You are on page 1of 3

1.

AGEN IMUNOSUPRESIF

Ketika dibutuhkan dosis yang lebih besar dari dosis minimal glukokortikoid untuk
mengontrol penyakit, atau ada kontraindikasi oral glukokortikoid, agen imunosupresif
digunakan untuk terapi pemfigus. Pada banyak kasus, regimen pengobatan sering dimulai
dengan agen imunosupresif dan prednison secara simultan. Penelitian random prospektif
menunjukkan bahwa agen imunosupresif seperti mycophenolate mofetil, azathioprine, and
cyclophosphamide mempunyai efek steroid-sparing; penelitian retrospektif menjelaskan
penurunan angka mortalitas dengan menggunakan steroid dan adjuvan dibandingkan
pemakaian steroid saja.

AZATHIOPRINE

Azathioprine telah dipertimbangkan sebagai first-line agen imunosupresif pada


pemfigus. Dengan remisi klinis rata-rata sekitar 50% pada penelitian retrospektif. Pada uji
prospektif secara random dari dosis tinggi metilprednison (2mg/kg/ hari) ditambah dengan
azathioprine (2 mg/kg/day), 72 % pasien menerima remisi klinis rata-rata 74 hari, meskipun
33% mengalami efek samping dari terapi, termasuk hiperglikemi, pusing, abnormal enzim
hati, dan infeksi.

Azathioprine adalah prodrug, dimana diubah menjadi metabolis mercaptopurine aktif,


thioguanine, dan thioinosine, menjadi bagian thiopurine methyltransferase (TPMT), enzim
yang memiliki level yang besar dalam populasi. 1-2% caucasian memiliki level TPMT
sangat tinggi, dimana berhubungan dengan resisten terhadap pengobatan dan meningkatkan
hepatotoksik dari produksi metabolis yang berlebihan. Diperkirakan 5% pasien intoleran
terhadap azathioprine, meskipun hubungan genotip-fenotip tidak cocok.

Pada pasien dengan normal TPMP, dosis regimen 2.5 mg/kg/ hari sela 12 hari
berdasarkan konsensus menunjukkan kegagalan terapi. Pasien dengan normal TPMP dapat
mengalami toksisitas terhadap azathioprine, hal ini merupakan alasan semua pasien memulai
dosis yang rendah (50-100 mg/hari) dan dititrasi keas hingga remisi klinis, dosis target 2.5
mg/kg/hari atau efek samping tidak diterima. Monitoring darah dan hati harus dilakukan,
biasanya 8-12 minggu pertama ketika toksisitas lambat dari akumulasi metabolis dapat
muncul.
MYCOPHENOLATE MOFETIL

Mycophenolate mofetil juga dipertimbangkan sebagai first line imunosupresif untuk


pemfigus. Dosis sekitar 30-40 mg/kg/ hari 2 kali sehari (2.0-3.0 g/hari), meskipun pasien
tertentu, seperti yang lebih tua, menerima dosis rendah (1.0 g/hari) sebagai kontrol
pengobatan. Pada kasus series, mycophenolate mofetil telah menunjukkan efek cepat dalam
menurunkan titer antibodi dan aktivitas penyakit pada pemfigus, bahkan pada pasien yang
tidak respon terhadap azathioprine. Uji prospektif secara random membandingkan
metilprednison dengan azathioprine (2.0 mg/kg/hari) dengan mycophenolate mofetil
menunjukkan 72% pada kelompok azathiprine dan 95% pada mycophenolate mofetil terjadi
remisi secara klinis rata-rata 74 dan 91 hari. 19% pasien mengalami efek samping dari
mycophenolate mofetil, dibandingkan 33% pada kelompok azathioprine.

Efek samping penggunaan mycophenolate mofetil terjadinya infeksi fatal dan sepsis
(2-5%) dari pasien transplantasi yang menerima mycophenolate mofetil, dan meningkatkan
risiko infeksi dengan atau reaktivasi dari cytomgelovirus, herpes zooster, bateri atipikal,
tuberculosis, dan virus John Cunningham.

CYCLOSPHOSPHAMIDE

Meskipun lebih toksik dari azathioprine dan mycophenolate mofetil,


cyclophosphamide lebih efektif untuk mengontrol penyakit yang berat, dari 23 pasien, 19
pasien pemfigus mengalami remisi komplit dengan waktu median 8.5 bulan. Efek samping
berupa hematuria, infeksi dan Ca sel transisional bladder. Dosis rendah (1.1-1.5 mg/kg/hari).
Bersamaan dengan risiko infertilitas, cyclosphospamide tidak dipertimbangkan sebagai first
line pada pengobatan pemfigus vulgaris.

DAPSONE

Pada kasus series dan uji double-bline secara random, dapsone didemonstrasikan
efikasi sebagai obat steroid-sparing pada fase maintenance PV, meskipun hasilnya secara
statistik tidak signifikan. Dapsone bisa digunakan sebagai penghubung dengan agen
imunosupresif lainnya, khususnya rituximab, dimana mempunyai keuntungan profilaksis
terhadap pneumocystis pneumonia.
2. TAPERING OFF KORTIKOSTEROID

Dosis maksimal sistemik glukokortikoid telah dinyatakan di consensus guidline prednison


1.5 mg/kg/hari selama 3 minggu. Sehingga, pasien dengan total dosis prednison perhari kira-
kira 100 mg dipertimbangkan untuk pengobatan adjunctive. Beberapa ahli
merekomendasikan dosis prednison sebagai kontrol awal penyakit , dengan total dosis tinggi
perhari (meningkat 50% setiap 1-2 minggu sampai penyakit dapat dikontrol atau jangan
sampai terjadi efek samping) sebesar 240 mg.
Jika aktivitas penyakit dikontrol, tapering prednison dosis rendah harus tercapai. Minimal
terapi prednison 10 mg/ hari. Meskipun tidak ada guidlines, jika aktivitas penyakit dikontrol
dengan dosis prednison minimal atau rendah, kemudian monoterapi glukokortikoid dapat
digunakan tergantung pada komorbiditas pasien lain dan kontraindikasi agen imunosupresif.
Jika pasien relaps berkelanjutan dengan dosis prednisolon 10 mg/hari atau dosis yang lebih
tinggi, imunosupresif adjunctive harus dipertimbangkan.

You might also like