You are on page 1of 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319661900

Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dan Resusitasi

Conference Paper · August 2017

CITATIONS READS

0 5,473

1 author:

Irwanto Irwanto
Airlangga University
29 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Research manager in Department of Paediatric, Faculty of Medicine, Airlangga University View project

All content following this page was uploaded by Irwanto Irwanto on 13 September 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dan Resusitasi

Irwanto
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr. Soetomo

I. PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak
675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8
penyebab kematian di Indonesia).1 Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian
Neonatal di Indonesia cenderung stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-
2003) menjadi 19/1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Selain itu proporsi kematian
neonatal terhadap kematian anak balita cenderung meningkat dari 43% (SDKI 2002-
2003) menjadi 48% (SDKI 2012). Penyebab utama kematian neonatal pada minggu
pertama (0-6 hari) adalah asfiksia (36 %), BBLR/ Prematuritas (32%) serta sepsis
(12%) sedangkan bayi usia 7-28 hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%)
dan pneumonia (17 %). Upaya menurunkan angka kematian bayi adalah perawatan
antenatal dan pertolongan persalinan sesuai standar yang harus disertai dengan
perawatan neonatal yang adekuat dan upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat
bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis),
hipotermia dan asfiksia. Gambar berikut adalah menunjukkan tren angka kematian
neonatal dan balita (gambar 1).2
Gambar 1. Tren angka kematian neonatal, bayi, dan balita

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 1  


 
Dalam dekade terakhir pelayanan persalinan sudah lebih baik namun bayi baru lahir
masih banyak menderita asfiksia dan pada kasus asfiksia berat menyebabkan
Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE) dan bisa menyebabkan kerusakan neurologis
permanen. Prevalensi asfiksia pada persalinan adalah 25 tahun, per 1000 kelahiran
hidup di antaranya 15% adalah sedang atau berat. Pada bayi prematur, 73 per 1000
kelahiran hidup di antaranya 50% adalah sedang atau berat.3,4 Di negara
berkembang, sekitar 3% bayi lahir mengalami asfiksia derajat sedang dan berat. Bayi
asfiksia yang mampu bertahan hidup namun mengalami kerusakan otak, jumlahnya
cukup banyak. Hal ini disebabkan karena resusitasi tidak adekuat atau salah prosedur.
Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial untuk menangani asfiksia bayi baru lahir yang tercantum pada
pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial 0 (nol)
sampai 6 (enam) jam meliputi.5
a. Menjaga bayi tetap hangat
b. Inisiasi menyusu dini
c. Pemotongan dan perawatan tali pusat
d. Pemberian suntikan vitamin k1
e. Pemberian salep mata antibiotik
f. Pemberian imunisasi hepatitis b0
g. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir
h. Pemantauan tanda bahaya
i. Penanganan asfiksia bayi baru lahir
j. Pemberian tanda identitas diri dan
k. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat
waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
Asfiksia dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan
kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan
yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini kehamilan risiko tinggi
dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan.

II. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR


Istilah asfiksia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang berhenti
(stopping of the pulse). Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan pertukaran gas di

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 2  


 
organ, definisi asfiksia sendiri menurut WHO adalah kegagalan bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir.6 Asfiksia perinatal adalah kondisi bayi yang
ditandai dengan hipoksia dan hipercapnia disertai asidosis metabolik. Menurut
American College of Obstetrics and Gynecology tahun 2002, diagnosis asfiksia
didasarkan 4 kriteria utama dan 5 kriteria tambahan. Kriteria utama tersebut adalah
(a) Asidosis metabolik (pH < 7.0 dan base deficit ≥ 12 mmol/L) pada arteri umbilical,
(b) ensefalopati sedang atau berat, (c) cerebral palsy tipe spastik quadriplegia atau
dyskinetic, (d) bukan penyebab lain, sedangkan kriteria tambahan adalah (a) sentinel
event, (b) perubahan mendadak detak jantung janin, (c) Apgar score ≤ 3 kurang dari 5
menit, (d) kegagalan sistem organ dalam 72 jam kehidupan, (e) early imaging
evidence. 7 Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam
darah. Klasifikasi klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik untuk
memastikan bahwa asfiksia telah terjadi dan didapatkan ensefalopati neonatus serta
komplikasi sistem organ lainnya untuk mengetahui derajat asfiksia. Asfiksia dapat
disebabkan oleh karena faktor ibu, bayi dan tali pusat atau plasenta. Terdapat lima hal
yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada saat persalinan.8
1. Interupsi aliran darah umbilicus.
2. Kegagalan pertukaran darah melalui plasenta (misalnya solutio plasenta)
3. Perfungsi plasenta sisi maternal yang inadekuat (misalnya hipotensi maternal
yang berat)
4. Kondisi janin yang tidak dapat mentoleransi hipoksia intermiten dan transien
yang terjadi pada pada persalinan normal (misalnya pada janin yang anemia
atau IUGR).
5. Gagal mengembangkan paru dan memulai ventilasi dan perfusi paru yang
seharusnya terjadi saat proses kelahiran.
Sedangkan faktor risiko terjadinya asfiksia adalah paritas, usia ibu dan usia
kehamilan, riwayat obstetri jelek, ketuban pecah dini dan berat lahir bayi.9.10
Penelitian telah menunjukkan hubungan kompleks antara asfiksia janin dan bayi baru
lahir dengan kerusakan otak, keseimbangan antara derajat, durasi dan sifat asfiksia
dengan kualitas respons kompensasi kardiovaskular. Diagnosis asfiksia yang akurat
memerlukan penilaian kadar gas dan asam darah. Klasifikasi klinis asfiksia
didasarkan pada asidosis metabolik untuk memastikan bahwa asfiksia telah terjadi
dan didapatkan ensefalopati neonatus serta komplikasi sistem organ lainnya untuk
mengetahui derajat asfiksia.
Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 3  
 
Skor Apgar adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk mengetahui apakah
bayi menderita asfiksia atau tidak dan yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart
rate), pernafasan (respiratory), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan
refleks ransangan (reflex irritability). Berikut adalah tabel skor Apgar.11

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 4  


 
Nilai APGAR
TANDA 0 1 2 Umur kehamilan…………………………..Minggu
1 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit
Warna Biru/Pucat Akrosianosis Seluruhnya
Kulit kemerahan
Frekuensi Tidak ada <100/menit >100/menit
Jantung
Reflek Tidak ada Sedikit Menangis
Rangsangan respon atau aktif
Tonus Otot Lemas Sedikit Gerak aktif
refleksi
Pernapasan Tidak ada Menangis Baik,
lemah menangis
hipoventiasi
Total

Komentar Resusitasi
Menit ke- 1 5 10 15 20
Oksigen
VTP/NCPAP
Intubasi ET
Kompresi Dada
Epinerin

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 5  


 
Nilai Apgar adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna
untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum, serta responnya
terhadap resusitasi. Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah
lahir. Jika nilai Apgar pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5
menit sampai 20 menit. Nilai Apgar tidak digunakan untuk memulai tindakan
resusitasi ataupun menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai penilaian
menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung.
Pada buku panduan manajemen asfiksia bayi baru lahir untuk bidan dapat kita
mengetahui apakah bayi tersebut mempunyai resiko asfiksia, seperti contoh di lembar
kerja 2.12
1 Ny. Aminah mengalami perdarahan sebelum partus, apakah besar
kemungkinan bayinya mengalami Asfiksia ? Apakah anda akan merujuknya ?
2 Popon berusia 15 tahun, akan melahirkan bayi pertama yang ditolong oleh
dukun. Bidan dipanggil karena partus macet. Besarkah resiko bayi mengalami
Asfiksia?
3 Bayi Ibu Eni lahir dengan Lilitan Tali Pusat, dia tidak langsung menangis dan
napasnya lemah sekali. Apakah bayi ini mengalami Asfiksia ? Apa tindakan
Bidan?
4 Anda sedang menolong persalinan, dan mendengar bunyi Denyut Jantung
Janin cepat 180/ menit. Tanda apakah itu? Lalu apa tindakan anda?
5 Ibu Badu kurang gizi, baru hamil 8 bulan tetapi sudah akan bersalin. Apakah
anda harus siap untuk melakukan resusitasi?
6 Ibu Ani hamil 9 bulan, keadaan kehamilannya baik. Perlukah kita siap untuk
melakukan resusitasi sebelum menolong persalinannya?
Pada peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 53 tahun 2014 tentang
pelayanan kesehatan neonatal esensial untuk menangani asfiksia bayi baru lahir sudah
dibuat alur bagan sebagai berikut.5

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 6  


 
Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 7  
 
III. RESUSITASI
Usaha untuk mengakhiri asfiksia adalah dengan resusitasi memberikan oksigenasi
yang adekuat. Langkah awal resusitasi penting untuk menolong bayi baru lahir dengan
asfiksia dan harus dilakukan dalam waktu 30 detik. Resusitasi neonatus adalah
serangkaian intervensi saat kelahiran untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulasi
yang adekuat. Pada setiap kelahiran, harus ada paling sedikit 1 orang di kamar
bersalin yang tugasnya khusus bertanggung jawab untuk penanganan bayi dan dapat
melakukan langkah awal resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif
(VTP) dan membantu kompresi dada. Bayi yang membutuhkan resusitasi saat lahir
memiliki risiko untuk mengalami perburukan kembali walaupun telah tercapai tanda
vital yang normal. Ketika ventilasi dan sirkulasi yang adekuat telah tercapai, bayi
harus dipantau atau ditransfer ke tempat yang dapat dilakukan monitoring penuh dan
dapat dilakukan tindakan antisipasi, untuk mendapatkan pencegahan hipotermia,
monitoring yang ketat dan pemeliharaan fungsi sistemik dan serebral. berikut adalah
tahapan resusitasi.13

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 8  


 
Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 9  
 
Pada beberapa keadaan membutuhkan monitoring berulang tiap beberapa menit
setelah resusitasi, sedangkan pada keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang tiap
1–3 jam. Hal yang harus dievaluasi dan dicatat adalah laju nafas, nilai normal laju
nafas neonatus adalah 40–60 kali/menit dan tanda distres pernafasan lain diantaranya:
a. Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal, subkostal.
b. Grunting, pernafasan cuping hidung
c. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.
Penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya adalah pemantauan gula darah
(sugar), suhu (temperature), jalan nafas (airway), tekanan darah (blood pressure),

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 10  


 
pemeriksaan laboratorium (laboratories) dan dukungan emosional kepada keluarga
(emotional support).
Kesimpulan: Pertolongan persalinan yang benar menentukan kualitas bayi yang
dilahirkan karena itu diperlukan pengetahuan dan kemampuan tentang manajemen
asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir untuk menurunkan angka kecacatan dan
kematian bayi.

 
DAFTAR PUSTAKA
 
1 WHO. Preterm birth, updated november 2013. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/ pada tanggal 10 Februari
2014.
2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015. Profil kesehatan indonesia
tahun 2014.
3 Low JA Determining the contribution of asphyxia to brain damage in the
neonate. Obstet Gynaecol Res. 2004;30(4):276-86.
4 Palsdottir K, Dagbjartsson A, Thorkelsson T, Hardardottir H. Birth asphyxia
and hypoxic ischemic encephalopathy, incidence and obstetric risk factors.
Laeknabladid. 2007;93(9):595-601.
5 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial.
6 Spector JM, Daga S. Preventing those so-called stillbirths. Bulletin of the
World Health Organization. Diakses dari
http://www.who.int/bulletin/volumes/86/4/07-049924/en/
7 Antonucci R, Porcella A, Maria Dolores Pilloni AD. Perinatal asphyxia in the
term newborn. Journal of Pediatric and Neonatal Individualized Medicine
2014;3(2): 1-14.
8 Meisa Puspitasari. Stabilisasi Neonatus pasca tindakan Resusitasi lahir. Sari
Kepustakaan, Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS
Bandung, 2012.

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 11  


 
9 Lisa Rahmawati, Mahdalena P Ningsih. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di Ruang Medical Record RSUD
Pariaman. Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 7 No. 1 Edisi Juni 2016, hlm. 29-40.
10 Junita C Gerungan, Syuul Adam, Fredrika N Losu. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Bidan vol. 2 no. 1 hlm. 66-72.
11 Committee on Obstetric Practice American Academy of Pediatrics-Committee
on Fetus and Newborn. The Apgar Score. Committee Opinion no 644 tahun
2015.
12 Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian
Kesehatan RI 2011. Buku panduan Manajemen Asfiksia Bayi baru lahir untuk
Bidan.
13 Departemen Kesehatan RI. Buku Acuan Pelatihan Pelayanan Kedaruratan
Obstetri Neonatal Esensial Dasar 2005

Seminar Kebidanan Stikes Karya Husada, Kediri, 22 Agustus 2017 12  


 

View publication stats

You might also like