Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Safitri Muhlisa S.Ked (04084821719194)
Kevin Ariel Tiopan S, S.Ked (04084821719193)
Anusha G. Perkas, S.Ked (04084821719243)
Pembimbing:
Dr. RM Indra, SpA (K)
Telaah Jurnal
Oleh:
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Periode 30 April 2018 s.d 9 Juli 2018.
Pembimbing
Segala puji syukur kepada Allah swt, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga
.penulis dapat menyelesaikan telaah jurnal/ Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. RM Indra, SpA (K) sebagai pembimbing yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI-RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga laporan kasus ini dapat
diselesaikan dengan baik oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, aamiin.
Penulis
TELAAH KRITIS JURNAL
1. Judul Jurnal:
“Pediatic Injury Not A Minor Problem.”
PENGANTAR
Cedera kepala adalah penyebab yang semakin banyak dari kunjungan Emergency
Department (ED) untuk anak-anak.1 Dalam 1 tahun di Amerika Serikat, Pediatric Traumatic
Brain Injury (TBI) menemukan lebih dari 2,5 juta dan 50.000 rawat inap dan menghasilkan
lebih dari $ 1 miliar pada biayai rumah sakit.2 Kematian dari TBI anak paling sering terjadi
pada remaja / dewasa muda (dari tabrakan kendaraan bermotor) dan pada mereka yang lebih
muda dari 4 tahun (dari jatuh) .1,3 Pada tahun 2013, trauma pediatrik berkontribusi lebih dari
40.000 rawat inap dan 7000 kematian. Trauma non aksidental atau trauma yang ditimbulkan
merupakan penyebab umum TBI pada usia yang sangat muda. Bayi laki-laki yang berusia
kurang dari 6 bulan, dan mereka yang memiliki ibu yang umurnya kurang dari 21 tahun
tampaknya berada pada risiko terbesar.4,5
Baru-baru ini, tujuan evaluasi ED tampaknya bergeser ke arah ukuran hasil yang
berorientasi pasien daripada hasil yang berorientasi pada penyakit.6–9 Idea of a Clinically
Important TBI(ciTBI) memisahkan pasien dengan perdarahan intrakranial yang
membutuhkan intervensi segera dari mereka yang berhasil mirip dengan benturan yang hebat.
Tidak ada konsensus tentang apa yang merupakan ciTBI untuk pasien anak, tetapi kriteria
inklusi dari 4 uji coba terbesar memberikan kerangka kerja yang sangat baik untuk diskusi
10,11
(Tabel 1). Evaluasi dan manajemen ciTBI berfokus pada 2 tujuan:
1. Identifikasi cedera utama, dan
2. Pencegahan cedera sekunder.
Tabel 2.Cedera otak traumatis yang penting secara klinis dan manajemennya
Lesi Patofisiologi Mekanisme Temuan CT
Hematoma epidural Cedera pada arteri atau Hentaman langsung ke Bentuk lenticular
vena besar kepala, sisi yang sama Tidak melewati
dengan cedera garis jahitan
Hematoma subdural Cedera pada vena Cedera akselerasi- Berbentuk bulan
bridging kecil perlambatan sabit
Jahitan sutura
silang
Hemoragik Cedera pembuluh Hambatan langsung Berkumpul pada
subaraknoid darah kecil dan / atau cedera sulci / fissura
akselerasi-perlambatan Bisa difus
Memar parenkim Cedera pada kapiler Hambatan langsung ke Mungkin telah
otak kepala kecederaan tertunda
coup atau contercoup penampilan di CT
Cedera akson difus Geser cedera akson Cedera akselerasi- Jarang terlihat
perlambatan pada CT
MRI sering
diperlukan untuk
memvisualisasikan
Pada tahun 2012, sebuah kelompok konsensus berkumpul untuk menulis edisi kedua
dari Guidelines for the Acute Management of Severe Traumatic Brian Injury in Infants,
Children and Adolescents dengan tujuan untuk menghasilkan pedoman berbasis bukti dari
sumber-sumber berkualitas tinggi.22 Banyak dari sebelumnya pedoman tergantung pada studi
orang dewasa mengingat kelangkaan data pada manajemen ciTBI pediatrik.16 Panduan ini
menetapkan 3 tujuan utama dari resusitasi dan stabilisasi (Tabel 3):
● Menjaga normal fisiologis,
● Mencegah iskemia serebral, dan
● Obati hipertensi intrakranial yang meningkat.
Kisaran normal PO2, PCO2, suhu, dan tekanan arteri rata-rata dapat menunjukkan hasil
yang terbaik, atau setidaknya mencegah hasil yang buruk. Penurunan TIKmerupakantujuan
yang diterima secara luas, meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang positif
pada patient-centereddengan strategi ini. Manajemen gawat darurat harus fokus pada
optimalisasi parameter fisiologis dengan manajemen awal perawatan intensif dalam
penurunan TIK.
Pendekatan Cedera Kepala Anak
Pendekatan awal untuk anak dengan yang dicurigai atau jelas mengalami cedera
kepala dijelaskan dengan baik di dalam Advanced Trauma Life Support dan Advanced
Pediatric Life Support. Pendekatan bertahap yang disarankan berdasarkan 2 program ini
adalah sebagai berikut.
Pengenalan
Pediatric Assesment Triangle dapat memberikan bukti penting mengenai anak yang
sakit.Pertimbangan cepat mengenaikeadaan umum seorang anak, usaha bernapas, dan warna
dapat menunjukkan banyak kelainan yang mendasarinya. Keadaan umum harus dinilai
berdasarkan tingkat kewaspadaan, respons terhadap rangsangan, dan interaksi dengan
pemeriksa sesuai dengan usia. Anak-anak sangat baik dalam upaya melindungi diri dari luka
sehingga anak yang terlihat diam atau tenang merupakan pertanda buruk.
Survei Primer
Survei primer yang terdiri dari saluran napas, pernapasan, sirkulasi, disabilitas, dan
paparan harus dilakukandengan cepat dengan penemuan yang sesuai untuk jalan napas atau
masalah trauma lain yang mengancam jiwa. Riwayat penyakit harus diperoleh secara
bersamaan dari petugas pelayanan gawat darurat atau perawat / saksi, meskipun riwayat
pengasuh mungkin tidak dapat diandalkan dalam kasus kekerasan. Penilaian disabilitas
umumnya menggunakan Skor Koma Glasgow (GCS) untuk menilai resiko cedera neurologis
ringan (13–15), sedang (9–12), dan berat (3–8).Pada anakdengan respon verbal,GCS awal
memiliki nilai prognosis yang sangat baik untuk mengidentifikasi cedera otakhasilnya. GCS
Bayi yang dimodifikasi dapat memiliki interpretasi yang berbeda, namun tetap dapat diterima
sebagai metode asesmen yang reliabel.Penilaian respon verbal dan kerja sama anak seringkali
dapat bervariasi antar pemeriksa dan berubah sesuai dengan situasi (kontrol nyeri, kehadiran
orang tua, dll). Literatur baru menunjukkan bahwa skor GCS motorik merupakan bagian yang
paling prediktif terhadap mortalitas secara keseluruhan. Penilaian ini dapat disederhanakan
dengan skala AVPU yang disarankan oleh algoritma Pediatric Advanced Life Support (Tabel
4).
Survei Sekunder
Setelah pemeriksaan survei primer, riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik
yang lebih menyeluruh harus dilakukan.Glukosa juga harus diperiksa selama survei primer
dan hiperglikemia dapat menjadi indikasi cedera otak pada anak-anak dibawah 3 tahun.
Mekanisme cedera,penggunaan sabuk pengaman, penggunaan helm, dan kondisi penumpang
lain dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Anak dengan respon verbaldan
kooperatif harus ditanya tentang kehilangan kesadaran. Pemeriksaan neurologis lengkap
sesuai usia harus dilakukan. Pemeriksaan kepala harus mencakup palpasi untuk hematoma,
fontanella menonjol, atau fraktur tengkorak.Tanda-tanda sekunder fraktur tengkorak basilar
termasuk memar pada mastoid (Battle sign), hemotympanum, pendarahan telinga, memar
periorbital (racoon eye), atau rinore persisten/otorrhea. Ukuran pupil, aktivitas,dan
simetrisitas merupakan penanda status neurologis fokal yang sangat baik. Jika
memungkinkan, pemeriksaan funduskopi dapat mengungkapkan perdarahan retina.
Pemeriksaan colok dubur tidak akan menghasilkan informasi yang relevan tanpa adanya
tanda-tanda lain berupa kelumpuhan atau cedera yang jelas. Pemeriksaan head-to-toejuga
harus dievaluasi untuk melihat adanya cedera yang dapat berkontribusi pada mortalitas yang
lebih tinggi pada pasien dengan cedera otak.
TERAPI NON-FARMAKOLOGI
Posisi Kepala
Posisi kepala dapat menambah cedera kepala sekunder dengan posisi kepala yang
lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan tekanan intrakranial. Maintenance dan posisi
kepala 30° dapat memperbaiki drainase vena dan dapat menurunkan tekanan intrakranial
lebih lanjut. Tekanan perfusi otak dan manifestasi klinis banyak berkorelasi, walaupun
intervensi dengan posisi kepala ini banyak memperbaiki kondisi tanpa banyak menyebabkan
dampak yang negatif.
Regulasi Suhu
Pengaturan suhu penting untuk semua pasien trauma, dan hipertermia setelahciTBI
dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Studi awal tentanghipotermia yang
diinduksi setelah TBI menunjukkan bahwa perkembangan cedera sekunderbisa diperlambat.
Studi selanjutnya pada pasien pediatrik telah menunjukkan hasil yang tidak terlalu
berdampak dengan mortalitas dan hasil neurologis yang sama terlepas dari suhu.Satu uji
randomized control trialbesar (Cool Kids) tidak terlalu menunjukkan hasil yang memuaskan,
meskipun hasil metaanalisis baru-baru ini menunjukkan hipotermia terapeutik untuk
menyimpulkan peningkatan risiko mortalitas sebesar 66% dan peningkatan hasil sebesar 10%
pada dampak defisit neurologis. Hal ini menunjukkan bahwamanajemen suhu yang
ditargetkan antara 35,5 C dan 37,0°C merupakan target suhu yang optimal.
Terapi Pembedahan
Keterlibatan bedah saraf secepat mungkin sangat penting penting untuk subset pasien
dengan pembedahanlesi yang dapat dioperasi. Manajemen bedah pada ciTBI ditentukan oleh
jenis, ukuran, dan lokasilesi yang ditemukan pada neuroimaging, derajat pergeseran garis
tengah, status klinis,dan GCS. Hematom epidural dan hematoma subdural dapat dilakukan
dekompresi secara operasi jika terdapat peningkatan TIK, pergeseran garis tengah, atau
herniasi. Sebuah drain ekstraventrikular dapat ditempatkan oleh seorang ahli bedah saraf
untuk mengukur dan mengurangi TIK.Kraniotomi dekompresif telah digunakan untuk
menurunkan TIKdengan cara menghilangkan restriksi volume intrakranial. Baru-baru ini, 2
uji klinis besar telah menunjukkan penurunankematian dengan kraniotomi, tetapi juga
peningkatanjumlah defisit neurologis yang tidak diinginkan. Saat ini, pedoman tidak
merekomendasikan kraniotomi dekompresisebagai strategi intervensi awal.
TERAPI FARMAKOLOGIS
Profilaksis Kejang
Kejang post trauma dapat terjadi pada sekitar 10% pasien dengan TBI, peningkatan
kebutuhan metabolik dan peningkatan metabolisme otak. Kejang sering terjadi pada pasien
dengan GCS kurang dari 8, usia kurang dari 2 tahun, dan non-accidental trauma. Fenitoin
profilaksis secara signifikan dapat menurunkan angka kejang post trauma sedari dini.
Levetiracetam menunjukkan hasil yang sama terhadap pencegahan kejang dini namun
penggunaaan Levetiracetam memakan biaya yang cukup tinggi. Pedoman dewasa dan anak
sekarang menyarankan penggunaan fenitoin sebagai profilaksis.
Terapi Hiperosmolar
Manitol dan salim hipertonik adalah cairan yang biasa digunakan untuk menurunkan
tekanan intrakranial melalui jalur osmotik. Manitol menurunkan edema otak dengan cara
melewati diuresis osmotik, sedangkan salin hipertonik secara langsung meningkatkan
osmolalitas dengan cara meningkatkan natrium serum. Pedoman pediatrik tahun 2013
menunjukkan sedikit evidensi untuk rekomendasi, walaupun penelitian pada orang dewasa
menunjukkan penggunaan salin hipertonik lebih memberikan dampak yang positif
dibandingkan manitol. Konsentrasi antara 1.7% dan 23.4% telah digunakan, walaupun level
evidensi terbaik adalah penggubaan 3% salin normal, dengan dosis 6-10 mL/kgBB selama 10
hingga 30 menit. Untuk saat ini, tidak ada pengobatan yang memperbaiki hasil berdasarkan
kondisi pasien. Progesteron dan asam tranexamat tidak menunjukkan kerugian maupun
efikasi. Kortikosteroid menunjukkan peningkatan mortalitas pada orang deqasa dan tidak
dicobakan pada anak-anak.
Kesimpulan
Pengenalan dan tatalaksana ciTBI sangat penting untuk memberikan hasil yang terbaik
pada pasien anak dengan trauma. Evaluasi di IRD dan resusitasi akan memberikan hasil yang
sangat besar terhadap hasil pada pasien. GCS saat datang dan hiperglikemia merupakan
petunjuk awal untuk menunjukkan derajat ciTBI yang diderita pasien. Intervensi yang
penting untuk dokter emergensi adalah dapat melakukan intervensi awal, yaitu:
Manajemen jalan napas
Elevasi dan posisi kepala yang sejajar garis tengah tubuh
Menjaga nilai normal O2 dan CO2
Pemilihan volume resusitasi yang tepat untuk pencegahan hipotensi
Pemeriksaan radiologi emergensi untuk identifikasi lesi
Menjaga temperatur normal dan sedasi yang adekuat
Terapi langsung terhadap tekanan intrakranial dapat dipikirkan saat resusitasi pada IRD
sehingga pemilihan ke terapi pembedahan atau ICU. Walaupun masih dalam perawatan biasa,
beberapa penulis berdebat antara penurunan tekanan intrakranial dijadikan tujuan terapi atau
tidak. Intervensi seperti kraniotomi dekompresi, terapi hipotermua, atau terapi tambahan
lainnya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, walaupun hasil ini dipengaruhi oleh
waktu, keadaan pasien, atau faktor-faktor lainnya. AHT harus didiagnosa dan diperhatikan
berdasarkan usia pasien, riwayat AHT sebelumnya, dan keparahan dari cedera. Jika dicurigai
sebagai AHT, pemeriksaan skeletal dan pemeriksaan retina yang berdilatasi harus dilakukan
untuk memeriksa perdarahan atau cedera lama. Terutama, peran dari IRD dapat meresusitasi
dan stabilisasi pasien anak yang cedera parah. Penelitian di masa depan harus fokus terhadap
regimen terapi yang menunjukkan hasil perbaikan klinis pada pasien