchai,
memperpanjang masa tinggal obat dalam sirkulasi darah dalam penggunaan lepas
nontoksik, murah, mukoadhesif dan dapat membuka tight junction antara sel–sel
1
2
keberadaan gugus amina dalam struktur kitosan. Gugus amina kitosan dalam asam
berinteraksi ionik dengan GVT-0 yang memiliki karakteristik parsial negatif pada
terjadi secara mudah dan sederhana melalui metode gelasi ionik. Kitosan untuk
perpanjangan rantai molekul. Penelitian yang dilakukan oleh Kouchak dkk (2012)
serta persen entrapment efficiency yang lebih baik jika dibandingkan dengan
sisa kitosan tanpa bersaing dengan GVT-0. Salah satu crosslinker yang dapat
digunakan adalah biopolimer alginat yang tersedia melimpah di alam serta bersifat
fluid (AIF).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
dihasilkan.
4
fluid (AGF) tanpa pepsin dan artificial intestinal fluid (AIF) yang
D. Manfaat Penelitian
sedang (KVS) dan alginat menggunakan metode gelasi ionik sebagai alternatif
E. Tinjauan Pustaka
1. Gamavuton-0
serta menekan proliferasi sel tumor (Malesu dkk, 2011; Nurrochman dkk, 2012).
Pemanfaatan kurkumin sebagai agen terapi baru yang poten terhambat oleh
karakteristik fisikokimia kurkumin yang peka terhadap cahaya dan pH, serta
penghilangan gugus metilen aktif sehingga GVT-0 memiliki stabilitas yang lebih
5
baik dibandingkan kurkumin pada pH basa (Sardjiman dkk, 1997 dalam Suparjan
diena simetris pada bagian tengah yang menghubungkan dua cincin aromatik,
sehingga GVT-0 memiliki dua bagian α,β unsaturated. Atom O karbonil memiliki
sebagai nukleofil dan menyerang suatu kation. Pada GVT-0 tidak terdapat gugus
metilen aktif seperti pada kurkumin. Gugus metilen aktif dapat terhidrolisis pada
Hasil pengujian toksisitas akut dan subakut GVT-0 dalam pemaparan selama 24
jam dan 30 hari tidak menunjukkan efek toksik pada parameter hematologi dan
kimia darah maupun urin pada tikus jantan dan tikus betina. Pengamatan
pada organ–organ vital seperti paru–paru, ginjal, hati, usus dan limpa secara
inti GVT-0 dan kurkumin mengakibatkan sifat solubilitas yang mirip. GVT-0
praktis tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik. seperti aseton,
dimetil sulfoksida, etanol, etil asetat (Sharma dkk, 2005). Kelarutan yang rendah
pada pemakaian oral akan berdampak pada rendahnya absorbsi di usus, sehingga
Chandrasekara, 1982).
2. Nanopartikel
nanopartikel, dimana obat dijerap, ditangkap, atau terikat secara kimiawi pada
nanosphere merujuk pada partikel nano dengan sistem matrix (struktur monolitik)
umum karena tidak dapat dibedakan tipe partikel yang terbentuk (Tiyaboonchai,
2003).
pelepasan bahan aktif mencapai situs aksinya dengan kecepatan yang optimum
dan dosis yang sesuai untuk tujuan terapetik (Hermawan, 2012; Thwala, 2010).
secara oral, nasal, dan ocular dan menunjukkan respon permeasi yang efektif
melalui membran sel, juga stabil dalam aliran darah (Nagavarma dkk, 2012;
Tiyaboonchai, 2003).
Polimer tersebut dapat menjerap air dalam jumlah besar dalam jaringan
strukturnya. Nanopartikel dengan tipe polimer seperti ini dikenal dengan istilah
fungsi bersifat hidrofil seperti –OH, -COOH, -CONH2, dan SO3H, dimana gugus
8
tersebut dapat memerangkap air dalam struktur kompleks nano gel namun tidak
sejumlah besar air, sehingga dapat menjaga integritas struktural dan elastisitas
(1). Dapat menembus kapiler terkecil karena ukurannya yang kecil. Hal tersebut
(3). Sistem nano dapat dimodifikasi menjadi sediaan control release dengan
(4). Nanopartikel dapat meningkatkan efek obat dan mengurangi efek samping
obat.
Selain itu nanopartikel dapat berperan sebagai adjuvant yang baik bagi
sawar otak, cabang saluran sistem pulmonary, tight junction dari sel epitel usus
serta memungkinkan penetrasi yang lebih baik pada tumor yang memiliki pori-
submikron, nanopartikel memiliki stabilitas yang lebih baik dalam cairan biologis.
Nanopartikel dapat melindungi obat dari kontak dengan cairan biologis juga
9
melapisi obat saat menembus lapisan membran intestinal, sehingga saat mencapai
pada alginat, juga dengan membuka epithelial tight junction seperti pada kitosan.
Gambar 3. Mekanisme cellular uptake agen terapi dengan pembawa nanopartikel (Faraji
dan Wipf, 2009).
10
nanopartikel dapat berasal dari alam maupun hasil sintesis, namun pada dasarnya
kenyataan tidak dapat diperoleh suatu sistem nanopartikel yang ideal. Penyiapan
nanopartikel dengan polimer tidak larut air melibatkan panas, serta solven organik
yang mengakibatkan rusaknya obat, sehingga penggunaan polimer larut air lebih
di antaranya:
Partikel nano merupakan sistem padatan koloid dengan ukuran 1-1000 nm.
Pengukuran ukuran partikel nano dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
Pada korelasi photon ukuran partikel ditentukan dari gerak brown maupun
SEM dan TEM tidak hanya mampu menunjukan ukuran partikel yang
partikel dan distribusi ukuran memiliki peranan yang sangat penting. Keduanya
pelepasan obat, juga stabilitas nanopartikel yang terbentuk (Singth dan James,
2009).
muatan permukaan serta distribusi antar muka muatan permukaan. Potensial zeta
memicu stabilitas fisik yang buruk akibat cepatnya sedimentasi dan agregasi
Dynamic Laser Scattering (DLS), Zetasizer, Zeta Plus TM, Zeta Potential
Respon klinis suatu obat dihasilkan oleh interaksi antara obat dengan situs
aksi dalam sistem biologis yang dimulai dengan interaksi sistem biologis terhadap
dua gugus yang berbeda muatan pada polimer dan obat sepanjang reaksi, struktur
bersifat sukar larut air harus dilakukan uji disolusi. Prosedur pengujian dan
1-4 β-glikosidik. Kitosan diperoleh melalui N-deasetilasi parsial pada kitin, suatu
biopolimer yang terdapat pada cangkang kepiting, udang, dan lobster. Secara
alami kitosan juga dapat ditemukan pada mikroorganisme berupa yeast dan fungi
(Illum, 1998).
menggunakan NaOH pekat mengubah gugus asetil pada kitin menjadi gugus
amina dalam kitosan, namun proses asetilasi sulit untuk secara mutlak mengubah
keseluruhan gugus asetil menjadi amina sehingga kitosan tidak dapat dinyatakan
serta lebih basa dan nukleofilik jika dibandingkan dengan kitin. Karakter kitosan
sebagai basa lemah mempengaruhi solubilitas kitosan. Kitosan memiliki pKa 6,5,
sehingga kitosan tidak larut pada pH netral dan alkali, namun larut pada pH < 6
14
seperti dalam asam asetat, asam sitrat, dan asam aspartat (Hejazi dan Amiji,
2003). Di dalam asam, gugus amina pada kitosan akan mengalami protonasi
Proses protonasi ini yang meningkatkan kelarutan kitosan di dalam asam. Kitosan
Kitosan memiliki derajat deaselitasi dan rentang bobot molekul yang sangat
luas. Berat molekul kitosan mempengaruhi kelarutan kitosan. Bobot molekul yang
yang mengalami perubahan menjadi amino pada kitosan. Derajat asetilasi pada
utama yang mempengaruhi ukuran partikel, agregasi, dan formasi partikel kitosan
densitas 1,35 dan 1,40 g/cm3, pH 6,5-7,5, kandungan kelembaban <10%, derajat
deasetilasi 70-100%,material tidak larut <1%, tidak berasa dan tidak berbau
kuartener kitosan dengan permukaan mukus bermuatan negatif. Saat melekat pada
permukaan mukosa kitosan dapat membuka sementara tight junction antar sel-sel
sementara ini memberi waktu yang lebih panjang bagi interaksi dan transport obat
kompleks dengan polianion atau melalui gelasi larutan kitosan dalam emulsi
minyak (Sahoo dan Prusty, 2010). Nanopartikel kitosan dapat dimanfaatkan untuk
penghantaran obat melalui jalur parenteral, peroral, ocular, dan sebagai vektor
menjadi :
(3) kitosan nanopartikel dengan BM 23.000 Dalton sampai 70.000 Dalton, dapat
dengan ukuran lebih kecil dan persen penjerapan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kitosan viskositas tinggi dan rendah (Kouchak dkk, 2012).
4. Alginat
beragam kation di laut seperti Mg2+ , Sr2+, Ba2+, dan Na+ (Thwala,2010). Alginat
bersifat water soluble dan mengandung gugus 1,4 yang terikat residu asam amino
larut dalam air dingin, namun sedikit larut dalam air panas, larut dalam alkohol,
eter dan gliserol, mengendap di pH < 3,5. Alginat sangat stabil pada pH 5 – 10,
sedangkan pada pH yang lebih tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya
17
degradasi ß- eliminatif. Garam-garam (K, Na, NH4+, dn Ca2-) dan propilen glikol
alginat larut dalam air dingin maupun panas, tapi garam kalsiumnya tidak dapat
1991). Sifat mukoadhesive alginat disebabkan oleh struktur alginat yang berupa
dengan polimer lain seperti polistiren dan kitosan. Sifat ini meningkatkan
Garam natrium alginat dapat terion menjadi alginat anionik dalam pH yang
lebih tinggi dibandingkan pKa natrium alginat (3,4 – 4,4) . Muatan negatif pada
seperti kitosan terprotonasi. Selain itu, alginat juga memiliki sifat membentuk gel
dengan keberadaan kation divalen seperti Ba2+, Sr2+, dan Ca2+. (Li dkk, 2008).
pembuatan kompleks alginat dengan polimer lain seperti pektin, eudragit dan etil
selulosa. Solusi pengatasan masalah alginat yang paling umum adalah melalui
sehingga pencampuran alginat dan kitosan dalam kondisi normal dan membentuk
berbeda. Alginat tidak larut dalam pH rendah, sehingga dapat membantu kitosan
(Thwala, 2010).
selama kurang dari dua jam, perlindungan obat dalam pelepasan obat secara lepas
lambat yang lebih efisien dibanding jika digunakan kitosan atau alginat secara
tunggal dalam penjerapan obat, meningkatkan waktu kadaluarsa dan waktu paruh
obat dalam cairan biologis, serta meningkatkan solubilitas senyawa non polar
seperti nifedipin (Gazori dkk, 2009; Li dkk, 2008). Selain itu pemanfaatan
kompleks kitosan alginat sebagai matriks penjerap kurkumin juga sudah diteliti
5. Gelasi Ionik
Secara garis besar, proses pembuatan partikel berukuran nano memiliki dua
partikel berukuran yang lebih besar. Dasar teknologi ini berupa teknik pengecilan
partikel menggunakan gaya mekanik, seperti proses ball milling dan homogenisasi
tekanan tinggi. Teknik top down memiliki prinsip sederhana dengan kisaran bahan
dasar yang luas (Ober dan Gupta, 2011). Hasil yang diperoleh dari cara ini berupa
nanosuspensi.
Merupakan kontra dari teknologi top down, dimana partikel nano justru
diperoleh dari dispensi molekuler suatu senyawa. Teknik ini meliputi presipitasi
fluida kritik dan difusi emulsifikasi. Emulsi terbentuk melalui pencampuran obat
dan polimer larut air, yang selanjutnya dimasukkan dalam air yang telah
evaporasi solven. Keuntungan teknik ini adalah pemilihan surfaktan yang cocok
dapat memberikan efek lebih pada partikel nano yang dihasilkan (Ober dan Gupta,
2011).
ionik, polisakarida (alginat, gellan, dan pektin) dilarutkan dalam air atau dalam
asam lemah (untuk kitosan). Larutan tersebut kemudian ditambahkan pada larutan
Teknik gelasi ionik pada nanopartikel kitosan pertama kali dilakukan oleh
Calvo dkk, 1997 dan secara luas telah diuji dan dikembangkan (Janes dkk, 2001 ;
Pan dkk, 2002). Metode ini melibatkan interaksi ionik antara 2 muatan berbeda
yang berasal dari polimer (misalnya kitosan) dan obatnya sehingga obat berukuran
kurang dari 1000 nm dapat terjerap dalam polimer (Amritkar dkk, 2011).
elektrostatik antara gugus amina pada kitosan dan gugus bermuatan negatif dari
terjadi secara spontan saat gugus bermuatan negatif berikatan dengan gugus
(Tiyaboonchai, 2003).
F. Landasan Teori
aktif pada kurkumin yang bertanggung jawab pada degradasi fotokimia kurkumin
oleh cahaya dan hidrolisis oleh basa, sehingga GVT-0 memiliki stabilitas yang
lebih baik terhadap pengaruh pH dan cahaya (Tonnesen dan Karlsen, 1985).
Pemanfaatan GVT-0 sebagai agen terapi baru masih terhambat oleh solubilitas
GVT-0 dalam air yang rendah, sehingga mempersulit absorbsi di usus dan
koloidal solid dengan ukuran berkisar antara 1-1000 nm, dimana obat dijerap,
ditangkap, atau terikat secara kimia pada polimer sintetik maupun alami. Sistem
dalam matriks polimer yang bersifat hidrofilik. Salah satu polimer hidrofilik yang
diperoleh dari N-asetilasi parsial senyawa kitin dari cangkang crustaceae. Kitosan
kitosan untuk berinteraksi secara ionik dengan suatu anion membentuk kompleks
berlawanan muatan disebut sebagai metode gelasi ionik. GVT-0 memiliki atom O
22
karbonil yang memiliki pasangan elektron bebas dan bersifat parsial negatif
memicu interaksi ionik antara gugus nukleofilik dalam GVT-0 dengan gugus
matriks kitosan. Kitosan dapat dibedakan berdasarkan bobot molekulnya, hal ini
(KVS) menghasilkan partikel nano berukuran lebih kecil dan persen penjerapan
mengurangi gaya tolak menolak internal molekul kitosan. Salah satu anion yang
meningkatkan kelarutan dan stabilitas berbagai sebagai non polar seperti nifedipin
dan kurkumin.
23
G. Hipotesis
Dari kajian pustaka yang telah dilakukan, dapat diajukan hipotesis sebagai
berikut :
1. Nanopartikel GVT-0 dengan polimer kitosan rantai sedang dapat terbentuk pada
kombinasi kadar GVT-0 : KVS : Alginat (%) dalam rentang kadar yang