You are on page 1of 55

10.4012/dmj.25.13810.4012/dmj.25.

138

SINTESIS NANOFIBER KITOSAN / POLYVINYL ALCOHOL


(PVA) DENGAN METODE ELECTROSPINNING

RENDA AMALIA ANGGRAINI

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Nanofiber


Kitosan/Polyvinyl Alcohol (PVA) dengan Metode Electrospinning adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2017

Renda Amalia Anggraini


NIM G74130071
ABSTRAK
RENDA AMALIA ANGGRAINI. Sinesis Nanofiber Kitosan/Polyvinyl
Alcohol (PVA) dengan Metode Electrospinning. Dibimbing oleh Setyanto Tri
Wahyudi dan Jan Setiawan.

Dalam penelitian ini sintesis campuran kitosan dan polyvinyl alcohol


(PVA) berhasil dihasilkan dengan proses electrospinning. Pembuatan nanofibers
kitosan dilakukan melalui penambahan polimer PVA pada dua rasio perbandingan
berbeda yaitu kitosan/PVA 10/90 dan 20/80. Morfologi serat yang dipeloreh dapat
dilakukan pengamatan. Hasil dari FTIR menjelaskan bahwa serat electrospun
terdiri dari kitosan dan PVA walaupun gugus C=C dan N-H yang dimiliki kitosan
tidak terlihat pada spektrum FTIR. Pengamatan morfologi serat dilakukan dengan
SEM, ditemukan bahwa perbandingan larutan kitosan yang meningkat akan
menurun kan diameter rata-rata serat.Pengamatan sifat mekanik dari nanofibers
dilakukan dengan uji tarik. Hasil yang dipeloreh bahwa rasio kitosan yang lebih
banyak akan meningkatkan tarikan maksimum dari serat. Sifat listrik dari
nanofibers dilakukan dengan uji LCRmeter yang menerangkan bahwa jika rasio
kitosan lebih banyak akan meningkatkan sifat listrik dari serat. Pemodelan
electrospinning yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode allometry. Baik
data ekesperimen maupun analisis teoritis menunjukkan bahwa diameter memiliki
hubungan allometry dengan kosentrasi d∞Cγ dengan nilai 𝛾 adalah 1.29.

Kata kunci : nanofibers, electrospinning, kitosan, PVA, allometry

ABSTRACT

RENDA AMALIA ANGGRAINI. Synthesis of Chitosan Nanofiber /


Polyvinyl Alcohol (PVA) with Electrospinning Method. Dibimbing oleh Setyanto
Tri Wahyudi dan Jan Setiawan.

In this research, the synthesis of chitosan mixture and polyvinyl alcohol is


succeed to be done with electrospinning process. The manufacture of chitosan
nanofibers is done by adding PVA polymer at two different ratios, chitosan/PVA
10/90 and 20/80. The morphology of the fiber can be done an observation. The
result of FTIR explains that electrospun fiber consists of chitosan and PVA even
though the functional groups C=C and N-H which chitosan has is not shown in
FTIR spectrum. The observation of fiber morphology is done by SEM, it is found
that the increasing ratio of chitosan liquid will lower the average diameter of fiber.
The mechanic characteristic observation of nanofibers is done by tensile test. The
result is the abundant ratio of chitosan produced is will increase the maximum
tensile of fiber. The electric characteristic from nanofibers is done by LCR meter
test which explains that if the ratio of chitosan is abundant will increase the
electric characteristic of fiber. The modelling of electrospinning which is done in
this research is allometry, whether it is the experiment data or theoretical analysis
show that diameter has allometry relation with d∞Cγ with 𝛾 value 1.29.

Keywords : allometry, chitosan, electrospinning, nanofibers, PVA


SINTESIS NANOFIBER KITOSAN/ POLYVINYL ALCOHOL
(PVA) DENGAN METODE ELECTROSPINING

RENDA AMALIA ANGGRAINI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, taufik dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan usulan penelitian yang berjudul
“Sintesis NanoFiber Kitosan/Polyvinyl Alcohol (PVA) dengan Metode
Electrospining”. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah membantu
menyelesaikan usulan penelitian ini, diantaranya:
1. Kedua orang tua penulis yang senantiasa memotivasi dan memberi
dukungan.
2. Pihak antam yang telah memberikan beasiswa kuliah dan beasiswa
penelitian kepada penulis.
3. Pak Dr. Setyanto Tri Wahyudi , M.Si dan Dr. Jan Setiawan , M.Si selaku
dosen pembimbing dalam proses penelitian ini.
4. Pak Sidik Pramudito dan Ibu Nur Aisyah Nuzulia selaku dosen penguji
yang telah memberi kritik, saran, dan bimbingannya.
5. Pak Djamil Husin selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan studi di
Departemen Fisika.
6. Pak Pranjono dan Ibu Lilis beserta staf Pusat Teknologi Bahan Bakar
Nuklir yang telah membantu selama pengumpulan data.
7. Dedina Agustina, Fathianissa Agnifa, Karimah, Sartika, Karina Dwi
Adistiana yang telah membantu dalam transportasi Saya selama
pengambilan data di BATAN.
8. Ketsia Septiana, Kak Vivi Safriani, Rima Osiana, Ririn Istiqomah dan
Krisnawati yang selalu mendukung penulis selama studi hingga
penyusunan hasil penelitian ini.
9. Yeni Juliyawati, Fifi Umi Alimah, Novi Oktaviani yang telah menemani
penulis dalam pengambilan data di Universitas Jakarta, Lab biologi, dan
Puslitbang.
10. Sahabat saya Fitria Noor Ramadhani, Vina Ayu Lestari, Dina Yauma
Asra, Ulfa Dwi Prastiwi yang telah memberi semangat dan dukungannya.
11. Teman-teman fisika 50 yang selalu membantu tanpa pamrih dan Teman-
teman kosan pondok alia yang telah menemani selama proses penulisan
skripsi.
12. Semua pihak yang berkontribusi langsung dan tidak langsung dalam
proses penyelesaian usulan penelitian ini.
Demikian kata pengantar ini dibuat, semoga usulan penelitian ini
bermanfaat dan masukan yang positif terutama bagi para peneliti dalam bidang
biomedis. Penulis sangat menghargai semua saran dan masukan yang membangun
dalam kemajuan penelitian ini.

Bogor, Mei 2017

Renda Amalia Anggraini


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................xi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 2
Tujuan .................................................................................................................. 2
Luaran .................................................................................................................. 3
Manfaat ................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
Kitosan................................................................................................................. 3
PVA (Polyvinyl Alcohol) ..................................................................................... 5
Metode Electrospinning ...................................................................................... 6
Dasar-Dasar Pemodelan Electrospinning ............................................................ 7
Analisis aliran viskoelastik .............................................................................. 9
Lattice Boltzmann metode (LBM) ................................................................... 9
Dasar-Dasar Hidrodinamika .......................................................................... 10
Teori Elektrohidrodinamika (EHD) ............................................................... 10
Gaya Listrik dalam Fluida ............................................................................. 12
Metode Non-Newtonian Mekanika Fluida berdimensi ................................. 12
Deteksi X-Ray yang dihasil oleh Electrospinning......................................... 12
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 13
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 13
Bahan dan Alat .................................................................................................. 13
Bahan ............................................................................................................. 13
Alat................................................................................................................. 13
Prosedur Penelitian ............................................................................................ 14
Preparasi Sampel Chitosan dan PVA............................................................. 14
Metode Electrospinning ................................................................................. 14
Karakekterisasi Uji SEM, FTIR, Uji Mekanik dan ketebalan, Uji viskositas,
dan Uji sifat Listrik dengan LCRmeter ...................................................... 15
Pemodelan Electrospinning dengan Metode Allometry in Electrospinning .. 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 16
Uji Viskositas .................................................................................................... 16
Analisis Ikatan Molekul dalam Spektrum FTIR ............................................... 17
Uji Mekanik dan Pengukuran Ketebalan nanofiber .......................................... 22
Uji Sifat Listrik menggunakan LCRmeter ........................................................ 24
Karakterisasi Morfologi Nanofiber menggunakan SEM ................................... 25
Pemodelan Electrospinning dengan Metode Allometry in Electrospinning ...... 28
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 29
Simpulan ............................................................................................................ 29
Saran .................................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30
LAMPIRAN .......................................................................................................... 34
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 43
DAFTAR TABEL

1 Nilai Uji Viskositas larutan Kitosan/PVA (10/90) dan (20/80) 16


2 Nilai Uji Ketebalan Nanofiber Kitosan/PVA (10/90) 22
3 Nilai Uji Ketebalan Nanofiber Kitosan/PVA (20/80)
4 Nilai Uji Sifat listrik Nanofiber Elektrospun pada Kosentrasi Larutan
Kitosan/PVA 23
5 Pengaruh Rasio PVA terhadap Kitosan dalam Larutan Kitosan/PVA 10/90
dan 20/80 pada Morfologi Serat Electrospun 25

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur Kimia Kitosan 4


2 Struktur Monomer Kimia PVA 5
3 Pembuatan Nanofiber dengan Metode Electrospinning 7
4 Pengaruh Parameter Proses pada Serat Diamater 8
5 Skema Elemen Fluida Silinder yang digunakan dalam Pemodelan
Elektrodinamika 11
6 Hasil Karakterisasi FTIR Spektra Electrospun Larutan Kitosan 1 % 17
7 Hasil Karakterisasi FTIR Spektra Electrospun Larutan PVA 10 % 18
8 Hasil Karakterisasi FTIR Spektra Electrospun Larutan Kitosan/PVA
10/90 18
9 Hasil Karakterisasi FTIR Spektra Electrospun Larutan Kitosan/PVA
20/80 19
10 Hasil Karakterisasi FTIR Perbandingan Spekrum FTIR Electrospun
Larutan Kitosan/PVA di Dua Variasi Kosentrasi yang Berbeda yaitu
10/90 dan 20/80 19
11 Hasil Karakterisasi FTIR Perbandingan Spektrum FTIR Electrospun
Larutan Kitosan/PVA Kosentrasi 30/70 dan 40/60 20
12 Uji Mekanik Larutan Kitosan/PVA (10/90) dan Larutan Kitosan/PVA
(20/80) 22
13 Hail Karakterisasi SEM Morfologi Serat Electrospun Larutan
Kitosan/PVA 10/90 pada Perbesaran 1000 x 26
14 Hail Karakterisasi SEM Morfologi Serat Electrospun Larutan
Kitosan/PVA 10/90 pada Perbesaran 5000 x 26
15 Hail Karakterisasi SEM Morfologi Serat Electrospun Larutan
Kitosan/PVA 10/90 pada Perbesaran 10000 x 26
16 Hail Karakterisasi SEM Morfologi Serat Electrospun Larutan
Kitosan/PVA 20/80 pada Perbesaran 1000 x 27
17 Hail Karakterisasi SEM Morfologi Serat Electrospun Larutan
Kitosan/PVA 20/80 pada Perbesaran 5000 x 27
18 Hail Karakterisasi SEM Morfologi Serat Electrospun Larutan
Kitosan/PVA 20/80 pada Perbesaran 10000 x 27
19 Hasil Grafik Metode Allometry in Electrospinning Hubungan Grafik
Kosentrasi terhadap Viskositas 28
20 Hasil Grafik Metode Allometry in Electrospinning Hubungan Grafik
Kosentrasi terhadap Diameter 28
21 Hasil Grafik Metode Allometry in Electrospinning Hubungan Grafik
Viskositas terhadap Diameter 39

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram Alir Penelitian 34


2 Gambar Sampel nanofiber electrospinning dan dokumentasi uji yang
dilakukan 35
3 Perhitungan Derajat Deasetilasi 37
4 Perhitungan viskositas larutan kitosan/PVA (10/90) dan
kitosan/PVA(20/80) 37
5 Gambar ketebalan yang diukur dengan mikroskop optik 40
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Memasuki abad ke-21 terjadi penemuan penting mengenai sifat-sifat dan


kinerja material pada skala nanometer atau sepersatu miliar meter (10-9 m), yang
ternyata memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan pada skala meter atau
bahkan mikro meter (10-6 m) seperti dikenal selama ini. Teknologi skala nano
disebut nanoteknologi telah mengubah paradigma dan cara pandang terhadap
teknologi karena material didesain dan disusun dalam orde atom peratom atau
molekul-permolekul, sehingga diperoleh suatu bahan yang memiliki sifat istimewa,
jauh mengungguli material yang ada sekarang ini. Salah satu bidang nanoteknologi
yang sedang banyak dikembangkan adalah pembuatan nanofiber.[1]
Bahan nanofiber memiliki aplikasi seperti dalam bidang kesehatan, filtrasi,
penghalang, tisu, perawatan pribadi, komposit, pakaian, isolasi, dan penyimpanan
energi. Sifat khusus dari nanofiber dapat diaplikasi dalam berbagai bidang seperti
bidang medis sebagai produk konsumen dan aplikasi industri teknologi tinggi untuk
ruang angkasa, kapasitor, transistor, sistem pengiriman obat, pemisah baterai,
penyimpanan energi, sel bahan bakar, dan teknologi informasi.[2] Studi pembuatan
nanofiber dari biopolimer untuk aplikasi bidang biomedik telah banyak dilakukan.
Hal ini berkaitan dengan sifat biokompatibilitas dan biodegradabilitas yang baik,
sifat hidrofilik yang tinggi, dan reaksi immune yang relatif rendah sehingga
memudahkan terjadinya cell adhesion dan proliferation.[3]
Pembuatan nanofiber dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, dengan
cara drawing, yaitu teknik pembuatan nanofiber dengan menyentuhkan mikropipet
pada droplet dan menariknya. Kedua, dengan cara template synthesis, yaitu
pembuatan nanofiber dengan menekan larutan polimer pada celah membran yang
kecil untuk menghasilkan nanofiber. Ketiga, dengan cara electrospinning, yaitu
pembuatan nanofiber dengan memberi muatan pada larutan polimer yang kemudian
dijatuhkan dari pipet di dalam daerah bermuatan listrik tinggi. Dari ketiga cara
pembuatan nanofiber tersebut , Pemintalan elektrik (electrospinning) adalah sebuah
metoda yang memiliki karakteristik yang menarik dan unik, seperti: luas
permukaan yang lebih besar dari volume, memiliki sifat kimiawi, konduktivitas,
dan sifat optik tertentu. Teknik pemintalan elektrik tersebut juga relatif cepat,
sederhana, dan murah dalam menghasilkan nanofiber. Keunggulan lain dari teknik
electrospinning ini adalah dapat menghasilkan nanofiber yang cukup panjang
(kontinu). Pembuatan nanofiber dengan cara electrospining menggunakan alat
electrospun dan sumber listrik untuk membentuk suatu garis-garis halus (fiber)
dalam ukuran nano dari suatu cairan. Proses ini sangat menarik untuk membuat
biomaterial polimer menjadi nanofiber.[4]
Banyak bahan telah diteliti dalam rangka mencari bahan baru yang lebih
unggul bagi kehidupan manusia. Kitosan merupakan salah satu bahan jenis
biomaterial yang telah dikembangkan untuk pembuatan nanofiber dengan metode
electrospinning. Selain kitosan ada beberapa bahan yang digunakan dengan metode
electrospinnning seperti alginat dan kolagen. Kitosan merupakan produk deasetilasi
kitin melalui proses kimia menggunakan basa natrium hidroksida atau proses
enzimatis menggunakan enzim chitin deacetylase. Serat ini bersifat tidak dicerna
2

dan tidak diserap tubuh. Sifat menonjol kitosan adalah kemampuan mengabsorpsi
lemak hingga 4-5 kali beratnya. Kitosan dipilih karena memiliki sifat
biokompatibilitas dan biodegradabilitas tinggi serta bersifat polikationik yang dapat
mengikat protein dengan mudah.[5]
Cara membuat serat nano menggunakan alat electrospun adalah bahan
polimer dilarutan pada pelarut yang sesuai. Polimer yang sudah dilarutkan lalu
dipintal menggunakan alat electrospun.[6] PVA(Polyvinyl Alcohol) merupakan
salah satu polimer sintetik dengan keunggulan seperti hidrofilisitas dan
kompatibilitas , tidak toksik, kandungan air yang tinggi, sifat mekanik yang kuat,
stabilitas kimia yang baik dibanding polimer sintetik lainnya dan biodegradabel.
Oleh karena itu, PVA adalah jenis polimer polihidroksi yang memiliki serat-
melekat dan kemampuan pembentuk film, ketahanan kimia yang sangat baik dan
biodegradasi lengkap yang mengakibatkan aplikasi praktis yang luas mulai
biomedis, kosmetik, makanan, farmasi, dan industri kemasan [7] dan merupakan
polimer yang sesuai dengan metode electrospinning dengan menggunakan
kitosan.[8] PVA nanofibers telah berhasil di electrospun dari larutan PVA berair dan
mempertahankan struktur fibrosa di lingkungan air setelah perlakuan panas.[9]
Penelitian Natthan Charernsriwilaiwat et al (2010) menjelaskan bahwa
nanofibers yang dibuat tanpa menggunakan pelarut organik/pelarut yang umumnya
mengandung atom karbon dalam molekulnya standar atau asam organik seperti
alkohol, eter, ester, etil asetat, keton, dan sebagainya. Nanofibers diamati dengan
konten kitosan jika kurang dari 50% berat menghasilkan Rata-rata diameter
nanofibers adalah 190-282 nm, dan diameter rata-rata ini secara bertahap menurun
dengan meningkatkan berat kitosan.[10] Pada penelitian kali ini nanofiber dibuat
dengan menggunakan bahan kitosan dan menggunakan pelarut PVA. Serat
nanofibers dapat dihasilkan dengan membaurkan kitosan dan PVA karena PVA
dapat mudah di electrospun sementara serat kitosan saja tidak dibentuk.[11]

Perumusan Masalah

Kemajuan dalam banyak bidang telah diikuti pula beragam penyakit yang
makin tidak mudah mengatasinya dan semakin banyak polimer biomedis penyakit
yang tidak memiliki persyaratan utama seperti harus bersifat nontoksik, tidak
menyebabkan alergi, mudah disterilkan, mempunyai sifat mekanik yang memadai,
kuat, elastis, awet (durability) dan mempunyai kesesuaian alami (biocompatibility).
Selain itu juga semakin banyaknya bahan biomaterial yang mahal dan tidak ramah
lingkungan.

Tujuan

Penelitian kali ini dilakukan untuk membuat nanofiber yang berbahan


dasar kitosan. Pembuatan nanofiber dilakukan melalui penambahan polimer PVA
seperti yang diteliti oleh Natthan Charernsriwilaiwat et al pada tahun 2010.
Perbedaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah adanya dua kali penambahan
konsentrasi PVA yang berbeda. Pertama kitosan dicampur dengan asam asetat 1%
kemudian dicampurkan juga dengan PVA 1%, persentase volume per volume (v/v)
3

percampuran kitosan dan PVA 1% (Kitosan/PVA) adalah 90/10 setelah itu


dilakukan percampuran kembali dengan PVA 10 % dengan dua variasi
perbandingan kitosan-PVA 1%/PVA 10% adalah 10/90 dan 20/80 . Penelitian ini
juga dilakukan untuk mengamati diameter rata-rata secara bertahap dengan
meningkatkan berat kitosan. Selain itu untuk mengetahui karakterisasi nanofiber
kitosan/PVA dengan metode electrospinning serta membandingkan hasil sintesis
dengan meningkatkan berat kitosan.

Luaran

Luaran dari penelitian ini adalah nano fiber kitosan yang dihasilkan dari
percampuran kitosan-asam asetat dan PVA yang berguna dalam pengembangan
biomaterial Indonesia serta publikasi ilmiah.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat


tentang nanofiber yang memiliki aplikasi dibidang biomaterial dan juga
memberikan informasi tentang pemanfaatan kitosan yang berpotensi sebagai
biomedik serta publikasi ilmiah.
Selain itu, Penelitian ini diharapkan dapat memproduksi biomaterial yang
lebih ekonomis dan efisien untuk aplikasi medis dan mengurangi ketergantungan
impor biomaterial di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Kitosan

Kitosan (2-amino-2-deoksi-D-glukosa) adalah produk yang didapatkan dari


turunan polisakarida kitin dengan memindahkan sejumlah gugus asetil (CH3CO)
menjadi molekul yang larut dalam asam (Gambar 1), melalui proses deasetilasi
dengan melepaskan gugus NH (amina) dan memberikan sifat kationik pada kitosan.
Kitosan berupa polisakarida linear yang disusun oleh ikatan β-1,4 D glukasamin
(unit deasetilasi) dan N-asetil-D-glukosamnin (unit asetil).[12]
Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu
senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin ini umumnya
diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp,
Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur. Selain
dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak ditemukan pada bagian insang ikan,
trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi. Sebagai sumber utamanya ialah
4

cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang
lainnya, terutama asal laut .[13]
Kitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin sendiri
dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam tiga
tahap yaitu: tahap pertama deproteinasi, penghilangan protein. Tahap kedua
demineralisasi, penghilang mineral. Tahap ketiga depigmentasi atau pemutihan.
Sedangkan kitosan diperoleh dengan deasetilasi kitin dengan cara penghilangan
gugus asetil (-COCH3) pada gugus asetil amino kitin menjadi gugus amino bebas
kitosan yang didapat dengan larutan basa konsentarsi tinggi .[13]
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan.
Kelarutan kitosan yang paling baik ialah dalam larutan asam asetat 2%. Kitosan
tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, alkali atau asam-asam mineral pada
pH diatas 6.5. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik seperti asam formiat,
asam sitrat dan asam asetat. Kitosan juga sedikit larut dalam HCl dan HNO3 0.5%,
serta H3PO4. Kitosan juga tidak larut dalam beberapa pelarut organik seperti
alkohol, aseton, dimetil formida dan dimetil sulfoksida tetapi kitosan larut dengan
baik dengan asam formiat berkonsentrasi (0.2-100) % dalam air. Kitosan larut pada
kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4.0. Dalam asam mineral pekat
seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0.15-1.1%, tetapi tidak larut
pada konsentrasi 10%. sedangkan di dalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1%
sementara pada konsentrasi 0.1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa
kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi dan rotasi
spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta
transformasinya.[13]
Kitosan mempunyai banyak kegunaan, antara lain untuk flokulasi,
menyembuhkan luka, penguat kertas, sarana penghantar obat dan gen serta
biomaterial untuk imobilisasi, seperti biomolekul. Kitosan dan nanomagnetik
kitosan telah digunakan untuk mengadsorpsi ion Ni (II) dari limbah electroplating.
Kitosan merupakan biopolimer alami yang menarik disebabkan adanya gugus
amino reaktif dan grup fungsional hidroksil. Kitosan memiliki karakteristik
biokompatibilitas yang diinginkan serta kemampuan untuk meningkatkan
permeabilitas membran Oleh karenanya kitosan merupakan salah satu matriks
imobilisasi yang paling menjanjikan karena memiliki kemampuan membentuk
membran, sifat adhesi yang baik, harga murah, tidak beracun, dan hidrofilisitas
yang tinggi serta perbaikan stabilitas.[14]

Gambar 1 Struktur kimia kitosan


5

PVA (Polyvinyl Alcohol)

Polyvinyl Alcohol (PVA) dengan rumus kimia [(C2H4OH)x] adalah polimer


sintetik yang diproduksi oleh hidrolisis dari polivinil asetat (lihat gambar 2). PVA
bersifat nontoksik dan larut dalam air, sehingga banyak digunakan di berbagai
bidang, antara lain bidang medis dan farmasi . Produk ini sangat sesuai dan farmasi
. [15] Produk ini sangat sesuai untuk digunakan secara komersial dalam skala besar
sebagai eksipien dalam berbagai produk farmasi seperti tablet salut, tetes mata,
biofermentasi dan topikal. PVA bersifat kompatibel secara hayati dan sesuai untuk
simulasi jaringan alami. Selain itu, PVA mempunyai permeabilitas oksigen yang
baik, tidak bersifat imunogenik, dan memiliki sifat yang sangat baik dalam
pembentukan film, pengemulsi dan dapat dilembabkan.[15]
Polyvinyl Alcohol merupakan suatu material yang dibuat melalui proses
alkoholisis dari polyvinyl asetat (PVAc). Polyvinyl alcohol memiliki sifat
tidak berwarna, padatan termoplastik yang tidak larut pada sebagian besar pelarut
organik dan minyak, tetapi larut dalam air bila jumlah dari gugus hidroksil
dari polimer tersebut cukup tinggi.[16] Kisaran PVA ditambahkan ke dalam larutan
kitosan bervariasi di kisaran 0-50% volume.[17] Telah dilakukan studi pembuatan
polyvinyl Alcohol (PVA) nanofiber dengan teknik electrospinning. Pembuatan
dilakukan dengan mencampurkan PVA dengan aquadest pada kadar sampai dengan
10% berat.[18] Polyvinyl alcohol memiliki permeabilitas uap air terendah dari
semua polimer komersial tetapi sensitivitas airnya telah membatasi
penggunaannya.[19] Wujud dari polyvinyl alcohol berupa serbuk (powder) berwarna
putih dan memiliki densitas 1,2000-1,3020 g/cm3 serta dapat larut dalam air pada
suhu 80 °C.[20]
Secara komersial, polyvinyl alcohol adalah plastik yang paling penting
dalam pembuatan film yang dapat larut dalam air. Hal ini ditandai dengan
kemampuannya dalam pembentukan film, pengemulsi, dan sifat adesifnya.
Polivinil alkohol memiliki kekuatan tarik yang tinggi, fleksibilitas yang baik, dan
sifat penghalang oksigen yang baik.[21] Aplikasi dari polyvinyl alcohol sudah
meliputi banyak bidang. Polyvinyl alcohol banyak diaplikasikan dalam bidang
kesehatan (biomedical ), bahan pembuat deterjen, lem dan film.[22] Polyvinyl
alcohol banyak digunakan dalam pengolahan tekstil pada pembuatan nilon dan
dalam pembuatan serat sebagai bahan baku untuk produksi serat polyvinyl
alcohol.[23]

Gambar 2 Struktur monomer kimia PVA


6

Metode Electrospinning

Electrospining adalah teknik pembuatan nanofiber dengan memanfaatkan


gaya elektrostatik sebagai pendorong larutan polimer ketika disuntikan dari sebuah
jarum ke suatu kolektor (Gambar 3). Bagian utama pada alat electrospinning
tersusun atas sumber tegangan tinggi DC, tabung syringe, jarum berdiameter kecil,
dan plat kolektor dari bahan logam. Elektroda positif dihubungkan pada ujung
jarum sehingga larutan bermuatan positif dan elektroda negatif dihubungkan pada
plat kolektor sebagai tempat terkumpulnya fiber.[24] Dalam proses electrospinning,
tegangan tinggi diterapkan pada kapiler yang berisi larutan polimer atau polimer
prekursor cair. Sebuah tetesan dari solusi polimer kemudian membentuk di ujung
kapiler, menciptakan titik yang dikenal sebagai "Taylor kerucut." Sebagai gaya
elektrostatik menciptakan tegangan permukaan larutan polimer.[25] Pancaran larutan
polimer berakselarasi ke arah kolektor memanjang dan menyebar secara tidak
beraturan dari spineret kekolektor. Pancaran larutan tersebut akan menipis dan
mengering seiring dengan menguapnya pelarut, meninggalkan serat nano yang
saling berhubungan satu dengan lainnya membentuk jaring-jaring yang solid berupa
webs.[26] Morfologi serat tergantung pada parameter proses, termasuk konsentrasi
larutan, diterapkan kekuatan medan listrik, jarak deposisi, waktu deposisi, dan laju
aliran. Selain itu, parameter sistem dari teknik ini adalah berat molekul, distribusi
berat molekul dan arsitektur misalnya polimer bercabang atau rantai linear,
termasuk sifat solusi seperti viskositas, konduktivitas dan tegangan permukaan.
Juga, parameter ambien adalah suhu, kelembaban, kecepatan udara dalam ruang
dan gerak layar sasaran.[27]
Electrospinning merupakan teknik yang paling efektif/relatif cepat untuk
memfabrikasi nanofiber. Hal ini berkaitan dengan karakteristik nanofiber yang
dihasilkan dari fabrikasi electrospinning serta memiliki kemampuannya untuk
mengkombinasikan berbagai macam jenis bahan polimer. Biasanya,
electrospinning berlaku untuk berbagai polimer, yaitu poliolefin, poliamida,
poliester, aramid, akrilik serta biopolimer seperti protein, DNA, polipeptida dan
polisakarida.[28]
Hasil nanofiber dari fabrikasi electrospinning memiliki keunggulan antara
lain: memiliki luas permukaan yang tinggi untuk rasio volume, porositas yang
tinggi, dan konektifitas interpori yang baik. Electrospinning juga memiliki
kemampuan untuk memproduksi nanofiber dari berbagai macam material sesuai
dengan kegunaannya.[29]
Tantangan terbesar dalam memahami proses electrospinning adalah sistem
dinamika fluida.[30] Proses electrospinning memerlukan berbagai macam
pengontrolan antara lain : sifat listrik seperti konduktivitas, geometri, dan produksi
massa dari nanofiber.[30] Proses fabrikasi dengan electrospinning dibutuhkan
pemahaman proses perubahan dari larutan fluida menuju spinneret/jarum syringe
berdiameter magnetic hingga menjadi fiber dengan empat atau lima orde lebih kecil
dari pada diameter spinneret/jarum syringe (dari orde magnetic ke nanometer).[31]
Proses fabrikasi magnetic dengan electrospinning merupakan proses yang sulit
karena terdapat berbagai macam parameter yang mempengaruhi hasil
fabrikasinya.[32]
7

Gambar 3 Pembuatan nanofiber dengan metode electrospinning [24]

Dasar-Dasar Pemodelan Electrospinning

Pemodelan proses electrospinning berharga untuk memperoleh


pengetahuan tentang faktor-faktor yang tidak dapat diukur eksperimen. meskipun
electrospinning memberikan serat yang berkelanjutan, produksi massal dan
kemampuan untuk mengendalikan sifat nanofiber belum diperoleh. Di sisi lain,
selama prosedur ini, nanofibers berkumpul secara acak pada pelat kolektor.
sementara, dalam aplikasi seperti teknik jaringan, orientasi yang baik dari nanofiber
sangat diperlukan. Pemodelan matematika dan teoritis dari proses electrospinning
telah dicoba oleh banyak peneliti untuk memecahkan masalah ini. Baru-baru ini,
beberapa model dan simulasi diperkenalkan untuk menyajikan pemahaman yang
lebih baik dari jet mekanik electrospinning .[33] Pengembangan model yang relatif
sederhana dari proses ini dibatasi oleh kurangnya sistematis, sepenuhnya ditandai
observasi. Eksperimental yang mengatur parameter dari proses electrospinning,
sifat nanofiber makroskopik yang efektif dan umumnya diselidiki oleh pemodelan,
laju aliran volumetrik larutan, konsentrasi berat polimer, berat molekul, tegangan
terapan dan nosel ke ground distance.[34] Jet ejeksi polimer difokuskan untuk
simulasi dan pemodelan yang merupakan proses electrospinning.
Seperti yang sudah dibahas, dengan mengatasi tegangan permukaan, jet polimer
akan dikeluarkan dari nosel. Pada tahap pertama, jet menipis sampai titik
ketidakstabilan. Pada tahap kedua, jet menjadi tidak stabil dan mengalami proses
whipping. Jet kemudian meninggalkan benang tipis polimer pada kolektor. Dengan
demikian, dua zona pemodelan penting telah diperkenalkan sejauh ini, yaitu: a)
zona dekat dengan kapiler (zona inisiasi jet) outlet jet dan b) zona ketidakstabilan
whipping, dengan spiral jet dan mempercepat menuju plat kolektor.[35]
Hal ini diperlukan untuk mempelajari parameter yang mempengaruhi sifat dan
diameter serat akhir untuk memperoleh kemampuan dalam mengendalikan
morfologi.[36] Untuk aplikasi yang dipilih, pemodelan diinginkan untuk mengontrol
tidak hanya diameter serat, tetapi juga morfogi. Operasi internal yang ideal adalah
salah satu di mana diameter nanofiber dapat dikontrol, permukaan serat utuh dan
serat tunggal akan diperoleh. Kontrol diameter serat dapat dipengaruhi oleh
8

konsentrasi larutan, kekuatan medan listrik, fedding rate di ujung jarum dan gap
antara jarum dan collecting screen.[37]
Konsentrasi larutan polimer adalah parameter yang paling penting dan efektif
pada akhir morfologi nanofiber. Tergantung pada konsentrasi larutan selama
percobaan, berbagai dampak untuk medan listrik yang diamati. Dampak dari
konsentrasi larutan dan kekuatan medan listrik pada perubahan rata-rata diameter
serat pada pemintalan jarak yang berbeda, beberapa interaksi dan efek kopling yang
hadir antara parameter.[38] Gambar 4 menyajikan efek parameter proses pada
diameter serat.
Kelemahan dari metode electrospinning, seperti tingkat produksi rendah,
produksi nanofiber non-orientasi, kesulitan dalam prediksi diameter dan
pengendalian morfologi nanofiber, tidak adanya informasi yang cukup pada
perilaku reologi larutan polimer dan kesulitan dalam proses kontrol yang tepat,
menekankan adanya pemodelan. Umumnya, model teoritis yang cocok dari proses
electrospinning adalah salah satu yang dapat menunjukkan efek Peringkat kuat-
sedang-ringan dari parameter yang efektif pada morfologi serat.[39]

Gambar 4 pengaruh parameter proses pada serat diamater [37]


9

Analisis aliran viskoelastik

Memahami efek dari viskoelastik pada proses electrospinning penting


karena relevansinya dalam penciptaan serat yang terbuat dari polimer, gelas, dan
kombinasinya. Meskipun ini, sebagian besar penelitian tentang pemodelan terbatas
pada studi cairan Newtonian, sehingga tidak menggambarkan secara akurat reologi
bahan viskoelastik.
Viskositas memainkan peran penting dalam menentukan tingkat menipis jet
selama jet elongasi. telah lebih jauh lagi diperpanjang model jet ramping untuk
memasukkan efek viskoelastik, yang akan dibahas kemudian. Peran utama dari
penebalan ekstensional adalah untuk mengubah bentuk jet dalam keadaan
menengah jet menipis, sehingga jet kerucut tajam menipis. Studi eksperimen
terbaru model Boger cairan mengkonfirmasi penipisan awal yang cepat dari jet
kerucut, untuk cairan viskoelastik, dan menyarankan munculnya keadaan baru di
mana skala dari diameter dengan jarak sepanjang jet meningkat dari kekuatan
terbalik 1/4 , khas cairan Newtonian, menuju kekuatan terbalik 1/2 untuk cairan
dengan ketipisan ekstensional yang kuat.[40]
Tahun 2012, kemajuan signifikan telah dibuat dalam pengembangan algoritma
numerik dengan larutan stabil dan akurat dari masalah arus viskoelastik, terkait
dengan metode seperti electrospinning. Masih ada keterbatasan dalam menerapkan
metode elemen hingga campuran untuk memecahkan arus viskoelastik
menggunakan persamaan konstitutif tipe diferensial.[41] Karena pentingnya analisis
ini, beberapa aspek dari analisis aliran viskoelastik selanjutnya disebutkan secara
singkat, sebelum membahas tentang rincian pemodelan.
Analisa arus viskoelastik termasuk larutan dari set pasangan di persamaan
diferensial parsial. Persamaan umum yang menggambarkan kekekalan massa,
momentum dan energi, dan persamaan konstitutif untuk sejumlah kuantitas fisik
hadir dalam persamaan konservasi, seperti kepadatan, energi internal, fluks panas,
stres dll tergantung pada proses yang akan dibahas.[42]
Persamaan konstitutif dapat ditransformasikan menjadi persamaan diferensial
biasa (ODE). Untuk masalah sementara, ini bisa, misalnya, akan dicapai dengan
cara alami dengan mengadopsi formulasi lagrangian.[43] Dengan memperkenalkan
implisit /eksplisit treatment selektif berbagai bagian dari persamaan, pemisahan
tertentu pada setiap langkah dari himpunan persamaan mungkin diperoleh untuk
meningkatkan efisiensi komputasi. Hal ini menunjukkan kemungkinan untuk
menerapkan pemecah dikhususkan untuk sub-masalah setiap kali pecahan step.[42]

Lattice Boltzmann metode (LBM)


Sebuah pemodelan numerik yang efisien untuk struktur web yang kompleks
dengan prediksi yang handal membutuhkan deskripsi lengkap tentang struktur,
yang sangat sulit. Salah satu model ini sesuai dengan percobaan adalah metode kisi
Boltzmann .[44] Mengembangkan kisi metode Boltzmann bukan teknik numerik
tradisional, seperti finite volume, finite difference dan finite element, untuk
memecahkan perhitungan skala besar dan masalah yang melibatkan cairan yang
kompleks, suspensi koloid dan sangat menggunakan batasan bergerak.[33]
10

Dasar-Dasar Hidrodinamika

Nanofibers terbuat dari polimer larutan membentuk jet, perlu untuk


memiliki pengetahuan dasar tentang hidrodinamika.[45] Cairan dalam upaya
menemukan penjelasan dasar dinamika fluida, dilaksanakan teori kontinuitas. Teori
ini menjelaskan cairan dari volume elementer kecil (Gambar 5), yang masih terdiri
banyak partikel elementer. Beberapa persamaan penting hidrodinamika cairan dari
teori ini disajikan di bawah ini:
Persamaan kontinuitas :
𝜕𝜌𝑚
+ 𝑑𝑖𝑣 (𝜌𝑚 𝑣) = 0 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑖𝑟 𝑑𝑖𝑣 (𝑛) = 0) (1)
𝜕𝑡
Persamaan Euler disederhanakan untuk electrospinning
𝜕𝑣 1
+ ∇𝑝 = 0 (2)
𝜕𝑡 𝜌𝑚
Persamaan tekanan kapiler :
𝛾𝜗 2 𝜁
𝑃𝑐 = (3)
𝜗𝑥 2
Persamaan tegangan permukaan :
1 1
∆𝑃 = 𝛾( + ) (4)
𝑅𝑥 𝑅𝑦
Rx dan Ry adalah jari-jari lengkung
Persamaan viskositas :
𝜕𝑣𝑖 𝜕𝑣𝑗
𝜏𝑖𝑗 = Ƞ ( + ) (5)
𝜕𝑥𝑗 𝜕𝑥𝑖
(untuk cairan tidak mengalir 𝜏𝑖𝑗 = stres tensor )
Ƞ
𝑉= (6)
𝜌𝑚
(viskositas kinematika )
Teori Elektrohidrodinamika (EHD)
Tahun 1966, Taylor menemukan bahwa konduktivitas terbatas
memungkinkan muatan listrik menumpuk pada penurunan antarmuka,
memungkinkan stres listrik tangensial yang akan dihasilkan. Stres listrik tangensial
menyeret cairan ke dalam gerakan, dan dengan demikian menghasilkan stres
hidrodinamik pada tetesan antarmuka. Interaksi yang kompleks antara tekanan
listrik dan hidrodinamik menyebabkan baik oblate atau yg tersebar luas penurunan
deformasi, dan dalam beberapa kasus khusus membuat tetesan dari deformasi.[46]
Menurut Feng[47] digunakan treatment umum Taylor-Melcher untuk bagian
stabil jet electrospinning oleh persamaan satu-dimensi untuk massa, muatan dan
momentum. Dalam model ini, elemen fluida silinder digunakan untuk menunjukkan
jet electrospinning pengukuran kinematik.
11

Pada Gambar 5, parameter penting disajikan: radius (R), kecepatan (vz), medan
listrik (EZ), total panjang lintasan (L), tegangan antarmuka (γ), muatan antarmuka
(σ), tegangan tarik (τ), laju aliran volumetrik (Q), konduktivitas (K), densitas (ρ),
konstanta dielektrik (ε), dan tingkat viskositas zero-shear (η0).Persamaan yang
paling penting yang Feng gunakan adalah sebagai berikut :[48]

̃2 𝑉̃𝑧 = 1
𝑅 (7)
̃2 𝐸
𝑅 ̃𝑧 + 𝑝𝑒𝑅̃ 𝑉̃𝑧 𝜎̃ = 1 (8)
1 ̃
𝑇′ ̃
1𝑅′ ̃𝑧
2𝜎̃𝐸
𝑣̃𝑧 𝑣̃𝑧 ′ = + + ̃𝑧 ′ +
̃𝑧 𝐸
+ 𝜀 (𝜎̃𝜎̃′ + 𝛽𝐸 ) (9)
̃2 𝑊𝑒𝑅
𝐹𝑟 𝑅𝑒𝑗 𝑅 ̃2 𝑅̃
𝛽 ̃ ′′
𝐸 ̃0 − ln 𝜒 [(𝜎̃𝑅̃ )′ −
̃𝑧 = 𝐸 ̃2 ) ]
(𝐸𝑅 (10)
2
Ƞ0 𝑣0
𝐸0 =
𝑅0
𝜖
𝛽 =( )−1 𝜏 = 𝑅 2 (𝜏̃ 𝑧𝑧 − 𝜏̃𝑟𝑟 ) (11)
𝜖̃

Gambar 5 skema elemen fluida silinder yang digunakan dalam pemodelan


elektrodinamika [48]
12

Feng memecahkan persamaan untuk sifat fluida yang berbeda, terutama


untuk cairan non-Newtonian dengan penipisan ekstensional, penebalan, dan
pengerasan regangan, tapi Helgeson et al[48] mengembangkan pemahaman
sederhana dari jet electrospinning berdasarkan evolusi tegangan tarik karena
elongasi.
Gaya Listrik dalam Fluida
Inisialisasi ketidakstabilan pada permukaan cairan dilakukan dengan
menerapkan medan listrik eksternal, mendorong kekuatan listrik pada permukaan
cairan. Sebuah pendekatan lokal dikembangkan untuk menghitung gaya listrik
lentur yang bekerja pada polimer jet listrik, sebagai elemen penting dari proses
electrospinning untuk pembuatan nanofibers. Menggunakan gaya ini, analogi jauh
mencapai antara ketidakstabilan menekuk digerakkan oleh tenaga listrik dan
ketidakstabilan aerodinamis yang didorong. Deskripsi ketidakstabilan gelombang
ini dinyatakan oleh persamaan disebut hukum dispersi. Ketergantungan panjang
gelombang pada tegangan permukaan hampir linear dan panjang gelombang antara
jet yang sedikit lebih kecil untuk kedalaman yang lebih rendah. Ketergantungan
panjang gelombang pada kekuatan medan listrik adalah eksponensial. Hukum
dispersi diidentifikasi untuk empat kelompok cairan dielektrik, menggunakan
Clausius-Mossotti dan hubungan Onsager ini (cairan non-polar dengan kedalaman
finite dan infinite dan cairan polar lemah dengan kedalaman finite dan infinite).
Menurut hubungan ini, permitivitas relatif merupakan fungsi dari parameter seperti
suhu, persegi dari frekuensi sudut, jumlah panjang gelombang dan relatif indek.[49]
Metode Non-Newtonian Mekanika Fluida berdimensi
Cara terbaik untuk menganalisis masalah mekanika fluida adalah untuk
mengkonversi parameter ke bentuk berdimensi. Dengan menggunakan metode ini,
jumlah yang mengatur parameter untuk diberikan geometri dan mengurangi kondisi
awal. Non dimensi dari masalah mekanika fluida umumnya dimulai dengan
pemilihan karakteristik kecepatan, kemudian karena aliran cairan non Newtonian,
stres tergantung non linear pada kinematika aliran, tingkat deformasi adalah
kuantitas utama dalam analisis aliran ini. Langkah selanjutnya setelah menentukan
parameter yang berbeda adalah untuk mengevaluasi nilai-nilai karakteristik
parameter. Prosedur non-dimensi adalah dengan menggunakan jumlah karakteristik
yang dipilih untuk mendapatkan versi berdimensi persamaan konservasi dan untuk
sampai ke nomor-nomor tertentu seperti bilangan Reynolds. jumlah yang
berlebihan yang mengatur kelompok berdimensi menimbulkan kesulitan tertentu
dalam analisis mekanika fluida. Akhirnya, dengan menggunakan hasil ini dalam
persamaan dan menerapkan kondisi batas, dapat digunakan untuk mempelajari
senyewa penyusun yang berbeda.[50]
Deteksi X-Ray yang dihasil oleh Electrospinning
Jet electrospinning, yang menghasilkan nanofibers dari larutan polimer
dengan kekuatan listrik elektroda yang silinder menciptakan kekuatan listrik-
bidang yang sangat tinggi di sekitarnya di bawah kondisi atmosfer. Namun, kualitas
ini electrospinning hanya hampir diselidiki, dan interaksi dari medan listrik yang
dihasilkan ini dengan gas ambien hampir tidak diketahui. Pokorny et al[54]
melaporkan penemuan bahwa jet electrospinning menghasilkan X-ray yang
berbeda-beda dengan energi hingga 20 keV dalam kondisi atmosfer. Mlikes et al
[51]
meyelidiki pada penemuan yang bermuatan listrik jet polimer dan sangat
13

tingginya muatan berlapis emas permukaan nanofibers di kontak dengan udara


atmosfer ambient menghasilkan sinar-X balok hingga energi tinggi X-rays.[52]
Deteksi pertama dari X-ray diproduksi oleh deposisi nanofiber diamati
menggunakan film radiografi. Tujuan utama menggunakan film ini adalah untuk
memahami Taylor munculnya kerucut. Generasi sinar-X mungkin tergantung pada
diameter nanofibers dipengaruhi oleh laju aliran dan viskositas. Dengan demikian,
penting untuk menemukan konsentrasi yang ideal (viskositas) dari larutan polimer
dan tingkat mengalir nanofibers setipis mungkin. Radiasi X-ray dapat
menghasilkan jejak hitam pada film radiografi. Jejak hitam ini dibuat oleh radiasi
luar yang dihasilkan oleh nanofibers dan radiasi harus berada di wilayah X-ray dari
spektrum elektromagnetik, karena radiasi dari energi yang lebih rendah diserap oleh
film perisai. Metode radiografi deteksi X-ray adalah efisien dan sensitif. Hal ini
jelas bahwa metode ini tidak memberitahu kita apa-apa tentang spektrum, tetapi
jelas dapat menunjukkan distribusi ruangnya. Kelembaban, suhu dan parameter
reologi polimer dapat mempengaruhi intensitas sinar-X yang dihasilkan oleh
nanofibers.[53] Kebutuhan pemodelan di electrospinning dan pandangan singkat
dari beberapa model penting akan dibahas dalam penelitian ini adalah metode
Allometry in electrospinning.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai Juni 2017.
Preparasi sampel di Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika, FMIPA
IPB dan Badan Tenaga Nuklir,Serpong Tanggerang Selatan. Pembuatan nanofiber
dengan electrospinning dilakukan di Badan Tenaga Nuklir. Karakterisasi
Penentuan morfologi dan diameter nanofiber dilakukan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM) dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik,
Jakarta Timur , mengklarifikasi puncak puncak serapan yang terkait dengan puncak
serapan dari kitosan dengan menggunakan Fourier transform infrared (FTIR), uji
ketebalan dengan mikroskop optik dan uji mekanik dilakukan di BATAN,serpong.
Karakterisasi sifat listrik menggunakan LCRmeter dan uji viskositas dilakukan di
Laboratorium Biofisika Material Depertemen Fisika, FMIPA IPB.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu, kitosan, asam asetat, PVA dan aquades.
Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain erlenmeyer, pipet
tetes, labu takar, gelas ukur, spatula, neraca digital, botol sampel, tembaga,
aluminium foil, magnetic stirrer, oven,scanning electron microscopy (SEM) tipe
JEOL JCM-35C, Magnetic Microwave Stirrer, viskometer, Seperangkat alat
14

Electrospinning, Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy dan aplikasi


bruker, mikroskop optik, universal materials tester dengan load cell 50 N,
LCRmeter.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahap
penelitian. Tahap pertama yaitu preparasi sampel kitosan dan PVA. Tahap kedua
adalah metode electrospinning. Tahap ketiga adalah karakterisasi uji viskositas,
FTIR, uji mekanik dan ketebalan, uji sifat listrik dengan LCRmeter, dan uji SEM.

Preparasi Sampel Chitosan dan PVA

Prepasi sampel pertama, 1 g kitosan ditambahkan dengan 100 ml asam asetat


1%, dilarutkan dengan cara diaduk pada magnetic stirer (500 rpm) selama 5 jam,
Kemudian larutan kitosan dipanaskan pada oven bersuhu 60 oC selama 1 jam.
Prepasi sampel kedua, 1 g PVA ditambahkan 100 ml air/aquades (PVA 1%).
kemudian dipanaskan sekitar 60 °C selama 1 jam dan disimpan pada suhu 80°C
selama 2 jam. Prepasi sampel ketiga, 10 g PVA ditambahkan 100 ml air/aquades
(PVA 10%). kemudian dipanaskan sekitar 60 °C selama 1 jam dan disimpan pada
suhu 80 °C selama 2 jam.
Larutan kitosan dan larutan PVA 1% kemudian dicampurkan dengan
perbandingan persentase volume per volume (v/v) kitosan/PVA yaitu 90/10.
Larutan dicampur dengan menambahkan larutan PVA sedikit demi sedikit ke
larutan kitosan diaduk dengan pengaduk magnetic sekitar 94 °C dengan kecepatan
150 rpm selama 1 jam.
Larutan kitosan/PVA 90/10 kemudian dicampurkan dengan larutan PVA
10% dengan perbandingan persentase volume per volume (v/v) kitosan-PVA
/PVA 10% yaitu 10/90, 20/80, 30/70, dan 40/60. Kemudian diaduk dengan
pengaduk magnetic sekitar 94 °C dengan kecepatan 500 rpm selama 2 jam.
Derajat deasetilasi kitosan ditentukan melalui perbandingan absorbansi gugus
asetamida terhadap gugus hidroksida pada karakterisasi Fourier Transform Infra-
Red (FTIR). Derajat Deasetilasi (DD) dihitung menggunakan Persamaan 12.
A1655/A3450 adalah perbandingan nilai absorbansi gugus fungsi asetamida pada
bilangan gelombang 1655 cm-1 dan gugus fungsi hidroksida pada bilangan
gelombang 3450 cm-1.

DD = {1-[(A1655/A3450)x(1/1,33)]} x 100 (12)

Metode Electrospinning

Percampuran larutan kitosan dan larutan PVA yang telah dibuat dengan
persentase voiume per volume yang berbeda-beda kemudian di electrospinning.
Larutan ditempatkan pada tabung jarum suntik 2 ml dengan diameter jarum 0,5 mm.
Laju alir 0,1 ml/jam dengan variasi waktu masing-masing percampuran adalah 1
jam, 2 jam, 3 jam . Jarak ujung jarum suntik ke kolektor yang digunakan adalah 15
cm. Tegangan yang digunakan adalah 17 kV.
15

Karakekterisasi Uji SEM, FTIR, Uji Mekanik dan ketebalan, Uji viskositas,
dan Uji sifat Listrik dengan LCRmeter

Karakterisasi SEM digunakan untuk mengamati morfologi dari suatu bahan.


Karakterisasi dilakukan menggunakan alat SEM dengan tipe JEOL JCM-35C.
Sampel diletakkan pada plat alumunium kemudian dilapisi dengan lapisan emas
dengan tebal 48 nm. Sampel yang telah dilapisi dengan emas kemudian diamati
menggunakan SEM dengan tegangan 22 kV dengan perbesaran 1000x, 5000x dan
10000x.
Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy digunakan untuk
mengklarifikasi puncak puncak serapan yang terkait dengan puncak serapan dari
kitosan.
Uji mekanik dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik dari nanofiber
kitosan. Nanofiber kitosan berbentuk persegi panjang dengan dimensi 10 mm x 50
mm yang telah dibuat diukur ketebalan dengan menggunakan mikroskop optik dan
diukur ketebalan menggunakan aplikasi image J. Pengujian tarik nanofiber kitosan
dilakukan dengan menggunakan universal materials tester dengan load cell 50 N
pada suhu sekitar 20 ° C dan kelembaban 65%. Sebuah cross-head speed 10 mm /
menit digunakan untuk semua nanofiber yang diuji. Data mesin-rekaman
digunakan untuk memplot kurva gaya-pertambahan panjang tarik dari nanofiber
kitosan.
Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan dari larutan. Uji
viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer oswald. Dua larutan
diuji viskositas yaitu larutan dengan perbandingan volume kitosan/PVA 10/90 dan
20/80. Masing-masing larutan dimasukkan 5 ml kedalam viskometer oswald
kemudian diukur waktu yang dibutuhkan masing-masing larutan, dilakukan 5 kali
ulangan untuk masing-masing larutan. Kemudian ditentukan massa jenis masing-
masing larutan yang telah dibuat dengan piknometer. Hal ini juga dilakukan pada
larutan pembanding yaitu akuades. Setelah itu dihitung viskositas masing-masing
larutan dengan menggunakan persamaan berikut :

Ƞ0 𝜌0×𝑡0
= (13)
Ƞ 𝜌×𝑡

Uji listrik dilakukan untuk megetahui sifat listrik dari nanofiber kitosan
berupa impedansi, kapasitansi, induktansi, resistansi, dan indukstansi. Frekuensi
yang digunakan 1 kHz. Pengukuran dilakukan pada kondisi nanofiber kitosan
dalam bentuk membran.

Pemodelan Electrospinning dengan Metode Allometry in Electrospinning

Viskositas larutan polimer memepengaruhi banyak diameter nanofiber


elektrospun. Hubungan persamaan antara diameter nanofiber dan larutan
viskositas :

d ∞ Ƞa (14)

dimana d adalah diameter rata-rata nanofiber, Ƞ adalah viskositas larutan polimer


dan a adalah scaling ekesponen.
16

Ekesperimental dan analisis teoritis menunjukkan bahwa viskositas memiliki


hubungan persamaan dengan konsentrasi :

Ƞ ∞ Cb (15)

dimana C adalah konsentrasi larutan, β adalah scaling eksponen.

Metode Allometry menjelaskan hubungan antara dameter serat electrospun


dan konsentrasi larutan sesuai dengan hubungan persamaan (14) dan (15) sebagai
berikut:

d ∞ 𝐶𝛾 (16)

dimana γ scaling eksponen, ditentukan oleh sifat polimer.

Persamaan tersebut digunakan untuk memplot kurva hubungan konsentrasi


dan viskositas, kurva hubungan konsentrasi dan diameter, serta kurva hubungan
viskositas dan diamater pada hasil data eksperimen. Kemudian ketiga kurva
tersebut akan dibandingkan dengan kurva teoritis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Viskositas

Nilai uji vikositas dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Nilai Uji Viskositas larutan Kitosan/PVA (10/90) dan (20/80)

Ulangan Kitosan/PVA Kitosan/PVA


10/90 (Poise) 20/80 (Poise)
1 0.00729 0.00509
2 0.00747 0.00535
3 0.00725 0.00534
4 0.00726 0.00493
5 0.00759 0.00484
Rata-rata±𝑆𝐷 73.72 × 10 ± 1.52 × 10−4
−4
51.11 × 10 ±2.34× 10−4
−4
17

Perbandingan berat larutan PVA 10% menunjukkan tingginya vikositas


dikedua larutan yang dicampurkan dengan 1% kitosan dengan perbandingan
volume kitosan/PVA 10/90 dan 20/80 yang ditunjukkan pada Tabel 1. Hal ini
diduga bahwa ada interaksi yang menarik seperti ikatan hidrogen antara gugus
hidrosil di PVA dan gugus amino di kitosan. Seperti pada Duan et al [54] bahwa ada
interaksi yang menarik seperti ikatan hidrogen antara kitosan dan PEO yang
mengakibatkan peningkatan viskositas kitosan/PEO dibandingkan dengan larutan
individu. Viskositas larutan kitosan/PVA 20/80 menunjukkan viskositas lebih
rendah . Rendahnya viskositas ini dapat dilihat saat larutan mudah mengalir pada
suatu tabung viskometer dalam waktu yang cepat. Hal ini terjadi karena kurangnya
bobot polimer dalam larutan yang akan berkontribusi menurunkan viskositas
larutan yang dicampur. Demikian pula viskositas larutan kitosan/PVA 10/90
menunjukkan viskositas yang lebih tinggi dilihat dari sulitnya mengalir pada tabung
viskometer dengan waktu yang lebih lambat, karena konsentrasi yang tinggi
menyebabkan viskositas juga tinggi.

Analisis Ikatan Molekul dalam Spektrum FTIR

Analisis gugus fungsi kitosan dan PVA ditunjukkan pada gambar hasil
spektrum FTIR dari larutan kitosan/PVA (10/90) dan larutan kitosan/PVA (20/80)
sebagai berikut

100

95

90
Transmitansi [%]

85
kitosan 1 %

80
N-H
C-O 1589.77 O-H
75
C-H 1321.08 3352.65
837.23
70
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
-1
bilangan gelombang (cm )
Gambar 6 Spektrum FTIR electrospun larutan kitosan 1 %
18

95

85

75

65
Transmitansi [%]

55

45 PVA 10 %

35
Asetil Residual
25
-CH2
1720.378 Asimetrik
15 2923.87
3294.176 O-H
5
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 7 Spektrum FTIR electrospun larutan PVA 10 %

101

99

97

95
Transmitansi [%]

93 kitosan/PVA
(10/90)
91
Asetl residual
89
1724.51
O-H
87 3298.56
C-O -CH2 Asimetrik
1087.93 2921.00
85
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
bilangan gelombang (cm1)

Gambar 8 Spektrum FTIR electrospun larutan kitosan/PVA 10/90


19

100

95
Transmitansi [%]

kitosan-PVA
(20/80)

90

O-H
C-H Asetil Residual 3298,83
837,23 -CH2 Asimetrik
C-O 1723,33
1084,03 2921,26
85
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Bilangan gelombang (cm-1 )

Gambar 9 spektrum FTIR electrospun larutan kitosan/PVA 20/80

100

95
Transmitansi [%]

Kitosan/PVA (10/90)

Kitosan/PVA (20/80)
90

85
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 10 Perbandingan spektrum FTIR electrospun larutan kitosan/PVA


di dua variasi konsentrasi yang berbeda yaitu 10/90 dan 20/80
20

100

95
Transmitansi [%]

Kitosan/PVA (30/70)

Kitosan/PVA (40/60)
90
N-H
Asetil Residual O-H
C-H
C-O -CH2 Asimetrik
85
500 1500 2500 3500

Bilangan gelombang (cm-1)

Gambar 11 Perbandingan spektrum FTIR electrospun larutan kitosan/PVA


konsentrasi 30/70 dan 40/60

Nanofiber electrospun yang telah terbentuk dikarakterisasi dengan FTIR.


Terdapat 4 sampel yang dikarakterisasi yaitu Kitosan/PVA dengan perbandingan
volume 10/90, 20/80, 30/70, 40/60. Gambar 6 dan 7 menunjukkan spektrum kitosan
dan PVA, Gambar 8 dan 9 menunjukkan spektrum dari FTIR larutan kitosan/PVA
10/90 dan 20/80 sedangkan gambar 11 menunjukkan spektrum larutan kitosan/PVA
30/70 dan 40/60
Berdasarkan Gambar 9 teramati bahwa puncak-puncak larutan kitosan/PVA
(20/80) pada 1723.33 cm-1 (kelompok asetil residual), 3298.83 cm-1 (O-H
peregangan), 2921.26 (-CH2 asimentrik ) adalah spektrum murni PVA. Spektrum
FTIR kitosan pada wilayah 1084.03 cm-1 (C-O), 3298.83 cm-1 (O-H), dan 837.23
cm-1 (C-H). Akan tetapi puncak (C=C) pada panjang gelombang 1610-1680 dan
puncak (N-H) pada panjang gelombang 1575-1650 tidak terlihat. Kedua puncak ini
juga merupakan gugus fungsi dari kitosan. Hasil ini menunjukkan bahwa pada
percampuran larutan ini menghilangkan ikatan kimia penyusun beberapa gugus
fungsi kitosan.
Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa larutan kitosan/PVA (10/90)
memiliki spektrum PVA pada puncak 1724.51 cm-1 (kelompok asetil residual),
3298.56 cm-1 (O-H peregangan), dan 2921.00 (-CH2 asimetrik). Puncak-puncak
yang mempersentasikan gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam kitosan adalah
pada wilayah 1087.93 cm-1 (C-O) dan 3298.56 cm-1 (O-H). Pada percampuran
21

larutan kitosan/PVA (10/90) puncak panjang gelombang (C-H) tidak terlihat. Hasil
ini berbeda dengan percampuran larutan kitosan/PVA (20/80) dikarenakan pada
percampuran terdapat perbedaan konsentrasi perbandingan kitosan dikedua larutan
tersebut. Pada larutan kitosan/PVA (10/90) puncak (N-H) dan (C=C) juga tidak
terlihat.
Larutan kitosan/PVA 30/70 dan 40/60 menunjukkan bahwa terdapat gugus
fungsi kitosan yang tidak terlihat dilarutan kitosan/PVA 10/90 dan 20/80 (Gambar
11) . Salah satu gugus fungsinya yaitu puncak (N-H). Walaupun demikian puncak
(C=C) masih tidak terlihat pada spektrum FTIR dikedua larutan ini karena masih
kurangnya bobot volume dari kitosan.
Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat perbandingan puncak peyusun yang
terdapat didalam kitosan dan PVA pada masing-masing perbandingan konsentrasi
kedua larutan. Terlihat bahwa puncak larutan kitosan/PVA (10/90) lebih tajam
dibandingan puncak larutan kitosan/PVA (20/80). Hal ini terjadi karena perbedaan
perbandingan volume konsentrasi dikedua larutan. Selain itu juga puncak hasil
pengukuran FTIR menunjukkan frekuensi dimana vibrasi dan rotasi yang terjadi
akan mempengaruhi jumlah energi terserap pada frekuensi tersebut. Gambar 10
mempersentasikan bahwa jumlah energi yang terserap pada larutan kitosan/PVA
(10/90) lebih banyak dibandingkan dengan larutan kitosan/PVA (20/80). Energi
tersebut berpengaruh terhadap transmitansi yang dimiliki. Larutan kitosan/PVA
(10/90) memiliki transmintansi yang rendah dibandingkan dengan larutan
kitosan/PVA (20/80) sehingga pada larutan kitosan/PVA (10/90) mengalami
absorbansi yang tinggi. Hal ini disebabkan senyawa yang terkandung didalam
larutan kitosan (10/90) lebih tinggi dibandingkan larutan kitosan/PVA (20/80).
Gugus fungsi yang dapat terbaca pada panjang gelombang dikedua larutan terjadi
karena radiasi infra merah berada pada kisaran energinya sesuai dengan frekuensi
vibrasi rengangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) sehingga molekul
dilewatkan dalam suatu panjang gelombang, maka molekul-molekul akan
menyerap energi tersebut. Namun demikian tidak semua ikatan dalam molekul
dapat menyerap energi infra merah meskipun mempunyai frekuensi radiasi sesuai
dengan gerakan ikatan. Hanya ikatan yang mempunyai momen dipol dapat
menyerap radiasi infra merah. Hal ini bisa dilihat dari komponen penyusun larutan
kitosan/PVA pada perbandingan volume yang berbeda. Maka yang demikian itu
dari Gambar 8 dan 9 terdapat gugus fungsi penyusun suatu senyawa yang tidak
terlihat.

Uji Mekanik dan Pengukuran Ketebalan Nanofiber

Nanofiber elektrospun yang telah terbentuk diuji mekanik untuk melihat


kemampuan tegangan tariknya. Terdapat 2 sampel yang dikarakterisasi yaitu
larutan Kitosan/PVA dengan perbandingan volume 10/90 dan 20/80. Sampel 30/70
dan 40/60 tidak diuji mekanik karena saat dielectrospinning nanofiber terlalu tipis
sehingga tidak bisa dilepas dari tembaga. Uji mekanik disajikan melalui gambar
dibawah ini
22

Gaya (N) (c)

(f)

(e)
(a) (b)

(d)

Stroke (mm)
Gambar 12 Uji mekanik nanofiber (a) larutan kitosan/PVA (10/90)
electrospinning 1 jam, (b) larutan kitosan/PVA (10/90) electrospinning 2 jam,
(c) larutan kitosan/PVA (10/90) electrospinning 3 jam, (d) larutan
kitosan/PVA (20/80) electrospinning 1 jam, (e) larutan kitosan/PVA (20/80)
electrospinning 2 jam, dan (f) larutan kitosan/PVA (20/80) electrospinning 3
jam

Tabel 2 nilai uji ketebalan nanofiber kitosan/PVA (10/90)


Ulangan Perlakuan Elektrospinning (μm)
1 jam 2 jam 3 jam
1 2.63 30.07 132.03
2 2.14 20.26 135.95
3 1.97 30.07 132.66
4 1.97 34.64 129.41
5 1.81 39.87 129.41
6 1.81 39.22 139.22
7 3.13 44.44 132.66
8 1.48 34.64 142.40
9 1.64 44.44 124.18
10 1.64 34.64 152.29

Rataaan±𝑆𝐷 2.02±0.50 35.22 ±7.34 134.90 ± 7.96


23

Tabel 3 nilai uji ketebalan nanofiber kitosan/PVA (20/80)


Ulangan Perlakuan Elektrospinning (μm)
1 jam 2 jam 3 jam
1 2.527 4.396 6.374
2 2.527 3.959 5.714
3 2.747 3.736 7.253
4 2.308 5.934 7.253
5 2.198 3.297 6.813
6 2.088 4.176 7.253
7 1.758 4.835 5.934
8 2.088 3.297 5.864
9 3.077 4.615 6.817
10 2.308 5.714 5.672

Rataaan±𝑆𝐷 2.363±0.374 4.396±0.909 6.495±0.661

Gambar 12 menunjukkan bahwa terjadi kurva hubungan antara gaya tarikan


dan perubahan panjang selain itu memiliki daerah linear, non linear, dan daerah
plastik. Kurva tersebut memberikan informasi mengenai kemampuan maksimum
serat nanofiber kitosan/PVA dalam menahan beban. Kemampuan ini disebut
tegangan tarik maksimum. Tegangan tarik maksimum paling tinggi dimiliki oleh
larutan kitosan/PVA (10/90) pada perlakuan electrospinning selama 3 jam dengan
gaya tarik maksimum adalah 1.43 dan tegangan maksimum paling rendah dimiliki
oleh larutan kitosan/PVA (20/80) pada perlakuan electrospinning selama 1 jam
dengan gaya tarik maksimum adalah 0.54. Jika dibandingkan hasil uji tarik larutan
kitosan/PVA 10/90 dan 20/80 pada jam yang sama didapatkan hasil yang
menjelaskan bahwa persen PVA yang lebih banyak dibandingkan persen kitosan
juga dapat mempengaruhi sifat mekanik nanofiber tersebut berupa tegangan tarik
maksimum yang diikuti dengan pertambahan panjang yang lebih besar karena
kandungan PVA memiliki sifat kekuatan meknanis. Jika dilihat sampel larutan
kitosan/PVA (10/90) pada perlakuan electrospinning 2 jam memiliki gaya tarikan
yang lebih rendah dengan gaya tarik maksimum adalah 0.50 dibandingkan dengan
sampel larutan kitosan/PVA (20/80) perlakuan 2 jam dengan gaya tarik maksimum
adalah 0.76, tetapi besarnya perubahan tarikan lebih besar sampel larutan
kitosan/PVA (10/90) dibandingkan sampel larutan kitosan/PVA (20/80). Keadaan
ini memperlihatkan bahwa sampel larutan kitosan/PVA (10/90) memiliki kekuatan
mekanis yang lebih kuat walaupun gaya tarikannya rendah. Hal ini diduga karena
kondisi optimal nanofier kitosan/PVA yang berhasil diproduksi menggunakan
electrospinnning pada berbagai variasi jam. Berdasarkan Tabel 3 juga pengukuran
ketebalan pada sampel larutan kitosan/PVA (10/90) perlakuan electrospinning 2
jam lebih besar daripada larutan kitosan/PVA (20/80) perlakuan electrospinning 2
jam. Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa semakin lama waktu electrospinning
maka akan sebanding dengan hasil kekuatan mekanik yang diuji, semakin besar
ketebalan serat maka nilai kuat tarik yang dipeloreh semakin baik. Data tersebut
juga dapat dipengaruhi oleh hasil kerja electrospinning. Ketika gaya yang terjadi
pada proses electrospinning tersebut nol maka akan muncul permukaan setengah
24

bola pada lubang syringe yang akhirnya karena tarikan medan listrik akan mebentuk
setengah lingkaran yang pada ukuran tertentu akan membuat terjadinya jet polimer
menuju (ground). Pada jarak pendek akan berbentuk lurus karena efek jet, namun
selanjutnya, karena selama jet pelarut polimer menguap, serat menjadi sangat halus.
Karena interaksi antara bagian serat yang bermuatan dan interaksi dengan udara
terjadi secara rambang maka akan terbentuk fiber polimer yang tak lurus
(nonwoven) sehingga mempengaruhi ukuran fiber dalam kurun waktu proses
elekrospinning dan memungkinkan fiber belum terbentuk saat proses
electrospinning dimulai. Hal ini mungkin disebabkan karena kondisi ruangan yang
belum terkondisi dengan kelembaban dan suhu ruangannya.
Penurunan nilai kuat tarik disebabkan oleh adanya gelembung udara,
sehingga bentuk nanofiber menjadi berongga dan kekuatannya akan menurun.
Selain timbulnya gelembung udara, ketidak lurusan serat juga mempengaruhi
kekuatan nanofiber. Pada saat benda uji diberi beban gaya, serat yang tidak lurus
akan mengakibatkan penumpukan tegangan pada satu daerah serat saja. Pada serat
yang lurus tegangan akan diterima oleh kesuluruhan serat panjang sehingga
menyebabkan daerah tersebut mengalami kerenggangan antara serat dan matrik.
Renggangan inilah yang menjadi faktor suatu nanofiber sangat cepat mengalami
retak dan menjadi patah. Alasan ini diperkuat oleh penelitian Fitri Azizah[55] Pada
pengujian tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matrik. Hal ini
disebabkan karena kekuatan atau ikatan antara matrik dan serat yang kurang besar.

Uji Sifat Listrik menggunakan LCRMeter

Beberapa jenis cairan dan larutan cair mampu menghantarkan arus listrik.
Penambahan zat terlarut tertentu ke dalam air membentuk satu larutan yang
merupakan penghantar listrik yang baik. Setiap bahan akan memiki sifat kelistrikan.
Bahan tersebut dapat termasuk dalam konduktor, isolator, semikonduktor atau
superkonduktor. Bahan organik seperti kitosan pada umumnya memiliki sifat listrik
karena memiliki kadar air yang cukup tinggi. Dalam penelitian ini sifat kelistrikan
yang diuji meliputi konduktansi, kapasitansi, impedansi.

Tabel 4 Nilai uji sifat listrik nanofiber elektrospun pada konsentrasi


larutan Kitosan/PVA

Sampel larutan Sifat Listrik


kitosan/PVA
Z(MΩ) G(ns) Rs(kΩ) Cs(Pf) Ls(H)

10/90 685.7 254.5 245.08 164.3 154.2

20/80 134.5 365.07 120.9 408.5 86.6


25

Berdasarkan Tabel 4 memperlihatkan pengaruh konsentrasi kitosan


terhadap nilai konduktasi, kapasitansi, dan impedansi dengan metode pengukuran
menggunakan LCRmeter. Konduktasi kitosan/PVA (10/90) lebih rendah
dibandingkan kitosan/PVA (20/80). Hal ini bisa terjadi karena polimer PVA
dicampurkan dengan akuades dalam jumlah banyak sehingga Konsentrasi ion yang
tinggi dalam polimer dapat menghambat pergerakan ion-ion tersebut dan
menyebabkan kekakuan pada rantai polimer yang mengakibatkan menurunnya nilai
konduktivitas ionik elektrolit polimer. Selain itu, karena adanya intermolekuler
interaksi antara kitosan dan PVA dan interaksi ini bisa disebabkan oleh ikatan
hidrogen antara kelompok hidrosil PVA dan NH2 dari kitosan. Sehingga tingkat
protonasi gugus NH2 menurun dalam asam asetat, dalam hal ini kitosan
berkontribusi terhadap kenaikan derajat protonasi.
Kitosan pada penelitian ini dapat dijadikan konduktor proton, karena
kitosan dilarutkan dalam asam asetat . Ion H+ dan CH3COO- tersebar di dalam
pelarut kitosan dapat dimobilisasi di bawah medan listrik sehingga gugus amina
dan karboksil yang terikat mengakibatkan kitosan mempunyai reaktivitas kimia
yang baik dan penyumbang sifat elektrolit kation. Larutan kitosan/PVA (20/80)
mempunyai nilai kapasitansi yang tinggi dikarenakan peningkatan ion OH-
menyebabkan peningkatan muatan dan akan menurunkan nilai impedansi karena
peningkatan jumlah elektron akan mempermudah aliran arus sehingga hambatan
total menurun.

Karakterisasi Morfologi Nanofiber menggunakan SEM

SEM dari serat kitosan/PVA electropun yang disiapkan dari campuran


kitosan 1% dan PVA 10% pada rasio kitosan/PVA 10/90 dan 20/80 ditunjukkan
pada gambar 13 dan 14. Berdasarkan Tabel 5 terlihat diameter serat menurun pada
konsentrasi larutan 20/80 dan diameter serat yang tinggi pada konsentrasi larutan
10/90. Ini bisa jadi karena serat PVA electrospun memiliki diameter rata-rata yang
lebih kental. Serat ditemukan terikat antar kontak satu sama yang lain. Hal ini bisa
disebabkan karena tidak sempurnanya penguapan pelarut (baik akuades maupun
asam asetat yang diencerkan).

Tabel 5 Pengaruh rasio PVA terhadap kitosan dalam larutan kitosan/PVA


10/90 dan 20/80 pada morfologi serat electrospun

Ulangan Diameter serat Diameter serat


kitosan/PVA 10/90 (nm) kitosan/PVA 20/80 (nm)
1 199.7 348.8
2 219.9 260.4
3 335.7 161.0
4 141.2 149.8
5 199.7 205.9
6 246.7 130.2
rataan±SD 223.8±64.8 209.3±82.7
26

(a) (b)

(c)

Gambar 13 Hasil karakterisasi SEM (a) Morfologi serat electrospun larutan


kitosan /PVA 10/90 pada perbesaran 1000 x (b) morfologi serat electrospun larutan
kitosan/PVA 10/90 pada perbesaran 5000 x (c) morfologi serat electrospun larutan
kitosan/PVA 10/90 pada perbesaran 10.000 x
27

(a) (b)

(c)

Gambar 14 Hasil karakterisasi SEM (a) morfologi serat electrospun larutan


kitosan/PVA 20/80 pada perbesaran 1000 x (b) morfologi serat electrospun larutan
kitosan/PVA 20/80 pada perbesaran 5000 x (c) morfologi serat electrospun larutan
kitosan/PVA 20/80 pada perbesaran 10.000 x

Pada kedua perbedaan rasio perbandingan kitosan/PVA 10/90 dan 20/80,


ditemukan sejumlah kecil beads. Besar jumlah beads dihasilkan tidak kontiniu pada
serat electropun. Hal ini terjadi dari pembentukan tetesan yang terjadi karena
perpindahan jet kapiler polimer dengan tegangan permukaan dan juga viskositas
yang tidak benar dari larutan rasio untuk dipintal. Pecahnya jet polimer karena
ketidakstabilan sehingga terbentuknya beads. Selain itu jet polimer antara tetesan
yang membentuk serat electrospun dan bersamaan dengan kontraksi jari-jari jet
yang digerakkan oleh tegangan permukaan, menyebabkan sisa larutan dan
membentuk beads. Gambar 13 dan 14 terlihat jumlah beads yang terbentuk sedikit
pada serat nano electrospun baik pada rasio kitosan/PVA 10/90 maupun 20/80 hal
ini dapat terjadi karena peningkatan viskositas larutan, akibat penambahan kadar
28

PVA atau penggunaan derajat deasitilasi kitosan yang tinggi. Derajat deasitilasi
kitosan/PVA 10/90 dan 20/80 mencapai nilai 23% . Hal ini karena pada analisis
FTIR nilai absorbansi pada panjang gelombang 1655 mendekati nilai absorbansi
3450 . Peningkatan viskositas menunjukkan terjadinya peningkatan massa molekul
relatif dari polimer pada larutan, yang akan meningkatkan ketahanan tarik polimer,
sehingga dalam proses electrospinning kemampuan larutan polimer membentuk
serat tanpa beads yang tinggi. Menurut literatur [56] yang menyatakan bahwa
metode menghilangkan beads larutan dengan cara meningkatkan viskositas
larutan , dalam penelitian ini dengan penambahan PVA dan peningkatan derajat
deasitilasi kitosan.

Pemodelan Electrospinning dengan Metode Allometry in Electrospinning

Berikut gambar grafik hasil eksperimen dari nanofibers kitosan/PVA

(10−4 )
80
70
Ƞ ∞ C1.59
60
50 y = -2,26x + 96,3
viskositas

40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi kitosan (%)

Gambar 15 Hasil grafik metode Allometry in Electrospinning hubungan


rasio konsentrasi kitosan terhadap viskositas

214
213
d ∞ C2.05
212
Diameter (nm)

211
210
y = -0,375x + 216,85
209
208
207
206
205
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi kitosan ( % )
Gambar 16 Hasil grafik metode Allometry in Electrospinning hubungan
rasio konsentrasi kitosan terhadap diameter
29

214

213 y = 0,1659x + 200,87


212

Diameter(nm)
211 d ∞ Ƞ 1.30
210

209

208

207

206

205 (10-4)
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Viskositas ( Poise)

Gambar 17 Hasil grafik metode Allometry in Electrospinning hubungan


viskositas terhadap diameter

Gambar 15 menunjukkan ketergantungan viskositas pada konsentrasinya.


Ditemukan bahwa viskositasnya meningkat secara linear dengan meningkatnya
konsentrasi dengan nilai a adalah 1.59 . Hasil ini sangat penting untuk optimasi
pada pembentukan nanofiber dari bahan larutan ini. viskositas PVA menghasilkan
beads yang lebih sedikit, permukaan lebih seragam, dan diameter yang lebih lebih
besar dapat dilihat pada Gambar 16 dengan nilai b adalah 1.30 . Konsentrasi dan
viskositas yang sesuai merupakan parameter yang penting untuk mengendalikan
morfologi nanofiber. Baik data ekesperimen maupun analisis teoritis menunjukkan
bahwa viskositas larutan mempengaruhi secara allometry diameter. Diameter
memiliki hubungan allometry dengan konsentrasi dengan nilai 𝛾 adalah 2.05
(Gambar 17).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanofiber kitosan electrospun telah berhasil diperoleh dengan


mencampurkan kitosan dan PVA. Morfologi serat dan diameter serat sangat
dipengaruhi oleh komposisi larutan. Dengan bertambahnya rasio dari kitosan akan
menurunkan viskositas larutan sehingga diameter serat menurun dan bertambahnya
jumlah beads serat karena diameter serat meningkat jika PVA pada larutan juga
meningkat. PVA dalam hasil penelitian ini berperan dalam pembentukan nanofiber
dengan metode electrospinning. Jumlah beads akan menurun jika viskositas dan
derajat deasitilasi kitosan tinggi. Derajat deasitilasi yang dihasilkan dalam
penelitian ini adalah 23% karena campuran kitosan yang digunakan 1% dengan
perbandingan rasio yang lebih kecil dari PVA. Rasio perbandingan dalam campuran
ini juga mempengaruhi sifat mekanik dan sifat listrik larutan. Semakin tinggi rasio
PVA dibandingkan kitosan akan meningkatkan sifat tarik maksimum dan
30

menurunkan sifat listrik serat. Sifat listrik yang lebih rendah berguna jika nanofiber
diaplikasikan dalam bidang medis. Baik data ekesperimen maupun analisis teoritis
menunjukkan bahwa viskositas larutan mempengaruhi secara allometry diameter.
Diameter memiliki hubungan allometry dengan konsentrasi d ∞ C2.05. Dari
penelitian ini larutan kitosan/PVA 10/90 lebih baik dibandingkan larutan
kitosan/PVA 20/80. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran viskositas, sifat
mekanis, diameter serat, dan sifat listrik.

Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat


1. Meminimal faktor-faktor yang sulit terkontrol terutama pada saat uji
ketebalan dan mekanik seperti adanya gelembung udara, ketidaklurusan
saat dilakukan pengujian tarik dan kerenggangan pada serat.
2. Menimalkan terjadinya jet polimer yang menghasilkan pintalan yang tidak
lurus dan menjaga kestabilan permukaan setengah bola yang terbentuk pada
syringe saat proses electrospinning.
3. Perlu adanya variasi parameter yang mempengaruhi proses electrospinning
seperti tegangan, laju alir dan jarak syringe ke kolektor.
4. Memvariasikan konsentrasi kitosan dan PVA serta rasio perbandingan
kitosan/PVA.
5. Perlu adanya pemodelan komputasi dan pemodelan electrospining yang lain
selain metode allometry.

DAFTAR PUSTAKA

[1]Hadiyawarman, Agus Rijal, Bebeh W. Nuryadin, Mikrajuddin. Abdullah,


Khairurrijal. (2008). Fabrikasi Material Nanokomposit Superkuat,
Ringan dan Transparan Menggunakan Metode Simple Mixing. Jurnal
Nanosains & Nanoteknologi. Vol. 1(1).
[2]Wertz J, Immo Schnieders. 2008. Nano Webs Advantages Of A New And
Advanced Nanofiber Coating Technology For Filtration Media
Compared to The Electrospinning Process. New york:Hollingsworth &
Vose Company.
[3]Jia J, Duan Y, Wang S, et al. 2007. Preparation and Characterization of
Antibacterial Silver-Containing Nanofibers for Wound Dressing
Applications.Journal of US-China Medical Science .Vol 4(2).
[4]Pillai CKS, Sharma CP. 2009. Electrospinning of Chitin and Chitosan
Nanofibres. Trends Biomater Artif Organs, Vol 22(3): 179-201.
[5]Reis CC, TuzlaKoglu Y, Baas E, et al.2007. Influence of Porosity and Fibre
Diameter on the Degradation of Chitosan Fibre-Mesh Scaffolds and Cell
Adhesion. J.Mater Sci: Mater Med 18:195–200.doi:10.1007/s10856-
006-0681.
[6]MA GP, Yang DZ, Chen BL, et al. 2010.Preparation and Characterization of
Composite Fibers from Organic-Soluble Chitosan and
Polyvinylpyrrolidoneby Electrospinning. Front. Mater.Sci. China.4(1):
64–69.doi 10.1007/s11706-010-0012-5.
31

[7]Gu Mingbo Gu, Wang Kaitao, Li Wenli, Qin Chuanxiang, Wang Jian-Jun, Dai
Lixing.2011. Preparation and Characterization of PVA/PU Blend
Nanofiber Mats by Dual-jet Electrospinning. Journal of Fibers and
Polymers. Vol 12(1): 65 – 72.
[8]Erizal, Dian PP, Zuhelmi A,Sulistioso GS.2013. Modifikasi Fisiko Kimia
Membran Komposit Kitosan Polivinil Alkohol Hasil Casting dengan
Teknik Induksi Iradiasi Gamma. Jurnal Sains Materi Indonesia
Indonesian Journal of Materials Science. Vol 14(3): 166 – 172.
[9] K H Hong, J L Park, I H Sul, J H Youk, T J Kang.2004. Preparation and
Characterization of PVA/PU Blend Nanofiber Mats by Dual-jet
Electrospinning.Journal of Science Polymers Physics.Vol (44) :2468.
[10]Charernsriwilaiwat N, Praneet O, Theerasak R, Tanasait Ngawhirunpat, Pitt
S.2010. Preparation and Characterization of Chitosan
Hydroxybenzotriazole/Polyvinyl Alcohol Blend Nanofibers by the
Electrospinning Technique. Journal of Carbohydrate Polymers. 81(2)
:675–680.
[11] Zhou Y, Yang D, Chen X, Xu Q, Lu F, Nie J.2008. Electrospun Watersoluble
Carboxyethyl Chitosan/Poly(vinyl alcohol) Nanofibrous Membrane as
Potential Wound Dressing for Skin Regeneration. Journa ofl
Biomacromolecules.Vol 9 :349–354.
[12]Hargono, Abdullah,Indro S.2008.Pembuatan Kitosan dari Limbah Cangkang
Udang serta Aplikasinya dalam Mereduksi Kolestrol Lemak Kambing.
Reaktor.Vol 12:153-57.
[13]Widodo,Agus dkk.2005.Potensi Chitosan dari Sisa Udang sebagai
Keunggulan Logam Berat Limbah Cair Industri
Tekstil.Surabaya:Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh
November.
[14]Nakorn PN. 2008. Chitin Nanowhisker and Chitosan Nanoparticles in Protein
Immobilization for Biosensor Applications. J. of Metals, Materials and
Minerals.18 (2): 73–77.
[15]Brown PJ et al. 2007. “Nano-fibers and Nano-technology in Textiles”, the Edisi
Keenam, Diterjemahkan oleh Textile institute, Woodhead Pub. Ltd.,
Tedjo baskoro, Gajah Mada University Cambridge.
[16]Harper CA, Petrie EM. 2003. Plastics Materials and Processes : A Concise
Encyclopedia, New York: Wiley.
[17]Jia, Y T, Gong J, Gu X H, Kim H Y, Dong J, Shen X Y. 2007. Fabrication and
Characterization of Poly (vinyl alcohol)/Chitosan Blend Nanofibers
Produced by Electrospinning Method. Journal of Carbohydrate
Polymers.Vol 63:403-409.
[18]Alipour S M, Nouri M, Mokhtari J, Bahrami S H. 2009. Electrospinning of
Poly(vinyl alcohol)–Water-Soluble Quaternized Chitosan Derivative
Blend. J. of Carbohydrate Research.Vol 344: 2496–2501.
[19]Beswick RH, Dunn DJ. 2002. Plastics in Packaging. Shrophsire:Rapra
Technology, Ltd.
[20]Sheftel VO. 2000. Indirect Food Additives and Polymers : Migration and
Toxicology. US: CRC Press.
[21]Ogur E. 2005. Polyvinyl Alcohol : Material, Processing and Applications.
United Kingdom : Smithers Rapra Technology.
32

[22]Hodgkinson N. 2000. Thermoplastic Poly (Vinyl Alcohol) (PVA). Journal of


Materials Word. Vol. 8: 24-25.
[23]Lin CA, Ku TH. 2008. Shear and Elongational Flow Properties of
Thermoplastic Polyvinyl Alcohol Melts with Different Plasticizer
Contents and Degree of Polymerization. Journal of Physical
Chemistry.Vol 111 : 13696-13700.
[24]H Fong, D H Reneker. 2001. Electrospinning and the Formation of Nanofibers
in: Structure Formation in Polymeric Fibers. Mu¨nchen: Hanser Gardner
Publishers.
[25]Sill T J, von Recum H A. 2008. Electrospinning: Application in Drug Delivery
and Tissue Engineering. Journal of Biometerials.Vol 29: 1989–2006.
[26]Lee S, et al. 2007. Use Electrospun Nanofiber web for Protective Textile
Material As Barriers to Liquid Penetration. Textile research journal.Vol.
77(9).
[27]K P Chellamani, P Sundaramoorthy, T Suresham.2012. Wound dressing made
out of Poly Vinyl Alcohol/Chitosan nanomembranes. J. Acad. Indus.
Res.Vol 1(2):342-347.
[28]Geng X, Kwon O H,Jang J.2005. Electrospinning of Chitosan Dissolved in
Concentrated Acetic Acid Solution. J. Biomaterials.Vol 26: 5427–5432.
[29]Zeng J, Xu X, Chen X, Liang Q, Bian X, Yang L, JingX.2003.Biodegradable
Electrospun Fibers for Drug Delivery. J. Control Release.92:227-331.
[30]RJ Deng et al.2009.Melt Electrospinning of Low Density Polyethylene having
a Low-Melt Flow Index. Journal of Applied Polymer Science.vol
114(166).
[31]Khairurrijal,Munir MM,Saehana S,Iskandar F,Abdullah M.2009.Teknik
Pemintalan Elektrik untuk Pembuatan NanoSerat dari Pemodelan hingga
Eksperimen.Jurnal Sains dan Teknologi.Edisi Khusus.
[32]Zhang M, Wu Y, Feng X, He X, Chen L, Zhang Y. 2010. Fabrication of
Mesoporous Silica-coated CNTs and Application in Size-Selective
Protein Separation. Journal of Material Chemistry.vol. 20. pp. 5835-
5842.
[33]S Karra. 2007. Mechanical Engineering. Madras: Indian Institute of
Technology.
[34]C J Thompson, G G. Chase, A L. Yarin, D H Reneker. 2007. Mathematical
Modeling in Electrospinning Process of Nanofibers. Polymer Journal.
Vol. 48:6913.
[35]M Trojanowicz. 2006. Mathematical Modeling in Electrospinning Process of
Nanofibers. TrAC Trends Anal. Chem Journal. Vol. 25:480.
[36]M E Helgeson, N J Wagner. 2007. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. AIChE Journal. Vol. 53:51.
[37]A Doustgani, E Vasheghani-Farahani, M Soleimani, S Hashemi Najafabadi.
2012. Mathematical Modeling in Electrospinning Process of Nanofibers.
Compos. Part B Eng. Journal. Vol. 43:1830.
[38]M Ziabari, V Mottaghitalab, A K Haghi. 2010. Mathematical Modeling in
Electrospinning Process of Nanofibers. Journal of. Chem. Eng. Vol.
27:340.
33

[39]S V Fridrikh, J H Yu, M P Brenner, G C Rutledge. 2003. Mathematical


Modeling in Electrospinning Process of Nanofibers. Journal of. Phys.
Rev. Lett. Vol. 90:144502.
[40]G C Rutledge, S V Fridrikh. 2007. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal of Adv. Drug Deliver. Rev. Vol. 59:1384.
[41]J H He, L Xu, Y Wu, Y Liu. 2007. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal of Polym. Int. Vol. 56:1323.
[42]A Thess, R Lee, P Nikolaev, H Dai, P Petit et al. 1996. Mathematical Modeling
in Electrospinning Process of Nanofibers. Journal of Science. Vol.
273:483.
[43]H K Rasmussen, O Hassager. 1993. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal of Non-Newton.Fluid Mech. Vol. 46:298.
[44]M. Wang, J He, J Yu, N Pan. 2007. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal of Therm. Sci. Vol. 46:848.
[45]M Wang, J He, J Yu, N Pan. 2001. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal Science. Vol. 292:2462.
[46]J W Ha, S M Yang. 2000. Mathematical Modeling in Electrospinning Process
of Nanofibers. Journal Fluid Mech. Vol. 405:301.
[47]J J Feng. 2000. Mathematical Modeling in Electrospinning Process of
Nanofibers. Journal Fluida. Vol. 14:3912.
[48]E M Helgeson, N K Grammatikos, M J Deitzel, J N Wagner. 2008.
Mathematical Modeling in Electrospinning Process of Nanofibers.
Journal Polymer. Vol. 49:2924.
[49]A L Yarin, S Koombhongse, D H Reneker. 2001. Mathematical Modeling in
Electrospinning Process of Nanofibers. Journal Appl. Phys. Vol.
89:3018.
[50]P R de Souza Mendes. 2007. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal Non-Newton. Fluid Mech. Vol. 147:109.
[51]C P Firme, R B Prabhakar. 2010. Mathematical Modeling in Electrospinning
Process of Nanofibers. Journal Nanomed.Nanotechnol. Biol. Med. Vol.
6:245.
[52]K G Kornev. 2010. Mathematical Modeling in Electrospinning Process of
Nanofibers. Journal Appl. Phys. Vol. 110:124910.
[53]Z K Tang, L Zhang, N Wang, X X Zhang, G H Wen et al. 2001. Mathematical
Modeling in Electrospinning Process of Nanofibers. Journal Science.
Vol. 292:2462.
[54]Duan, Dong, et al. 2004. Electrospinning of Chitosan Solution in Acetic Acid
with Poly (ethylene oxide). J. Biomater. Sci. Polymer Edn. Vol
15(6):797-811.
[55]Azizah, Fitri. 2011. Kajian Sifat Listrik Membran Selulosa Asetat yang
direndam dalam Larutan Asam Klorida dan Kalium Hidrosida [Skripsi].
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor.
[56]P J. Brown K, Stevensi. 2009. Nanofibers and Nanotechnology in Textiles.
Cambridge, UK:Woodhead Publishing Limited.
34

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Penelusuran Literatur

Persiapan Alat dan Bahan

Pembuatan larutan kitosan 1 % +Asam


asetat 1%

Pembuatan larutan PVA 1 % dan 10 %

Penggabungan larutan kitosan +Asam Asetat dan PVA 1%


denan perbandingan kitosan/PVA 1%(90:10)

Penggabungan kitosan/PVA 1%(90:10) dan PVA 10 % dengan


perbandingan kitosan-PVA 1%/PVA 10 % yaitu 10:90 dan
80:20

Elektrospinning

Karakterisasi uji viskositas, FTIR,uji mekanik, uji LCR dan SEM,

Analisis Data

Penyusunan skripsi

Selesai
35

Lampiran 2 Gambar Sampel nanofiber electrospinning dan dokumentasi uji yang


dilakukan

Nanofibers PVA 10 %

Nanofibers kitosan/PVA 20/80

Nanofibers kitosan/PVA 10/90


36

Uji ketebalan dengan mikroskop optik

Uji tarik nanofibers


37

Lampiran 3 Perhitungan Derajat Deasetilasi

Derajat Deasitalsi Kitosan/PVA 10/90

DD = {1-[(A1655/A3450)x(1/1.33)]} x 100
DD = {1-[(0.98/0.95)x(1/1.33)]} x 100
DD = {1-[(1.03)x(1/1,33)]} x 100
DD = 23%

Derajat Deasitalasi Kitosan/PVA 20/80


DD = {1-[(A1655/A3450)x(1/1.33)]} x 100
DD = {1-[(0.99/0.96)x(1/1.33)]} x 100
DD = {1-[()x(1/1,33)]} x 100
DD = 23%

Lampiran 4 Perhitungan viskositas larutan kitosan/PVA (10/90) dan


kitosan/PVA(20/80) dan scaling eksponen Allometry kitosan PVA (10/90) dan
(20/80)

Viskositas larutan kitosan/PVA (10/90)

Ulangan 1

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3650 × 17.29


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00729 Poise

Ulangan 2

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3655 × 17.70


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00747 Poise

Ulangan 3

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3650 × 17.20


Ƞ=
0.9951 × 6.7
38

Ƞ = 0.00725 Poise

Ulangan 4

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3652 × 17.20


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00726 Poise

Ulangan 5

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3671 × 17.90


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00759 Poise

Viskositas larutan kitosan/PVA 20/80

Ulangan 1

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3645 × 12.10


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00509 Poise

Ulangan 2

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3648 × 12.70


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00535 Poise
39

Ulangan 3

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3643 × 12.70


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00534 Poise

Ulangan 4

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3645 × 11.70


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00492 Poise

Ulangan 5

Ƞ0 × 𝜌 × 𝑡
Ƞ=
𝜌0 × 𝑡0

0.0077 × 0.3645 × 11.50


Ƞ=
0.9951 × 6.7

Ƞ = 0.00484 Poise

Hubungan viskositas terhadap konsentrasi

a=1.86+1.31 =1.59
Ƞ = Ca Ƞ = Ca 2
Ln 73.7 = ln 10 a Ln 51.1 = ln 20 a
a= 1.86 a=1.31

Hubungan diameter terhadap konsentrasi


a=2.32+1.78 =2.05
d = Cb d = Cb 2
Ln 213.1 = ln 10 b Ln 209.35 = ln 20 b
b= 2.32 b=1.78

Hubungan diameter terhadap viskositas


a=1.24+1.35 =1.30
d = Ƞc d = Ƞc 2
Ln 213.1 = ln 73.7 c Ln 209.35 = ln 51.1 c
c= 1.24 c= 1.35
40

Lampiran 5 Gambar ketebalan yang diukur dengan mikroskop optik

Nanofiber kitosan/PVA (10/90) waktu 1 jam

Nanofiber kitosan/PVA (10/90) waktu 2 jam


41

Nanofiber kitosan/PVA (10/90) waktu 3 jam

Nanofiber kitosan/PVA (20/80) waktu 1 jam


42

Nanofiber kitosan/PVA (20/80) waktu 2 jam

Nanofiber kitosan/PVA (20/80) waktu 3 jam


43

RIWAYAT HIDUP

Renda Amalia Anggraini lahir di Kijang pada


16 Februari 1995, merupakan putri pertama
dari Bapak Daiman dan Ibu Reni Siregar.
Penulis lulusan TK Islam Rantau Prapat pada
tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikan
dasar di SD 016 kemudian pada kelas 5 SD
pindah ke SD 027 dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun 2010, penulis lulus dari SMP 1
Bintan Timur Kepulauan Riau kemudian
melanjutkan ke SMA 1 Bintan Kepulauan
Riau. Setelah lulus pada tahun 2013, penulis
melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian
Bogor melewati jalur Beasiswa Utusan Daerah
(BUD) sebagai mahasiswa Fisika.
Penulis juga aktif organisasi di himpunan
Fisika (HIMAFI) pada tahun 2014 sebagai
anggota divisi prestasi mahasiswa (PRESMA) dan 2015 sebagai bendahara divisi
sosial dan kesejahteraan mahasiswa (SOSKEMAH), penulis juga aktif sebagai
asisten praktikum Fisika PPKU pada tahun 2015 semester genap, tahun 2016
semester ganjil dan genap, tahun 2017 ganjil dan genap. Penulis juga aktif
mengikuti kepanitian acara-acara intrakampus, diantaranya kepanitian Physics
Expo sebagai kepala divisi kosumsi, Kepanitian Kompetisi Fisika sebagai
bendahara divisi kosumsi, Kepanitian Perkenalan Fakultas Mipa, Kepanitian
Perkenalan departemen, Kepanitian physiscs go to school. Penulis juga pernah
mengukir prestasi sebagai juara 3 dalam pertandingan futsal antar departemen
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, pernah memenangi lomba
nyanyi dangdut sebagai juara 1 dalam acara POSF dan mengikuti lomba ke Taiwan
dalam acara asia facific agriculture undergraduate student project competition di
national pingtung university of science and technology , pingtung taiwan.

You might also like