Professional Documents
Culture Documents
Pengembangan haraPertanian
Inovasi tanaman 2(2),
... 2009: 131-147 131
produk pertanian. Budi daya sayuran ber- nitrogen (NO3-) akibat proses nitrifikasi
kelanjutan mengaplikasikan teknologi oleh organisme tanah (Mattason dan
yang bersifat efisien dan ramah lingkungan Schjoerring 2002; Setyorini dan Ladiyani
(Suwandi dan Asandhi 1995; Reijntjes et 2008). Kekurangan N mengakibatkan
al. 1999). Input yang digunakan lebih pertumbuhan tanaman terhambat dan
mengutamakan bahan organik atau bahan kerdil, daun kuning, serta mempengaruhi
alami sebagai sumber pupuk atau pestisida penyerapan P dan K dan pembentukan
(Van Keulen 1995). Sistem pertanian ber- protein (Shellp 1987; Delvian 2006).
kelanjutan ini menjadi dasar kebijakan Fosfor (P) adalah unsur hara yang tidak
dalam pembangunan pertanian di setiap mudah bergerak (immobile) dalam tanah.
negara (Brown 1989; Stringer 1998). Hara P di tanah tersedia dalam jumlah cu-
kup bagi tanaman, tetapi karena sifatnya
dinamis, bergantung pada reaksi tanah,
DINAMIKA UNSUR HARA sebagian terikat atau terfiksasi oleh oksida
DALAM TANAH dan mineral liat membentuk Al, Fe, dan Ca-
P atau oleh bahan organik (Tisdale et al.
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi 1985; Wien 1997). Kekurangan P menye-
optimal, tanaman sayuran membutuhkan babkan pertumbuhan tanaman terhambat
hara esensial selain radiasi surya, air, dan akibat terganggunya perkembangan sel
CO2. Unsur hara esensial (N, P, K, Ca, Mg, dan akar tanaman, metabolisme kar-
dan S) adalah nutrisi yang berperan pen- bohidrat, dan transfer energi (Marshner
ting sebagai feed bagi tanaman. Keter- 1986; Delvian 2006).
sediaan masing-masing unsur tersebut di Kalium (K) sebagai unsur hara esensial
dalam tanah berbeda antartanaman. agak mobil seperti N. Cadangan K dalam
tanah cukup banyak. Pada jerami padi,
kandungan K mencapai 80% (Tandon dan
Dinamika Unsur Hara dalam Kimmo 1993; Makarim 2007). Meski hanya
Tanah Sebelum dan Sesudah sebagian kecil K tersedia yang dapat
Pemupukan dimanfaatkan oleh tanaman, hara K mudah
bergerak, terlindi, dan terikat oleh per-
Nitrogen adalah unsur hara yang paling mukaan koloid tanah. Kekurangan K mem-
dinamis di alam. Ketersediaannya di tanah pengaruhi sistem perakaran, tunas, pem-
dipengaruhi oleh keseimbangan antara bentukan pati, dan translokasi gula (Wien
input dan output dalam sistem tanah. 1997; Barker dan Pilbean 2006).
Unsur N mudah hilang dari tanah melalui Hara Ca dan Mg merupakan unsur
volatilisasi atau perkolasi air tanah, mudah makro sekunder yang sering terlupakan
berubah bentuk, dan mudah pula diserap pengelolaannya dalam usaha tani. Unsur
tanaman (Shellp 1987; Mattason dan tersebut tersedia di tanah dan berkurang
Schjoerring 2002; Abdolzadeh et al. 2008). akibat intensifnya pengelolaan lahan
Tanaman menyerap unsur N dalam ben- untuk produksi tanaman (Suwandi 1982,
tuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). 1984). Kekurangan Mg pada tanaman
Keberadaan NH4+ sangat dinamis karena mengganggu unsur penyusun klorofil da-
mudah berubah bentuk menjadi nitrat un, yang ditandai oleh warna kuning di
Menakar kebutuhan hara tanaman ... 133
antara tulang-tulang daun yang menua kapkan oleh Hilman et al. (1992) serta
(Tisdale et al. 1985; Tandon dan Kimmo Hilman dan Suwandi (1987a, 1987b, 1989).
1993; Wien 1997). Gejala tanaman yang Teknologi pemupukan bawang merah dan
kekurangan Ca yaitu terhambatnya per- cabai di dataran rendah dilaporkan oleh
tumbuhan pucuk (titik tumbuh), kemudi- Suwandi dan Hilman (1992a, 1992b).
an pertumbuhan tanaman kerdil dan mati Penerapan teknologi penggunaan pu-
(Marshner 1986; Baker dan Pilbean 2006). puk yang tepat, baik jenis, takaran mau-
pun aplikasinya, dapat meningkatkan
efisiensi pemupukan N, P, dan K hingga
Ketersediaan dan Efisiensi 40-50%. Untuk budi daya sayuran dataran
Penyerapan Unsur Hara oleh tinggi, takaran pupuk N berkisar antara
Tanaman 100-200 kg/ha, P2O5 90-180 kg/ha, dan K2O
60-150 kg/ha.
Tingkat ketersediaan unsur hara bagi ta- Dalam pemupukan N, tanaman sa-
naman bergantung pada banyak faktor, yuran umumnya menghendaki kombinasi
antara lain status hara dalam tanah dengan urea dan ZA secara proporsional, sesuai
keragaman jenis dan sifatnya, ketersedia- jenis sayuran yang diusahakan (Hilman
an air (irigasi), jenis tanaman yang di- dan Suwandi 1987a, 1987b). Penggunaan
usahakan, dan pola pemupukan sebe- pupuk P dapat ditingkatkan efisiensinya
lumnya (Sanchez 1976; Tisdale et al. 1985). melalui cara dan waktu aplikasi yang tepat.
Alat diagnosis (kits) untuk mengiden- Demikian pula pupuk K, efisiensinya me-
tifikasi gejala kekurangan hara bagi ta- ningkat bila penggunaannya dikombina-
naman sangat membantu dalam menetap- sikan dengan urea dan ZA secara berim-
kan kebutuhan unsur hara bagi tanaman bang (Suwandi dan Hilman 1992a, 1992b).
tersebut. Upaya lain untuk meningkatkan efi-
Kekurangan unsur hara pada tanaman siensi pemupukan tanaman sayuran pada
sering termanifestasikan pada daun beberapa jenis tanah seperti Aluvial, An-
(Marshner 1986; Delvian 2006). Upaya dosol, dan Latosol adalah penggunaan
untuk mengatasi kekurangan unsur hara pupuk organik atau pupuk kandang. Cara
adalah pemupukan dengan pupuk an- ini dapat meningkatkan efisiensi penggu-
organik atau organik sesuai kebutuhan naan pupuk NPK pada bawang merah
tanaman. Masalah umum dalam pemu- hingga 50% di tanah Aluvial (Suwandi dan
pukan adalah rendahnya efisiensi serapan Hilman 1992a).
unsur hara oleh tanaman. Efisiensi pe-
mupukan N dan K tergolong rendah, ber-
kisar antara 30-40% (Setyorini dan Ladi- MENAKAR KEBUTUHAN HARA
yani 2008). Efisiensi pemupukan P oleh ta- TANAMAN
naman juga rendah, berkisar 15-20%
(Suwandi 1988; Hilman dan Suwandi 1989). Dalam menakar kebutuhan hara tanaman
Teknologi pemupukan N, P, dan K spe- sayuran, terdapat dua hal yang perlu diper-
sifik lokasi untuk meningkatkan efisiensi, hatikan, yaitu karakteristik fisiologis dan
produktivitas, dan mutu hasil sayuran ekologis tanaman.
dataran tinggi (tomat dan kentang) diung-
134 Suwandi
cabai dipanen sejak tanaman berumur lebih Menakar Kebutuhan Unsur Hara
dari 100 hari setelah fase seedlings atau Sesuai Kebutuhan Tanaman
persemaian (Suwandi 1984). Sayuran
Berdasarkan keragaman umur fisio-
logis tersebut maka akutansi keharaan Pada prinsipnya, feed what the crop needs
(Sudaryono 2005) untuk tanaman sayur- adalah pemberian unsur hara secara aku-
an juga dapat diukur berdasarkan jangka rat sesuai kebutuhan tanaman dan status
waktu pemanfaatan hara sampai tanaman hara dalam tanah untuk mencapai tujuan
dipanen. Konsumsi hara oleh tanaman ju- peningkatan produktivitas, efisiensi, dan
ga berbeda, bergantung pada umur fisio- kelestarian lingkungan serta keberlanjut-
logis tanaman tersebut (Tisdale et al. 1985; an usaha tani. Prinsip ini hampir sama
Wien 1997). Kajian kebutuhan hara untuk dengan konsep “pemupukan berimbang”
efisiensi penggunaan pupuk didekati me- yang sudah populer di kalangan petugas
lalui ketepatan jenis, takaran, cara, dan pertanian dan petani dalam arti yang se-
waktu aplikasi pupuk sesuai sifatnya benarnya, bukan pupuk berimbang yang
(Sanchez 1976). sering kali disalahartikan sebagai “peng-
Penelitian pemupukan pada sayuran gunaan pupuk majemuk”.
umumnya lebih tertuju pada penetapan Pendekatan telah dikembangkan oleh
kebutuhan hara selama musim tanam atau pakar pemupukan dalam menentukan
total kebutuhan pupuk untuk setiap ta- kebutuhan unsur hara atau pupuk sesuai
naman. Walaupun bervariasi, takaran dengan kebutuhan tanaman. Penggunaan
pemupukan sayuran berumur > 2 bulan data analisis tanah umumnya lebih populer
berkisar antara 100-200 kg N, 50-180 kg dijadikan dasar dalam penetapan kebu-
P2O5, dan 50-150 kg K2O/ha (Suwandi 1988). tuhan pupuk bagi suatu tanaman, seperti
Berdasarkan analisis dinamika unsur ha- sistem pakar SIPAPUKDI dan SIPADI
ra NPK dan umur fisiologis tanaman, untuk tanaman padi (Makarim 2007), atau
aplikasi pupuk N untuk sayuran dimulai penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah,
pada saat tanam hingga maksimum 2/3 atau dengan BWD. Untuk tanaman pangan
umur tanaman. Pupuk P dan K diaplikasi- (arable crops) di Eropa digunakan metode
kan sebelum tanam atau sebagian ditam- Quept Systems dalam menetapkan ke-
bahkan sebelum fase vegetatif maksimum butuhan pupuknya, sedangkan untuk ko-
(Suwandi 1988). moditas perkebunan dikembangkan sistem
Untuk indikator kecukupan hara ta- pakar berbasis data analisis tanaman
naman yang sehat di lapangan didiag- (Walsh dan Beaton 1973).
nosis melalui pengamatan visual berda- Pendekatan pola pertanian perspektif
sarkan minus hara tertentu atau omission atau sistem pakar dalam menakar kebu-
plot (Marshner 1986; Baker dan Pilbean tuhan hara tanaman sayuran ke depan di-
2006). Secara praktis, penentuan kebu- harapkan dapat menggunakan model
tuhan hara N tanaman dapat mengguna- harmoni, yaitu sistem pakar yang mampu
kan bagan warna daun (BWD) yang de- menjadi enabler pencapaian tujuan ke-
wasa ini telah digunakan oleh sebagian unggulan kompetitif usaha tani. Inovasi ini
petani pada tanaman padi sawah. menggabungkan basis data analisis tanah
136 Suwandi
dan analisis tanaman, termasuk aspek Pengelolaan hara tanaman selain masih
pengelolaan tanaman spesifik. Data hasil terfokus pada NPK, perhatian terhadap
analisis tanah menjadi dasar penetapan suplai hara sekunder seperti Ca, Mg, dan
kemampuan tanah menyediakan hara yang S menjadi relevan dengan budi daya sayur-
dapat segera dimanfaatkan tanaman (Co- an yang intensif (Suwandi 1982). Gejala
rey 1973). Sementara data hasil analisis kekurangan hara Ca dan Mg pada beberapa
tanaman, baik periodik maupun serapan jenis sayuran sudah mulai muncul pada
total hara tanaman (total uptake), dapat tahun 1980-an. Bagi tanaman tomat, ken-
dijadikan alat penakar kebutuhan hara tang, dan kacang-kacangan di sentra pro-
tanaman untuk satuan produksi di lapang- duksi sayuran dataran tinggi, kekurangan
an (Geraldson et al. 1973). hara Ca dan Mg dapat menurunkan hasil
Besarnya serapan total hara untuk sa- 5-30% (Suwandi 1982). Pemberian hara Ca
tuan produksi yang diharapkan dikurangi dan Mg dari sumber dolomit dengan
jumlah hara tanah tersedia menjadi kebu- takaran 1,5 t/ha nyata meningkatkan hasil
tuhan riil unsur hara yang dibutuhkan. komoditas sayuran tersebut, sekaligus
Pendekatan tersebut selain meningkatkan mengatasi masalah kekurangan hara Ca
efisiensi pemupukan, juga mampu menjaga dan Mg pada tanah Andosol di dataran
kelestarian lingkungan bagi keberlanjutan tinggi (Suwandi 1982, 1988).
usaha tani (Walsh dan Beaton 1973; Upaya peningkatan produksi tanaman
Sanchez 1976). sayuran ke depan masih dan akan terus
Fakta lapangan menunjukkan bahwa bertumpu pada penggunaan input luar,
pupuk organik merupakan kebutuhan po- termasuk pupuk organik dan pupuk kimia,
kok tanaman sayuran dataran tinggi. Untuk yang diperlukan untuk memenuhi kebutuh-
tanaman kentang, misalnya, pupuk organik an hara tanaman, apalagi bagi varietas
yang diperlukan dapat mencapai lebih dari unggul yang responsif terhadap pupuk.
40 ton kotoran sapi atau kotoran kuda per Tingkat ketersediaan hara tanah bagi
hektar per musim (Suwandi dan Asandhi tanaman umumnya bervariasi, bergantung
1995). Untuk tanaman bawang merah dan pada jenis tanah dan kesuburannya. Per-
cabai di dataran rendah, pupuk organik bedaan kebutuhan hara tanaman disebab-
jarang digunakan (Hidayat et al. 1990). kan oleh perbedaan kemampuan tanaman
Penggunaan pupuk buatan dan pes- atau varietas menyerap hara dan perbe-
tisida kimia telah menjadi tumpuan bagi daan pengelolaan input produksi (Hilman
petani sayuran dalam meningkatkan pro- dan Suwandi 1989, 1992). Atas dasar itu,
duksi. Di tingkat petani, takaran pupuk maka sistem pakar harmoni yang menggu-
buatan (urea, ZA, TSP/SP36, KCl/K2SO4, nakan basis data analisis tanah dan tanam-
atau NPK 15-15-15) pada sayuran dataran an dalam menakar kebutuhan unsur hara
tinggi berkisar antara 1,5-2,0 t/ha, se- bagi tanaman dan expertise judgement
mentara untuk tanaman cabai dataran ren- dalam pengelolaannya menjadi relevan
dah dapat mencapai lebih dari 3 t/ha/ dikembangkan dalam usaha tani sayuran
musim (Hidayat et al. 1990). berkelanjutan.
Menakar kebutuhan hara tanaman ... 137
TEKNOLOGI BUDI DAYA SAYURAN gantung pada musim hujan atau kemarau
BERBASIS KEBUTUHAN TANAMAN (Oldeman 1983).
Dari aspek kesuburan tanah, secara
Pertanian berkelanjutan didefinisikan se- ekologis terdapat perbedaan tingkat ke-
bagai kegiatan usaha pertanian yang suburan yang jelas antara tanah-tanah un-
mantap secara ekologis, berlanjut secara tuk produksi sayuran di dataran tinggi
ekonomis, adil dalam pemanfaatan sum- dengan dataran rendah. Jenis tanah untuk
ber daya dan distribusinya, manusiawi budi daya sayuran di dataran tinggi umum-
untuk semua aspek kehidupan, dan luwes nya Inceptisol sampai Entisol (Latosol
terhadap perubahan lingkungan usaha sampai Andosol) dengan tingkat kesubur-
tani yang dinamis (Gips 1986). Tingkat an rendah sampai sedang, sedangkan di
keberhasilannya lebih menekankan pada dataran rendah umumnya Vertisol, Latosol,
aspek keselarasan dan keterpaduan pe- dan Aluvial (Nurtika dan Suwandi 1992).
ngelolaan sumber daya secara berkelan- Secara alami, berbagai jenis tanah
jutan (TAC/CGIAR 1988; Stringer 1998). tersebut memiliki sifat dan ciri khusus,
seperti perbedaan kemasaman dan tingkat
kesuburan. Demikian pula tingkat ke-
Keragaan Ekologi dan tersediaan hara (N, P, K, Ca, Mg, dan S)
Kebutuhan Tanaman pada masing-masing jenis tanah. Dinamika
hara pada ekosistem ini dipengaruh oleh
Seperti diuraikan sebelumnya, tanaman lingkungan ekologi, yaitu suhu tanah yang
sayuran digolongkan ke dalam dua kelom- dalam batas tertentu mempengaruhi mo-
pok utama. Pertama, sayuran dataran tinggi bilitas unsur hara yang dapat dimanfa-
introduksi dari daerah temperate, seperti atkan tanaman (Epstein 1978; Wien 1997).
kentang, kubis-kubisan, tomat, dan cabai. Karena itu, inovasi pengelolaan kesuburan
Kedua, sayuran dataran rendah yang tanah spesifik sesuai ekologi budi daya
umumnya didominasi oleh jenis asli lokal sayuran memegang peranan penting.
seperti kacang panjang, mentimun, pare,
oyong, bawang merah, dan cabai yang
memiliki daya adaptasi luas. Teknologi Budi Daya Spesifik
Sayuran introduksi dari daerah tem- Ekologi dan Jenis Tanaman
perate beradaptasi dengan baik di dataran
tinggi, lebih dari 700 m dpl, sementara jenis Selintas terdapat perbedaan prinsip da-
sayuran dataran rendah berkembang de- lam budi daya sayuran dataran tinggi dan
ngan baik pada ketinggian tempat kurang dataran rendah, bahkan lebih spesifik
dari 700 m dpl (Hidayat et al. 1990). Selain untuk daerah-daerah tertentu, terkait
suhu, kebutuhan ekologi yang mencolok dengan perbedaan relatif iklim di suatu
dari sayuran dataran tinggi dan dataran tempat. Faktor cuaca yang dominan da-
rendah adalah panjang hari dan intensitas lam usaha tani tanaman sayuran di datar-
cahaya (Tisdale et al. 1985; Wien 1997). Di an tinggi dan dataran rendah adalah su-
Indonesia, panjang hari umumnya relatif hu udara yang terkait langsung dengan
sama, yang berbeda adalah intensitas kemampuan adaptasi sayuran introduk-
cahaya, berkisar antara 1-3 jam antara di si dan lokal (Tisdale et al. 1985; Wien
dataran tinggi dengan dataran rendah, ber- 1997).
138 Suwandi
Informasi beberapa jenis atau varietas hakan secara intensif bagi tanaman sa-
yang potensial dan prospektif dalam pe- yuran berumur pendek, 2-4 bulan (Suwan-
ngembangan agribisnis sayuran di dataran di 1982).
tinggi dan dataran rendah telah tersedia. Pemberian pupuk organik dan kapur
Untuk ekologi dataran rendah, misalnya, pertanian nyata meningkatkan efektivitas
telah dilepas tiga varietas tomat, tiga va- dan efisiensi penggunaan pupuk kimia,
rietas cabai, dan dua varietas bawang serta meningkatkan hasil sayuran di da-
merah, sedangkan untuk ekologi dataran taran tinggi maupun dataran rendah (Su-
tinggi telah dilepas pula tiga varietas wandi dan Himan 1988). Sistem penge-
buncis dan dua varietas kentang (Balai lolaan pupuk tersebut meningkatkan hasil
Penelitian Tanaman Sayuran 2006). Ino- tomat, kentang, bawang merah, dan cabai
vasi budi daya sayuran yang sesuai de- sebesar 15-30% (Hilman dan Suwandi
ngan ekologi tersebut juga tersedia dan 1992).
siap digunakan secara parsial maupun
terintegrasi dalam sistem produksinya.
Salah satu terobosan inovasi dalam INDIKATOR KEBERLANJUTAN
peningkatan produktivitas sayuran da- DALAM SISTEM PRODUKSI
taran rendah adalah teknologi peman- SAYURAN
faatan mulsa (jerami dan plastik hitam
perak) untuk mengatasi masalah ling- Keberlanjutan suatu pembangunan sa-
kungan. Pada budi daya tomat di dataran ngat diperlukan agar pembangunan jang-
rendah, pengaturan suhu dengan pene- ka pendek tidak mengorbankan kepen-
rapan teknologi mulsa mampu mening- tingan generasi yang akan datang dalam
katkan hasil hingga 15%, mengurangi ke- memenuhi kebutuhannya (Resource Ma-
kompakan tanah, menekan pertumbuhan nagement Act 1991). Komponen utama dari
gulma, dan mencegah perkembangan pe- keberlanjutan sistem produksi adalah pe-
nyakit tular tanah yang dapat menurun- nentuan indikator kinerja terkait dengan
kan kualitas buah (Gunadi dan Suwandi tujuan yang ingin dicapai. Sementara in-
1988; Suwandi 1988). Perbaikan budi daya dikator kinerja juga merupakan peubah
lainnya adalah pengurangan intensitas yang mampu menunjukkan suatu per-
cahaya sebesar 30% untuk bawang putih ubahan dalam hal biofisik, kimia, sosial,
dataran rendah, interaksi kerapatan ta- dan ekonomi (Chiew dan Shamsudin 2007).
naman kangkung darat dengan pemupuk- Adnyana (2008) mengungkapkan bebe-
an NPK, sesuai dengan kebutuhan agro- rapa indikator keberlanjutan sistem usaha
ekologi tanaman yang diusahakan (Su- tani, yaitu produktivitas dan produksi, ta-
wandi dan Nurtika 1993). nah dan air, input kimia, tenaga kerja, fi-
Upaya peningkatan efisiensi penggu- nansial dan ekonomi, serta penerimaan
naan pupuk dapat ditempuh melalui prin- produk secara sosial.
sip tepat jenis, tepat takaran, tepat cara,
tepat waktu aplikasi, dan berimbang se-
suai kebutuhan tanaman. Cara tersebut Produktivitas dan Produksi
memberikan dampak positif terhadap
pertumbuhan, hasil, dan mutu sayuran, Produksi sayuran secara berkelanjutan
termasuk kesuburan lahan yang diusa- adalah optimalisasi pengelolaan tanaman
Menakar kebutuhan hara tanaman ... 139
yang diusahakan dalam jangka panjang. lah: (1) jumlah input kimia yang digunakan
Beberapa alternatif indikator produksi per satuan luas lahan (kg/ha, l/ha); (2)
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat residu bahan kimia pada tanaman;
sistem produksi intensif yang berkelan- (3) konsentrasi unsur kimia pada air per-
jutan adalah: (1) kuantitas dan kualitas hasil mukaan; (4) harga input kimia (Rp/kg, l/
per satuan unit lahan (kg/ha); (2) hasil per kg); dan (5) hasil per unit input kimia yang
unit total air irigasi (kg/m3); dan (3) hasil digunakan (t/kg, t/l).
per unit tenaga kerja yang digunakan (kg/
OH).
Tenaga Kerja
usaha tani sayuran dapat lebih terjaga unsur hara (pemupukan) yang efisien dan
karena adanya orientasi pemakaian input ramah lingkungan. Penerapan GAP ber-
yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan untuk menghindari atau memi-
keseimbangan suplai hara internal maupun nimalkan risiko, seperti bahaya keamanan
eksternal (Geraldson et al. 1973; Sanchez pangan, kerusakan lingkungan, kesehatan,
1976; Stringer 1998). keselamatan dan kesejahteraan pekerja,
Implikasi sinergis dari penerapan ino- serta untuk meningkatkan daya saing
vasi budi daya adalah manifestasi respons produk sayuran.
tanaman terhadap lingkungan biofisik dan Peta jalan sistem produksi sayuran
manajemen produksi yang diharapkan. dibuat dengan menggunakan rancang
Tingkat keselarasan inovasi yang relevan bangun pengelolaan faktor-faktor pro-
di lapangan akan banyak ditentukan oleh duksi secara dinamis. Analisis pada setiap
kemampuan sumber daya manusia (SDM) segmen budi daya (on-farm) dilakukan
dalam memanfaatkan dan/atau meng- secara terukur melalui introduksi inovasi
adopsi teknologi secara harmonis (dele- tepat guna, sesuai kajian kepakaran
niation and priority setting). (assessment expertise) dan pengalaman
lapangan. Berkaitan dengan penerapan
model harmoni atau sistem pakar pe-
Sinergi dan Harmonisasi mupukan berimbang terpadu spesifik lo-
Inovasi Budi Daya kasi, beberapa aspek penting yang diper-
lukan adalah: (1) identifikasi dan delineasi
Keberhasilan sistem produksi untuk men- status lahan/kawasan sentra produksi dan
capai target kuantitas dan kualitas produk wilayah pengembangan sayuran; (2) pe-
standar berkaitan erat dengan penye- ngembangan teknologi pemupukan orga-
larasan implementasi teknologi budi daya nik dan anorganik sesuai kebutuhan ta-
(pengelolaan hara dan tanaman), teknik naman spesifik; dan (3) pengembangan
handling maupun penanganan pasca- alat bantu berupa kits untuk uji tanah dan
panennya. Inovasi teknologi sayuran ter- uji tanaman secara cepat (Balai Besar
sedia cukup beragam ditinjau dari per- Penelitian dan Pengembangan Sumber-
untukannya, mulai dari jenis atau kulti- daya Lahan Pertanian 2007).
varnya maupun ekosistem budi daya di Pengembangan usaha tani diversi-
dataran rendah atau dataran tinggi. Ke- fikasi, baik horizontal maupun vertikal,
ragaman tersebut tentu saja menuntut perlu memperhatikan aspek sinergisme
harmonisasi inovasi teknologi di tingkat antartanaman yang akan diusahakan
lapangan (timing know-how). (Suwandi et al. 2003; Suwandi dan Ros-
Feed what the crops need juga dapat liani 2004). Sinergisme antartanaman
disetarakan dengan sistem pemupukan sayuran nyata mempengaruhi produk-
berimbang terpadu spesifik lokasi yang tivitas dan keseimbangan pengelolaan
berorientasi Good Agriculture Practices hara (pupuk), serta harmonisasi pengen-
(GAP), yaitu standar praktek budi daya dalian organisme pengganggu tanaman
sayuran yang baik dan benar dalam proses (OPT) di lapangan. Pola tumpang sari
produksi, panen, dan pascapanen. Salah tanaman antara bawang merah dan cabai
satu aspek penting yang menjadi standar di dataran rendah, cabai dan tomat atau
dalam penerapan GAP adalah pengelolaan tomat dengan tanaman kubis/petsai di
142 Suwandi
Hilman, Y. dan Suwandi. 1992. Pengaruh Fisheries, Dept. OSL, Hague, the
takaran P, N, dan K terhadap pertum- Netherlands.
buhan, hasil, perubahan ciri kimia Nurtika, N. dan Suwandi. 1992. Pengaruh
tanah dan serapan hara tanaman cabai. pemberian kapur dan sumber pupuk
Buletin Penelitian Hortikultura 18(1): nitrogen terhadap pertumbuhan dan
107-116. hasil tomat. Buletin Penelitian Horti-
Hilman, Y., Suwandi, dan N. Nurtika. 1992. kultura 17(4):16-21.
Pengaruh kombinasi bahan organik dan Oldeman, R.L. 1983. An agroclimatic map
fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil of Java and Madura. Contributions of
buah tomat tanah Latosol di dataran the Central Research Institute for Agri-
rendah. Buletin Penelitian Hortikultura culture. Bogor, Indonesia.
17(4): 5-15. Reijntjes, C.B. Haverkort, dan A. Water-
Kisworo. M.W. 2001. Transformasi kor- Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan.
porasi untuk peningkatan keunggulan Pengantar untuk pertanian berke-
kompetitif berbasis teknologi infor- lanjutan dengan input luar rendah.
masi. Jurnal Universitas Paramadina ILEIA. Edisi Indonesia. Kanisius,
1(1): 13 hlm. Yogyakarta.
Kruseman, G., H. Hengsdijk, and R. Ruben. Resource Management Act. 1991. Indi-
1993. Disentangling the concept of cator of Sustainable Irrigated Agri-
sustainability. Conceptual definitions, culture. http://www. Maf.Govt.nz/
analytical framework and operation mafnet/rural-nz.
techniques in sustainable land use. DLV Sachs, I. 1987. Towards a second green
Report No. 2, CABO-DLO, Wage- revolution. p.193-198. In B. Glaeser
ningen, the Netherlands. (Ed.). The Green Revolution Revisited.
Makarim, A.K. 2007. Aplikasi Ekofisiologi Allen & Win, London.
dalam Sistem Produksi Padi Berke- Sanchez, P.A. 1976. Properties and
lanjutan. Orasi Pengukuhan Profesor management of soils in the tropics.
Riset Bidang Fisiologi Tanaman. Badan Department of Soil Science, North
Penelitian dan Pengembangan Perta- Carolina State University. A. Wiley-
nian, Jakarta. 74 hlm. Interscience Publication. John Wiley
Marshner, H. 1986. Mineral Nutrition in and Sons, New York, London, Sydney,
Higher Plants. Academic Press Inc., Toronto.
London. p.195-265 & 391-407. Setyorini, D. dan R.W. Ladiyani. 2008. Cara
Mattason, M. and J.K. Schjoerring. 2002. cepat menguji status hara dan kema-
Dynamic and steady-atate responses saman tanah. www. litbang.deptan.
of inorganic nitrogen pools and NH3 go.id. (akses 8 Januari 2009).
exchange in root nitrogen supply. Plant Shellp, B.J. 1987. Plant characteristics and
Physiol. 128(2): 742-750. nutrient composition and mobility of
Meerman, F., G.W.J. van de Ven, H. van brocoli supplied with NH4+, NP3 or
Keulen, and O.M.B. de Ponti. 1992. Sus- NH 4 NO 3 . J. Exp. Bot. http://jxb.
tainable crop production and protec- oxfordjournals.org/cgi/content/
tion. Discussion paper, Ministry of abstract/38/10/1603.
Agriculture, Nature Management and
146 Suwandi
Stomph, T.J., L.O. Fresco, and H. van Suwandi dan Y. Hilman. 1992a. Penggu-
Keulen. 1994. Land use system eva- naan pupuk nitrogen dan triple super
luation: Concepts and methodology. phosphate pada bawang merah. Bule-
Agric. Syst. 44: 234-255. tin Penelitian Hortikultura 22(4): 28-40.
Stringer, R. 1998. Environmental policy and Suwandi dan Y. Hilman. 1992b. Kombinasi
Australia’s horticulture sector. CIES penggunaan pupuk urea, ZA, dan TSP
Policy Discussion Paper. Univ. Ade- pada tanaman cabai. Buletin Penelitian
laide, Australia. http://papers.ssrn. Hortikultura 24(2): 118-128.
com.sol3/papers.cfm? abstract_id Suwandi dan N. Nurtika. 1993. Pengaruh
=86708. naungan terhadap pertumbuhan dan
Sudaryono. 2005. Kontribusi Ilmu Tanah hasil bawang putih dataran rendah.
dalam Mendorong Pengembangan Buletin Penelitian Hortikultura 25(2):
Agribisnis Kacang Tanah di Indonesia. 121-129.
Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Suwandi dan A.A. Asandhi. 1995. Pola
Bidang Ilmu Tanah. Badan Penelitian usaha tani berbasis sayuran dengan
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. berwawasan lingkungan untuk mening-
Sumarna, A. dan Suwandi. 1990a. Pengaruh katkan pendapatan petani. hlm 13-28.
cara tanam dan mulsa terhadap per- Prosiding Seminar Ilmiah Nasional
tumbuhan dan hasil tomat. Buletin Komoditas Sayuran. Lembang.
Penelitian Hortikultura (Edisi Khusus) Suwandi, R. Rosliani, N. Sumarni, dan W.
18(2): 43-47. Setiawati. 2003. Interaksi tanaman pada
Sumarna, A. dan Suwandi. 1990b. Pengaruh sistem tumpang sari tomat dan cabai di
penggunaan turus dan mulsa terhadap dataran tinggi. J. Hort. 13(4): 244-250.
pertumbuhan dan hasil tomat. Buletin Suwandi dan R. Rosliani. 2004. Pengaruh
Penelitian Hortikultura (Edisi Khusus) kompos, pupuk nitrogen, dan kalium
18(1): 74-86. pada cabai yang ditanam tumpang gilir
Suwandi. 1982. Effects of dolomite appli- dengan bawang merah. J. Hort. 14(1):
cation on tomato, potato and bean 41-48.
grown in highland areas of Lembang. TAC/CGIAR. 1988. Sustainable Agricul-
Buletin Penelitian Hortikultura 9(4):7- ture Production: Implications for
16. international agricultural research.
Suwandi. 1984. Pengaruh sisa pemupukan FAO, Rome.
magnesium pada tanaman tomat, ken- Tandon, H.L.S. and I.J. Kimmo. 1993.
tang, dan kacang jogo. Buletin Pene- Balanced Fertilizers Use. Its practical
litian Hortikultura 11(2): 17-26. importance and guidelines for agri-
Suwandi. 1988. Effect of mulching and culture in the Asia-Pacific Region.
planting distance of Talaut variety of United Nation, New York. 49 pp.
chinnese cabbage. Buletin Penelitian Tisdale, S.L., W.L. Nelson, and J.D. Beaton.
Hortikultura 16(2): 26-33. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. Fourth
Suwandi and Y. Hilman. 1988. Effect of Ed. Macmillan Publ. Co., New York. 754
liming and NP fertilizer application on pp.
Sangihe varieties of chinnese cabbage. Van Keulen, H. 1995. Sustainability and
Buletin Penelitian Hortikultura 17(1): long-term dynamic of soil organic
37-40. matter and nutrient under alternative
Menakar kebutuhan hara tanaman ... 147