Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
1. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang disebabkan oleh
gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddart:2002).
Menurut ( Marilyn E, Doenges : 2000) stroke / penyakit serebrovaskuler
menunjukkan adanya beberapa kelainan otak ba secara fungsional maupun structural yang
disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh system
pembuluh darah otak.
Menurut WHO (1965) dan Karya (1988) dalam Harsono (1993) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik local maupun menyeluruh (global),
yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan
kematian, tanpa di temukan penyebab selain daripada gangguan vaskular. Gangguan
peredaran darah otak dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang
terjadi cukup besar dapat mengakibatkan kematian sebagian otak (infark), gejala-gejala
yang terjadi tergantung pada daerah otak yang di pengaruhi.
2. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).
Merupakan penyebab stroke yang paling sering di temui yaitu 40% dari semua
kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologis. Biasanya berkaitan erat
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.
b. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu flowess dalam jantung sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan dari penyakit jantung.
c. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak). (Smeltzer C. Suzanne, 2002)
d. Hemoragi
Perdarahan intracranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaracnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, odema dan
mungkin herniasi otak.
5. Patofisiologi
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau
embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding
pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus
menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya
terjadi infark pada jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri
karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat
disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian.
Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah
tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis
jaringan otak
6. Klasifikasi
Klasifikasi dari stroke ada dua macam, menurut Lanny Sustiani, Syamsir Alam dan Iwan
Hadibroto (2003), adalah :
1. Stroke Non Haemorragic
Stroke disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :
a. Menumpuknya lemak pada pembuluh darah yang menyebabkan mulai terjadinya
pembekuan darah.
b. Benda asing dalam pembuluh darah jantung
c. Adanya lubang pada pembuluh darah sehingga darah bocor yang mengakibatkan
aliran darah ke otak berkurang.
2. Stroke Haemorragic
Stroke ini disebabkan karena salah satu pembuluh darah di otak bocor atau pecah
sehingga darah mengisi ruang sel-sel otak.
a. Darah tinggi yang dapat menyebabkan pembuluh darah pecah
b. Peleburan pada pembuluh darah yang menyebabkan pembuluh darah pecah.
c. Tumor pada pembuluh darah
7. Manifestasi klinis
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
Serangan terjadi pada siang hari, saat beraktifitas, dan emosi atau marah.
Mual atau muntah pada permulaan serangan.
Hemiparesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma (65 % terjadi < ½ jam-
2jam, < 2 % terjadi setelah 2 jam-19 hari).
b. Perdarahan Subaracnoid
Nyeri kepala hebat dan mendadak.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada gejala atau tanda meningeal.
Papiledema terjadi bila ada perdarahan subaracnoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikan anterior atau arteri karotis interna.
2. Stroke non hemoragik
a. Kesadaran umumnya baik.
b. Terjadi pada usia > 50 tahun.
c. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
d. Defisit neurologis mendadak, didahulu gejala prodromal yang terjadi pada saat
istirahat atau bangun pagi.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993).
MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000).
Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998).
Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)
b. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah.Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah
dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
9. Komplikasi
a. Hipoksia Serebral.
b. Aliran darah serebral.
c. Embolisme serebral. Dapat terjadi setelah infark miokard akut atau fibrilasi atrium
atau dapat berasal dari katup jantung postetik.
d. Herniasi otak
e. Koma
f. Kematian
10. Penatalaksanaan
Menurut Listiono D (1998 : 113) penderita yang mengalami stroke dengan infark yang
luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral
hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang
didasari beberapa prinsip:
a. Penatalaksanaan Medis
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah :
1. Penanganan suportif imun
- Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
- Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
- Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2. Meningkatkan darah cerebral (pada stroke non hemoragi)
- Elevasi tekanan darah
- Intervensi bedah
- Ekspansi volume intra vaskuler
- Anti koagulan
3. Pengontrolan tekanan intracranial
- Obat anti edema serebri steroid
- Proteksi cerebral (barbitura)
Sedangkan menurut Lumban Tobing (2002 : 2) macam-macam obat yang digunakan :
1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
2. Obat anti koagulasi : heparin.
3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus).
4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
Tanda-tanda vital diusahakan stabil
Bed rest
Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
Bila penderita tidak mampu menggunakan anggota gerak, gerakkan tiap anggota
gerak secara pasif seluas geraknya.
Berikan pengaman pada tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh.
c. Perawatan pasca stroke oleh keluarga di rumah
Fisioterapi mutlak dilakukan secara rutin baik oleh fisoterapis maupun keluarga
dirumah sesering mungkin yang masih bisa ditoleransi oleh penderita dengan penuh
kesabaran dan jangan lupa kasih sayang, memang waktu yang diperlukan cukup
panjang dengan hasil yang sangat lambat namun banyak keluarga pasien yang sabar
dengan prosedur ini mendapatkan level fungsional yang cukup baik (Pambudi, 2010).
Beberapa pasien stroke terkadang mengalami kesulitan menelan dan keluarga
menganggap pasien tidak mau makan dan membiarkannya sehingga pasien jatuh dalam
kondisi gizi buruk bahkan dehiderasi yang dapat mengganggu pemulihan, pasien-
pasien ini dapat dibantu dengan sonde di rumah sambil dilatih untuk dapat menelan
dan seringkali hal ini berhasil.
Penderita stroke karena disabilitasnya sering jatuh dalam depresi, pendampingan
dan dukungan keluarga serta semangat dari keluarga akan sangat menolong pemulihan.
11. Diagnosa keperawatassn
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d Obstruksi jalan nafas
b. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
d. Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan
penglihatan
e. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
otak
f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
g. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
otot mengunyah dan menelan
12. Kesimpulan
Menurut WHO (1965) dan Karya (1988) dalam Harsono (1993) stroke adalah
manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik local maupun menyeluruh (global),
yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan
kematian, tanpa di temukan penyebab selain daripada gangguan vaskular. Gangguan
peredaran darah otak dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang
terjadi cukup besar dapat mengakibatkan kematian sebagian otak (infark), gejala-gejala
yang terjadi tergantung pada daerah otak yang di pengaruhi.
Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus,
arteriosklerosis, penyakit jantung, merokok. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan
tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu
serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya.
13. Saran
Kami dari kelompok mengharapkan saran dari pembaca agar dapat member kritik
dan saran untuk kesempurnaan makalah Asuhan Keperawatan pada klien dengan
STROKE
II. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN SINDROMA KORONER AKUT
1. Definisi
Yaitu suatu fase akut dari APTS (Angina Pectoris Tidak Stabil) yang disertai IMA
gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q
(IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat
dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Vulnerable).
2. Etiologi
Penyumbatan pembuluh darah koroner – Plaque ( atheroma deposit )
Emboli
Spasme
Vasculitis
Trauma
Aneurisma aorta
3. Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut
a. Unstable Angina
Nyeri dada karena iskemia
Kejadiannya baru, lebih sering, lebih berat dan lebih lama dibandingkan
nyeri yang pernah dialami sebelumnya
Sukar dikendalikan dengan obat-obatan
Terjadi pada saat istirahat atau aktifitas ringan
Biomarker jantung tidak meningkat.
b. Myocardial infarction
Nyeri dada iskemia
Terdapat peningkatan biomarker jantung
STEMI : terdapat ST elevasi pada pemeriksaan EKG 12 lead
NonSTEMI : tidak terdapat peningkatan segmen ST
c. Nyeri dada khas angina
Nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit didaerah
retrosternal menjalar kelengan kiri
leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan
bekurang saat istirahat.
Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit.
Untuk nyeri dada infark nyeri >20 menit dan tidak berkurang walau dengan
pemberian nitrat.
d. Biasanya disertai gejala sistemik berupa mual,muntah dan keringat dingin dan
kadang-kadang bisa sampai pingsan.
e. Nyeri epigastrium
f. Nyeri dada tidak khas
Nyeri dada yang tidak disertai penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat
dingin dan lemas saat aktivitas biasanya terjadi pada orang tua atau pada
penderita diabetes melitus.
g. Nyeri dada angina equivalen
presentasi klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas.
h. Pingsan, terutama pada orang tua.
4. Patofisiologi
Ruptur plak
Atherosklerosis merupakan suatu proses yang tersembunyi yang telah dimulai 20-30
tahun sebelum timbunya keluhan klinis. Hiperkolesterolemia,hipertensi dan faktor
risiko lainnya menyebabkan kerusakan pada sel endotel pembuluh darah,dimana
proses atherosklerosis dimulai. Adanya kerusakan sel endotel membuat macropag
lebih mudah menempel dan melakukan penetrasi kedalam sel endotel. Molekul Low
density lipoprotein (LDL) kolesterol dapat melakukan penetrasi ke dalam dinding
p.darah. LDL yang masuk kedalam dinding p.darah akan difagosit (dimakan)oleh
Macrofag dan kemudian menjadi Sel busa (foam sel) sel inilah yang kemudian akan
menjadi plak atherosklerotik. Lesi plak dengan stenosis kurang dari 50% lebih
cenderung mengalami ruptur. Berbagai faktor yang berperanan tehadap ruptur plak
antara lain disfungsi sel endotel, komponen lipid yang ada pada plak,derajat
inflamasi lokal,tonus arteri pada daerah dengan plak yang ireguler,lokal tekanan
shear stress ,fungsi trombosit dan status sistem koagulasi. Sedangkan faktor yang
dapat mempresipitasi ruptur plak adalah variasi sirkadian tekanan darah, denyut
jantung,stres emosional,latihan fisik.
Inflamasi
Bukti klinis adanya peranan inflamasi terhadap terjadinya atherosklerosis dan AKS
telah dilaporkan. Infeksi agen seperti Clamydia pneumoniae terlihat sebagai salah
satu penyebab infalamasi yang difus pada atheroseklerosis.Studi histologis dan Pilot
treatment trial membuktikan Clamydia pneumoniae penting dan potensial untuk
diterapi sebagai penyebab AKS
Trombosis
Peranan sentral trombnosis arteri koroner dalam patogenesis AKS ditunjang oleh
bukti-bukti:
Pada autopsi didapat adanya trombus pada daerah ruptur plak
Spesimen yang diambil pada aterektomi koroner pada pasien akut infark atau
APTS menunjukkan tingginya insiden lesi trombosis akut.
Pada pengamatan dengan angioskopi koroner sering terlihat adanya trombus.
Pada angiograpi koroner adanya ulserasi atau ireguleritas menunjukkan adanya
ruptur plak dan atau trombus.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram :
Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q
Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q
inversi gelombang T Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST,
inversi gelobmbang T dalam.
b. Petanda Biokimia :
CK, CKMB, Troponin-T.
Enzim meningkat minimal 2X nilai batas atas normal
c. Foto rontgen dada
d. Echocardiografi
e. Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
f. Angiografi koroner
6. Penatalaksanaan
Terapi:
Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)
Pasang infus intravena dengan Nacl 0,9% atau dekstrosa 5%
Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam, dilanjutkan bila sarutasi
oksigen arteri rendah (< 90%)
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cairan.
Pasang monitor EKG secara kontinu
Atasi nyeri dengan :
Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi kontraindikasi bila
TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia.
Morfin 2,5 mg (2-4 mg)intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis
total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg
intravena.
Antitrombotik
Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif diganti dengan
tiklopidin atau klopidogrel.
Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau aktivator
plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB
(maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam
60 menit jika Elevasi segmen ST > 0,1 mvpada dua atau lebih sadapan ekstremitas
berdampingan atau > 0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun
Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut.
Antikoagulan
Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan
atau bedah, pasien dengan risiko tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark
miokard anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada
trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan
dengan target aPTT 1,5 – 2 kali kontrol. Pada angina pektoris tak stabil heparin
5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina
terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus
intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama rata-rata 5 hari dengan
menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.
Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan sampai saat
pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi
yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara
tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan.
Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan
nilai INR (2-3)
Atasi rasa takut atau cemas
Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IV
Pelunak tinja : laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml
Beta bloker diberikan bila tidak ada kontraindikasi
ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark
miokard akut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat
infark miokard.
Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau
angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi
7. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Anamnesa:
Identitas klien,
Keluhan utama: nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit di daerah dada
menjalar ke lengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah
yang timbul saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat, mual, muntah,
keluar keringat dingin.
Riwayat penyakit dahulu: jantung
Riwayat penyakit keluarga : jantung
Data psikososial: cemas, stres karena tidak dapat bekerja lagi
Pemeriksaan Fisik:
B1 : sesak napas, RR >24x/mnt, penggunaan otot bantu pernapasan
B2 : TD meningkat, nadi meningkat, adanya trombus, arterosklerosis
B3 : penurunan kesadaran, nyeri dada menusuk punggung
B4 : normal, kadang produksi urine menurun
B5 : mual, muntah
B6 : lemas
Pengkajian Nyeri:
P: nyeri saat beraktivitas
Q: nyeri tajam
R: di dada menjalar ke lengan kiri
S: 6-8
T: <20 mnt
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder akibat
gangguan vaskular yang ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada daerah
dada yang menjalar hingga ke lengan kiri, lamanya <20 menit, nyeri
epigastrium, mual, muntah dan keringat dingin, nadi > 100 x/mnt, TD> 120/80
mmHg, skala nyeri 6-8.
Tujuan dan kriteria hasil
Nyeri dapat teratasi setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24
dengan kriteria hasil:
1. Klien mengatakan nyeri dada berkurang
2. Klien mengatakan nyeri epigastrium berkurang
3. Klien tidak merasa mual dan muntah
4. Klien tidak keringat dingin
5. TTV dalam batas normal: nadi 60-100x/mnt, TD 120/80 mmHg
6. Skala nyeri 2-4.
Intervensi:
1. Jelaskan pada klien tentang penyebab nyeri dan tindakan keperawatan
yang akan diberikan.
2. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
3. Anjurkan klien untuk puasa sampai nyeri berkurang.
4. Anjurkan klien untuk bed rest dan mengurangi aktivitas.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pengurang nyeri.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian laksative pada saat klien
ingin BAB.
7. Observasi TTV: nadi dan TD
8. Observasi skala nyeri.
1. DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh
atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya
Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine, metabolik,
cairan, elektrolit dan asam basa.
2. ETIOLOGI
Tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut adalah :
3. PATOFISIOLOGI
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :
Periode Awal
Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh
ginjal (urea, kreatinin, asam urat, kalium dan magnesium). Pada tahap ini untuk
pertama kalinya gejala uremik muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.
Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda
perbaikan glumerulus. Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya
menurun. Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi
selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
Periode Penyembuhan
- Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
- Nilai laboratorium akan kembali normal
- Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%
4. MANIFESTASI KLINIK
Perubahan haluaran urine (haluaran urin sedikit, mengandung darah dan gravitasinya
rendah (1,010) sedangkan nilai normalnya adalah 1,015-1,025)
Peningkatan BUN, creatinin
Kelebihan volume cairan
Hiperkalemia
Serum calsium menurun, phospat meningkat
Asidosis metabolik
Anemia
Letargi
Mual persisten, muntah dan diare
Nafas berbau urin
Manifestasi sistem syaraf pusat mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot dan
kejang
5. EVALUASI DIAGNOSTIK
Urinalisis
Kimia darah
IVP, USG, CT
6. PENATALAKSANAAN
Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada pengukuran berat badan
harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang
hilang, tekanan darah, dan status klinis pasien.
Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses,
drainase luka, dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.
Penanganan hiperkalemia :
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan hal-hal berikut :
- Glukosa, insulin, kalsium glukonat, natrium bikarbonat (sebagai tindakan
darurat sementara untuk menangani heperkalemia)
- Natrium polistriren sulfonat (kayexalate) (terapi jangka pendek dan digunakan
bersamaan dengan tindakan jangka panjang lain)
- Pembatasan diit kalium
- Dialisis
Menurunkan laju metabolisme
- Tirah baring
- Demam dan infeksi harus dicegah atau ditangani secepatnya
Pertimbangan nutrisional
- Diet protein dibatasi sampai 1 gram/kg selama fase oligurik.
- Tinggi karbohidrat
- Makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jus jeruk, kopi) dibatasi,
maksimal 2 gram/hari
- Bila perlu nutrisi parenteral
Merawat kulit
- Masase area tonjolan tulang
- Alih baring dengan sering
- Mandi dengan air dingin
Koreksi asidosis
-Memantau gas darah arteri
-Tindakan ventilasi yang tepat bila terjadi masalah pernafasan
-Sodium bicarbonat, sodium laktat dan sodium asetat dapat diberikan untuk
mengurangi keasaman
Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu
penyembuhan luka.
Hal-hal berikut ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk segera dilakukan
dialisis :
1. Volume overload
2. Kalium > 6 mEq/L
3. Asidosis metabolik (serum bicarbonat kurang dari 15 mEq/L)
4. BUN > 120 mg/dl
5. Perubahan mental signifikan
1. DEFINISI
Merupakan penyakit ginjal tahap akhir
Progresif dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
2. ETIOLOGI
Diabetus mellitus
Glumerulonefritis kronis
Pielonefritis
Hipertensi tak terkontrol
Obstruksi saluran kemih
Penyakit ginjal polikistik
Gangguan vaskuler
Lesi herediter
Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
3. PATOFISIOLOGI
Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan
meningkat.
Gangguan klirens renal
Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal)
Retensi cairan dan natrium
Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko
terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal
balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya
GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun
dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi
parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada
tulang dan penyakit tulang.
Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
4. MANIFESTASI KLINIK
Kardiovaskuler
- Hipertensi
- Pitting edema
- Edema periorbital
- Pembesaran vena leher
- Friction rub perikardial
Pulmoner
- Krekel
- Nafas dangkal
- Kusmaul
- Sputum kental dan liat
Gastrointestinal
- Anoreksia, mual dan muntah
- Perdarahan saluran GI
- Ulserasi dan perdarahan pada mulut
- Konstipasi / diare
- Nafas berbau amonia
Muskuloskeletal
- Kram otot
- Kehilangan kekuatan otot
- Fraktur tulang
- Foot drop
Integumen
- Warna kulit abu-abu mengkilat
- Kulit kering, bersisik
- Pruritus
- Ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Rambut tipis dan kasar
Reproduksi
- Amenore
- Atrofi testis
5. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat keluarga
2. Penyakit yang dialami
3. Obat-obatan nefrotoksis
4. Kebiasaan diet
5. Penambahan BB atau kehilangan BB
6. Manifestasi klinik yang muncul pada sisitem organ
6. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, retensi cairan dan
natrium
Kaji status cairan
a. timbang BB harian
b. keseimabngan masukan dan
haluaran
c. turgor kulit dan adanya edema
d. distensi vena leher
e. tekanan darah, denyaut dan irama
nadi
Batasi masukan cairan
Identifikasi sumber potensial cairan
Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional dari pembatasan
Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
Tingkatkan dan dorong higiene oral dengan sering
2. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual dan
muntah
Kaji status nutrisi
Kaji pola diet nutrisi
Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Anjurkan cemilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu
makan
Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama makan
Timbang berat badan harian
Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat
3. Intoleransi aktifitas b.d anemia, keletihan dan retansi produk sampah
Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi,
bantu jika keletihan terjadi
Anjurkan aktifitas alternatif sambil istirahat
Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
4. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, citra tubuh dan
fungsi sex
Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan
Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat
Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dabn penanganannya
Gali cara alternatif lain untuk ekspresi seksual lain selain hubungan sex
Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan
5. Gangguan integritas kulit b.d penurunan minyak dan aktivitas kelenjar
keringat, kelebihan cairan
6. Konstipasi b.d penurunan mobilitas, intake antasid, pembatasan cairan
7. Resiko cidera b.d perubahan absorbsi kalsium dan ekskresi fosfat, perubahan
metabolisme vitamin D
V. MAKALAH PENGKAJIAN FISIK PASIEN KRITIS SECARA UMUM
1. PENAMPILAN UMUM
Menilai keadaan sakit klien dari hasil inspeksi umum, misalkan klien terbaring lemah
di tempat tidur dengan terpasang infuse D5%, pernafasan dyspnoe. Klien dapat makan
sendiri, dan tidak dapat ke kamar mandi.
2. PERNAFASAN
3. KARDIOVASKULER
4. PERSYARAFAN
a. Tingkat Kesadaran
Secara kualitatif
ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
1) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
2) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
3) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
4) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
5) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
b. Ukuran Pupil
c. Refleks Babinski
d. Tanda Brudzinski dan Kernig
5. ABDOMEN
Khusus untuk pemeriksaan abdomen urutannya dalah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan
perkusi ,karena palpasi dan perkusi dapat meningkatkan peristak\ltik usus.
Abdomen terbagi dalam 4 Kuadran dan 9 Regio :
a. Inspeksi
Bemtuk abdomen : Membusung, atau datar
Massa / Benjolan : pada derah apa dan bagaimana bentuknya
Kesimetrisan bentuk abdomen
Amati adnya bayangan pembuluh darah vena, kalau terlihat pada bagian atas
abdomen dan mengalir ke bagian yang lebih atas berarti ada obstruksi vena porta
hepatica, kalau tampak pada bagian bawah abdomen menuju ke atas berarti ada
obstruksi pada vena cava inferior, normalnya bila terlihat pembuluh darah pada
abdomen berasal dari bagian tengah menuju ke atas atau ke bawah, dan tidak
terlihat terlalu menonjol.
b. Auskultasi
Untuk mengetahui peristaltic usus atau bising usus. Catat frekuensinya dalam satu
menit, normalnya 5 – 35 kali per menit, bunyi peristaltic yang panjang dan keras
disebut Borborygmi biasanya terjadi pada klien gastroenteritis, dan bila sangat
lambat (meteorismus) pada klien ileus paralitik.
c. Palpasi
Menenyakan pada klien bagian mana yang mengalami nyeri.
Palpasi Hepar :
Atur posisi pasien telentang dan kaki ditekuk
Perawat berdiri di sebelah kanan klien, dan meletakan tangan di bawah arcus costai
12, pada saat isnpirasi lakukan palpasi dan diskripsikan :
Ada atau tidak nyeri tekan, ada atau tidak pembesaran berapa jari dari arcus costae,
perabaan keras atau lunak, permukaan halus atau berbenjol-benjol, tepi hepar
tumpul atau tajam. Normalnya hepar tidak teraba.
Palpasi Lien :
Posis pasien tetap telentang, buatlah garis bayangan Schuffner ari midclavikula kiri
ke arcus costae- melalui umbilicus – berakhir pada SIAS kemudian garis dari arcus
costae ke SIAS di bagi delapan. Dengan Bimanual lakukan palpasi dan diskrisikan
nyeri tekan terletak pada garis Scuffner ke berapa? ( menunjukan pembesaran lien )
Palpasi Appendik :
Posisi pasien tetap telentang, Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc.
Burney yaitu dengan cara menarik garis bayangan dari umbilicus ke SIAS dan bagi
menjadi 3 bagian. Tekan pada sepertiga luar titik Mc Burney : Bila ada nyeri
tekan ,nyeri lepas dan nyeri menjalar kontralateral berarti ada peradangan pada
appendik.
Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites atau tidak :
Perkusi dari bagian lateral ke medial, perubahan suara dari timoani ke dullnes
merupakan batas cairan acites
Shiffing Dullnes, dengan perubahan posisi miring kanan / miring ke kiri, adanya
cairan acites akan mengalir sesuai dengan gravitasi, dengan hasil perkusi sisi lateral
lebih pekak/ dullness
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Palpasi Ginjal :
Dengan bimanual tangan kiri mengangkat ginjal ke anterior pada area lumbal
posterior, tangan kanan diletakan pada bawah arcus costae, kemudian lakukan
palpasi dan diskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran.
Normalnya ginjal tidak teraba.
6. MUSKULOSKELETAL
a. Pengkajian muskuloskeletal
Inspeksi
tidak ada deformitas
bagian tubuh simetris
kesejajaran tubuh yang baik
tidak ada gerakan involunter
rentang gerak aktif tanpa nyeri di semua otot dan persensian
tidak ada pembengkakan tau inflamasi di persendian atau otot
kedua lengan dan tungkai sama panjang serta massa otot simetris
Palpasi
Bentuk massa otot normal, tanpa adanya nyeri tekan, atau pembengkakan\
Tonus, tekstur, dan kekuatan otot bilateral sama
Tidak ada kontraksi atau kedutan yang involunter
b. Skala kekuatan otot
SKALA KEKUATAN OTOT
Skala Nilai Ket.
Normal Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak
5/5 penuh, mampu melawan gaya gravitasi, mampu melawan
dengan tahan penuh
Baik 4/5 Mampu menggerakkan persendian dengan gaya gravitasi,
mampu melawan dengan tahan sedang
Sedang 3/5 Hanya mampu melawan gaya gravitasi
Buruk 2/5 Tidak mampu melawan gaya gravitas {gerakkan pasif}i
Sedikit 1/5 Kontraksi otot dapat di palpasi tampa gerakkan persendian
Tidak 0/5 Tidak ada kontraksi otot
ada