You are on page 1of 26

Laporan Kasus

Bronkopneumonia

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang

Oleh:

Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065


Nisa Auliya, S.Ked 04054821618066

Pembimbing:
dr. K. Yangtjik, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Topik
BRONKOPNEUMONIA

Oleh
Kamila Auliya, S.Ked 04054821618065
Nisa Auliya, S.Ked 04054821618066

Pembimbing
dr. K. Yangtjik, Sp.A(K)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Univesitas Sriwijaya / Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang
periode 8 Agustus – 17 Oktober 2016.

Palembang, 26 Agustus 2016


Pembimbing,

dr. K. Yangtjik, Sp.A(K)


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah swt, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik
“Bronkopneumonia”. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. K. Yangtjik, Sp.A(K) selaku pembimbing yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI-RSUP Dr. Moh. Hoesin
Palembang.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.

Palembang, Agustus 2016

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ghofar Al-Malik
b. Umur : 1 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Nama Ayah : Imajuddin
e. Nama Ibu : Juli Fitrianti
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Tanjung Baru, Batu Raja Timur
h. Dikirim Oleh : IGD
i. MRS Tanggal : 18-08-2016

II. ANAMNESIS
Tanggal : 22-08-2016
Diberikan Oleh : Ibu pasien

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Kisaran 3 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita
demam, tidak terlalu tinggi, penderita masih mau minum susu,
muntah (-), BAB cair (-), belum ada sesak napas. Ibu pasien
membawa penderita berobat ke bidan, namun belum ada perbaikan.
Kisaran 1 hari SMRS, penderita masih demam, muncul sesak
napas yang terjadi terus menerus dan tidak dipengaruhi suhu,
pasien juga menderita batuk disertai pilek. Pasien lalu dibawa
berobat ke RSUD dan diberikan ampicillin 3 x 100 mg. Pasien
sempat dirawat selama ½ hari, namun karena tidak ada perbaikan,
pasien lalu di rujuk ke RSMH.

B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : 38 minggu
Partus : Spontan, pervaginam, langsung menangis
Tanggal : 16 Juli 2016
BB : 3,45
PB : 48
2. Riwayat Makanan
ASI : Sejak lahir hingga sekarang
Susu Botol : Belum
Bubur Nasi : Belum
Nasi biasa : Belum

C. RIWAYAT IMUNISASI
Imunisasi Dasar
Umur Umur Umur
BCG 1 DPT 2 - DPT 3 -
bulan
DPT 1 - Hepatitis B - Hepatitis B -
2 3
Hepatitis B - Hib 2 - Hib 3 -
1
Hib 1 - Polio 2 - Polio 3 -
Polio 1 1 Polio 4 -
bulan
Campak -

D. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Riwayat mendapat penyakit sebelumnya disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : N : 164x/mnt, isi cukup, kuat angkat, reguler


RR : 59x/menit
S : 37,8’C
SpO2 : 96% (tanpa oksigen kanul)
Status : BB: 4,1 kg BB/U: -2 < z score < 0 ( normal)
PB: 54 cm PB/U: -2 < z score < 0 (normal)
Antropometri
BB/PB: -2 <z score < 0 (normal)
Kesan: Gizi Baik
Kepala : Normocephal (lingkar kepala 36 cm), rambut hitam.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor 2mm/2mm
Telinga : Bentuk normal, simetris, otore -/-
Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping hidung (-), bekas
sekret mengering (+), sedikit.
Mulut Mukosa bibir lembab, faring tidak hiperemis, Tonsil
:
T1-T1 tenang
Leher : Simetris, tidak ada deviasi trakhea, tidak teraba
pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Pulmo:
I: Dinding dada simetris statis dan dinamis, retraksi
suprasternal (+) retraksi epigastrium (+)
P: Stem fremitus kanan = kiri
P: Sonor di kedua lapang paru
A:Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi basah halus
nyaring.
Cor:
I: Tidak tampak ictus cordis
P: Iktus cordis tidak teraba
P: Redup, dalam batas normal
A: BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen : I: Datar
P: Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan
lien tidak teraba, turgor baik
P: Timpani
A: Bising usus (+) normal

Alat Kelamin : O , Fimosis (-), Eritema (-)

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), capillary refill <2 detik, akral
hangat (+)

IV. STATUS NEUROLOGIKUS


Lengan Lengan
Fungsi motorik Kaki kanan Kaki kiri
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks
tidak dilakukan pemeriksaan
fisiologis
Refleks
tidak dilakukan pemeriksaan
patologis
Gejala rangsang Tidak dilakukan pemeriksaan
menigeal
Fungsi motorik Dalam batas normal
Nervi craniales Dalam batas normal
Refleks primitif Babinsky (+), palmar grasp (+), plantar grasp (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus ini dilakukan pemeriksaan darah rutin dan imunoserologi
sebagai petanda infeksi, dengan hasil yaitu: Hb 10,3 g/dL; eritrosit
3,32x103/mm3; leukosit 20,1 x103/mm3; Ht 29%; trombosit 549 x103/μL;
basofil 0%; eusinofil 0%; netrofil 46%; limfosit 44%; monosit 6%; CRP
kuantitatif 94 mg/L.

VI. RESUME
Ghofar, laki-laki 1 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas,
dan demam yang tidak tinggi. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh suhu. Pasien
sempat berobat ke bidan, namun tidak ada perbaikan. Pasien kemudian di rujuk
ke RSMH pada tanggal 18/08/2016. Keadaan umum tampak sakit sedang, anak
tampak gelisah. Tampak sesak, nafas cuping hidung (+), retraksi suprasternal
(+), dan retraksi epigastrium (+). Pasien menderita demam subfebris 37,8 oC.
Pasien juga mengalami batuk disertai pilek. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan
suara nafas ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru.

VII. DAFTAR MASALAH


1) Sesak napas
2) Batuk
3) Demam

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1) Bronkopneumoni
2) Bronkiolitis
3) Asma

IX. DIAGNOSIS KERJA


Bronkopneumoni

X. TATALAKSANA
A. Pemeriksaan Anjuran
Pemeriksaan darah rutin, AGD, foto thorax AP/lateral
B. Non-farmakologis
Pemasangan nasal kanul 1 lpm
C. Farmakologis
- Inj Ampisilin 4 x 100 mg IV 4 kali pemberian
- Inj Gentamisin 25 mg IV
- Paracetamol 40 mg iv drop
D. Diet
ASI ad libitum
E. Edukasi
- Bila menyusui, posisi anak harus setengah duduk, tidak boleh sambil
ibu berbaring atau anak berbaring
- Bila anak bertambah sesak (RR > 50x/menit) maka semntara anak
dipuasakn telebih dahulu dan dipasang NGT
- Bila anak demam, beri minum ASI yang cukup, dan beri obat
penurun panas

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia
didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal
bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
sakus alveolaris, dan alveoli.1
2.2 Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak
balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
system respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak
di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di
Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada
anak di bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian
pertahun pada anak balita di negara berkembang.2

2.3. Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,
atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan
tahun 2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV,
99% di antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas
kembali peran RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia
anak-balita baik sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.2
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di Negara maju dapat dilihat di tabel.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza

2.4. Klasifikasi
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak
malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut: 2

Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.2


Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia Sangat Kesadaran turun, letargis Kesadaran turun, letargis
Berat Tidak mau menetek / minum Tidak mau minum
Kejang Kejang
Demam atau hipotermia Sianosis
Bradipnea atau pernapasan Malnutrisi
ireguler

Pneumonia Berat Napas cepat Retraksi (+)


Retraksi yang berat Masih dapat minum
Sianosis (-)

Pneumonia Ringan Takipnea


Retraksi (-)

Sedangkan dalam MTBS/IMCI, derajat keparahan dalam diagnosa


pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus dirawat inap dan
pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.

Tabel 3. Hubungan antara diagnosisi klinis dan Klasifikasi-Pneumonia (MTBS).3


Diagnosis Klinis Klasifikasi (MTBS)
Pneumonia berat (rawat inap):
-tanpa gejala hipoksemia Penyakit sangat berat
-dengan gejala hipoksemia (Pneumonia berat)
-dengan komplikasi
Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonis

2.5. Patogenesis1,4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas
dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator
tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga
mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan
dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler
dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh
dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak
ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambar 1. Patofisiologi4
2.6. Patofisiologi

Gambar 2. Algoritma Patofisiologi bronkhopneomonia4

2.7. Gejala Klinis


Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang
berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga
memerlukan perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi
gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan
imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-
kadang tidak khas terutama pada bayi, dan faktor patogenesis. Disamping itu,
kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan
karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam
tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti: mual, muntah atau diare;
kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

2.8. Pemeriksaan Fisik


Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
- Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang. Pada perkusi tidak terdapat kelainan dan pada auskultasi
ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh
gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas
kecil yang tiba-tiba terbuka.

2.9. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 2
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-
40.000 /mm2 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau
darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,
hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto
rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran
klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan
bahwa tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.

Gambar 3. Rontgen infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae6


Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia
lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,
berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi
tumor paru disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata
dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar
berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air
bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri,
atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih
rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi
bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap
terapi antibiotik.

Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau
aspirasi paru

2.10. Diagnosis
 Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
Dan dipastikan anak tidak memiliki tanda tanda pneumonia berat.
Kriteria napas cepat:
- pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: > 50 kali/menit
- pada anak umur 1 tahun – 5 tahun: > 40 kali/menit
 Pneumonia Berat
Terdapat batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut:
- Kepala terangguk – angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto rontgen dada menunjukan gambaran pneumonia (infilrat luas,
konsolidasi, dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini:
- Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan: > 60 kali /menit
o Anak umur 2 – 11 bulan: > 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun: > 40 kali/menit
o Anak umur > 5 tahun: > 30 kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat

2.11. Diagnosis Banding


Tabel 5. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan
atau kesulitan bernafas
Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai kurang atau tidak ada
respon dengan bronkodilator
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada keadaan imunosupresi ≥ 5
mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung, panggul, lutut, falang.
Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan
batuk dan pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

2.12. Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain,
komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi
kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Tabel 6. Kriteria rawat inap pneumonia


Bayi Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, atau Distres pernapasan
grunting
Tidak mau minum/menetek Grunting
Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan


antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam
dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi
dengan adekuat.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena
tidak tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan
pengalaman empiris yakni didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama
secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan
berobat jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang
mencapai 90%. Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg
TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin
(25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol
ulang anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak
memburuk, tidak bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
-Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan
membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
-Jikafrekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan,
ganti ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
-Jikaada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman di bawah ini.

Pneumonia rawat inap


Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam), harus dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan
di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali
diberikan 3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat)
maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan
gentamisin (7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM
atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian).
Bila keadaan anak membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara
oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau
klindamisin secara oral selama 2 minggu.
Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara
kamar, harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien
(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap
4 jam sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen
Nutrisi
-Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral,
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)
atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.
Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormon antidiuretik
Kriteria pulang:
-Gejala dan tanda pneumonia menghilang
-Asupan peroral adekuat
-Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
-Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol dan
kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.

2.13. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah:
 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
-Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
-Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.14. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.

2.15. Pencegahan
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup
sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang
cukup, rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali,
namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup 1 kali.
BAB III
ANALISIS MASALAH

Ghofar, seorang anak laki-laki usia 8 bulan masuk rumah sakit melalui
IGD tanggal 18 Agustus 2016 dengan keluhan utama sesak yang bertambah berat
sejak kisaran 1 hari yang lalu.Anak juga menderita demam subfebril (37,8oC).
Pasien sempat dibawa ke RSUD dan mendapat terapi farmakologis ampicillin.
Pasien juga sempat dirawat di RSUD selama ½ hari. BAK dan BAB tidak ada
kelainan. Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya disangkal. Pasien
baru pertama kali MRS, sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Dari riwayat
penyakit keluarga tidak ada yang menderita asma, kejang maupun riwayat atopi.
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan pneumonia karena pada pasien
didapatkan gambaran klinis pneumonia pada anak yang bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum tampak gejala infeksi pada anak, yaitu
didapatkan pada pasien anak ini peningkatan suhu subfebris, gelisah. Gejala
gangguan respiratori juga terjadi pada pasien anak ini, seperti batuk, pilek, sesak
napas, takipnea dan napas cuping hidung. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan
suara ronkhi basah halus seluruh lapang paru.
Diagnosis pada kasus ini ditegakan karena adanya gejala sesak nafas disertai
pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, panas badan, ronki basah
halus pada seluruh lapang paru. Dari kasus ini dapatkan peningkatan leukosit
perdominan sehingga mengarahkan kecurigaan penyebabnya adalah bakteri.
Penatalaksanaan pada pasien ini antara lain yaitu terapi oksigen, pemberian
cairan sesuai kebutuhan, dan jika terdapat sekresi hidung yang berlebihan maka
dapat dikoreksi dengan nebulisasi normal saline. Selain itu juga perlu dilakukan
koreksi asam basa elektrolit. Untuk terapi antibiotik, diberikan berdasarkan umur,
keadaan umum penderita dan etiologi penyakit yang di evaluasi setiap 48-72 jam.
Lama pemberian antibiotik diberikan tergantung pada kemajuan klinis
penderita, evluasi hasil pemeriksaan penunjang (darah dan foto thoraks) dan jenis
kuman penyebab, pada umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali untuk
kuman staphylococcus dapat diberikan selam 6 minggu. Atasi penyakit penyerta
yang lain jika ada.
Diberikan sesuai protokol terapi pneumonia pada pasien 0-2 bulan yakni
diberikan kombinasi antibiotik Ampisilin-gentamicin. Ampisilin (50-100
mg/kgBB) diberikan 4 kali sehari Gentamisin (5-7 mg/kgBB) diberikan 1-2 kali
sehari. Jika terdapat demam, maka diberikan paracetamol dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali. Jika dalam 3 hari tidak terdapat perbaikan, maka diberikan
kloramfenikol dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 kali
pemberian. Atau dengan menggunakan lini kedua yaitu ceftriaxone dengan dosis
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 kali dosis pemberian.
Prognosis pada pneumonia ini adalah sembuh total, mortalitas kurang dari
1%, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan
malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
Penyakit pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya pneumonia ini.Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas
seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur, menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi
juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung: UNPAD
2. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.
3. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar
WHO. Jakarta: Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of
Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC
5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA.
Jakarta: RSCM
6. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta:
IDAI
7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta:EGC.
8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in
infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908

You might also like