You are on page 1of 6

Tantangan hidup beragama

Dalam hal ini merupakan hal yang sangat fenomenal, karena pada istilah agama sendiri yakni
ia menjadi pedoman untuk menggapai hidup kekal.

Agama berasal dari bahasa Sansekerta, “A” berarti “Tidak”, dan “Gama” berarti “Pergi”.

 Siapa manusia yang tidak mau beroleh hidup kekal? Siapapun pasti menginginkan
beroleh hidup kekal.
 Yang menjadi masalah saat ini, agama sebagai institutio divina terkesan menebar
banyak persoalan kemanusiaan.
a) Kebebasan hidup beragama.
1) Pengertian kebebasan
Istilah kebebasan sering dipahami secara tidak tepat, misalnya kebebasan
dipahami sebagai kondisi sebebas-bebasnya, tanpa ada halangan dari apapun
dan siapapun.
Kebebasan adalah tanda martabat manusia sebagai makhluk yang tidak hanya
alamiah dan terikat pada kekuatan-kekuatan alam, melainkan yang karena akal
budinya mengatasi alam.
Kebebasan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh manusia ini dibagi dalam
dua, yakni kebebasan Jasmani dan Kebebasan Rohani.
Kebebasan Jasmani adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk
menggerakan anggota badanya, misalnya: berlari, jongkok dan sebangainya.
Kebebasan Rohani adalah Kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk
merencanakan sesuatu, memutuskan sesuatu, menghendaki sesuatu dan
sebagainya.
2) Pengertian kebebasan beragama
Kebebasan beragama merupakan kemampuan yang dimiliki oleh manusia
untuk memilih agama yang sesuai dengan keyakinannya.
Latar belakang pemahaman ini adalah kenyataan bahwa kehendak Allah mau
menyelamatkan manusia selalu bersifat Universal ( ditawarkan pada semua
orang) dan Transendental (mengatasi segala macam bentuk jenis institusional).
3) Dasar Kebebasan beragama
Yang mendasari Kebebasan beragama adalah martabat pribadi manusia.
Kebebasan beragama bukanlah pemberian atau hadiah dari lembaga-lembaga
tertentu melainkan merupakan pelaksanaan dari hak asasi manusia.
Lembaga-lembaga yang ada berfungsi untuk melindungi harkat martabat
manusia itu sendiri.
4) Hakekat Kebebasan Beragama
Hakekat kebebasan beragama terletak pada adanya kemampuan yang dimiliki
oleh manusia untuk memilih keyakinannya dan pada adanya situasi kondusif
yang memungkinkan manusia untuk menghayati agamanya tanpa adanya
hambatan dari pihak manapun.
5) Tanggung jawab kebebasan Beragama
Dalam kebebasan beragama semua manusia menuntut adanya suatu tanggung
jawab tertentu. Dasar pemikirannya adalah setiap kelompok sosial, dan
pemerintah mendambakan adanya Kesejahteraan Bersama.
b) Isme-isme pengikisan Iman.
1) Individualisme (Latin “Individuus”)
Paham ini berpangkal pada kesadaran manusia akan dirinya. Manusia ini
menyadari bahwa dirinya sebagai manusia sebagai ciptaan Tuhan yang
tertinggi, dan berkat akal budi dan kehendak bebasnya merupakan ciptaan
yang kas dan unik. Dengan Pemahaman inilah muncul paham Individualisme.
Individualisme berasal dari bahasa latin yang berarti perorangan, pribadi.
Tujuan dari pemahaman ini adalah mencapai Kepenuhan diri.
2) Fanatisme (Latin “Fanaticus”)
Bukanlah Faham melainkan sikap, yakni sikap terpesona oleh daya kedewaan.
Fanatisme merupakan sikap sempit atau picik dalam berpikir untuk tetap tegar
dalam ajaran agama sendiri dengan segala penjabarannya secara ketat disatu
pihak dan dipihak lain menyangkal keberadaan orang lain atau ajaran agama
lain.
3) Hedonisme (Yunani “Hedone”)
Yaitu kenikmatan atau kesenangan.
Berpangkal pada pengalaman nikmat yang diperoleh manusia pada saat atau
sesudah berhasil melakukan segala sesuatu dan dengan kemampuan yang
dimiliki manusia dapat merasakan kenikmatan hidup maka kenikmatan
sebetulnya adalah kenyataan hidup dan pengalaman manusiawi setiap orang.
4) Laksisme (Latin “Laxus”)
Yaitu Longgar, Kendor.
Muncul dengan latar belakang ketidakmudahan seseorang dalam menjalani
norma-norma yang ada didalam kehidupan.
Laksisme dibedakan dalam dua, yaitu Laksisme Lunak dan Laksisme Keras.
Laksisme Lunak berpendirian untuk mentaati dan mengakui nilai dan norma,
tetapi berusaha untuk meringankan tuntutan dan bebannya dengan anggapan
dan pemahaman sendiri seakan-akan membenarkan diri sendiri.
contoh: Seks diluar nikah sangat Dilarang, tetapi kalau “suka sama suka”
Bolehlah.
Laksisme Kasar juga mengakui adanya norma-norma dalam kehidupan. Dan
yang menjadi pemahaman mereka adalah sebelum ditentukan dan disepakati
bersama dengan masyarakat banyak, maka itu hal itu adalah Salah. Namun,
jika disepakati oleh masyarakat, maka hal itu benar.
Pemahaman ini awalnya didasarkan pada kesepakatan pemikiran bersama
yang apabila disepakati benar, maka itu benar, dan jika belum disepakati
bersama maka hal itu salah, Walaupun norma-norma dalam kehidupan belum
menentukan hal itu apakah benar atau tidak.
contoh : Menggugurkan Kandungan adalah hal yang salah. Namun bila
menggugurkannya sebelum kehamilan, maka bukan merupakan suatu
kejahatan. Alasannya karena para ahli belum sepakat tentang kapan awal
mulainya suatu kehidupan dalam manusia.
5) Pragmatisme (Yunani “Pragmatikos”)
Yaitu cakap dan berpengalaman dalam urusan Hukum, perkara negara dan
dagang.
Dalam hidup beragama, seorang pasti akan berjumpa dengan berbagai macam
kebenaran. Tidak semua kebenaran yang dijumpai dengan dapat dilaksanakan,
dapat dipraktikkan, dan membawa dampak nyata bagi kehidupan manusia.
misalnya, Dalam masyarakat banyak dijumpai berbagai macam orang baik,
namun bagi dirinya sendiri tidak mencerminkan kebaikan dari dirinya sendiri.
Jadi apa yang dibicarakan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan.
6) Permivisme (Inggris “Permissive”)
Yaitu serba membolehkan.
Permivisme merupakan pandangan dan sikap yang membolehkan segala-
galanya, seolah olah dalam hidup tidak ada peraturan hukum dan undang-
undang.
Dalam masyarakat seolah-olah tidak ada peraturan, hukum dan undang-
undang, semuanya dilakukan dengan ringan, tanpa beban dan tanpa takut
adanya sanksi.
7) Sekularisme (Latin “Saeculum”)
Dalam kaitannya dalam hidup beragama, sekularisme perlu diwaspadai.
Dengan kemampuan berpikirnya, manusia bisa menciptakan berbagai macam
hal yang membawa kesejahteraan bagi hidupnya. Semua persoalan dapat
dipecahkan dan dapat diatasi berkat kemampuannya. Akhirnya sikap dan
ajaran ini akan mengarahkan manusia pada suatu pemahaman bahwa dirinya
dan dunianya merupakan suatu realitas yang otonom yang tidak memiliki arah
terhadap Tuhan
8) Ateisme
Dalam bahasa Yunani “A” berarti Tidak, dan “Theos” yang berati Agama.
Secara sederhana ateisme mengajarkan bahwa Tuhan dan dewa-dewi tidak
ada.
Ateisme dibagi menjadi empat, yaitu Ateisme Naif, Ateisme Praktis, Ateisme
Teoritis, Ateisme Materialistis dan positivitis.
i. Ateisme Naif, mencoba untuk menjelaskan fenomen-fenomen yang
ada dengan sebab-sebab alamiah, walaupun kadang-kadang bersifat
naif dan tidak konsisten.
ii. Ateisme Praktis, masih meyakini adanya Tuhan, tetapi dalam hidupnya
menolak adanya Tuhan.
iii. Ateisme Teoritis, menolak adanya Tuhan karena keberadaan Tuhan
dibuktikan dengan cara yang tidak memadai.
iv. Ateisme Materialistis dan positivitis, menolak keberadaan realitas yang
rohani dan transenden.
c) Agama dan Kekerasan.
Dalam hal ini pengorbanan yang dilandaskan pada emosi dan kekerasan merupakan
hal yang digunakan untuk melampiaskan segala sesuatu demi menyelesaikan suatu
masalah. Jika dicermati, maka hal diatas merupakan sikap yang diakibatkan oleh
Fanatisme dan sikap Fundamentalisme, yang berujung pada sikap mendepak orang
diluar keyakinan agamanya sendiri.
d) Agama dan Korupsi.
 Korupsi berasal dari kata Latin “Curruptio atau corruptus” yang artinya
kebusukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian.
 Korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang
busuk, menyangkut jabatan dan instansi dalam pemerintah, penyelewengan
kekuasaan dan sebagainya.

Faktor penyebab Korupsi

Organisasi menjadi penyebab korupsi jika strukturnya tidak adil. Struktur yang tidak
adil berciri: kurang adanya teladan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang
benar, system akuntability kurang memadai, dan manajemen yang menutup korupsi
dalam organisasi.

e) Iman dan Akal budi.


Iman merupakan pengalaman pribadi akan Tuhan. Dari pengalaman itu Tuhan terasa
sebagai yang menjadi andalan dalam hidup. Maka orang menggantungkan seluruh
hidupnya pada Tuhan.
Hubungan antara Iman dan Akal budi
 Model Konflik, berpendirian bahwa Agama dan Sains sangat berbeda. Agama
mempercayai bahwa Tuhan itu ada dan tidak perlu dibuktikan keberadaanNya,
sedangkan Sain perlu membuktkan hasil konkrit keberadaan Tuhan.
 Model Indenpedensi, membedakan antara agama dan sains dengan perbedaan
antara persoalan dan wilayah sesuai dengan metode yang berbeda.
Menurut Moh. Iqbal Ahnaf (2003) menjelaskan perbedaan agama, yaitu
i. Sains menjelaskan data objektif, umum dan berulang-ulang, sedangkan
agama berbicara tentang Eksistensi tatanan dan keindahan dunia dan
pengalaman seseorang seperti pengampunan.
ii. Sain mempersoalkan pernyataan objektif “Bagaimana” sedangkan
Agama mempersoalkan “Mengapa”
iii. Dasar otoritas Sains adalah koherensi logis dan kesesuaian
eksperimental, sementara otoritas lahir dalam agama adalah Tuhan.
iv. Sains membuat prediksi secara kuantitatif sedangkan agama
menggunakan simbol dan analogis karena Tuhan itu Transenden.
 Model Dialog
Upaya mencari persamaan atau perbedaan antara agama dan sains.
Kesamaan dan perbedaan terdapat dalam dua hal yaitu secara Metodologis dan
Kesamaan Konsep.
Menurut metodologis, terjadi bahwa Sains tidak sepenuhnya objektif, dan
agama tidak sepenuhnya subjektif.
Menurut Konseptual, terdapat kesamaan, misalnya pada teori Informasi dan
Komunikasi yaitu tentang Ciptaan.
 Model Integrasi
Mencoba untuk mencari nilai titik temu antara masalah-maslah yang dianggap
bertentangan dalam agama dan sains

You might also like