You are on page 1of 4

UPDATE on TATALAKSANA TERGIGIT ULAR DI INSTALASI GAWAT DARURAT

Pagutan ular berbisa (Tergigit Ular) merupakan salah satu keadaan yang harus diwaspadai di Indonesia. Pugutan
ular berbisa menyebabkan terjadinya sekumpulan gejala seperti nekrosis jaringan, perdarahan, gagal organ
sampai kematian.

Kasus pagutan ular terutama sering didapatkan dokter di daerah pedesaan. Artikel ini kami sadur dari buku
EIMED PAPDI BIRU, hanya ditekankan pada aspek diagnosis dan terapi saja. Untuk sejawat yang ingin
memperdalam kemampuan penatalaksanaan pasien tergigit ular, kami rekomendasikan untuk membaca Buku
EIMED PAPDI BIRU.

Klasifikasi Gigitan Ular Berbisa

Ular berbisa yang sering menyebabkan masalah pada manusia antara lain termasuk famili

1. Colubridae yang ada di Asia Tenggara yaitu Rhabdophis subminiatus (South East Asian red-necked keelback)
2. Atractaspididae

3. Elapidae, contohnya adalah Asian spitting cobra

4. Hydrophiidae yaitu ular laut

5. Viperidae, banyak tersebar di beberapa tempat di dunia ini.

Sayang, SABU (Serum Anti Bisa Ular) produksi PT. Biofarma hanya mengandung antibisa trivalen untuk 3
spesies

1. Naja sputatrix (Kobra jawa/Spitting Cobra)


2. Calloselasma rhodostoma (ular tanah/pit viper)

3. Bungarus fasciatus (ular welang/banded krait)

Tidak ada cara sederhana membedakan ular berbisa dengan ular tidak berbisa. Beberapa ular berbisa dapat
dikenali dari uluran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Ular berbisa
selalu memiliki satu atau sepasang gigi taring rahang atas yang memanjang, yang dapat menyalurkan bisa
kepada mangsa yang dipagutnya.

Ciri lain adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka pagutan terdapat bekas gigi
taring tersebut.

Diagnosis Klinis Pasien Tergigit Ular

Anamnesis Pasien Tergigit Ular

Pada korban pagutan ular perlu ditanyakan kapan pagutan terjadi, jenis ular teurtama warna dan bentuk dapat
sangat membantu mengenalinya dan bahkan bila ular tersebut dapat ditangkap. Selain itu, pertolongan pertama
yang sudah dilakukan.

Tidak semua ular mengeluarkan bisanya saat memagut manusia, walaupun demikian korban dapat menjadi
panik. Frekuensi napas dapat meningkat, tangan dan tungkai dapat menjadi kaku, pusing. Dapat juga terjdi
sinkop vasovagal pada beberapa orang, dapat juga timbul agitasi sehingga menyamarkan gejala yang
sebenarnya.

Selain itu pemberian obat-obatan dan pengobatan secara tradisional saat pertolongan pertama dapat memberikan
gejala lain.

Pemeriksaan Fisik Pasien Tergigit Ular

Gejala dan tanda-tanda gigitan ular berbisa akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya
bisa yang diinjeksikan pada korban.

Gejala Lokal

Gejala dan tanda-tanda lokal antara lain adalah:

1. Nyeri gigitan taring


2. Nyeri lokal,

3. Perdarahan lokal,

4. Memar

5. Limfangitis,

6. Pembengkakakn kelenjar getah bening,

7. Melepuh, infeksi lokal,

8. Abses, nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

Gejala edema, kemerahan, nekrosis pada tempat pagutan disebabkan juga oleh pengaruh enzim proteolitik
seperti metalloproteinase, hideolase dan sitotoksin.

Gejala Sistemik

Gejala sistemik yang sering dijumpai adalah mual, muntah, nyeri perut, pusing, dan lemah badan. Akibat bisa
ular viperidae terjadi kelainan yang melibatkan sistem kardiovaskular seperti gangguan penglihatan, pusing,
mengantuk, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema paru dan edema konjungtiva.

Terjadi pula gangguan perdarahan berupa perdarahan pada luka pagutan, perdarahan gusi, epistaksis,
peradarahan mata, perdarahan intrkranial, hemoptisis, hematemensis dan melena, perdarahan mukosa dan kulit,
perdarahn vagina, perdarahaan antepartum pada wanita hamil, dan bentuk perdarhan lainnya.

Trombosis arteri serebral sering ditemukan pada pagutan Dobola russel sehingga terjadi stroke, aprestesia,
gangguan pengecap, ptosis berat. Kelainan neurologi lain yang dapat dijumpai adalah oftalmoplegi eksternal,
paralisis fisialis, afpnia, kesulitan menelan, paralisis otot pernapasan.

Kelainan ginjal dapat berupa hematuri, hemoglobinuri, mioglobinuri sampai anuri dan gagal ginjal akut.
Kelainan endokrinoun mungkin terjadi, berupa insufi-siensi adrenal, syok, hipoglikemi.

Kelainan endokrin ini dapat berlangsung kronis berupa kelelahan kronik, kerontokan rambut seksual sekunder,
penurunan libido, amenore, atrofi testis dan hipotiroidisme.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi, biasanya hitung lekosit dapat
meningkat, hemoglobin menurun akibat adanya perdarahan, hitung trombosit dapat menurun.

Perlu dilakukan pemeriksaan faal hemostasis, dan yang sederhana serta dapat dengan cepat dilakukan adalah
dengan pemerksaan whole blood clotting test (WBCT).

Tatalaksana Pasien Tergigit Ular (Updated)


1. Identifikasi ular penyebab. Deskripsi yang disampaikan saksi, foto ular, atau jika memungkinkan ular dapat
dibawa ke IGD Rumah Sakit
2. Jika ular yang dimaksud berbisa atau tidak yakin, pasien dapat dirawat inap untuk observasi ketat

3. Pertolongan pertama: imobilisasi dengan pembidaian dan elastic bandage (tidak dianjurkan menggunakan
tensocrepe).

4. Bebaskan airway dan breathing, terutama pada gigitan ular dengan bisa yang mengandung neurotoxin penyebab
paralisis.

5. Ambil sampel darah pasien untuk

 Pemeriksaan Darah lengkap

 Pemeriksaan Faal hemostasis (aPTT, PPT, INR, 20 min whole blood clotting time) tiap 6 jam

 Fungsi ginjal

 Elektrolit

4. Periksa EKG untuk mendeteksi kelainan jantung


5. Kasih tanda luas pembengkakan jaringan tiap 2 jam (RPPT)

6. Indikasi pemberian Serum Anti-Bisa Ular (SABU)

 Coagulopathy, trombopeni, INR > 1.2, non-clotting 20 min WBCT.

 Neurotoxin (ptosis, paralysis, dll)

 Hipotensi, syok, aritmia

 AKI

 Hemoglobinuria atau mioglobinuria

 Edema berat (> 1/2 ekstrimitas yg tergigit) atau bengkak yang cepat membesar

 Limfadenitis di sistem limfatik regional bekas gigitan

6. Terapi suportif lainnya seperti cairan, neostigmin atropin, hingga ventilator untuk yang gagal nafas.

Terapi Non-Farmakologik Pasien Tergigit Ular


Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular berbisa sebelum korban
dibawah ke rumah sakit. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa,
mempertahankan hidup korban dan mengindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah
sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan.

Kemudian korban segera dibawa ke tempat perawatan medis. Metode pertolongan yang dilakukan adalah
menenangkan korban yang cemas, imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yg tergigit dengan cara
mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke
dalam aliran darah dan getah bening.

Pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigiran Elapidae. Hindari gangguan terhadap luka gigitan karena
dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan perdarahan lokal.

Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin.
Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.

Penanganan pagutan ular yang biasa sering dilakukan seperti melakukan insisi di tempat pagutan, menghisap
darah pada tempat pagutan, pendinginan daerah tempat pagutan, pemberian antihistamin dan kortikosteroid,
pemakaian obat-obat tradisional, dan pemasangan torniket harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
Bahkan dapat meningkatkan risiko kematian dan disabilitas.

Terapi Farmakologik Pasien Tergigit Ular


Pengobatan Suportif

Di rumah sakit status penderita dievaluasi lagi, dilakukan tindakan ABC (Airway, Breathing, Cardiovascular)
agar kondisi tidak memburuk. Bila diperlukn dapat dilakukan terapi suportif seperti bantuan napas. Stabilisasi
hemodinamik, penanganan gagal ginjal, dan tindakan lain yang diperlukan.

Pengobatan Anti Bisa Ular

Serum Anti-Bisa Ular (SABU) dapat diberikan dengan pedoman sebagai berikut.

1. Untuk bisa ular dengan gejala neurotoxin dan perdarahan spontan masif diberikan SABU 2 vial didrip dengan
larutan PZ tiap 2 jam
2. Untuk bisa ular bukan dengan gejala neurotoxin atau koagulopati parah, diberikan 2 vial SABU didrip tiap 6 jam.

Pemberian SABU dapat diteruskan sampai tanda dan gejala menghilang, tidak ada maximum dose.

Indikator pemberian SABU efektif

1. Perdarahan akan berhenti dalam 15 menit


2. Faal Koagulasi akan normal dalam 3-9 jam
3. Hipotensi akan membaik dalam 30-60 menit

4. Gejala paralisis akan membaik dalam 30 menit

5. Warna gelap urin akibat mioglobinuria atau hemoglobinuri menghilang dalam beberapa jam.

Penting untuk menanyakan riwayat atopi berat (asma, dll). Pada pasien dengan riwayat atopi berat, boleh
diberikan epinephrine injeksi sebagai profilaksis sebanyak 0,25 mg (dewasa) atau 0,01 mg/kg (anak) secara
subkutan sebelum SABU diberikan.

Perlu diwaspadai bila ditemukan perburukan gejala seperti pembengkakan tungkai lebih dari setengahnya,
pembengkakan yang timbul segera setelah pagutan pada jari-jari (kaki, terutama tangan), pembengkakan yang
progresif, atau pembengkakan kelenjar getah bening di area ekstremitas tempat pagutan.

Reaksi yang tidak diharapkan yang mungkin terjadi adalah reaksi anafilaksis cepat, reaksi pirogenikm dan
reaksi anflaktik lambat. Anti bisa ular tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai profilaksis.

Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah
korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum.

Algoritma tatalaksana dan penegakkan diagnosis spesies ular berbisa penyebab, sebaiknya didasarkan temuan
data lokal, salah satu contoh di Srilanka seperti di bawah ini.

You might also like