Professional Documents
Culture Documents
Bronkopneumonia
Oleh:
Pembimbing:
dr. K. Yangtjik, Sp.A(K)
Laporan Kasus
Topik
BRONKOPNEUMONIA
Oleh
Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065
Nisa Auliya, S.Ked 04054821618066
Pembimbing
dr. K. Yangtjik, Sp.A(K)
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya / Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
periode 8 Agustus – 17 Oktober 2016.
Segala puji syukur kepada Allah swt, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik
“Bronkopneumonia”. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. K. Yangtjik, Sp.A(K) selaku pembimbing yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI-RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ghofar Al-Malik
b. Umur : 1 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Nama Ayah : Imajuddin
e. Nama Ibu : Juli Fitrianti
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Tanjung Baru, Batu Raja Timur
h. Dikirim Oleh : IGD
i. MRS Tanggal : 18-08-2016
II. ANAMNESIS
Tanggal : 22-08-2016
Diberikan Oleh : Ibu pasien
C. RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
BCG 1 DPT 2 - DPT 3 -
bulan
DPT 1 - Hepatitis B - Hepatitis B -
2 3
Hepatitis B - Hib 2 - Hib 3 -
1
Hib 1 - Polio 2 - Polio 3 -
Polio 1 1 Polio 4 -
bulan
Campak -
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2 detik, akral
hangat (+)
VI. RESUME
Ghofar, laki-laki 1 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas,
dan demam yang tidak tinggi. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh suhu. Pasien
sempat berobat ke bidan, namun tidak ada perbaikan. Pasien kemudian di rujuk
ke RSMH pada tanggal 18/08/2016. Keadaan umum tampak sakit sedang, anak
tampak gelisah. Tampak sesak, nafas cuping hidung (+), retraksi suprasternal
(+), dan retraksi epigastrium (+). Pasien menderita demam subfebris 37,8 oC.
Pasien juga mengalami batuk disertai pilek. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan
suara nafas ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru.
X. TATALAKSANA
A. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan darah rutin, AGD, foto thorax AP/lateral
B. Non-farmakologis
Pemasangan nasal kanul 1 lpm
C. Farmakologis
- Inj Ampisilin 4 x 100 mg IV 4 kali pemberian
- Inj Gentamisin 25 mg IV
- Paracetamol 40 mg iv drop
D. Diet
ASI ad libitum
E. Edukasi
- Bila menyusui, posisi anak harus setengah duduk, tidak boleh sambil
ibu berbaring atau anak berbaring
- Bila anak bertambah sesak (RR > 50x/menit) maka semntara anak
dipuasakn telebih dahulu dan dipasang NGT
- Bila anak demam, beri minum ASI yang cukup, dan beri obat
penurun panas
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia
didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal
bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli.1
2.2 Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak
balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
system respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
pertahun pada anak balita di negara berkembang.2
2.3. Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan
tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas
kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia
anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.2
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza
2.4. Klasifikasi
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak
malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut: 2
2.5. Patogenesis1,4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1. Patofisiologi4
2.6. Patofisiologi
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru
2.10. Diagnosis
Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
Dan dipastikan anak tidak memiliki tanda tanda pneumonia berat.
Kriteria napas cepat:
- pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: > 50 kali/menit
- pada anak umur 1 tahun – 5 tahun: > 40 kali/menit
Pneumonia Berat
Terdapat batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut:
- Kepala terangguk – angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto rontgen dada menunjukan gambaran pneumonia (infilrat luas,
konsolidasi, dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini:
- Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan: > 60 kali /menit
o Anak umur 2 – 11 bulan: > 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun: > 40 kali/menit
o Anak umur > 5 tahun: > 30 kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat
2.12. Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
2.13. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah:
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
-Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
-Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.14. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
2.15. Pencegahan
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup
sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali,
namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup 1 kali.
BAB III
ANALISIS MASALAH
Ghofar, seorang anak laki-laki usia 8 bulan masuk rumah sakit melalui
IGD tanggal 18 Agustus 2016 dengan keluhan utama sesak yang bertambah berat
sejak kisaran 1 hari yang lalu.Anak juga menderita demam subfebril (37,8oC).
Pasien sempat dibawa ke RSUD dan mendapat terapi farmakologis ampicillin.
Pasien juga sempat dirawat di RSUD selama ½ hari. BAK dan BAB tidak ada
kelainan. Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Pasien
baru pertama kali MRS, sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada yang menderita asma, kejang maupun riwayat atopi.
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan pneumonia karena pada pasien
didapatkan gambaran klinis pneumonia pada anak yang bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum tampak gejala infeksi pada anak, yaitu
didapatkan pada pasien anak ini peningkatan suhu subfebris, gelisah. Gejala
gangguan respiratori juga terjadi pada pasien anak ini, seperti batuk, pilek, sesak
napas, takipnea dan napas cuping hidung. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan
suara ronkhi basah halus seluruh lapang paru.
Diagnosis pada kasus ini ditegakan karena adanya gejala sesak nafas disertai
pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, panas badan, ronki basah
halus pada seluruh lapang paru. Dari kasus ini dapatkan peningkatan leukosit
perdominan sehingga mengarahkan kecurigaan penyebabnya adalah bakteri.
Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain yaitu terapi oksigen, pemberian
cairan sesuai kebutuhan, dan jika terdapat sekresi hidung yang berlebihan maka
dapat dikoreksi dengan nebulisasi normal saline. Selain itu juga perlu dilakukan
koreksi asam basa elektrolit. Untuk terapi antibiotik, diberikan berdasarkan umur,
keadaan umum penderita dan etiologi penyakit yang di evaluasi setiap 48-72 jam.
Lama pemberian antibiotik diberikan tergantung pada kemajuan klinis
penderita, evluasi hasil pemeriksaan penunjang (darah dan foto thoraks) dan jenis
kuman penyebab, pada umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk
kuman staphylococcus dapat diberikan selam 6 minggu. Atasi penyakit penyerta
yang lain jika ada.
Diberikan sesuai protokol terapi pneumonia pada pasien 0-2 bulan yakni
diberikan kombinasi antibiotik Ampisilin-gentamicin. Ampisilin (50-100
mg/kgBB) diberikan 4 kali sehari Gentamisin (5-7 mg/kgBB) diberikan 1-2 kali
sehari. Jika terdapat demam, maka diberikan paracetamol dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali. Jika dalam 3 hari tidak terdapat perbaikan, maka diberikan
kloramfenikol dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 kali
pemberian. Atau dengan menggunakan lini kedua yaitu ceftriaxone dengan dosis
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 kali dosis pemberian.
Prognosis pada pneumonia ini adalah sembuh total, mortalitas kurang dari
1%, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan
malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
Penyakit pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya pneumonia ini.Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas
seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung: UNPAD
2. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.
3. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar
WHO. Jakarta: Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of
Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC
5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA.
Jakarta: RSCM
6. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta:
IDAI
7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta:EGC.
8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in
infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908