You are on page 1of 39

SUSPEK OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS TIPE BENIGNA

AURIS DEKSTRA

Mini Cex

Preseptor:
Dr. Hanggoro, Sp. THT-KL

Disusun Oleh:
Stevi Erhadestria, S.Ked
M. Nikhola Risol, S.Ked
Nisa Arifah, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA,


HIDUNG, TENGGOROK, BEDAH KEPALA DAN LEHER
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Mini cex tepat pada waktunya. Adapun tujuan
pembuatan Mini cex ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT-KL di RSUD Abdul
Moeloek.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan Mini cex ini. Penulis
menyadari banyak sekali kekurangan didalamnya, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi
juga bagi siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, Juni 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang ............................................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS


2.1Identitas Penderita ...................................................................... 3
2.2Pemeriksaan Subyektif ............................................................... 3
2.3Pemeriksaan Fisik ....................................................................... 4
2.4Diagnosis Banding ...................................................................... 8
2.5Diagnosa Kerja ........................................................................... 8
2.6Pemeriksaan Anjuran .................................................................. 9
2.7Penatalaksanaan .......................................................................... 9
2.8Prognosis .................................................................................... 9

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1.Anatomi telinga tengah ............................................................. 10
3.2.Definisi ...................................................................................... 11
3.3.Epidemiologi ............................................................................. 12
3.4.Klasifikasi ................................................................................. 14
3.5.Patogenesis. ............................................................................... 18
3.6.Gejala Klinis .............................................................................. 19
3.7.Diagnosis .................................................................................. 21
3.8.Penatalaksanaan ........................................................................ 23
3.9.Komplikasi ................................................................................ 29
3.10.Prognosis ................................................................................. 30

BAB IV ANALISIS KASUS


BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi menjadi otitis media supuratif dana otitis media non supuratif.
Keduanya mempunyai bentuk akut dan kronis.

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen Jenis otitis media supuratif
kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe
maligna. Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi
kronik telinga tengah yang sering dijumpai di klinik THT.

Prevalensi OMSK meningkat dengan jelas pada negara Afrika, ASEAN


dan pasifik barat. Di Indonesia sendiri diperkirakan kurang lebih 6,6 juta
penduduk Indonesia menderita OMSK.

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan kelanjutan dari OMA


dengan perforasi membran timpani yang menetap disertai sekret yang keluar
baik aktif maupun tenang dan terjadi selama lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis
yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman
yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk.

1
Penyakit ini biasanya dimulai saat masa kanak-kanak. Infeksi sering
terjadi sampai usia 6 tahun, puncaknya sekitar usia 2 tahun. OMSK
merupakan penyebab terbanyak untuk terjadinya gangguan pendengaran
ringan sampai sedang pada anak-anak dan orang muda di negara berkembang.
OMSK menyebabkan tuli konduktif derajat ringan sampai sedang pada lebih
dari 50% kasus. OMSK pada anak-anak cenderung menghambat
perkembangan berbahasa dan kognitif anak. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kehilangan pendengaran yang
persisten dan signifikan yang disebabkan oleh otitis media (tidak hanya
OMSK) dalam 2 tahun pertama dengan disabilitas belajar dan performa
sekolah yang buruk pada anak.

Penegakan diagnosis dan penatalaksaan yang tepat dan cepat perlu


diterapkan pada kasus OMSK untuk mencegah terjadinya disabilitas terutama
pada anak-anak yang dapat berdampak pada perkembangannya.

Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan


antibiotik merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita, bakteri dan
antibiotika. Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah
manifestasi klinik dari interaksi antara penderita dan bakteri. Adapun untuk
pengobatan infeksi dibutuhkan antibiotika yang tepat dan daya tahan tubuh
penderita itu sendiri. Memilih antibiotika yang tepat dilakukan berdasarkan
jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih baik lagi apabila disertai
dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak patuhan
penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga,
adanya komplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal pengobatan dan
perawatan penderita OMSK.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. P
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Lampung timur

2.2 PEMERIKSAAN SUBYEKTIF


Autoanamnesis
Dilakukan secara Autoanamnesa dengan pasien pada hari senin tanggal 14
mei 2018 pukul 10.00 WIB di Poliklinik THT RSUD Abdul Moeloek.

Keluhan Utama :
Keluar cairan dari telinga kanan memberat sejak 1 bulan yang lalu

Keluhan Tambahan :
Penurunan pendengaran

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang berobat ke poliklinik THT-KL RSUD dr. H. Abdoel Moeloek
dengan keluhan keluar cairan di telinga kanan yang memberat sejak 1 bulan
yang lalu. Awalnya, 6 bulan yang lalu pasien mengeluhkan keluar cairan dari
telinga kanan, hilang timbul dan tidak diobati. Cairan berwarna kuning,
konsistensi kental, dan berbau busuk. Sebelum keluar cairan dari telinga,
pasien mengeluh telinga kanan terasa penuh, diikuti rasa nyeri yang hebat dan
kemudian nyeri berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Keluhan tersebut

3
terjadi setelah pasien mengalami batuk pilek. Sejak 1 bulan yang lalu,
keluhan keluarnya cairan dari telinga timbul kembali dengan jumlah cairan
yang lebih banyak, disertai penurunan pendengaran. Keluhan nyeri di
belakang telinga tidak ada, sakit kepala tidak ada, pusing berputar tidak ada,
telinga berdenging tidak ada, wajah mencong tidak ada, keluhan nyeri
menelan tidak ada, nyeri pada wajah tidak ada, pasien mengeluh batuk pilek 2
minggu sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat ISPA : ada
- Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat alergi : disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 80 x/ menit
Tensi : 120/70 mmHg
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,7c

Leher
Inspeksi : Kesan dalam batas normal
Palpasi : Kesan dalam batas normal

Toraks
Inspeksi : Kesan dalam batas normal
Palpasi : Tidak diperiksa
Perkusi : Tidak diperiksa

4
Auskultasi : Tidak diperiksa

Abdomen
Inspeksi : Kesan dalam batas normal
Palpasi : Tidak diperiksa
Perkusi : Tidak diperiksa
Auskultasi : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Kesan dalam batas normal

Status Lokalis THT


a. Telinga
Pemeriksaan Rutin Umum Telinga
Sinistra Dextra
Aurikula Normotia Normotia
Nyeri tarik (-) Nyeri tarik (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Preaurikula Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Limfadenopati (-) Limfadenopati (-)
Retroaurikula Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Oedem (-) Oedem (-)
Mastoid Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Oedem (-) Oedem (-)
CAE Lapang Lapang
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (+), kental,
Serumen (-) kekuningan
Corpus alienum (-) Serumen (-)
Corpus alienum (-)

5
Membran Timpani
DeSinistra Dextra
K Keutuhan Intak Tidak intak
W Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan
mengkilat seperti mengkilat seperti
mutiara mutiara
Pe Perforasi -T Tidak ada Sentral, 25%, sekret (+),
aktif, pulsasi (+), warna
kekuningan, kental.
Refleks cahaya Jk (+) arah jam 7 (-)
G Gambar

Pemeriksaan pendengaran

Tes Rinne + -
Pemeriksaan Tes Webber Lateralisasi ke Lateralisasi ke
Pendengaran telinga sakit telinga yang
(Tuli Konduktif) sakit
Tes Sama dengan Memanjang
Schwabach pemeriksa

6
b. Hidung
Pemeriksaan Rutin Umum Hidung

Hidung Luar Kanan Kiri


- Kulit : Sama dengan sekitar Sama dengan sekitar
- Dorsum Nasi : Normal
- Nyeri Tekan, Krepitasi :(-) (-)
- Ala Nasi : Normal Normal
- Nyeri Tekan Frontal :(-) (-)
- Nyeri Tekan Maksila :(-) (-)
- Tumor, Fistel :(-) (-)
Rhinoskopi anterior Kanan Kiri
- Vestibulum : Normal Normal
Septum : Normal Normal
- Konka inferior
Warna : Normal Normal
Edem :(-) (-)
Sekret :(-) (-)
Hipertrofi :(-) (-)
- Konka media
Warna : Normal Normal
Edem :(-) (-)
Sekret :(-) (-)
Hipertrofi :(-) (-)

Rhinoskopi Posterior

7
- Adenoid : Tidak dilakukan
- Koana : Tidak dilakukan
- Fosa Rosenmuler : Tidak dilakukan
- Torus Tubarius : Tidak dilakukan
- Dasar Sinus Sphenoid : Tidak dilakukan

c. Cavum Oris dan Orofaring


Pemeriksaan Rutin Umum Cavum Oris dan Orofaring
Mukosa buccal Merah muda
Gingiva Merah muda
Gigi geligi Gangren (-), Karies (-)
Palatum durum & molle Merah muda
Lidah 2/3 anterior Merah muda

Tonsil
Dextra Sinistra
Ukuran T1 T1
Permukaan Rata Rata
Warna Merah muda Merah muda
Kripta Tidak Melebar Tidak Melebar
Detritus (-) (-)
Fiksatif (-) (-)
Peritonsil Abses (-) Abses (-)

Orofaring
Arkus faring : simetris, merah muda
Palatum molle & durum : merah muda
Dinding posterior orofaring : merah muda, granulasi (-)

8
2.4 Diagnosis Banding
 Suspek Otitis Media Supuratif Kronik tipe Benigna Fase aktif Auris
Dekstra
 Suspek Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Maligna Fase aktif Auris
Dekstra

2.5 Diagnosa Kerja


Suspek Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna Fase aktif Auris Dekstra

2.6 Pemeriksaan Anjuran


 Tes Audiometri
 Foto Rontgen Mastoid Schuller
 Kultur bakteri

2.7 Penatalaksanaan
Medikamentosa:
 Ciprofloxaxin 2 x 500mg
 Ofloksasin 0,3% auric drop 2x 6 gtt
 H2O2 3%, 3-5 hari

Non-Medikamentosa:
 Jangan mengkorek-korek telinga
 Hindari aktivitas yang berhubungan dengan air yang memungkinkan air
masuk ke telinga seperti berenang & mandi
 Segera berobat apabila mengalami ISPA
 Menganjurkan untuk melakukan operasi dengan jenis tindakan sesuai hasil
radiologis.

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia ad malam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi

sirkularis horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap


bundar (round window) dan Promontorium.

Gambar 1. Anatomi telinga tengah

10
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa
(membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu
lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut


umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa
kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis
itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane
timpani.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun


dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran
didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus
melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.

3.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret)

11
dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen. (Soepardi, 2012)

Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain:
terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman
yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene
yang buruk. (Shah et. Al., 2018)

3.3. Etiologi
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan
faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s
syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang
merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga
kronis.

Faktor resiko terjadinya OMSK, antara lain:

1. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai
faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis
media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

2. Otitis media sebelumnya.


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor
apa yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah
keadaan kronis.

12
3. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten
terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai
pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20%
dan Staphylococcus aureus 25%.

Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan
kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK
pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.

4. Infeksi saluran nafas atas.


Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah
menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang
secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.

5. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.

6. Alergi.
alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita
yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.

7. Gangguan fungsi tuba eustachius.


Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering
tersumbat oleh edema.

8. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi,
dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.

13
Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan
kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani


menetap pada OMSK.

 Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan


produksi sekret telinga purulen berlanjut.
 Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan
spontan pada perforasi.
 Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
 Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami
pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses
ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

3.4. Klasifikasi
Letak perforasi pada membran timpani penting untuk menentukan jenis
OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di 3 daerah, antara
lain :

 Perforasi sentral
Perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan seluruh tepi perforasi masih
terdapat membran timpani

 Perforasi marginal
Sebagan tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus atau sulkus
timpanikum
 Perforasi atik
Perforasi pada pars flaksida.

14
Gambar 2. Tipe-tipe perforasi pada membran timpani secara skematis

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar, OMSK terbagi atas:

1. OMSK aktif: OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani
secara terus menerus
2. OMSK tenang: OMSK dengan kavum timpani yang terlihat basah atau
kering; sekret tidak keluar terus menerus.

OMSK terbagi atas 2, yaitu:

1. OMSK tipe benigna (tipe mukosa = tipe aman)


Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa
saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh
adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari
luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi
keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob,
luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis
berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga
tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

15
Gambar 3. Gambaran OMSK Benigna

2. OMSK tipe ”maligna” (tipe tulang = tipe bahaya).


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida.
Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang
berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu kista epiterisal yang berisi deskuaminasi epitel


(keratin). Deskuaminasi terbentuk lalu menumpuk sehingga membesar.Terbagi
atas kolesteatoma kongenital dan akuistal. Kolesteatom merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan
pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan
mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat
ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumornecrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom
ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan
nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang
diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

16
Gambar 4. Gambaran OMSK Maligna

Kolesteatoma terbagi atas 2, yaitu:


1. Kolesteatoma kongenital
Kolesteatoma yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada
telinga dengan membran timpani yang utuh tanpa tanda-tanda infeksi.
Lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid
atau cerebellopontin angle.

Gambar 5. Kolesteatom kongenital

2. Kolesteatoma akuistal
Kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang
telinga atau dari pinggir membran peforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani
karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasi).

3.5. Patogenesis.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah
yang disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat
disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan
tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab
terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur
tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang
belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas,

17
maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut
(OMA).
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses
inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
ulkus dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam
menghentikan infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi
yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga
tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan
terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya. (Soetirto, 2007)

Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi (-)


Tekanan negatif
Gangguan
telinga tengah efusi OME
tuba

Tuba tetap terganggu


Perubahan tekanan tiba-tiba
Alergi + ada infeksi
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Tampon
Tumor

18
Otitis Media Akut

(OMA)

Sembuh sempurna Otitis Media Supuratif Otitis media Efusi


Kronik
(OMSK) (OME)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 6. Patogenesis Otitis Media (Soepardi 2012)

3.6. Gejala Klinis.


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh
aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe
ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer
berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan


berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat

19
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat.
Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea. ( Helmi, 2007)
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin
akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang
sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh
perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi
kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga
dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani. (WHO, 2004)

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)

20
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 7. Perforasi Membran Timpani.

3.7. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap.
Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe
tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau
bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.

21
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan
manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya
memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik
memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang
biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.

Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh


kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. (Djaafar,
2001)

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut.
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri
pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H.
influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung,
sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya
adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada
OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran
timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui
perforasi tadi. (Adam, 1997)

22
3.8. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi
yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol
infeksi sebelum operasi.(Helmi, 2012)
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna


a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif


Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1


a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di
beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik
atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang
telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

23
b) Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga
tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain
dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang
dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat
diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis
operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu
dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid
sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase
yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi.
Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila
dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann. (Paparela, et. Al., 1997)

1. Pemberian antibiotika :
a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret
berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan
garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media
yang buruk untuk tumbuhnya kuman.

Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai


telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara

24
pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. (Berman, 2006)

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik


adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik
terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan
negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.

b. Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak
lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus.
Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor
penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap


mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan
pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar
obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan
aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba
yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan
ini, misalnya golongan beta laktam. ( Thapa, 2004)

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon


(siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi

25
III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk
Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat


bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg
per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4
minggu. (Couzos, 2003)

B. Otitis media supuratif kronik maligna.


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.
Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan
terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses
subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan
atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan
mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach
tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya
komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta
memperbaiki pendengaran. ( Dugdale, 2004)

26
27
28
Gambar 8. Pedoman Tatalaksana OMSK (Depkes, 2005)

3.9. Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :1,3
A. Komplikasi otologik
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang

29
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati


3 macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal,
bagian tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat
memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis.
Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal,
hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada
dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran
infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau
perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah
vaskular subkortek. ( Helmi, 2012)

3.10. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi
pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi
pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur
pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.( Soepardi, 2012)

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang
tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6%
pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
( Shah et. Al., 2018)

30
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dilaporkan satu kasus dengan diagnosis suspek Otitis Media Supuratif Kronis
(OMSK) tipe benigna fase aktif auris dekstra pada laki-laki usia 36 tahun yang
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan
otoskopi.

OMSK adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani
dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) tersebut lebih dari 2 bulan,, baik
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau
berupa nanah. OMSK terbagi dua yaitu OMSK tipe benigna dan tipe maligna.
Perbedaan ini ditandai dengan melihat proses peradangan, ada tidaknya
kolesteatom dan letak perforasi membran timpani.

Diagnosis OMSK tipe benigna fase aktif ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik. Pada pasien terdapat riwayat otorea hilang timbul sejak 6 bulan
yang lalu, cairan kental, berbau busuk dan berwarna kekuningan yang memberat
dalam 1 bulan terakhir. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan membran timpani
auris dekstra terdapat perforasi sentral di pars tensa sebesar 25%, tampak sekret
aktif berwarna kekuningan, kental, disertai pulsasi, dan tidak ditemukan adanya
kolesteatoma. Maka pada kasus ini, didapatkan kemungkinan OMSK tipe benigna
fase aktif. Namun, diagnosis belum dapat ditegakkan secara pasti dikarenakan
belum dilakukan pemeriksaan radiologis untuk menyingkirkan adanya
kolesteatoma.

Pasien juga mengeluh mengalami penurunan pendengaran pada telinga kanan.


Otitis media supuratif kronik sering menyebabkan gangguan pendengaran tipe
konduktif dari ringan sampai sedang. Karena membran timpani perforasi dan
rantai tulang pendengaran telinga tengah terganggu, maka terjadi gangguan
konduksi vibrasi suara memasuki telinga tengah melalui perforasi dan menyerang

31
tingkap oval dan bulat. Secara teoritis, dengan koklea utuh, hilangnya
pendengaran yang dihasilkan adalah sekitar 30 dB tetapi dapat mencapai
maksimal 60 dB. Tingkat gangguan pendengaran yang lebih tinggi dapat terjadi
jika proses infeksi melibatkan koklea atau saraf (misalnya labyrinthitis akut,
meningitis) atau jika pasien juga terkena obat yang berpotensi ototoksik.

Tes pendengaran menggunakan tes penala pada kasus ini didapatkan hasil Rinne
negatif pada telinga kanan, positif pada telinga kiri, tes Weber lateralisasi ke
telinga kanan, dan tes Schawabach memanjang pada telinga kanan. Berdasarkan
hasil tes tersebut, kesan pemeriksaan pada kasus ini terdapat tuli konduktif auris
dekstra. Tuli konduktif pada pasien diakibatkan oleh adanya cairan atau pus dalam
telinga tengah yang menyebabkan gangguan pergerakan tulang-tulang
pendengaran (maleus, inkus, dan stapes) sehingga konduksi suara menjadi
terhambat. Adanya perforasi pada membran timpani juga menyebabkan konduksi
getaran tidak maksimal. Selain itu, sekret nasofaringeal dapat refluks ke telinga
tengah sehingga clearance cavum timpani menurun.

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan pada kasus ini diantaranya tes audiometri
nada murni, foto polos mastoid Schuller, dan kultur resistensi bakteri dari sekret
telinga. Tes audiometri dianjurkan untuk mengetahui derajat dari tuli dan
menyingkirkan kemungkinan adanya tuli campuran. Pemeriksaan radiografi
daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai diagnostik yang
terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan
radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan
mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik
memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Pada CT
scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya
tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. High Resolution Computer Tomography (HRCT)
mastioid potongan aksial koronal tanpa kontras dianjurkan, namun foto polos
mastoid Schuller masih dapat dilakukan bila fasilitas CT scan tidak tersedia.

32
Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga, apabila dapat dilakukan akan sangat
membantu menentukan antibiotik yang sesuai, tetapi pengobatan dengan
antibiotik lini pertama tidak harus menunggu hasil pemeriksaan ini.

Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau medikamentosa.
Kasus ini pasien diberikan terapi medikamentosa diantaranya ciprofloxacin 2x500
mg PO, ofloxacin 0,3% 2x6 tetes, dan H2O2 2x sehari selama 3-5 hari.
Berdasarkan beberapa penelitian, penyebab OMSK terutama kuman negatif gram,
yaitu Pseudomonas aeroginosa tidak sensitif lagi terhadap antibiotik ‘klasik’
seperti pinicillin G, amoksisilin, eritromosin, tetrasiklin dan kloramfenikol.
Cotrimoksazol juga kurang poten, tetapi masih lebih baik. Dari penelitian
sebelumnya kebanyakan kuman tersebut masih sensitif terhadap fluoroquinolon
(ofloxacin atau ciprofloxacin), sehingga dapat dipakai pada orang dewasa bila
tidak ada kecurigaan terhadap kuman anaerob sebagai penyebab. Ofloxacin
sebagai obat tetes telinga terbukti aman, tidak toksik terhadap labirin.
Efektifitasnya tinggi sebagai obat tunggal untuk lini pertama pengobatan OMSK.
Ofloxacin juga aman diguankan pada anak dan merupakan kandungan obat tetes
telinga yang mendapat persetujuan dari FDA pada OMSK. Namun, cara pemilihan
antibiotika yang paling baik ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi.

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu adalah tidak efektif, sehingga pada kasus OMSK fase aktif perlu
dilakukan ear toilet. Tujuan ear toilet adalah membuat lingkungan yang tidak
sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Pada kasus ini pasien
diberikan obat pencuci telinga berupa H202 3% diberikan untuk 3-5 hari untuk
menghilangkan inflamasi pada telinga sehingga tidak menambahnya iritasi
mukosa telinga dan bisa membersihkan telinga dari serumen.

Setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid. Bila sekret telah kering namun perforasi menetap setelah observasi

33
selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti
dengan tujuan menghentikan infeksi dan memperbaiki membran timpani yang
ruptur sehingga fungsi pendengaran membaik dan komplikasi tidak terjadi.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI; 1997

Andrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan,75-


76.EGC,Jakarta.

Depkes R.I. 2005. Pedoman upaya kesehatan telinga dan pencegahan gangguan
pendengaran untuk puskesmas.

Djafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

Farid Alfian dan Marcelena Risca. Kapita Selekta Kedokteran.2014. Edisi


keempat. Jakarta: Media Aesculapis;1021-1024.

Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis.2007. Dalam:


Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKU; 63-73

Higler AB. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC : Jakarta.

Nursiah, Siti. 2003.Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan


terhadap beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam
Malik Medan. Medan.

Pensak, Myles. 2015. Clinical Otology. Edisi ke-4. Thieme: New York.
Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118

Probst, Rudolf. dkk. 2006. Basic Otolaryngorhinology: Step-by-Step Guide.


Thieme: New York.

Shah, Rahul dkk. Hearing impairment.


http://emedicine.medscape.com/article/994159- overview. Diakses pada 4
April 2018.

Snow, James B. dkk. 2009. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck


Surgery. Edisi ke-17. People’s Medical Publishing House: Shelton.

35
Soepardi, E.A. dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-7. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta.

Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho. 2007. Gangguan


pendengaran Akibat Obat ototoksik, Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,Jakarta. 9-
15,53-56.

Teele DW, Klein JO, Chase C, Menyuk P, Rossner B, The Greater Boston.
1990. Otitis Media Study Group. Otitis media in infancy and intellectual
ability, school achievement, speech and language at age 7 years. J Infect
Dis, 162: 658-694.

WHO. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media Burden Of Illness And


Management Options. World Health Organization: Geneva.

36

You might also like