You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

Hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan
oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyari’atkanlah akad nikah itu. Pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang diatur dengan penikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan
kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi keturunan antara keduanya bahkan bagi masyarakat
yang berada disekeliling kedua insan tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak dibina dengan sarana pernikahan
akan membawa kepada malapetaka. Baik bagi kedua insan itu, bagi keturunannya dan bagi masyarakat
disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan membawa mereka menjadi satu dalam urusan
kehidupan sehingga antara keduannya itu dapat menjalin hubungan saling tolong-menolong, dapat menciptakan
kebaikan bagi keduanya dan menjaga kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan
pernikahan seseorang juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Dengan adanya tali pernikahan yang sah antara laki-laki dan perempuan, itu maka dengan otomatis
melahirkan adanya hak dan kewajiban antara keduanya. Kewajiban suami adalah hak bagi istri dan begitu juga
sebaliknya kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Di samping itu ada kewajiban bersama bagi suami istri
yang merupakan hak bagi anak-anak mereka dan kaum kerabatnya yang lain. Maka dengan adanya seperti itu
insya Allah penulis dalam makalah ini akan sedikit memaparkan tentang hak dan kewajiban suami istri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Bentuk-bentuk Hak dan Kewajiban Suami Istri


A. Hak Suami Istri menurut Fiqh
Dalam sebuah keluarga apabila akad nikah telah berlangsung secara sah, maka konsekwensi yang harus
dilaksanakan oleh pasangan suami istri adalah memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing, yaitu :
1. Hak istri atas suami
Hak istri yang harus dipenuhi oleh suami terdiri dari hak kebendaan dan hak rohaniah.
 Hak kebendaan
a) Mahar
Diantara hak material istri adalah mahar (mas kawin). Pemberian mahar dari suami kepada istri adalah
termasuk keadilan dan keagungan Hukum Islam. Jika seorang wanita diberi hak miliknya atas mahar tersebut.
Firman Allah dalam Surat An-Nisa' (4) : 4

Artinya : "Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib,
kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka
makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya." (Q.S. An-Nisa' :4)

b) Belanja (nafkah)
Yang dimaksud dengan belanja (nafkah) di sini yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal,
pakaian, pengobatan istri dan pembantu rumah tangga jika ia seorang kaya. Hukum memberi belanja terhadap
istri adalah wajib.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) : 233 disebutkan:

Artinya : "…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”
Mengenai kadar nafkah pada dasarnya berapa besar yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya
adalah dapat mencukupi keperluan secara wajar.
 Hak bukan kebendaan (rohaniyah)

2
Diantara hak istri sebagaimana yang telah disebutkan yang berupa kebendaan itu ada dua macam yaitu
mahar dan nafkah. Sedangkan hak istri yang lainnya adalah berwujud bukan kebendaan adapun hak tersebut
yaitu:
a) Mendapat pergaulan secara baik dan patut.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 19

Artinya : "…pergaulilah mereka (istri-istrimu) secara baik kamu tidak menyukai mereka (bersabarlah)
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Yang dimaksud dengan pergaulan secara khusus di sini adalah pergaulan suami istri termasuk hal-hal
yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan seksual. Selain itu suami juga harus menjaga ucapan dan
perbuatannya jangan sampai merusak atau menyakiti hatinya.
b) Mendapatkan perlindungan dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu perbuatan
dosa dan maksiat atau ditimpa oleh suatu kesulitan dan mara bahaya.
c) Mendapatkan rasa tenang, kasih sayang, dan rasa cinta dari suami.
d) Pembatasan kelahiran
Dalam Islam disebutkan menyukai banyak anak karena hal ini sebagai tanda dari adanya kekuatan daya
pertahanan terhadap umat-umat dan bangsa lain. Sebagaimana dikatakan bahwa kebesaran adalah terletak pada
keturunan yang banyak, karena itu Islam mensyari'atkan kawin.
Namun dalam keadaanistimewa Islam tidak menghalangi pembatasan kelahiran dengan cara pengobatan
guna mencegah kehamilan atau cara-cara lain. Pembatasan kelahiran ini dibolehkan bagi laki-laki yang sudah
banyak anaknya dan tidak sanggup lagi memikul beban pendidikan anaknya dengan sebaik-baiknya begitu pula
kalau istri keadaannya lemah atau mudah hamil atau suami dalam keadaan miskin.
e) Mendapatkan Pengajaran Ilmu Syariat dan Akhlak
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

2. Hak suami atas istri


Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri adalah hak-hak yang sifatnya bukan benda, mengapa demikian?
Sebab menurut ketentuan Hukum Islam istri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk
mencukupkan kebutuhan hidup keluarga. Bahkan lebih diutamakan istri tidak bekerja mencari nafkah, jika
suami memang mampu memenuhi kewajiban nafkah keluarga dengan baik.

3
Hal ini dimaksudkan agar istri dapat mencurahkan perhatiannya untuk melaksanakan serta membina
keluarga. Kewajiban ini cukup berat bagi istri yang memang benar-benar akan melaksanakannya dengan baik.
Sesuatu yang menjadi hak suami merupakan kewajiban bagi istri untuk melaksanakannya adapun
kewajiban istri terhadap suaminya yaitu:
a) Menggauli suaminya secara layak sesuai dengan fitrahnya
b) Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik anak,
menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
c) Memberikan rasa tenang dalam rumah tangga untuk suaminya, dan memberikan rasa cinta dan kasih
sayang kepada suaminya dalam batas-batas yang berada dalam kemampuannya.
c) Taat dan patuh pada suami selama suaminya tidak menyuruhnya untuk melakukan perbuatan maksiat
kewajiban ini sesuai dengan firman Allah Surat An-Nisa' ayat 34.

Artinya : "…perempuan-perempuan yang saleh ialah perempuan yang taat kepada Allah (dan patuh
kepada suami) memelihara diri ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka…".
d) Menjaga dirinya dan menjaga harta suaminya bila suaminya sedang tidak berada di rumah.
e) Menjauhkan dirinya dari segala sesuatu perbuatan yang tidak disenangi oleh suaminya.
f) Menjauhkan dirinya dari memperlihatkan muka yang tidak enak dipandang dan suara yang tidak
enak didengar.
g) Tidak keluar rumah tanpa seizin suami
Allah Swt berfirman dalam surat At Thalaq ayat 6:

“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka…”

3. A. Hak bersama suami istri


a) Halal saling bergaul dan bersenang-senang diantara keduanya (Haqqul istimta’ baina Zaujaini)
Yaitu terhadap apa yang tidak dilarang menurut syariat, maka semuanya diperbolehkan:
1. mendatangi istri melalui qubul bukan dubur

4
2. mendatangi istri bukan di saat haid, nifas, ihram dan Dzihar sebelum membayar kafarat. Seperti
firman Allah dalam surat Al Mu’minun 5-6:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki..”
Al Baqoroh 222:

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Baca juga: AlBaqoroh 223 dan Al Mujadilah 2.
b) Haram melakukan perkawinan
Setelah akad nikah di sini terjadi hubungan suami dengan keluarga istrinya dan sebaliknya hubungan
istri dengan keluarga suaminya, akibatnya istri haram dinikahi oleh ayah suaminya, kakeknya, anaknya,
cucunya begitu juga ibu istrinya, anak perempuannya dan seluruh cucunya haram dinikahi oleh suaminya.
c) Hak untuk saling mendapat warisan
Akibat dari ikatan perkawinan yang sah adalah bila salah seorang meninggal dunia sesudah sempurnanya
ikatan perkawinan maka akan mendapatkan warisan. Baik itu kematian karena sakit atau sebagainya. Entah itu
karena Talaq Raj’i (Jumhur Ulama) atau sedang dalam iddah Thalaq Ba’in (Jumhur kecuali Syafiiyah). Bahkan
bagi Malikiah dan Hanabilah, istri masih akan mendapat warisan walau telah selesai dari Iddahnya. Sesuai
dengan firman Allah dalam surat An Nisaa ayat 12:

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu…
d) Hal untuk mendapatkan perwalian nasab pada anak
Rasulullah Saw bersabda dalam hadist riwayat Bukhari: “anak (nasabnya adalah) kepada teman
seranjang.”

B. Kewajiban Bersama Suami dan Istri

1. Kewajiban Suami
a. Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.

5
Malik berpendapat bahwa besarnya nafkah itu tidak ditentukan berdasrkan ketentuan syara’, tetapi
berdasarkan keadaan masing-masing suami-istri, dan ini akan berbeda-beda berdasarkan perbedaan
tempat, waktu dan keadaan. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu Hanifah. Syafi’i berpendapat
bahwa nafkah itu ditentukan besarnya. Atas orang kaya dua mud (1 mud = kurang lebih 1,5 kg) atas
orang yang sedang satu setengah mud dan orang yang miskin satu mud.1
b. Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi
kelangsungan dan kesejahteraan keluarga. Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa : 34

Artinya :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian
mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari
jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.”
2. Kewajiban Isteri
a) Menjaga ketaatan kepada suami selama itu bukan kemaksiatan.

Rasulullah saw brsabda,”Seandainya aku diizinkan untuk memerintahkan seseorang bersujud kepada
orang lain, niscay aku akan memerintahkan wanita agar bersujud pada suaminya.”(Hr. Tirmidzi dari Abu
Hurairah)2
Dan juga telah menjadi kewajiban bagi kaum istri supaya memiliki sikap pemalu terhadap suaminya
sepanjang waktu. Tidak banyak membantah perkataan suami, merendahkan pandangannya dihadapan suami.
Mentaati perintah-perintahnya, dan siap mendengarkan kata-kata yang diucapkan suaminya selama bukan
kemaksiatan. Menyongsong kedatangan suami dan mengantarkannya ketika hedak keluar rumah. Menampakan
rasa cinta dan bergembira dihadapannya, menyerahkan dirinya secara penuh disisi suaminya ketika di tempat
tidur. (Al-Fatti, 1993).
b) Menjaga kehormatan suami.

Abu Hurairah r.a berkata bahwa Rasulullah saw, bersabda “ Sebaik-baik istri ialah wanita yang apabila
kamu memandangnya, ia menyenangkanmu, apabila kamu menyuruhnya, ia menaatimu dan apabila kamu
tidak ada, ia memelihara dirinya dan harrtamu.”
1
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta, Pustaka Amani 2007), hlm 518

2
Musthafa Sayani,Ibid, hlm 88

6
Ibnu Abbas r.huma, berkata bahwa Rasulullah saw, bersabda “ Perempuan manapun yang keluar dari
rumah tanpa izin suaminya niscaya ia akan dilaknat oleh segala sesuatu yang disinari matahari dan bulan
sehingga ia kembali kerumah suaminya.
c) Menjaga Harta suami,

Muawiyah r.a pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Wanita manapun yang mengambil harta
suaminya tanpa izin suaminya, maka dosanya sama dengan 70.000 pencuri.3
Abu Ayun Al-Anshori r.a berkata bahwa Rasulullah saw, bersabda,”Allah menciptakan 70.000 malaikat
di langit duniayang tugasnya melaknat setiap wanita yang berkhianat terhadap harta suaminya. Dan kelak
pada hari kiamat, wanita itu akan digiring bersama para tukang sihir dan para dukun walaupun ia telah
menghabiskan seluruh umurnya untuk berkhidmat (melayani) suaminya”.
Bahkan menurut pendapat mayoritas Ulama bahwa, seorang istri tidak boleh mempergunakan hartanya
juga sekalipun harta itu mutlak miliknya sendiri, terkecuali telah mendapat restu suami. Sebab kedudukan istri
itu seperti orang yang menanggung hutang banyak yang harus membatasi penggunaannya hartanya.4
d)Menjaga lisan

Abu Bakar r.a berkata bahwa Rasulullah saw, bersabda. “siapa saja perempuan yang menyakiti
suaminya dengan lidahnya (ucapannya), maka ia akan mendapat kutukan dan kemurkaan dari Allah swt, para
malaikat, dan seluruh manusia.”
Abdurrahman bin Auf r.a berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,” perempuan manapun yang
membuat susah dan sedih terhadap suaminya karena urusan nafkah, atau melaksanakan sesuatu diluar
kemampuan suaminya, maka Allah tidak akan menerima segala amal ibadahnya dan juga tebusannya.”5

3. Kewajiban Bersama Suami dan Istri dalam Keluarga


Selain hak bersama antara suami istri, dalam fiqh juga disebutkan mengenai tanggung jawab diantara
keduanya secara bersama-sama setelah terjadinya perkawinan. Kewajiban itu ialah:
1) Memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut.
2) Memelihara kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rohmah.
3) Berbuat baik kepada semua family baik dari keluarga suami maupun keluarga istri dan kaum
kerabat yang lain. Saling bantu membantu dan saling memberikan kasih sayangantara suami istri

3
Musthafa Sayani,Ibid, hlm 89
4
Abbas Al-Fatti,Hak Dan Kewajiban Suami Istri Untuk Membina Keluarga Bahagia,( Jakarta, Rica Grafika,1993),hlm 9
5
Musthafa Sayani, Ibid, hlm 90

7
sesuai dengan tuntutan islam. Saling menutupi kekurangan dan kesalahan dalam rumah tangga dan
selalu berusaha menjaga kebutuhannya.6
4) Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
5) Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
6) Menegakkan rumah tangga.
7) Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa emosi.
8) Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
9) Saling setia dan pengertian.

10) Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.

PENUTUP

6
Amir Abyan, Fiqih,( Semarang, CV. Toha Putra,1996),hlm 25

8
Keluarga merupakan dasar dalam membina sebuah masyarakat, dasar pembentukannya yaitu atas unsur
ketakwaan hamba kepada Allah SWT. Hal ini merupakan perantara menuju jalan kebahagiaan dan kemuliaan
Islam menganjurkan umatnya untuk mendirikan sebuah keluarga atas dasar iman, Islam dan ihsan yang mana
unsur tersebut didasari rasa cinta, kasih dan sayang, yang pada akhirnya hal ini akan menumbuhkan kerja sama
yang baik antara suami istri dengan modal utamanya yaitu rasa cinta, kasih dan sayang, saling percaya juga
saling menghormati karena setiap muslim itu bersaudara satu sama lain.
Dalam Islam, Hak dan kewajiban suami istri diperhatikan dengan baik. Bahkan para ulama telah
menjelaskannya secara terperinci sebagaimana di atas. Karena jika terjadi ketidakseimbangan keduanya akan
memberikan pengaruh tidak hanya bagi keluarga itu, juga bagi masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya jika terjadi
keseimbangan baik hak dan kewajiban istri dengan hak dan kewajiban suami maka akan memberi pengaruh
yang signifikan bukan hanya kebahagiaan pasutri itu, tapi juga masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

9
Al Jaziri, Abdur Rohman, Kitab Fiqh al madzahib al Arba'ah, Juz 4, Al Maktabah Al Tijariyyah Al
Kubro, Mesir, 1969
Muhammad bin Ahmad, Imam Qodzi Abu Walid, Bidayatul Mujtahid, Juz 3, Dar Al- Fikr
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid VII, terjemah Fiqhusunnah, PT. Al Ma'arif, Bandung
Syarifudin, Amir, Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Fikih Munakahat dan undang-undang
perkawinan, edisi. I, Cet I, Kencana, 2006
Thalib, Muhammad, Ketentuan Nafkah Istri dan Anak, Cet. I, Irsyad Baitus Salam, Bandung, 2000
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Juz 9, Darul Fikr Muassir, Beirut

10

You might also like