You are on page 1of 37

LAPORAN KEGIATAN PPDH

ROTASI KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


yang dilaksanakan di
LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT
VETERINER
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PENGUJIAN BAHAN PANGAN ASAL HEWAN


“SUSU KAMBING SEGAR”

Oleh:
DEASY ANDINI ERSYA PUTRI, S.KH
16013010001136

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

1
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Susu adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar mammae

hewan mamalia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan gizi (AAK,

1991). Dalam kebijakan pembangunan nasional, subsektor peternakan

mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah. Tujuan

pembangunan subsektor peternakan antara lain mencukupi target gizi

sesuai dengan yang dicanangkan dan bersumber dari protein hewani.

Target pemerintah untuk konsumsi masyarakat akan protein hewani asal

ternak adalah sebesar 4,6 g/kapita/hari (Ressang dan Nasoetion, 1989).

susu kambing segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi

gizinya, bukan saja bagi manusia tetapi juga bagi jasad renik pembusuk,

karena itu susu merupakan komoditi yang sangat mudah rusak, sehingga

apabila penanganannya tidak baik maka akan timbul penyakit berbahaya

(Hadiwiyoto, 1983). Susu sebagai salah satu produk ternak mempunyai

kandungan zat gizi yang lengkap seperti protein (3,5%), lemak (3,9%),

laktosa (4,9%), mineral, dan vitamin (0,7%). Sifat zat gizi tersebut mudah

dicerna dan diserap secara sempurna (Adnan, 1984). Kontaminasi bakteri

mampu berkembang secara cepat sekali sehingga susu menjadi tidak bisa

diolah lebih lanjut atau tidak pantas lagi dikonsumsi manusia (Winarno,

1993).

2
Jaminan keamanan susu telah menjadi tuntutan masyarakat seiring

dengan meningkatnya status sosial. Selain hal tersebut, tanpa adanya

jaminan keamanan maka susu akan sulit dipasarkan. Oleh sebab itu, perlu

dilakukan pengujian keamanan susu kambing dalam rangka penyediaan

bahan pangan asal hewan yang Halal, Aman, Utuh dan Sehat (HAUS)

untuk dikonsumsi.

1.1 Rumusan Masalah

1. Apakah mutu susu kambing sudah sesuai dengan Thai Agricultural

Standard 6006-2008?

2. Bagaimana prosedur pemeriksaan sampel susu kambing untuk

menentukan mutu sehingga dinyatakan aman, sehat, utuh dan halal

untuk dikonsumsi masyarakat ?

1.2 Tujuan

1. Mengetahui mutu sampel susu kambing sesuai dengan Thai

Agricultural Standard 6006-2008

2. Mengetahui dan memahami pemeriksaan sampel susu kambing

untuk menentukan mutu sehingga dinyatakan aman, sehat, utuh dan

halal untuk dikonsumsi masyarakat

1.3 Manfaat

Manfaat dari kegiatan rotasi PPDH di Laboratorium Kesmavet ini

adalah dapat meningkatkan pengetahuan, soft skill, serta pemahaman

mengenai peran dan fungsi dokter hewan dalam penjaminan mutu susu

kambing yang dilakukan pengujian, sehingga dapat dinyatakan aman,

3
sehat, utuh dan halal untuk konsumsi masyarakat sesuai dengan Thai

Agricultural Standard 6006-2008.

4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu Kambing

Susu kambing adalah susu yang di peroleh dari hasil pemerahan

seekor kambing perah atau lebih, dilakukan secara teratur dan hasilnya

berupa susu segar murni tanpa campuran, tidak dikurangi dan ditambah

suatupun (Sarwono, 2007). Susu kambing segar harus tidak boleh

mengandung colostrum. Pengelompokkan mutu susu kambing

digolongkan berdasarkan parameter total mikroba, jumlah somatik sel

ambing, lemak dan bahan kering yang digunakan sebagai kriteria untuk

pemasaran susu kambing segar (Thai Agricultura standard, 2008).

Susu kambing memiliki beberapa perbedaan dengan susu sapi

dalam segi warna dan bentuk globular lemak. Susu kambing memiliki

warna yang lebih putih dikarenakan kandungan vitamin A pada susu

kambing tidak tersusun sebagai pigmen karotenoid seperti susu sapi.

Selain itu globular lemak susu kambing lebih kecil dari pada susu sapi,

sehingga dapat diminum oleh orang yang alergi terhadap susu sapi, atau

mengalami gangguan pencernaan. Susu kambing memiliki ukuran rata-rata

butiran lemak sebesar 2 mikrometer, lebih kecil dari pada ukuran butiran

lemak susu sapi yang mencapai 2,5-3,5 mikrometer (Purbayanto, 2009).

5
Tabel 2.1 Perbandingan kandungan gizi susu kambing dan susu sapi per 100 gram
(Balivet, 2008).
Kandungan Susu Sapi Susu Kambing
Protein (g) 3.3 3.6
Lemak (g) 3.3 4.2
Laktosa (%) 4,7 4,8
Karbohidrat (g) 4.7 4.5
Kalori (g) 61 69
Phospor (g) 93 111
Kalsium (g) 119 134
Magnesium (g) 13 14
Besi (g) 0.05 0.05
Natrium (g) 49 50
Kalium (g) 152 204
Vitamin A (IU) 126 185
Vitamin B6 0.04 0.05
(mg)
Air (%) 87,2 87,5
Energi (kkal) 66,0 67,0
Berat jenis 1,032 1,032
Derajat 7,1 8,0
keasaman
pH 6,50 6,60
Titik beku -0,524 -0,570

Susu kambing segar merupakan susu yang diperoleh dari induk

kambing tidak kurang dari 3 hari setelah kelahiran dan pada susu tersebut

tidak dikurangi dan tidak ditambahkan komponen lain serta tidak boleh

mengalami suatu perlakuan kecuali pendinginan. Pengelompokkan mutu

susu kambing digolongkan berdasarkan parameter total mikroba, jumlah

somatik sel ambing, lemak dan bahan kering yang digunakan sebagai

kriteria untuk pemasaran susu kambing segar (Thai Agricultural Standard

6006-2008). Spesifikasi kualitas mutu susu kambing tercantum pada Tabel

2.1.

6
Tabel 2.1 Syarat mutu susu kambing
Susu kambing TAS 6006-2008
Uji Satuan Standard
1. Organoleptik
1.1 Warna Normal,bersih, berwarna
putih
1.2 Bau Aromatis
1.3 Rasa Rasa alami tampa diberi
campuran
1.4 Konsistensi % Normal

2. pH 6,5 – 6,8
%
3. lemak 8,25
4. Alkohol Negatif atau sedikit
5. BKTL 8,25
6. Berat Jenis 1.028
Cemaran mikroba (SNI 7388-2009)
7. Cemaran mikroba
7.1 Alt /TPC(30oC, 72 Koloni/ml 1 x 106
jam)
7.2 Coliform Koloni/ml 2 x 101
7.3 Escherichia coli Koloni/ml 0
7.4 Salmonella sp - Negatif
7.5 S. aureus Koloni/ml 1 x 102
7.6 Campylobacter sp Koloni/ml 0

2.2 Kualitas Susu Kambing

Kualitas susu dapat diketahui dengan melakukan pengujian

terhadap susu. Pemeriksaan kualitas susu dapat dilakukan dengan

menguji kualitas fisik, kimiawi serta mikrobiologi. Kualitas fisik susu

dilihat dari keadaan susu yang meliputi warna, bau, rasa, dan kekentalan.

Hasil uji susu dikatakan menyimpang apabila susu memiliki rasa seperti

pahit, asin, dan amis. Susu sangat cepat mengalami kerusakan akibat

aktivitas mikroba. Susu segar biasanya memiliki pH antara 6,5 – 6,7.

7
Apabila pH susu dibawah 6,5 maka dapat dikatakan kualitas susu

menurun diakibatkan oleh bakteri yang merusak susu. Apabila pH diatas

6,7 menunjukkan kelainan seperti mastitis. Penyimpanan susu pada suhu

ruang dpat menurunkan pH akibat adanya fermentasi asam laktosa

menjadi asam laktat sehingga derajat keasaman meningkat. Susu yang

asam memiliki koloidal protein yang tidak stabil sehingga tidak dapat

mempertahankan selubung air yang menyelimuti. Apabila susu dicampur

alkohol yang memiliki sifat dehidrasi maka protein terkoagulasi sehingga

tampak butiran atau gumpalan susu (Suardana dan Swacita, 2009).

Pengujian kualitas kimiawi perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah

kandungan protein, lemak, dan laktosa pada susu sedangkan pengujian

kualitas mikrobiologi susu akan memberikan informasi mengenai

keadaan susu. Jumlah bakteri yang tinggi dapat menunjukkan adanya

kontaminasi pada susu. Bakteri yang tumbuh dapat menurunkan kualitas

susu (Susilorini dan Sawitri, 2007).

2.3 Aspek Good Dairy Farming Practices (GDFP)

Good Dairy Farming Practice adalah tatalaksana peternakan

sapi perah yang meliputi segala aktivitas teknis dan ekonomis dalam

hal pemeliharaan sapi perah. Good Dairy Farming Practice enam

aspek yaitu kesehatan hewan, higiene pemerahan, nutrisi, kesejahteraan

hewan, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi (FAO and IDF,

2011).

a. Kesehatan Ternak

8
Hazard atau bahaya yang berkaitan dengan keamanan pangan

asal ternak dapat terjadi pada setiap mata rantai meliputi penyakit

ternak, penyakit yang ditularkan melalui pangan atau yang disebut

food borne diseases dan kontaminan bahan kimia atau bahan toksik

lainnya. Program manejeman pada proses on farm penting diterapkan

mengingat susu yang baik berasal dari sapi yang sehat. Poin

penting dalam manajemen kesehatan: membentuk ternak yang

resisten terhadap penyakit, mencegah masuknya penyakit ke dalam

peternakan, memiliki program kesehatan ternak yang efektif, dan

penggunaan obat -obatan serta bahan kimia secara aman (FAO and

IDF, 2011).

b. Higiene Pemerahan

Manajemen pemerahan yang baik meliputi memastikan

rutinitas pemerahan tidak melukai hewan atau menyebabkan

kontaminasi pada susu, memastikan pemerahan dalam kondisi

higienis, memastikan proses setelah pemerahan higienis, sanitasi

peralatan pemerahan dan lingkungan, serta proses penanganan susu

yang baik (FAO and IDF, 2011).

c. Nutrisi (Pakan dan Air)

Nutrisi (pakan dan air) harus mempertimbangkan kuantitas,

kualitas, dan kontinuitas guna menunjang keberhasilan suatu usaha

peternakan. Selain itu juga perlu mengontrol penyimpanan pakan

agar terhindar dari kontaminan serta memastikan asal pakan yang

9
dibawa ke dalam farm. Pakan yang diberikan harus memenuhi

kebutuhan ternak akan nutrien, palatabel, ekonomis, dan baik

untuk kesehatan ternak. FAO dan IDF (2011) menyatakan bahwa

penggunaan bahan kimia termasuk pupuk untuk sumber hijauan

harus sesuai rekomendasi pihak berwenang karena dapat

mempengaruhi kualitas produk ternak baik berupa daging atau susu.

d. Kesejahteraan Ternak

Prinsip dasar kesejahteraan ternak disebut dengan five freedoms,

diantaranya :

1. Bebas dari rasa lapar dan haus. Sapi perah yang dipelihara

harus cukup tersedia pakan dan air yang mampu memenuhi

kebutuhan.

2. Bebas dari rasa tidak nyaman. Temperatur dan kelembaban sesuai

untuk hidup, terlindung dan secara fisik nyaman untuk bergerak

dan beristirahat.

3. Bebas dari rasa sakit, luka, dan penyakit. Program pencegahan

penyakit baik infeksi ataupun non infeksi, pengamatan d ini

terhadap tingkah laku tidak normal, dan melakukan diagnosis

yang cepat dalam usaha mengatasi cedera dan sakit.

4. Bebas dari rasa takut dan stres. Selama pemeliharaan ternak

harus terjamin kenyamanannya artinya dijamin tidak

menyababkan cekaman dan ketakutan yang menimbulkan

penderitaan psikologis.

10
5. Bebas untuk mengekspresikan tingkah laku alamiah. Ruang

yang cukup memberikan kesempatan bagi ternak untuk

mengekspresikan pola perilaku normal sebagai wujud

kenyamanan hidup (FAO and IDF, 2011).

e. Lingkungan

Peternakan berdampak pada seluruh aspek lingkungan, seperti

udara, lahan dan tanah, air, perubahan iklim dan keanekaragaman

hayati baik secara langsung ataupun tidak langsung (FAO, 2006).

Oleh karena itu penerapan GFDP yang baik dan benar harus

mengimplementasikan sistem peternakan yang ramah lingkungan,

memiliki sistem manajemen pengelolaan limbah, dan memastikan

tidak ada dampak buruk terhadap lingkungan (FAO and IDF, 2011).

f. Manajemen Sosial – Ekonomi

Usaha peternakan sapi perah harus memberikan manfaat

baik dari segi ekonomi ataupun dari segi sosial. Menurut FAO

dan IDF (2011) social responsible dan economically sustainable

merupakan bagian integral dari GDFP. Keduanya membahas dua

resiko dalam menjalankan usaha sapi perah yaitu Sumber Daya

Manusia (SDM) dan manajeman keuangan. Kedua elemen tersebut

harus dijalankan secara seimbang dan berkesinambungan, dalam

hal ini suatu usaha yang menghasilkan keuntungan secara

ekonomi juga harus memberikan manfaat untuk kepentingan

masyarakat luas (FAO and IDF, 2011).

11
BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) rotasi Laboratorium

Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) dilakukan mulai tanggal 4

Desember – 12 Desember 2017 yang bertempat di Laboratorium Kesmavet

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Malang.

3.2 Peserta dan Pembimbing

Peserta koasistensi Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET) adalah

mahasiswa PPDH FKH Universitas Brawijaya yang berada dibawah

bimbingan drh. Fidi Nur Aini E. P. D. M, Si.

Nama Mahasiswa : Deasy Andini Ersya Putri

Fakultas : Fakultas Kedokteran Hewan

Jurusan : Pendidikan Profesi Dokter Hewan

Universitas : Universitas Brawijaya

Gelombang : VIII (delapan)

NIM : 160130100011036

Nomor Telepon : 08155946507

Email : ersyadeasy@gmail.com

3.3 Metode Kegiatan

Metode yang digunakan dalam kegiatan koasistensi di

Laboratorium Kesmavet adalah:

1. Melaksanakan pengujian terhadap susu kambing

12
2. Melaksanakan diskusi kelompok dan dengan dokter hewan

pembimbing koasistensi

3.4 Metode Prosedur Pengujian Susu Kambing

3.4.1 Uji Organoleptik (SNI 01-2782-1998, Metoda Pengujian Susu Segar)

 Prinsip kerja dari uji organoleptik adalah melakukan pengujian pada

sampel dengan menggunakan panca indra untuk mengetahui adanya

perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi dari susu

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah beker glass

dan sampel susu kambing. Pengujian meliputi warna, bau, rasa dan

konsistensi.

 Cara kerja:

o Beker glass diisi dengan sampel susu kambing sebanyak ± 5 ml.

Kemudian dilakukan pengamatan warna sampel susu kambing.

Sampel susu kambing dicium dengan jarak ± ½ cm dari hidung

untuk mengetahui aromanya. Selanjutnya sampel diamati dan

digoyangkan untuk mengetahui konsistensi sampel, terjadi

pemisaan atau tidakantara komponen padat dan cairan.

 Sebanyak ± 1 sendok sampel diambil dan dirasakan dengan lidah.

 Interpretasi hasil susu kambing normal:

o susu kambing berwarna putih

o memiliki aromadan rasa yang aromatis khas susu kambing

o konsistensi baik, tidak meninggalkan butiran-butiran pada dinding

13
3.4.2 Uji Kebersihan / Penyaringan (SNI 01-2782-1998, Metoda Pengujian
Susu Segar)

 Prinsip kerja dari uji kebersihan adalah kotoran yang terdapat di dalam

susu akan tampak dengan kasat mata tertinggal di kertas saring.

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah tabung

erlenmeyer, kertas saring, corong kaca dan sampel susu kambing.

 Cara kerja :

o Sampel susu kambing disiapkan sebanyak 250 ml. Kemudian

secara perlahansusu dituangkan sampai habis ke labu erlenmeyer

melewati corong kaca dan kertas saring. Selanjutnya diamati dan

diperiksa kotoran yang tertinggal pada kertas saring.

 Interpretasi hasil :

Hasil positif ditunjukkan dengan adanya kotoran yang tersangkut di kertas

saring

3.4.3 Uji Berat Jenis (SNI 01-2782-1998, Metoda Pengujian Susu Segar)

 Prinsip kerja dari uji berat jenis adalah benda padat yang dicelupkan ke

dalam cairan akan mendapatkan tekanan ke atas sebesar benda yang

dipindahkan. Berat jenis diukur pada suhu 20-30oC.

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah

laktodensimeter yang ditera pada suhu 27,5oC (26oC), termometer, gelas

ukur 500mL dan sampel susu kambing.

14
 Cara kerja:

o Sampel susu kambingsebanyak 250 ml dihomogenkan dengan cara

menuangkan dari gelas ukur satu ke gelas ukur lainnya tanpa

menimbulkan buih. Laktodensimeter dan termometer dimasukkan

secara perlahan ke dalam sampel. Ditunggu sampai

laktodensimeter berhenti bergerak. Skala laktodensimeter dan

suhukemudian dibaca. Skala yang ditunjukkan dan angka yang

terbaca menunjukkan angka ke-2 dan ke-3 dibelakang koma

(1,0…).

 Kemudian hasilnya disesuaikan dengan BJ pada suhu 27,5oC.

 Perhitungan :

BJ = n + {(T-27,5) x 0,0002}

Keterangan :

n : angka BJ pada laktodensimeter

T : suhu pada thermometer

3.4.4 Uji pH (Padaga et al., 2014)

Dengan pH strip

 Prinsip kerja pengukuran pH dengan pH stripyaitu kertas pH strip akan

berubah warna sesuai dengan tingkat keasaman dan dibandingkan dengan

warna standar indikator

15
 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sampel susu

kambing, kertas tisu, cawan petri, kertas indikator universal

 Cara kerja :

o Kertas pH strip dicelupkan ke dalam sampel susu kambing.

Kemudian dibandingkan dengan deret standar warna indikator

untuk mengetahui pH sampel susu

 Interpretasi hasil :

o Perubahan warna < 7 : bersifat asam

o Perubahan warna > 7 : bersifat basa

3.4.5 Uji Didih (Padaga et al., 2014)

 Prinsip kerja dari uji didih adalah kestabilan kasein susu akan berkurang

jika susu menjadi asam sehingga susu yang tidak baik akan pecah atau

menggumpal apabila dipanaskan sampai mendidih.

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalahsampel susu

kambing segar, tabung reaksi, api bunsen dan penjepit kayu.

 Cara kerja :

 Tabung reaksi diisi dengan sampel susu sebanyak 5 ml.Selanjutnya

dengan bantuan penjepit kayu sampel susu dipanaskan sampai

mendidih. Kemudain diamati ada atau tidaknya gumpalan pada

bagian dinding tabung reaksi.

 Interpretasi hasil :

16
o positif : terdapat gumpalan atau butiran halus pada dinding tabung.

3.4.6 Uji Alkohol (70%) (SNI 01-2782-1998, Metoda Pengujian Susu Segar)

 Prinsip kerja dari uji alkohol adalah kestabilan sifat koloid susu tergantung

pada selubung air (micelle casein phosphate) yang menyelimuti butiran

protein terutama kasein. Alkohol yang yang ditambahkan ke dalam susu

menyebabkan susu pecah, karena alkohol memiliki daya dehidrasi

sehingga protein akan terkoagulasi.

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah tabung reaksi,

alkohol 70% dan sampel susu kambing.

 Cara kerja :

o Satu bagian sampel susu kambing (5 ml) ditambahkan alkohol 70%

sama banyak (5 ml) (perbandingan 1:1), lalu dikocok. Kemudian

diamati hasilnya. Susu akan pecah pada keasaman susu >9oSH

o Satu bagian sampel susu kambing (5 ml) ditambahkan 2 bagian

alkohol 70% (10 ml) (perbandingan 1:2), lalu dikocok. Kemudian

diamati hasilnya. Susu akan pecah pada keasaman susu >8oSH

Interpretasi hasil :

 Hasil positif ditunjukkan dengan adanya gumpalan yang menempel pada

dinding tabung

17
3.4.7 Uji Titrasi Keasaman Soxhlet Henkel (SNI 01-2782-1998, Metode
Pengujian Susu Segar)

 Prinsip kerja uji titrasi keasaman soxhlet henkel adalah jumlah ml NaOH

0,25 N yang diperlukan untuk menetralisasi asam yang berada dalam 100

ml sampel dengan phenolpthalein sebagai indikator.

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah sampel susu

kambing, buret dengan skala 0,05-0,01 ml, 2 tabung erlenmeyer 100 ml,

NaOH 0,25 N, phenolpthalein 1%.

 Cara kerja :

o Susu sebanyak 50 ml dimasukkan ke dalam 2 tabung erlenmeyer.

Pada tabung erlenmeyer pertama ditambahkan indikator

phenolphthalein sebanyak 2 tetes, sedangkan tabung erlenmeyer

yang ke-2 sebagai kontrol. Tabung Erlenmeyer pertama dititrasi

dengan NaOH 0,25N setetes demi setetes sambil digoyang-

goyangkan sampai terbentuk warna merah muda, pada kondisi ini

sudah tercapai bagian antara asam dan basa. Jumlah NaOH 0,25 N

yang digunakan dikali dua karena jumlah ml susu yang dipakai 50

ml.

3.4.8 Uji Kadar Lemak Susu (Metode Gerber) (SNI 01-2782-1998, Metode
Pengujian Susu Segar)
 Prinsip kerja dari uji kadar lemak adalah penambahan H2SO4 pekat pada

susu akan merombak dan melarutkan kasein serta protein susu yang lain.

Sedangkan penambahan amylalkohol dan panas akan mencairkan lemak

18
sehingga butir-butir lemak menjadi lebih besar yang berupa cairan jernih

di atas H2SO4

 Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah tabung

butyrometer Gerber, rak, penangas air, sentrifus, pipet otomatis 10 mL, 1

mL, 11 mL, kain lap, sumbat karet, larutan H2SO4pekat 92%, larutan

amylalkohol, susu kambing.

 Cara kerja :

o Butyrometer ditegakkan pada rak, kemudiandiisi dengan 10 mL

H2SO4 pekat 92% menggunakan pipet otomatis. Ditambahkan

10,75 mL sampel susu yang sudah diaduk. Amylalkohol

ditambahkan sebanyak 1 mL, kemudian tabung butyrometer

disumbat dengan karet. Butyrometer dikocok membentuk angka

delapan, sampai terbentuk warna coklat kehitaman.

Butyrometerdisentrifus dengan kecepatan 1200rpm selama 5 menit.

Selanjutnya butyrometer direndam dalam penangas air suhu 65oC

selama 5 menit, posisi sumbat karet di bawah. Kadar lemak (warna

kuning) dibaca pada bagian berskala.

3.4.9 Penentuan Kadar Bahan Kering (BK) (Padaga et al., 2014)

Perhitungan menggunakan metode Fleishmann:

Keterangan :

BK : Bahan kering

19
L : Lemak (%)

BJ : Berat jenis susu pada suhu 27,5oC

3.4.10 Penentuan Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) (Padaga et

al., 2014)

Rumus BKTL :

BKTL = BK - L

Keterangan :

BKTL : Bahan Kering Tanpa Lemak

L : Lemak

3.4.11 Penentuan Kadar Protein (Padaga et al., 2014)

Pengukuran kadar protein dengan rumus :

Kadar protein (%) = L/2 + 1,4

Keterangan :

L : Kadar lemak

3.4.12 Uji California Mastitis Test (CMT) (Padaga et al., 2014)

o Prinsip kerja uji CMT adalah Pereaksi CMT akan bereaksi dengan DNA

dari inti sel somatis sehingga akan terbentuk massa kental, semakin kental

massa maka semakin tinggi jumlah sel somatis.

o Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah paddle,

pereaksi CMT dan sampel susu kambing.

20
o Cara kerja :

 Sampel susu sebanyak 2 – 3 mL dimasukkan ke dalam paddle.

Kemudian ditambahkan pereaksi CMT dengan perbandingan 1 : 1

dan dihomogenkan dengan memutar paddle selama 20-30 detik.

Selanjutnya diamatireaksi yang terjadi.

o Interpretasi hasil :

o Positif 1 (+) : terbentuk lendir

o Positif 2 (++) : terbentuk lendir kental

o Positif 3 (+++) : terbentuk lendir yang sangat kental

3.4.13 Perhitungan Sel Somatis (Metode Breed) (SNI 01-2782-1998, Metode


Pengujian Susu Segar)

o Prinsip kerja perhitungan sel somatis dengan metode breedyaitu

menghitung jumlah sel somatis dan bakteri dalam 0,01 ml susu dengan

menggunakan pewarnaan Breed (methylen blue)

o Alat dan bahan yang digunakan adalah object glass, kertas breed, ose

berujung siku, mikroskop, bunsen, eter alkohol, pewarna methylen blue,

dan sample susu kambing

o Cara kerja :

o Object glass dibersihkan dengan eter alkohol dan diletakkan diatas

kertas breed. Sampel susu diteteskan sebanyak 0,01 ml di atas

object glass. Sampel susu disebarkan diatas permukaan object

glassseluas 1 x 1 cm2 menggunakan ose. Selanjutnya dikeringkan

21
di udara selama 5-10 menit, kemudian difiksasi dengan api bunsen.

Dilakukan pewarnaan breed (Rendam object glass dalam eter

alkohol selama 2 menit, diteteskan methylen blue di atas preparat

susu. Object glass dimasukkan ke dalam larutan alkohol 96%).

o Jumlah sel somatis dihitung menggunakan mikroskop perbesaran 100x.

o Perhitungan jumlah sel somatis:

Jumlah sel somatis = F x B

Keterangan :

F : Faktor mikroskop

B : Rataan jumlah sel somatis dari 10 lapang pandang

3.4.14 Perhitungan Total Plate Count (TPC) (Padaga et al., 2014)

o Prinsip dari metode TPC adalah apabila sel mikroba yang masih hidup

ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak

dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung.Kemudian dihitung

tanpa menggunakan mikroskop.

o Alat dan bahan yang digunakan adalah cawan petri, pipet ukur, tabung

reaksi, bunsen, jarum inokulasi, inkubator, autoclave, colony

counter,Buffer Pepton Water (BPW) 0,1%, Violet Red Bile Agar(VRB

agar), Plate Count Agar (PCA), dan sampel susu kambing.

o Cara kerja :

22
Dilakukan pengenceran susu 10-1dengan memasukkan 1 mL susu ke

tabung reaksi dan ditambahkan 9 mL larutan BPW 0,1%, lalu dihomogenkan.

Sebanyak 1 mL pengenceran 10-1diambil dengan menggunakan pipet steril

dan ditambahkan ke dalam 9 mL larutan BPW 0,1% pada tabung reaksi lain

untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkansampai dengan

pengenceran10-7dengan cara yang sama seperti pada prosedur sebelumnya.

Sebanyak 1 mL sampel dari hasil pengenceran 10-110-210-3dimasukkan

ke dalam cawan petri yang berbeda. Setiap pengenceran yang dituang pada

cawan petri, dibuat duplo.Kemudian media VRB cair yang telah didinginkan

hingga suhu 45oC dituangkan sebanyak 10-15 mL. Kemudian cawan petri

digerakkan membentuk angka delapan agar homogen dandidiamkan hingga

media padat.Setelah agar VRB memadat, ditambahkan 3-4 ml agar VRB cair

(45oC), dibiarkan memadat kembali. Setelah memadat, diinkubasi pada suhu

37oC selama 24 jam. Kemudian dihitung jumlah koloni berwarna merah

keunguan yang dikelilingi oleh zona merah.

Sebanyak 1 mL sampel dari hasil pengenceran 10-510-610-7dimasukkan

ke dalam cawan petri yang berbeda. Setiap pengenceran yang dituang pada

cawan, dibuat duplo.Selanjutnya media PCA cair yang telah didinginkan

hingga suhu 45oC dituangkan sebanyak 10-15 mL. Cawan petri digerakkan

secara melingkar agar homogen, media didiamkan hingga padat. Kemudian

diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator suhu 37oC selama 24 jam.

Jumlah koloni dihitung setiap seri pengenceran dengan tally counter. Dipilih

cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250.

23
3.4.15 Uji Salmonella sp. (SNI 2897:2008, Metoda Pengujian Cemaran
Mikroba dalam Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil Olahannya).
o Prinsip pengujian ini yaitu pertumbuhan Salmonella pada media selektif

dengan pra pengayaan dan pengayaan yang dilanjutkan dengan uji

biokimia dan uji serologi. Salmonella Shigella Agarmerupakan media

spesifik isolasi organisme basil enterik patogen, terutama genus

Salmonella sp. Bakteri yang tidak dapat memfermentasi laktosa seperti

Salmonella sp., Proteus sp. dan Shigella sp. muncul sebagai koloni yang

tidak berwarna. Produksi H2S oleh Salmonella sp. mengubah pusat koloni

menjadi berwarna hitam.

o Alat dan Bahan yang digunakan di dalam pengujian ini adalah cawan petri,

jarum inokulasi, bunsen, sampel susu kambing yang diencerkan dalam

BPW, sampel susu kambingdan media Salmonella Shigella Agar (SSA).

o Cara kerja :

o Sampel susu kambing segar yang sudah diencerkan dalam larutan

BPW (pengenceran 10-1) di streak dengan ose pada media SSA.

Lakukan metode yang sama dengan menggunakan sampel

langsung dari susu kambing segar. Cawan petri diinkubasi pada

suhu 36°C selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati kemungkinan

adanya koloni bakteri yang tumbuh pada media SSA.

o Morfologi koloni Salmonella :

o Koloni Salmonella tidak berwarna hingga berwarna kuning dengan bagian

tengah ada atau tanpa bagian hitam.

24
3.4.16 Uji E.coli (SNI 2897:2008, Metoda Pengujian Cemaran Mikroba dalam
Daging, Telur, dan Susu, serta Hasil Olahannya).

o Prinsip kerja uji E.coli adalah media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)

menggunakan eosin dan methylene blue sebagai indikator yang akan

memberikan perbedaan yang nyata antara koloni yang dapat

memfermentasikan laktosa dan yang tidak. Mikroba yang

memfermentasikan laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna

gelap dengan kilap logam, sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh

koloninya tidak berwarna

o Alat dan dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Cawan

petri, jarum inokulasi, bunsen, sampel susu kambing yang diencerkan

dalam BPW, sampel susu kambing dan media Eosin Methylene Blue Agar

(EMBA).

o Cara kerja :

o Sampel susu kambing segar yang sudah diencerkan dalam larutan BPW

(pengenceran 10-1) di streak dengan ose pada media EMBA. Lakukan

metode yang sama dengan menggunakan sampel langsung dari susu

kambing segar.Cawan petri diinkubasi pada suhu 36oC selama 24 jam.

Setelah inkubasi, diamati kemungkinan adanya koloni bakteri E. Coliyang

tumbuh pada media EMBA.

o Morfologi koloni E. coli :

o Koloni E. coliberwarna hijau metalik.

25
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Keterangan Sampel

Sampel : susu kambing

Kemasan : botol plastik

Asal sampel : Bondowoso

4.2 Hasil Pengujian


Tabel 4.1 Hasil pengujian mutu susu kambing
Hasil Pengujian
Sampel Jenis Pengujian TAS 6006-2008 &
Hasil Uji
SNI 7388-2009
1. Organoleptik :
a. Bau Khas khas
b. Rasa Natural Natural
c. Kekentalan Tidak ada Tidak ada
Perubahan Perubahan
d. Warna Normal, bersih Normal, bersih
2. Uji Kebersihan Bersih, ada
- (SNI) butiran
lemak
3. Berat Jenis
1,028 g/ml 1,02545 g/ml
minimum (20oC)
4. Uji Kesegaran
Susu :
a. Uji Alkohol 70% Negatif atau sedikit Menggumpal
SUSU SEGAR b. Uji Didih - Terdapat butiran
halus
c. Uji titrasi 6,5 – 6,8 7,2
keasaman
5. Uji Komposisi
Susu :
a. Lemak Premium: > 4% 2,5 %
Good: 3.5 – 4 %
Standard: 3.25-
3.5%
b. BKTL 8,25 % 4,535605 %
c. Protein Premium: > 3.7% 2,65%
Good: 3.5 – 3.7 %
Standard: 3.1 –
3.4%

26
6. pH 6,5-6,8 7
7. Uji Cemaran
Mikroba:
a. TPC Premium: > 5 x 104 3,65 x 106
Good: 5 x 104 - 105
Standard: 106 – 1.5
x 106
b. Cemaran - (SNI) Positif
Salmonella
c. Cemaran E.colli - (SNI) Positif
8. Residu Negatif Tidak ada residu
Antibiotik antibiotik
ciprofloxacin
9. Sel somatis Premium: < 7 x 105 3,8 x 104
5
Good: 7 x 10 - 10
6 (premium)
6
Standard: > 10 -
6
1.5 x 10

10. CMT Negatif (tidak


terbentuk lendir)

Pada Uji warna, sampel susu kambing segar adalah putih kekuningan.

Warna putih pada susu diakibatkan oleh adanya penyebaran butiran-butiran

koloid lemak, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat. Bahan utama yang

memberikan warna kekuning-kuningan pada susu adalah karoten dan

riboflavin. Susu adalah bahan yang sangat mudah menyerap bau dari

sekitarnya sehingga susu tersebut terkadang mempunyai bau tertentu, seperti

bau hewan dan obat-obatan. Bau aromatis disebabkan oleh adanya

perombakan protein menjadi asam-asam amino. Rasa manis yang terdapat

dalam susu karena adanya laktosa. Rasa air susu bervariasi ada yang hambar,

sedikit manis, manis, asam, asin ataupun pahit. Perubahan warna, bau dan

rasa yang terjadi pada susu dapat disebabkan oleh adanya mikroba yang

mencemari air susu, baik yang terkontaminasi pada saat penanganan susu

27
(dari pemerahan sampai pengemasan) maupun susu yang berasal dari ternak

yang tidak sehat.

Gambar 4.1 Uji kebersihan susu kambing, tidak terdapat kotoran

Pada Uji Kebersihan, susu kambing segar tampak bersih dan putih

dengan butiran lemak, tidak ada kotoran dan benda-benda asing yang terlihat

dalam air susu. Faktor yang menyebabkan susu kotor dapat dipengaruhi oleh

proses sebelum pemerahan baik kebersihan kandang dan alat yang digunakan

untuk penampungan susu, kontaminasi mikroorganisme dan penanganan

setelah pemerahan. Kebrsihan susu juga sangat tergantung pada kondisi

kandang juga kebersihan sebelum pemerahan dilakukan.

Gambar 4.2 Uji Alkohol, terdapat adanya penggumpalan

28
Pada uji alkohol, susu kambing segar mengalami penggumpalan. Susu

yang pecah saat dilakukan pemanasan kemungkinan dikarenakan keadaan

fisiologis hewan tersebut tidak normal, tidak stabilnya kasein serta terjadinya

kontaminasi oleh mikroba saat penanganan. Kasein merupakan protein utama

susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total protein. Kasein

terdapat dalam bentuk kasein kalsium. Senyawa kompleks dari kalsium fosfat

yang terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut

micelles.

Derajat keasaman menggunakan metode Soxhel Henkel didapatkan

sebanyak 7,2 sedangkan pH susu lebih basa daripada standardnya yaitu 7.

Pengujian derajat asam dan uji pH erat hubungannya dengan kerusakan susu.

Kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri pada umumnya selalu

menyebabkan terjadinya susu yang asam. Hal ini terjadi karena adanya

fermentasi asam laktat. Tingginya derajat asam berarti banyaknya cc basa

NaOH/KOH yang diperlukan untuk menetralkan 100 cc susu yang terjadi

akibat kontaminasi mikroba pada susu, terjadi akibat kontaminasi mikroba,

karena dalam susu yang baru diperah mengandung asam laktat (Susilorini dan

Sawitri, 2007).

Berat jenis susu ini dibawah standard yaitu 1,025 bila dibandigkan

dengan standard Thailand Agricutural Standard untuk susu kambing. Bobot

jenis atau berat jenis merupakan perbandingan berat dari sejumlah volume

susu yang dapat mencerminkan kemurnian susu tersebut. Rendahnya berat

jenis dapat mengindikasikan adanya penambahan air pada susu tersebut.

29
Namun rendahnya berat jenis juga bisa disebabkan oleh rendahnya bahan

kering susu seperti lemak dan protein. Hal ini dibuktikan pada uji lemak,

bahan kering tanpa lemak dan protein dengan metode Gerber. Kadar lemak,

bahan kering tanpa lemak dan protein dalam presentase yang rendah yang

cukup signifikan. Pakan yang diberikan pada kambing berpengaruh terhadap

tinggi rendahnya kandungan lemak dalam susu dan berhubungan dengan

tinggi rendahnya produksi susu yang dihasilkan. Pemberian pakan pada

kambing dapat berpengaruh meningkatkan produksi susu dan persentase

kandungan lemak dalam susu. Kekurangan pakan pada kambing dari

semestinya, akan menurunkan produksi susu (Suwardana dan Swacita, 2009).

Gambar 4.3 hasil positif E coli pada media EMBA (kiri); hasil positif Salmonella
pada media SSA (kanan).

Uji kesegaran susu yang didapatkan tidak segar di buktikan dengan uji

cemaran mikrobiologis dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC)

yaitu didapatkan 3,65 x 106, pada uji media selektif terhadap E. coli dan

Salmonella didapatkan hasil yang positif (Gambar 4.3). Susu segar tidak

seharusnya terdapat salmonella dan terdapat sedikit sekali bakteri E coli.

Kebanyakan E.coli tidak berbahaya tetapi beberapa spesies E.coli seperti tipe

30
O157:H7 dapat mengakibatkan keracunan makanan pada manusia yaitu diare

berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan yaitu bernama verotoksin (Anggraeni,

2012). Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dapat mencemari susu.

Bakteri tersebut dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan atau manusia bersama

dengan feses. Oleh karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan

terkontaminasi Salmonella sp. Strain Salmonella enteritidis sering

mengontaminasi susu, di samping Salmonella typhimurium. Beberapa peneliti

telah melaporkan kontaminasi Salmonella sp. pada susu (Sarati 1999). Pada uji

residu antibiotik, tidak terdapat adanya residu antibiotik ciprofloxacin pada susu.

Pada uji mastitis yaitu California Mastitis Test dan metode breed didapatkan

hasilnya negatif terhadap adanya mastitis. Pada sapi yang terserang mastitis,

susunya biasanya mengandung sel-sel darah putih dalam jumlah tinggi. Setelah

pewarnaan dengan biru metilen, sel-sel darah putih akan terlihat sebagai sel yang

bulat atau berbentuk tidak teratur, bewarna biru dengan ukuran lebih besar

daripada bakteri (Ressang dan Nasoetion, 1989).

Penerapan prosedur pemerahan yang benar atau good milking practice

perlu dilakukan. Aspek-aspek good milking practice antara lain adaah sanitasi

kandang yang harus diperhatikan untuk meminimalisir cemaran bakteri sehingga

kualitas susu yang dihasilkan baik dan bisa bertahan lama. Penerapan sistem

kemanan pangan sebaiknya dilakukan. Aspek sistem keamanan pangan tersebut

sudah diatur dalam Good Farming Practice (GFP), Good Handling Practice

(GHP), dan Good Manufacturing Practice (GMP) .

31
Analisa Good Dairy Farming Practices (GDFP) adalah standar yang

seharusnya dimiliki oleh peternakan pemerahan. Aspek GDFP antara lain adalah

reproduksi ternak, kesehatan ternak, higien pemerahan, nutrisi (pakan dan

air), kesejahteraan ternak, lingkungan, dan manajemen sosial ekonomi. Susu

kambing berasal dari peternakan kambing Ettawa tradisional milik warga di

Singosari, Kabupaten Malang. Prinsip sanitasi tidak begitu diperhatikan seperti

peternakan tradisional lainnya. Kandangnya semi terbuka, dinding berupa tembok

dan atapnya adalah genteng. Dalam satu kandang berisi 15 ekor kambing ettawa.

Kandang cukup besar, ruang gerak hewan masih ada.

Berdasarkan aspek kesehatan ternak, telah dilakukan penetapan

pencegahan berupa pemilihan bibit yang sesuai untuk meningkatkan resistensi

penyakit dan mengurangi stres. Bibit kambing ettawa adalah peranakan ettawa.

Riwayat vaksin tidak diketahui. Pencegahan penyakit masuk seperti menerapkan

biosekuriti dan menerapkan standard internasional/nasional perpindahan penyakit

lokal tidak dilakukan. Terbukti dengan letak kandang yang berdampingan dengan

rumah penduduk. Pencegahan berupa penggunaan peralatan yang bersih sudah

dilakukan, untuk pembersihannya dengan menggunakan apa tidak diketahui.

Program manajemen kesehatan seperti isolasi hewan yang sakit dan kontrol oleh

tenaga kesehatan tidak dilakukan karena keterbatasan tempat. Pengecekan ternak

yang diduga mengalami penyakit dilakukan oleh dokter hewan dinas setempat.

Poin kedua yaitu aspek higiene pemerahan. Pada saat pemerahan diakukan

dengan baik dan tidak melukai ternak sehingga meminimalisir kontaminasi yang

masuk ke luka terbuka. Peralatan untuk memerah dibersihkan terlebih dahulu,

32
cairan pembersih tidak diketahui. Proses pemerahan kurang memperhatikan

higienitas karena area kandang masih agak kotor ketika memerah sehingga rawan

terjadi kontaminasi silang. Penanganan susu setelah dilakukan pemerahan tidak

dilakukan, susu tidak didinginkan terlebih dahulu dan kemasannya tidak dalam

kondisi higienis. Susu dalam milk can langsung diantar pada agen susu tanpa

rantai dingin.

Poin ketiga yaitu aspek pakan dan air. Peternakan ini sudah memiliki

pasokan air yang memenuhi persyaratan. Manajemen nutrisi, irigasi dan hama

pada pakan tidak begitu diperhatikan. Peternakan memiliki data catatan pakan

dan bahan yang diterima dari pemasok, peternakan ini juga memiliki sistem untuk

merekam dan melacak pakan atau bahan pakan yang diterima, namun dalam

penerapannya tidak begitu disiplin; sehingga catatan ada yang tidak lengkap.

Poin keempat yaitu aspek kesejahteraa n hewan. Peternakan ini sudah

menjamin hewannya bebas dari rasa haus, lapar dan malnutrisi. Peternaka ini

menyediakan pakan dan air yang cukup untuk masing-masing hewan. Hewan juga

dipastikan bebas dari ketidaknyamanan, dimana kandang hewan tidak berdesaka

satu sama lain dan diberi atap agar terhindar dari panas matahari dan hujan,

namun karena kandang semi terbuka; sehingga hujan, angin dan satwa lain bisa

masuk. Hewan juga sudah dipastikan bebas dari rasa sakit dan penyakit, setiap ada

hewan yang menunjukkan gejala sakit atau terluka langsung dilaporkan pada

tenaga kesehatan hewan dinas setempat. Hewan juga sudah dipastikan ebas dari

rasa takut dengan menyediakan pekerja yang kompeten dan tepat, sehingga

terwujud keamanan antara hewan dan manusia. Hewan juga dipastikan dapat

33
mengeskpresikan perilakunya, dimana kandang yang luas memungkinkan hewan

untuk melakukan aktifitas seperti berjalan-jalan dan tidur dengan nyaman.

Poin kelima yaitu aspek lingkungan. Pelaksanaan lingkungan

berkelanjutan terhadap sistem pertanian tidak diketahui. Tidak diketahui adanya

pengelolaan peternakan utuk meminimalkan dampak lingkungan dan pemilihan

penggunaan sumber energi secara tepat. Sistem pengolahan limbah juga tidak

dilakukan seperti daur ulang, mengurangi atau menggunakan kembali limbah.

Limbah dibuang di sumber pembuangan setempat. Peternakan ini tidak

memastikan praktek peternakan kambingnya tidak memiliki dampak negatid

dilingkungan hidup; kualitas susu tidak terlalu diperhatikan dimana peternak

langsung menjualnya.

Poin keenam yaitu aspek sosial ekonomi. Implementasi SDM dengan

mengatur SDM dan membuat mekanisme kerja tidak dilakukan, dimana

peternakan ini adalah peternakan keluarga. Pemilik juga sebagai pekerja. Tugas-

tugas peternakan telah dilakukan dengan aman dan memiliki prosedur walapun

tidak tertulis sebagai standard operation procedure. Pengelolaan finansial seperti

menerapkan manajemen keuangan, menentukan profit dan sebagainya belum

dilakukan dengan baik.

Banyak poin-poin dari berbagai aspek GDFP pada peternakan kambing

asal sampel susu yang perlu diperbaiki untuk menunjang kualitas susu yang baik

dan layak untuk dikonsumsi masyarakat. Poin-poin GDFP yang belum terpenuhi

ini sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan susu yang telah dilakukan. Maka

34
dapat dikatakan bahwa penerapan GDFP sangat penting untuk menunjang kualitas

susu yang dihasilkan.

35
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uji organoleptik, uji kesegaran, uji berat jenis, uji

mastitis dan uji cemaran mikrobiologi didapatkan bahwa penampakan susu

masih normal namun kesegarannya sudah berkurang yang dibuktikan

dengan tingginya tingkat cemaran dan hasil positif terhadap biakan bakteri

Salmonella dan E. coli pada media selektif. Pada uji mastitis didapatkan

susu ini bebas dari infeksi mastitis. Susu sampel ini sebaiknya tidak

dikonsumsi.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut untuk determinasi jenis

Salmonella apa yang terdapat pada sampel susu kambing.

36
DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1991. Berternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta


Anggraeni, M.D. 2012. Uji Disinfeksi Bakteri Escherichia coli Menggunakan Kapitasi
Water Jet. (Skripsi).Program Studi Teknik Kimia. Fakultas Teknik.UI.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01- 3141-1998. Susu Segar. BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-2782-1998. Metoda Pengujian Susu Segar.
BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 2897-2008. Metode Pengujian Cemaran
Mikroba Dalam Daging, Telur dan Susu Serta Produk Olahannya. BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 7424-2008. Metode Uji Tapis (Screening Test)
Residu Antibiotika pada Daging, Telur dan Susu Secara Bioassay. BSN. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388-2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba
Dalam Pangan. BSN. Jakarta.
Balitvet. 2008. Perbandingan kandungan gizi susu kambing dan susu sapi per 100 gram.
Balai Penelitian Veteriner Bogor.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty,
Yogyakarta.
Padaga, M. Herawati, C. Sari, dan A. Setianingrum. 2014. Penuntun Praktikum Higiene
Makanan. Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang.
Purbayanto, A. T. 2009. Efek Pengaturan Suhu Outlet pada Pengeringan Semprot
Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi Susu Kambing Bubuk,Skripsi,
Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Ressang, A. A. dan A. M. Nasoetion. 1989. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan
Susu. Ditjen Peternakan. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Jakarta.
Sarati, A. 1999. Pemeriksaan angka kuman dan jenis kuman Salmonella pada air susu
sapi segar yang diperoleh dari loper/penjual di kota Semarang. Skripsi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang.
Sarwono, B. 2007. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suardana, I. W. & I. B. N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan Prinsip
Dasar. Udayana University Press, Denpasar.
Susilorini, T. E., dan Sawitri. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Thai Agricultural Standard. 2008. TAS 6006-2008: Raw Goat Milk. National Bureau Of
Agricultural Commodity And Food Standards. Ministry Of Agriculture And
Cooperatives. Thailand.
Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

37

You might also like